Anda di halaman 1dari 21

PSIKOLOGI

PERKEMBANGAN MANUSIA : FASE LANJUT USIA

MAKALAH

Nama : Oka Pandu Persada (32)


Anas Alfaridza Suharjo (04)
Bagas Wiratama Putra (06)
Jafar Alief Rachman (18)
Pambudi Ginelar (36)
Prinantio Adi K (33)
Trestiati Lutfiyah Khanza (41)

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 ADMINISTRASI

KEIMIGRASIAN

POLITEKNIK IMIGRASI

TAHUN 2023
FASE LANJUT USIA

A. Pengertian Fase Usia Lanjut


Bagas Wiratama Putra

Pengertian Lansia Menurut Keliat dalam Maryam (2011), usia lansia


merupakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun.

Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian perkembangan lanjut usia:

• Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi


menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enampuluh sampai tujuh
puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga
akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74
tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih)
(Baltes, Smith&Staudinger, Charness&Bosmann) dan orang tua lanjut (85
tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda
(Johnson&Perlin).
• Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan
tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan
orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong
orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun
keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau
sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang
yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya
di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-
ciri ketuaan.
• Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya.
• Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang
telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah
kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia
pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun,
lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun.

Dapat disimpulkan bahwa fase usia lanjut atau sering disebut sebagai usia
senja adalah periode dalam kehidupan seseorang yang di mana usianya telah
mencapai batas tertentu, namun belum mencapai batas kematian. Meskipun tidak
ada definisi pasti mengenai kapan seseorang dapat dikategorikan sebagai lanjut
usia, umumnya fase ini dimulai pada usia 60 tahun atau lebih.

Pada fase usia lanjut, terjadi perubahan-perubahan pada fisik, kognitif, dan
emosional. Beberapa contoh perubahan fisik pada usia lanjut adalah menurunnya
kemampuan sensorik, penurunan daya tahan tubuh, dan peningkatan risiko
terjadinya penyakit kronis. Sedangkan perubahan kognitif pada usia lanjut dapat
meliputi penurunan kemampuan memori, kesulitan dalam mengambil keputusan,
dan penurunan kemampuan belajar. Sementara perubahan emosional pada usia
lanjut bisa meliputi peningkatan kecemasan, kesepian, dan depresi.

Meskipun fase usia lanjut sering kali dihubungkan dengan perubahan-


perubahan negatif, banyak orang yang dapat mengalami masa usia senja dengan
kesehatan yang baik dan bahkan dapat menikmati banyak aktivitas yang membuat
mereka bahagia.
B. Perkembangan Fisik
Pambudi Ginelar

Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia.


Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja
tubuh akibat perubahan atau penurunan fungsi organorgan tubuh. Berdasarkan
WHO , lansia dibagi menjadi tiga golongan
a. Umur lanjut (elderly) : usia 60-75 tahun
b. Umur tua (old) : usia 76-90 tahun
c. Umur sangat tua (very old) : usia > 90 tahun
Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis
(biological growth) merupakan salah satu aspek penting
dari perkembangan individu, yang meliputi meliputi perubahan-perubahan dalam
tubuh (seperti: pertumbuhan otak, hormon, dll), dan perubahan- perubahan dalam
cara-cara individu dalam menggunakan tubuhnya.
Saat bertambahnya usia, ada berbagai kondisi kulit yang dialami lansia.
Kulit semakin menipis, jaringan lemak berkurang, dan kulit menjadi kurang elastis.
Ini bisa menyebabkan perubahan fisik lainnya, seperti kulit menjadi kering, keriput,
muncul garis halus, dan juga timbul bintik penuaan.
Ciri-Ciri Perubahan Fisik Pada Lansia
• Perubahan pada sistem pernafasan.
• Perubahan pada pendengaran.
• Perubahan pada penglihatan.
• Perubahan pada indera pengecap, pembau dan peraba.
• Perubahan pada sistem syaraf.
• Gangguan pada sistem jantung.
• Gangguan sistem kemih.
• Gangguan pada sistem endokrin/metabolik.

