Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATA KULIAH GERONTIK

PERUBAHAN KOGNITIF PADA LANSIA

Kelompok 6

DISUSUN OLEH

Dwinta Widya Navita (2201140663) Murwani Suryaning S. (220114680)

Fadhila Ayu Setyani (2201140667) Nike Kristanti (2201140681)

Faidatul Chasanah (2201140668) Zahrocha Fathmanda R. (220114092)

Fella Pancarani (2201140670)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

2023
BAB I

A. Lansia

1. Pengertian

Lanjut usia dapat dimulai dari batasan umur setelah dewasa akhir. Kisaran

usia dimulainya usia lanjut adalah sekitar 60 sampai dengan 65 tahun. WHO

menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi

4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59

tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old)

usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) (Azizah, 2011).

Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang

Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang

mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah,

2011).

Menurut (Santrock, 2002) ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut

usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia.

Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah

orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan

seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang

Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60

tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja

dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.


1

2. Batasan-batasan Lanjut Usia (Lansia)

A. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Lanjut usia meliputi :

 Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usai 45 sampai 59 tahun

 Lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun

 Lanjut usia tua (old) antara 76 sampai 90 tahun

 Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

B. Menurut Depkes RI (2014) mengklasifikasikan lansia dalam kategori

berikut :

a) Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.

b) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

d) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain


1

3. Karakteristik Lansia

Bustan (2007) menjelaskan bahwa beberapa karakteristik lansia yang perlu

diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia sebagai

berikut :

A. Jenis kelamin

Lansia lebih banyak wanita, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah

kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan wanita. Misalnya lansia

laki – laki dengan hiperplasia prostat, maka wanita mungkin menghadapi

osteoporosis.

B. Status perkawinan

Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda / duda akan

mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.

C. Struktur keluarga

Keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga

lainnya.

4. Perubahan pada Lansia

Menurut Hernawati (2006), ada tiga perubahan pada lansia meliputi

perubahan biologis, psikologis, dan sosiologis.

a. Perubahan biologis diantaranya:

1. Penurunan fungsi sel otak yang mengakibatkan penurunan daya ingat

jangka pendek, melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa,

kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas

bertujuan, dan gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu,


1

mengurutkan daya abstraksi yang menyebabkan kesulitan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari

2. Kemampuan motorik yang menurun menyebabkan lansia menjadi

kurang aktif dan mengganggu kegiatan sehari-hari.

3. Massa otot berkurang dan massa lemak bertambah. Hal ini

mengakibatkan jumlah cairan tubuh berkurang sehingga kulit

kelihatan mengerut dan kering serta muncul garis-garis yang menetap

pada wajah.

4. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut yang

dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C, dan asam

folat

5. Penurunan kemampuan indera pendengaran terjadi karena adanya

penurunan fungsi sel saraf pendengaran.

b. Perubahan psikologis

Lansia mengalami perubahan psikologis berupa ketidakmampuan untuk

mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi misalnya sindrom

lepas jabatan dan sedih yang berkepanjangan.

c. Perubahan sosiologis

Perubahan sosiologis lansia sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

dan pemahaman terhadap diri sendiri. Perubahan ini disebabkan oleh

perubahan status sosial, misalnya pensiunan.

d. Perubahan kognitif

Perubahan pada aspek kognitif ini dipengaruhi oleh beberapa hal


1

diantaranya usia, lingkungan dan pendidikan. Biasanya perubahan kognitif

yang terjadi pada lansia antara lain menurunnya daya tangkap terhadap

sebuah informasi, mudah lupa karena fungsi ingatan yang kurang baik,

aktivitasnya menjadi kurang cekatan selain itu pada orientasi umum dan

persepsi terhadap waktu dan tempat juga mundur, ini erat hubungannya

dengan daya ingat yang sudah menurun dan juga karena pandangannya

yang sudah menyempit.

Pada penulisan karya ilmiah ini penulis akan lebih banyak membahas

tentang kognitif pada lansia.

B. Kognitif

1. Definisi Kognitif

Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan

dari proses berfikir. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan

dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisa,

memahami, menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau

kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau intelegensi (

Ramdhani. 2008).

2. Aspek-Aspek Kognitif

Fungsi kognitif seseorang menurut Goldmann (2000). meliputi berbagai fungsi

berikut, antara lain:

1) Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat dan waktu.


1

Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan namanya sendiri

ketika ditanya) menunjukkan informasi yang ”overlearned”. Kegagalan

dalam menyebutkan namanya sendiri sering merefleksikan negatifism,

distraksi, gangguan pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa.

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung

dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan

menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena perubahan

waktu lebih sering dari pada tempat, maka waktu dijadikan indeks yang

paling sensitif untuk disorientasi.

2) Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter,

yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.

a. Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat

dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang

dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta

pasien menulis atau berbicara secara spontan.

b. Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang untuk

melakukan perintah tersebut.

c. Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau


1

kalimat yang diucapkan seseorang.

d. Naming

Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai

suatu objek beserta bagian-bagiannya.

3) Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus

spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.

Mengingat segera Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk

mengingat sejumlah kecil informasi selama ≤ 30 detik dan mampu untuk

mengeluarkannya kembali. Konsentrasi Aspek ini merujuk pada sejauh

mana kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatiannnya pada satu

hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk

mengurangkan 7 secara berturut-turut dimulai dari angka 100 atau dengan

memintanya mengeja kata secara terbalik.

4) Memori

Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

informasi yang diperolehnya.

a) Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang

diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.

b) Memori lama

Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya pada

beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu. Memori visual, yaitu


1

kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi berupa

gambar.

