A. Pengertian Remaja
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin
adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa
primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak
berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa
apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori: 2006).
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua akhir
menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa 13 remaja
awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa
remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun.
Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada
laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada perempuan
yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun (Thalib: 2010). Remaja akhir yang
juga menurut Hurlock (1993) dikategorikan sebagai dewasa awal, didalam bukunya
Dia mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira
umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif.
Pada masa remaja akhir, individu sudah mencapai transisi perkembangan yang
lebih mendekati masa dewasa yaitu perkembangan fisik. Menurut Jean Piaget, pada
masa remaja perkembangan kognitif sudah mencapai tahap puncak, yaitu tahap
operasi formal (11 tahun – dewasa), suatu kapasitas untuk berpikir abstrak, di mana
penalaran remaja lebih mirip dengan cara ilmuwan mencari pemecahan masalah
dalam laboratorium (Berk, 2003). Mengacu pada teori perkembangan kognitif Piaget,
Berk (2003: hlm 244) mengemukakan beberapa ciri dari perkembangan kognitif pada
masa ini, sebagai berikut:
B. Perkembangan Fisik
Perubahan Pubertas
C. Perkembangan Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing yang
berarti mengetahui. Dalam arti yang luas Neisser menjelaskan (Muhibbinsyah:2013),
cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.
Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan:
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (application),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
2. Perkembangan inteligensi
Bagi kebanyakan orang, Puncak kemampuan belajar seseorang ketika pada saat
usia 18-25 tahun. Akan tetapi, kebanyakan manusia juga secara terus menerus
mengalami kemunduran.
3. Penalaran moral
Menurut Lawrence Kohlberg, perkembangan moral pada masa dewasa secara
primer bergantung pada pengalaman, walaupun tidak bisa melampaui batas yang
telah di tentukan oleh perkembangan kognitif. Pengalaman dapat diterjemahkan
dalam berbagai konteks budaya.
- Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan ( decision making ) merupakan sala satu bentuk
perbuatan berpikir dan hasil dari perbuatan itu disebut keputusan, dalam artian
bagaimana seorang remaja mengambil suatu keputusan dan masa remaja adalah
dimana masa terjadinya peningkatan dalam pengambilan keputusan. seorang remaja
memiliki andil yang besar dalam pengambilan keputusan untuk masa depannya,
seperti keputusan untuk melanjutkan kuliah setelah tamat SMA atau mencari kerja.
Menurut Nurmi (1991a) Pada umumnya pengambilan orientasi masa depan bagi
remaja akhir dan dewasa berkisar yaitu berbagai kelapangan kehidupan,terutama
pendidikan, pekerjaan dan pernikahan (Desmita, 2013)
Akan tetapi remaja akhir lebih kompeten dalam pengambilan keputusan ini
dibandingkan remaja awal, menurut Santrock karena remaja awal memiliki
kemampuan yang kurang dalam keterampilan pengambilan keputusan (Desmita,
2013) . Meskipun demikian, keterampilan pengambilan keputusan oleh remaja akhir
seringkali jauh dari sempurna, dan kemampuan untuk mengambil keputusan tidak
menjamin bahwa keputusan semacam itu akan dibuat dalam kehidupan sehari-hari,
dimana luasnya pengalaman memberikan pengaruh yang besar dan sangat krusial.
Untuk itu, remaja perlu memiliki lebih banyak peluang untuk mempraktekan dan
mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis. Dan sala satu cara
meningkatkan keterampilan dalam pengambilan keputusan remaja terhadap pilihan-
pilihan dunia nyata seperti permasalahan seks, obat-obatan, dan kebut-kebutan di
jalan adalah dengan mengembangkan lebih banyak peluang bagi remaja untuk terlibat
dalam permainan peran dan pemecahan masalah kelompok yang berkaitan dengan
kondisi-kondisi semacam itu di sekolah/kuliah. Tidak jarang remaja mengambil
keputusan yang salah karena terpengaruh oleh orientasi masyarakat terhadap remaja
dan kegagalannya untuk memberi remaja pada pilihan-pilihan yang memadai.
Obat-obatan Terlarang
Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja dalam pembahasan kali ini ialah lebih kepada perilaku yang
menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Jensen (1985) membagi
kenakalan remaja menjadi empat jenis yaitu:
Tetapi pada suatu hari, di tahun 1997, ketenangan itu terusik. Seorang anak
laki-laki berusia 14 tahun diskors dari sekolah karena berkelahi. Untuk mengisi
waktunya selama tidak kesekolah ia menyiksa kucing-kucing dan mengumpulkan
berbagai pisau. Pada suatu hari ia mengajak kawan sekolahnya yang berusia 11 tahun
untuk bermain ke hutan yang sepi. Disitu kawannya itu dibunuh dan setelah dipotong,
kepalanya diletakkan di depan gerbang sekolah, dan dimulut kepala tanpa badan itu
diselipkan secarik kertas bertuliskan: “ini adalah balas dendam pada sistem sekolah
yang kelewat memaksa dan masyarakat yang menciptakannya”. Dua tahun setelah
kasus Kobe itu, seorang remaja membunuh seorang anak berusia 7 tahun di halaman
sekolahnya, setahun kemudian seorang remaja berusia 17 tahun memukuli setiap
orang yang lewat dengan pemukul baseball disebuah pusat keramaian di Tokyo.
Kasus-kasus serupa juga terjadi di Korea Selatan dan Hongkong.
Sedangkan kasus di Indonesia sendiri, salah satu kasus yang terkenal adalah
seorang pelajar SMU di Medan bernama Rizal yang membunuh ayah, ibu, dan tiga
saudara kandungnya, setelah ia dimarahi ayahnya. Selain diduga ada pengaruh
penyalahgunaan obat, ternyata Rizal adalah anak bungsu dari keluarga yang
semuanya sarjana (ayah dan salah satu kakaknya dokter), dan Rizal juga diharapkan
untuk menjadi sarjana sehingga diduga bahwa Rizal menjadi tertekan karenanya.
Stress mental seperti itu, menurut laporan majalah TIME tersebut disebabkan karena
sistem pendidikan di Asia sangat mengutamakan prestasi sekolah, khususnya dalam
bidang Matematika dan Ilmu pasti (IPA) sebagai satu-satunya tolok ukur prestasi
seseorang (sejak TK sampai Universitas).
Tidak mengherankan bahwa setiap orang tua berusaha memacu anaknya untuk
menjadi juara kelas dan setiap anak yang tidak sukses dalam kedua pelajaran diatas
disebut pecundang. Dampaknya adalah bahwa banyak anak (khususnya remaja) yang
putus asa karena tidak pernah diperhitungkan prestasinya walaupun ia seorang
olahragawan atau seniman yang hebat, sehingga bisa menimbulkan sikap acuh-tak
acuh atau bahkan agresif kepada orang lain (seperti contoh diatas) atau kepada diri
sendiri (angka bunuh diri pun relatif tinggi di negara-negara Asia)
Daftar Pustaka
Ali, M. & Asrori, M. 2006. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Bumi Aksara.
(Berk, L.E. 2003. Child Development, 6th ed. Boston, MA: Allyin & Bacon)
Adam Gerald R. & Gullotta Thomas (1983) Adolescent Life Experience. California:
Brooks/Cole Publishing Company.
Sigelman carol K. & Shaffer David R. (1995) Life Span Human Development.
California: Brooks/Cole Publishing Company.