C. PERKEMBANGAN KOGNITIF
-Trestiati Lutfiyah Khanza-
1. Perkembangan Kognitif

Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing,


berarti mengetahui.Pada kamus besar bahasa Indonesia, kognisi diatikan dengan
empat pengertian, yaitu kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan, termasuk
kesadaran dan perasaan dan usaha menggali suatu pengetahuan melalui
pengalamannya sendiri dan hasil pemerolehan pengetahuan.Pada aspek
pengembangan kognitif, kompetensi dan hasil belajar yang diharapkan pada anak
adalah anak mampu dan memiliki kemampuan berfikir secara logis, berfikir kritis,
dapat memeberi alasan, mampu memecahkan masalah dan menemukan hubungan
sebab akibat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Perkembangan kognitif
adalah perkembangan kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan karena
bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik, maka dunia kognitif
anak berkembang pesat, makin kreatif, bebas dan imajinatif.

Williams mengatakan kognitif adalah bagaimana cara individu bertingkah


laku, cara individu bertindak, yaitu cepat lambatnya individu di dalam memecahkan
suatu masalah yang dihadapinya. Gambaran yang diberikan Williams tentang ciri-
ciri perilaku kognitif adalah: berpikir lancar,. berpikir luwes,berpikir
orisinal,berpikir terperinci (elaborasi). Anak-anak membentuk skema-skema baru
lewat proses asimilasi dan akomodasi. Piaget meyakini bahwa anak-anak
merupakan pembangun kecerdasan yang aktif lewat asimilasi (menerima
pengalaman baru) dan akomodasi (mengubah skema yang yang udah ada untuk
disesuaikan dengan informasi baru), yang menghasilkan keseimbangan.

Menurut Brunner ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke


dalam tiga periode, yaitu: Pertama,Tingkat enaktif (enactive stage) merupakan
suatu masa ketika individu berusaha memahami lingkungannya; tahap ini mirip
dengan sensorimotor period dari Piaget; Kedua, Ikonik. Tahap ini terjadi pada saat
anak telah menginjakkan kakinya di taman kanak-kanak. Di sini anak belajar lewat
gambaran mental dan bayangan ingatannya. Pada tahap ini seorang anak banyak
belajar dari contoh yang dilihatnya gambaran contoh dari orang yang dikaguminya
menjadi gambaran mentalnya dan memengaruhi perkembangan kognitifnya.
Ketiga, Penggunaan lambang (simbolik) Pada saat ini anak telah duduk di sekolah
dasar kelas akhir atau SMP di mana anak secara prima mampu menggunakan
bahasa dan berpikir secara abstrak. Khusus pada anak usia dini, Piaget menyatakan
bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui eksplorasi, manipulasi, dan konstruksi
secara elaboratif. Lebih dari itu, Piaget juga menjelaskan bahwa karakterisasi
aktivitas anak-anak juga berdasarkan pada tendensi-tendensi biologis yang terdapat
pada semua organisme. Tendensi-tendensi tersebut mencakup tiga hal, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan organisasi.

1. asimilasi. Secara harfiah, asimilasi berarti memasukkan atau menerima.


Dalam lingkup pengetahuan, manusia selalu mengasimilasikan objek atau
informasi ke dalam struktur kognitifnya. Pada awalnya, seorang bayi
mencoba berasimilasi dengan menyentuh, meremas, bahkan merobek
bendabenda yang dijangkaunya. Selanjutnya, anak akan mengasimilasi
objek tersebut dengan memasukkannya ke dalam mulut sebagai ekspresi
rasa ingin tahu.
2. Akomodasi adalah mengubah struktur diri. Dalam melihat beberapa objek,
belum tentu anak mempunyai struktur penglihatan (diri) yang memadai,
sehingga anak tersebut harus melakukan akomodasi. Misalnya, seorang
anak dapat memindahkan balok terbesar mainannya hanya dengan
menggeser rintangan di depannya. Nah, kemampuan menggeser rintangan
untuk memindahkan balok itulah disebut akomodasi.
Asimilasi dan akomodasi terjadi sejak bayi masih sangat kecil,
ketika anak mengembangkan refleks menghisap setiap benda yang
menyentuh bibirnya. Kemudian terjadi proses belajar (asimilasi maupun
akomodasi) yang menimbulkan pemahaman bahwa yang dapat dihisap
hanya ibu jari atau susu ibu, tetapi benda-benda lain tidak dapat dihisap oleh
individu mengenai bendabenda melalui proses asimilasi, tetapi memperoleh
pemahaman tentang bendabenda yang dapat dihisap atau tidak, melalui
akomodasi.
3. organisasi. Yang dimaksud organisasi di sini adalah menggabungkan ide-
ide tentang sesuatu ke dalam sistem berpikir yang koheren (masuk akal).
Hal ini hanya bisa dilakukan dengan menggabungkan asimilasi dan
akomodasi, sebagaimana disebutkan di atas. Sekedar contoh, anak-anak
pada usia 5-6 tahun telah terampil mengendarai roda tiga. Dalam
kemampuannya itu, anak telah mampu merangkai beberapa ide, seperti kaki
mangayuh pedal, tangan memegang setir, mata menatap ke depan, dan
sering kali kepala anak tersebut menoleh ke kanan dan ke kiri untuk
menjaga keselamatan. Inilah yang disebut dengan organisasi dalam bahasa
tendensi biologis.

2. Tahapan Perkembangan Kognitif


Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak
berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir dengan cara-cara yang unik.
Semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama, yaitu meliputi empat
tahapan adalah:
a. Pertama, Tahap Sensori Motorik (0-2 tahun) Disebut Sensori Motorik
karena pembelajaran anak hanya melibatkan panca indra. Anak belajar
untuk mengetahui dunianya hanya mengandalkan indera yaitu melalui
mengisap, menangis, menelan, meraba, membau, melihat, mendengar,
dan merasakan.15Dalam teori Piaget, dua proses, adaptasi (adaptation)
adalah melibatkan pengembangan skema melalui interaksi langsung
dengan lingkungan. dan organisasi (organization) adalah sebuah proses
yang terjadi secara internal, terpisah dari kontak langsung dengan
lingkungan. Setelah anak-anak membentuk skema baru, mereka
mengaturnya kembali, menghubungkannya dengan skema lain untuk
menciptakan sebuah sistem kognitif yang saling berhubungan erat yang
berperan dalam perubahan skema
b. Kedua, Tahap Praoperasional (2-7 tahun), Tahap Praoperasional (early
childhood)yang membentang selama usia 2 hingga 7 tahun, perubahan
paling jelas yang terjadi adalah peningkatan luar biasa dalam aktivitas
representasi atau simbolis.Pada tahap ini konsep yang stabil dibentuk,
penalaran muncul, egosentris mulai kuat dan kemudian mulai melemah,
serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Dalam istilah pra-
operasional menunjukkan bahwa pada tahap ini teori Piaget difokuskan
pada keterbatasan pemikiran anak. Istilah “operasional” menunjukkan
pada aktifitas mental yang memungkinkan anak untuk memikirkan
peristiwa pengalaman yang dialaminya.18 Salah satu sumber utama
simbol ini adalah bahasa, yang berkembang cepat selama tahun-tahun
pra-operasional awal (2-4 tahun). Bahasa mengembangkan carkrawala
anak-anak. Lewat bahasa, mereka dapat menghidupkan kembali masa
lalu, mengantisipasi masa depan, dan mengomunikasikan peristiwa-
peristiwa kepada orang lain. Namun karena pikiran anak kecil begitu
cepat berkembang, dia belum dapat memilki sifat-sifat logis yang
koheren. Ini terlihat dari penggunaan mereka atas kata-kata. Karena
anak-anak tidak memiliki pengkategorian umum, penalaran mereka
sering kali bersifat transduktif, berpindah dari hal-hal khusus ke hal
khusus lainnya.
c. Ketiga, Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun) Piaget, yang
membentang dari sekitar usia 7 hingga 11 tahun dan menandai suatu titik-
balik besar dalam perkembangan kognitif. Pikiran jauh dari sekedar
logika. Ia bersifat fleksibel dan lebih teratur dari sebelumnya.Anak-anak
di tingkatan operasi-operasi berpikir konkret sanggup memahami dua
aspek suatu persoalan secara serentak. Di dalam interaksi-interaksi
sosialnya, mereka memhami bukan hanya apa yang akan mereka
katakan, tapi juga kebutuhan pendengarannya.28 Selama tahun-tahun
sekolah, anak-anak menerapkan skemaskema logis untuk lebih banyak
tugas. Dalam proses ini, pemikiran mereka tampaknya mengalami
perubahan kualitatif menuju suatu pemahaman komprehensif tentang
prinsip-prinsip dasar pemikiran logis.
d. Keempat, Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas) Tahapan ini
muncul usia 11 hingga 15 tahun adalah tahapan teori Piaget yang
keempat dan terakhir. Tahap Operasional Formal sebuah tahap di mana
mereka mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, sistematis, dan
Ilmiah.
3. Stimulasi untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif

pada Anak Usia Dini Secara sederhana, perkembangan kognitif terdiri atas dua
bidang, yakni logika matematika dan sains. Oleh karena itu, cara meningkatkan
perkembangan kognitif pada anak usia dini juga berkutat seputar dua bidang
pelajaran tersebut, yakni logika matematika dan sains. Beberapa langkah berikut ini
bisa dilakukan untuk meningkatkan perkembangan kognitif pada anak usia dini.

1. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Berpikir logis sangat dibutuhkan


anak-anak, karena kemampuan ini dapat mendidik kedisiplinan yang sangat kuat.
Logika berperan besar dalam menjadikan anak-anak semakin dewasa dengan
keputusan-keputusan matangnya.

2. Menemukan Hubungan Sebab-Akibat. Dari dua hubungan tersebut, dapat


diketahui bahwa akibat dari satu peristiwa ada sebabnya. Misalnya, penyebab
kematian adalah sakit, penyebab rumah terbakar adalah hubungan arus pendek dan
lain sebagainya.

3. Meningkatkan Pengertian pada Bilangan Cara termudah untuk mengajari


anak agar mencintai bilangan dan angka adalah dengan uang. Biasanya, semua
orang (termasuk anak-anak) sangat menyukai uang. Bahkan, hampir setiap hari ini
anak selalu minta uang kepada orangtuanya.

4.Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif, namun


sedikitnya faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan
sebagai berikut:

a. Faktor hereditas/keturunan, teori hereditas atau nativisme yang dipelopori


oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, berpendapat bahwa manusia lahir
sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh
lingkungan.

b. Faktor lingkungan, teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John


Locke. Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci
seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda
sedikitpun

c. Faktor kematangan, tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang
jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

d. Faktor pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan di luar diri


seseorang yang memengaruhi perkembangan intelegensi.

e. Faktor minat dan bakat, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan
dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. f.
Faktor kebebasan, kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berpikir
divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih
metodemetode terntentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas
dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

5. Klasifikasi Pengembangan Kognitif


Adapun tujuan pengembangan kognitif diarahkan pada pengembangan
kemampuan auditory, visual, taktik, kinestetik, aritmetika, geometri, dan sains
permulaan. Uraian masing-masing bidang pengembangan ini sebagai berikut:

1. Pengembangan Auditory Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi


atau indra prndengaran anak, seperti: mendengarkan atau menirukan
bunyi yang didengar sehari-hari, mendengarkan nyanyian atau syair
dengan baik, mengikuti perintah lisan sederhana, mendengarkan cerita
dengan baik;
2. Pengembangan Visual Kemampuan ini berhubungan dengan
penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan, dan persepsi anak
terhadap lingkungan sekitarnya.Adapun kemampuan yang akan
dikembangkan, yaitu: mengenali benda-benda sehari-hari,
membandingkan benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang lebih
kompleks, mengetahui benda ukuran, bentuk atau dari warnanya;
3. Pengembangan Taktik Kemampuan ini berhubungan dengan
pengembanagan tekstur (indra peraba). Adapun kemampuan yang akan
dikembangkan, yaitu; mengembangkan akan indra sentuhan,
mengembangkan kesadaran akan berbagai tekstur, mengembangkan kosa
kata untuk menggambarkan berbagai tekstur seperti tebaltipis, halus-
kasar, panas-dingin, dan tekstur kontras lainnya.
4. Perkembangan Kinestetik Kemampuan yang berhubungan dengan
kelancaran gerak tangan/keterampilan tau motorik halus yang
mempengaruhi perkembangan kognitif. Kemampuan yang berhubungan
dengan keterampilan tangan dapat dikembangkan dengan permainan-
permainan, yaitu: finger painting dengan tepung kanji, menjiplakan
huruf-huruf geometri, melukis dengan cat air, mewarnai dengan
sederhana, menjahit dengan sederhana.
5. Pengembangan Aritmetika Kemampuan yang diarahkan untuk
penguasaan berhitung atau konsep berhitung permulaan. Adapun
kemampuan yang akan dikembangkan, yaitu: mengenali atau membilang
angka, menyebut urutan bilangan, menghitung benda, mengenali
himpunan dengan nilai bilangan berbeda. 6. Pengembangan Geometri
Kemampuan ini berhubungan dengan pengembangan konsep bentuk dan
ukuran. Adapun kemampuan yang akan dikembangkan, yaitu: memilih
benda menurut warna, bentuk, dan ukurannya, mencocokkan benda
menurut warna, benda, dan ukurannya, membandingkan benda menurut
ukurannya besar, kecil, panjang, lebar, tinggi, dan rendah.
Pengembangan Sains Permulaan Kemampuan ini berhubungan dengan
berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara
saintifik atau logis, tetapi tetap dengan mempertimbangkan tahapan
berpikiran
D. Perkembangan Emosi

Prinantio Adi Kurniawan

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Ketika memasuki masa tua tersebut, sebagian
para lanjut usia dapat menjalaninya dengan bahagia, namun tidak sedikit mereka
yang mengalami hal sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidakbahagiaan,
yang disebabkan karena tidak bisa menerima dirinya.(Hurlock, 1997)

Berdasarkan fenomena di lingkungan masyarakat, tidak semua lansia tinggal di


rumah bersama keluarga mereka, ada juga beberapa lansia yang hidup di Panti
Sosial. Dengan adanya tuntutan dari dunia yang semakin modern, lansia tampaknya
seringkali dianggap sebagai hambatan bagi keluarga. Mereka menjadi seperti
anggota keluarga yang merepotkan dan membawa kesulitan tersendiri bagi
keluarga. Tidak jarang anggota keluarga menitipkan para lansia ini pada panti
sosial. Terdapat berbagai macam alasan lain yang mendasari seseorang untuk
masuk ke dalam panti werdha misalnya atas anjuran dari keluarga, teman, ataupun
lingkungan sosialnya serta atas keinginannya sendiri.(dalam Septiphani, 2013)

Hal ini menjadi gejolak batin tersendiri bagi para lansia yang tinggal di panti sosial.
Disamping harus menerima perubahan yang terjadi dalam diri mereka, para lansia
juga harus hidup terpisah dari keluarga mereka. Sering sekali timbul di benak para
lansia yang tinggal di panti sosiaperasaan diasingkan, ditolak, tidak disayang oleh
anak dan sengaja dibuang oleh keluarga dan ditelantarkan. Tidak mudah untuk bisa
menerima diri terutama para lansia yang harus tinggal di panti sosial, tetapi hidup
tetap berjalan terus, lansia mau tidak mau harus bisa menerima dirinya.

Menurut Chaplin (1999) penerimaan diri atau self acceptance adalah sikap
yangmerupakan cerminan dari perasaan puas terhadap diri sendiri, dengan kualitas-
kualitas dan bakat-bakat diri serta pengakuan akan keterbatasan yang ada pada diri.
Sedangkan menurut Maslow dalam Helmi (1998) berpendapat bahwa penerimaan
diri adalah kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan diri yang
didapat melalui pengenalan secara utuh.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah tidak adanya
gangguan emosional yang berat. Menurut Hurlock (1999) Gangguan emosi yang
berat adalah tekanan terus menerus seperti di rumah maupun di lingkungan kerja
akan mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik dan
psikologis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan
mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan
orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan
memungkinkan individu untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang
demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri.

Sementara menurut Bar-On seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan


kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial
yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan
dan tekanan lingkungan (Goleman, 2004). Maka dapat diasumsikan bahwa “Tidak
adanya gangguan emosional yang berat merupakan kecerdasan emosi. “

Dengan memiliki kecerdasan emosi yang baik maka lansia di panti sosial dapat
menjaga keselarasan emosi mereka, memiliki pengendalian diri yang lebih baik,
mampu memotivasi diri dan berempati pada sesama lansia di panti sosial tersebut.
Namun selain adanya kecerdasan emosi yang baik lansia harus memiliki
pengetahuan yang memadai tentang perubahan yang terjadi ketika masuk pada
masa lansia.(Goleman,2004)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi sangat
diperlukan oleh para lansia. Kecerdasan emosi yang baik akan membantu lansia
untuk bisa menerima perubahan-perbahan yang terjadi pada diri mereka, terutama
perubahan sosial yang dialami para lansia yang harus hidup di panti sosial
E. Perkembangan Sosial

Oka Pandu Persada

Tahap terakhir pada perkembangan psikososial adalah integritas ego versus


keputusasaan yang berkembang pada masa usia lanjut hingga kematian. Pada fase
ini, orang lanjut usia memasuki tahap refleksi diri, yaitu waktu di mana ia
merenungkan kehidupan yang dijalani semasa hidupnya. Teori pemisahan
(disengagement theory) menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut secara
perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry, 1961 dalam
Santrock, 2003). Pemisahan merupakan aktivitas timbal-balik di mana orang-orang
dewasa lanjut tidak hanya menjauh dari masyarakat, tetapi masyarakat juga
menjauh dari mereka. Menurut teori ini, orang-orang dewasa lanjut
mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri (self-preoccupation),
mengurangi hubungan emosional dengan orang lain, dan menunjukkan penurunan
ketertarikan terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. Teori ini meyakini
bahwa penurunan interaksi social dan peningkatan kesibukan terhadap diri sendiri
dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup di kalangan orang-orang dewasa
lanjut.
Pemikiran yang lebih ekstrim adalah lingkungan sekitar beranggapan bahwa
para lansia lebih membutuhkan waktu sendiri atau lebih nyaman bila mereka sibuk
dengan dirinya, sehingga mereka berkeputusan untuk tidak mengikut sertakan
lansia pada acara-acara social. Padahal pemisahan yang dilakukan oleh lansia
maupun oleh lingkungan sekitarnya justru akan membuat lansia putus asa. Begitu
pula dengan lansia yang menghadapi usia pensiun. Lansia yang biasa bekerja
kemudian tidak bekerja atau pensiun disarankan akan lebih baik untuk tetap
melakukan aktivitas sehari-harinya. Karena akan memelihara keaktifan dan
kreativitas para lansia. Keikutsertaan lansia di dunia social akan menimbulkan
motivasi dan rasa percaya diri para lansia. Begitu pula bila lansia menghadapi
konflik, ia mengambil pilihan yang buruk/salah, maka ia akan mengalami hambatan
dalam menyelesaikan tugas perkembangannya. Sebaliknya bila ia mengambil
pilihan yang benar, ia akan berkembang ke taraf ego integrity yang lebih mantap.
Jadi sebenarnya, orang lanjut usia, bila ia mengalami proses perkembangan yang
menuju pada ego integrity, ia akan menjadi individu yang pada hari tuanya tetap
memiliki harga diri dan konsepsi diri yang positif dan realistik. Di dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari ia akan lebih mudah menerima keadaan yang terjadi, tetap
aktif dan lebih dapat mengatasi ancaman dan keadaan lingkungan (Erikson dalam
Santrock, 2003).
untuk dipertahankan, ketika manusia. Manusia telah kehilangan sesuatu
yang dekat dengan diri dan kehidupan mereka, contohnya pasangan, teman-teman,
kesehatan fisik dan kedayagunaan social. Tekanan-teka nan seperti ini membuat
manusia mengalami rasa putus asa yang kuat atau sikap yang menyatakan
ketidakbisaterimaan. Jika saja harapan hilang, rasa putus asa akan muncul dan
hidup berhenti untuk memiliki makna. Perjuangan tak terelakkan antara integritas
dan rasa putus asa akan menghasilkan kebijaksanaan, yang merupakan kekuatan
dasar usia senja. Dengan kebijaksanaan yang matang, para lansia mempertahankan
integritas sekalipun kemampuan mental dan fisiknya telah merosot. Sehingga,
kehilangan di usia lansia sudah tidak menjadi hal terbesar, karena di usia senja
mereka telah fokus terhadap masalah-masa lah besar termasuk ketiadaan.
Pada fase lanjut usia, manusia akan mulai menarik diri dari lingkungan
karena dianggap kurang kompeten atau tidak menemui syarat minimal untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap lansia
mengakibatkan tidak diikutsertakannyalansia dalam kegiatan masyarakat.

F. Perubahan Bahasa
Anas Alfaridza Suharjo
Kemampuan pengertian bahasa sedang yaitu dimana seseorang mengalami
keterlambatan dalam bicara atau bahasa dan mengalami gangguan penggunaan dan
pengenalan simbol-simbol (Sidiarto, 2009). Kemampuan pengertian bahasa adalah
sejauh mana seorang individu menguasai simbol dan arti bahasa. Bahasa pada
hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan manusia secara teratur, yang
mempergunakan bunyi sebagai alatnya (Depdiknas, 2012). Kemampuan pengertian
berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau
berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan
dapat dimengerti oleh orang lain (Hendra, 2009). Gangguan kemampuan pengertian
bahasa dapat disebabkan karena cedera otak salah satunya yaitu stroke. Penyebab
cedera otak pada umumnya disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah.
Kelainan tersebut juga dinamakan perdarahan otak atau stroke. Stroke atau
gangguan lainnya yang menyebabkan terganggunya system aliran darah diotak
yang lambat laun sel-sel diotak dibagian tersebut juga akan mengalami kematian.
Di dalam otak terdapat berbagai bagian dengan fungsi yang berbeda-beda.
Kebanyakan orang bagian untuk kemampuan menggunakan bahasa terdapat pada
sisi kiri otak, jika terjadi cedera maka pada bagian bahasa di otak akan terjadi
gangguan kemampuan pengertian bahasa (Najamudin, 2010). yang mengalami
kemampuan pengertian bahasa sedang adalah mereka mengalami gangguan dalam
hal keterlambatan dalam bicara atau bahasa dan mengalami gangguan penggunaan
dan pengenalan simbol-simbol, hal ini menunujukan lansia yang mengalami
gangguan kemampuan pengertian bahasa adalah lansia yang mengalami penyakit
stroke, terjadi karena adanya kelainan pembuluh darah diotak. Gangguan
kemampuan pengertian bahasa tidak hanya terjadi pada jenis kelamin perempuan
atau laki-laki saja tetapi tergantung dari bagaimana kemampuan fungsi otak
seseorang untuk melakukan proses dan memahami bahasa, baik bahasa lisan
maupun bahasa tulisan. Lansia pada usia 51-80 tahun rentan mengalami gangguan
kemampuan pengertian bahasa karena pada usia ini dimana organisme telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemundurun sejalan dengan waktu, sehingga dengan bertambahnya usia maka
permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Gangguan
kemampuan pengertian bahasa terjadi pada lansia yang berpendidikan akhir SD,
SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, hal ini dikarenakan semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang maka kemampuan otak untuk terus memproses bahasa lisan
maupun tulisan berkurang sehingga pada saat seseorang memasuki usia lanjut akan
semakin mengalami penurunan hal ini didukung dengan hasil penelitian sebanyak
30 lansia (32,6%) dengan pendidikan terakhir SMP, sebanyak 26 lansia (28,3%)
dengan pendidikan SD. Semakin tinggi tingkat pendidikan lansia maka orang
tersebut akan memiliki banyak tujuantujuan hidup yang akan dicapainya, sehingga
tidak memperhatikan kesehatan fisiknya. Lansia akan mudah terserang penyakit,
penyakit yang sering dialami salah satunya adalah stroke yang dapat
mengakibatkan gangguan kemampuan pengertian bahasa. Gangguan kemampuan
pengertian bahasa yang dialami oleh lansia seringkali menimbulkan salah
pengertian sehingga apa yang lansia sampaikan tidak dimengerti oleh penerima atau
pendengar, jika kita ingin berkomunikasi dengan lansia yang mengalami
kemampuan pengertian bahasa kita dapat menggunakan cara meluangkan waktu
khusus untuk percakapan kita, duduk tenang dan buat kontak mata, jika merasa
tidak yakin dengan percakapan tersebut dapat mengulanginya mulai dengan sesuatu
yang sederhana, bicaralah dengan tenang dan menggunakan kalimatkalimat pendek
dan berikan penekanan pada kata-kata yang penting. Upaya meningkatkan
kemampuan pengertian bahasa pada lansia dengan cara mencari informasi kepada
dokter, perawat atau bekerjasama dengan tim terapi khususnya dalam hal terapi
wicara yang berfokus pada belajar kembali dan mempraktekkan kembali
kemampuan berbahasa dan menggunakan alternatif atau tambahan metode
komunikasi. Anggota keluarga juga harus berpartisipasi dalam proses terapi dan
berfungsi sebagai mitra komunikasi bagi penderita dengan gangguan kemampuan
pengertian bahasa.

G. Perubahan Moral-Agama

Jafar Alief Rachman

Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa
ini adalah suatu masa dimana seseorang telah beranjak jauh dari masamasa
sebelumnya. Pada usia ini seseorang akan suka mengingat-ingat masa lalunya, dan
biasanya dibarengi dengan penuh rasa penyesalan. Usia 40-an pada umumnya
dianngap sebagai garis pemisah antara usia madya dengan usia lanjut. Pada
dasarnya kronologis usia tidak bisa dipastikan secara spesifik karena setiap orang
memiliki perbedaan waktu saat usia lanjutnya dimulai. Tahap terakhir dalam
rentang kehidupan ini dibagi menjadi dua fase, yaitu: usia lanjut dini (kurang lebih
antara 60-70 tahun) dan usia lanjut (70 tahun keatas sampai tutup usia).

Adapun ciri-ciri kejiwaan yang biasa terjadi pada lanjut usia antara lain:

1. Memerlukan waktu yang lama dalam belajar dan sulit mengintegrasikan jawaban
atas pertanyaan.
2. Terjadi penurunan kecepatan dalam berpikir dan lambat dalam menarik
kesimpulan.
3. Terjadi penurunan daya pikir kreatif.
4. Cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang baru saja dipelajari maupun
yang lama.
5. Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi pada masa lalu.
6. Berkurangnya rasa humor.
7. Menurunnya perbendaharaan kata, karena lebih konstan mereka menggunakan
kata-kata yang pernah dipelajari pada masa kanak-kanak dan remaja.
8. Kekerasan mental meningkat dan tidak mampu mengontrol diri (egois).
9. Merasa dirinya kurang atau bahkan tidak berharga.

Selama masa kanak-kanak, remaja, dewasa awal hingga dewasa akhir,


manusia lebih cenderung untuk berfikir tentang kehidupan setelah mati dari pada
sebab-sebab yang menjadikan seseorang mati. Sebagai hasil dari pendidikan agama,
pada setiap individu melahirkan konsep yang berbeda tentang kehidupan setelah
mati, tergantung kualitas dan kuantitas pendidikan yang mereka dapatkan baik di
keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Semakin lanjut usia
seseorang, maka semakin sering pula mereka memikirkan tentang kematian. Hal ini
dipicu oleh kondisi mental dan fisik yang semakin memburuk. Kekhawatiran ini
biasanya terkait dengan peningkatan rasa keagamaan, cenderung lebih taat
beribadah, dan melakukan aktivitas-aktivitas sosial yang bermanfaat.
Adapun pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di hati para lanjut usia
antara lain:
1. Kapankah kematian akan datang? Walaupun para lanjut usia sadar bahwa
tak seorangpun di dunia ini mengetahui datangnya kematian, namun
keinginan untuk melakukan hal-hal positif sebelum ajal tiba mendorong
mereka untuk selalu mempertanyakan tentang kematian.
2. Apa sajakah kira-kira yang menyebabkan kematian? Data statistik
menunjukkan bahwa terdapat empat penyebab kematian paling umum
yang terjadi pada para lanjut usia, yaitu: serangan jantung, kanker,
serangan otak/ stroke, dan kecelakaan.
3. Bisakah saya mendapatkan kematian seperti yang saya inginkan? Dewasa
ini di luar negeri, terdapat segolongan orang yang mempercayai aliran
euthanasia, yaitu suatu aliran yang mencetuskan teori pembunuhan
karena belas kasihan. Teori ini beranggapan bahwa seseorang yang
menderita karena sakaratul maut, penyakit yang tidak terobati, atau orang
yang hilang harapan karena suatu penyakit sebaiknya diperbolehkan mati
secara damai melalui pembedahan, transfusi darah, dan lain-lain. Namun
konsep euthanasia hingga saat ini belum disahkan karena menimbulkan
kontroversi antara agama, kedokteran, dan hukum.
4. Bagaimana agar bisa meninggal dengan baik? (khusnul khotimah)
Kekhawatiran atas pertanyaan tersebut mendorong para lanjut usia
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah mereka.

Beberapa studi dan penelitian yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan


pada usia tua membuktikan bahwa ada fakta-fakta tentang meningkatnya minat
terhadap agama sejalan dengan bertambahnya usia.
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, A. (2018). Permasalahan Yang Dialami Lansia Dalam Menyesuaikan Diri


Terhadap Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangannya. Islamic Counseling:
Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2), 91.
https://doi.org/10.29240/jbk.v2i2.462

EV Siregar. Perkembangan Lanjut Usia. Universitas Medan Area, 2015, hal 24

https://jurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/STIKES/issue/view/7
ICA OKTAVIA CINTYA DEVI (2019) GAMBARAN PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI PADA LANSIA HIPERTENSI DI DUSUN MODINAN
DESA BANYURADEN WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II
SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2019. Diploma thesis, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.

Mohd. Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Cet. II, Bandung: Yayasan
Bhakti Winaya, 2003, hal. 56

Paul Suparno, Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta: Kanisius, Cet I,


2006, hal.11

Ratna Wilis Dahar, Theories Belajar dan Pembelajaran, Cet. V, Jakarta: Erlangga,
2011, hal. 34

Riyanto Yatim, Paradigma Pembelajaran, Cet. I, Jakarta: Prenada Media Group,


2009, hal.123

Rozali, Y. A. (2010). Penyesuaian Pribadi Dan Sosial Usia Lanjut. Forum Ilmiah,
7(3), 151–155.
Satrianawati. (2015). Masa tua bahagia adalah suatu harapan dan impian semua
orang. Pada masa tua banyak faktor yang dapat meningkatkan kebahagiaan
seseorang . Nasional, Seminar Ipa, Pendidikan Semarang, V I, April.

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorietnasi Standar Proses Pendidikan, Cet.


VII, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, hal. 132

Anda mungkin juga menyukai