5) Fungsi konstruks

Kemampuan seseorang untuk membangun dengan sempurna. Fungsi

ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar,

memanipulasi balok atau membangun kembali suatu bangunan balok

yang telah dirusak sebelumnya.

6) Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.

7) Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya

suatu hal, serta berpikir abstrak.

3. Kognitif pada Lansia

Setiati, Harimurti & Roosheroe (2006) menyebutkan adanya perubahan

kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan

meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di otak

(menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama

transmisi), berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan

mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa

lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja

terjadi.

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai

kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam

pemrosesan informasi (Papalia, Olds & Feldman, 2008). Penurunan terkait

penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja


1

dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan

perubahan pada struktur dan fungsi otak. Raz dan Rodrigue (dalam Myers,

2008) menyebutkan garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada otak

lanjut usia, meliputi volume dan berat otak yang berkurang, pembesaran

ventrikel dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di neokorteks,

hipokampus dan serebelum, penciutan saraf dan dismorfologi, pengurangan

densitas sinaps, kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan

DNA. Raz dan Rodrigue (2006) juga menambahkan terjadinya hiperintensitas

substansia alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat menyebar

hingga daerah posterior, akibat perfusi serebral yang berkurang (Myers, 2008)

Buruknya lobus frontalis seiring dengan penurunan fungsi kognitif lansia

adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan lesi lobus frontalis. Kedua

populasi tersebut memperlihatkan gangguan pada memori kerja, atensi dan

fungsi eksekutif (Rodriguez-Aranda & Sundet dalam Myers, 2008).

4. Fungsi kognitif pada Lansia

Umumnya lansia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan

psikomotor. Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang

meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sebanyak 75%

dari bagian otak besar merupakan area kognitif. Sementara fungsi psikomotorik

meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,

tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

(Suadirman, 2009)
1

Kemampuan kognitif seseorang berbeda dengan orang lain, dari hasil

penelitian diketahuai bahwa kemunduran sub sistem yang membangun proses

memori dan belajar mengalami tingkat kemunduran yang tidak sama. Lima

Fungsi otak yang menurun seiring dengan bertambahnya usia adalah fungsi

memori berupa kemunduran dalam kemampuan penamaan dan kecepatan

mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori (speed of

information retrieval from memory). Penurunan fungsi memori secara linier itu

terjadi pada kemampuan kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang

normal. Perubahan atau gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi

pada aspek tertentu, sebagai contoh, memori primer (memori jangka pendek)

relatif tidak mengalami perubahan pada penambahan usia, sedangkan pada

memori sekunder (memori jangka panjang) mengalami perubahan bermakna.

Artinya kemampuan untuk mengirimkan informasi dari memori jangka pendek

ke jangka panjang mengalami kemunduran dengan penambahan usia.

Perkembangan otak menjadi tua terbukti dapat berlanjut terus sampai usia

berapapun kalau saja otak memperoleh stimulasi yang terus menerus, baik

secara fisik dan mental. Hal ini disebut juga kemampuan plastisitas otak yang

terjadi juga pada usia lanjut. Walaupun jumlah sel-sel otak berkurang setiap

hari dengan beberapa puluh ribu sehari, tetapi pengurangan ini tidak bermakna

bila dibandingkan jumlah sel yang masih ada sebagai cadangan. Ditambah lagi

bukti-bukti penelitian yang menunjukkan bahwa pada stimulasi lingkungan

yang kaya, jaringan antarsel dalam permukaan otak (corteks serebri) bertambah
2

terus jumlahnya sehingga dampaknya sumber daya otak dan kemampuan

kognitif usia lanjut dapat terus berkembang.( Katzman R,2004).

Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologi juga terjadi

kemunduran beberapa aspek kognitif seperti kemunduran daya ingat terutama

memori kerja (working memory) yang amat berperan dalam aktifitas hidup

seharihari, hal ini menjelaskan mengapa pada sebagian lanjut usia menjadi

pelupa. Selain itu fungsi belahan otak sisi kanan sebagai pusat intelegensi dasar

akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak sisi kiri

sebagai pusat inteligensi kristal yang memantau pengetahuan. Dampak dari

kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain adalah

kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian. ( Katzman R,2004)

Penurunan kognitif pada lansia juga bergantung pada faktor usia dan

jenis kelamin terutama pada wanita hal ini dikarenakan adanya peranan

hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif serta reseptor esterogen

di otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus.

(Machnick G,2008) Status kesehatan juga merupakan satu faktor penting yang

memperburuk fungsi kognitif lansia.( Machnick G,2008).

5. Penyebab Penurunan Kognitif Pada Lansia

Penurunan kemampuan kognitif pada lansia memperlihatkan perubahan

seiring dengan perubahan kondisi kesehatan. Otak lansia sebagaimana organ

lain memperlihatkan kehilangan yang gradual. Secara umum diasumsikan

bahwa penurunan fungsi kognitif pada lansia disebabkan oleh perubahan

morfologis jaringan cerebral, penurunan kapasitas sirkulasi dan


2

neurotransmiter. Selain penurunan fisik, beberapa faktor yang mempengaruhi

fungsi kognitif adalah motivasi, harapan, kepribadian, kebutuhan tugas, pola

belajar, kemampuan intelektual, tingkat pendidikan, latar belakang,

sosiokultural dan pola proses informasi (Bostrom. 2009).

6. Faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif

Ada beberapa faktor penting yang memiliki efek penting terhadap fungsi

kognitif seperti usia, stres, ansietas, latihan memori, genetik, hormonal,

lingkungan, , intoksikasi obat, diet, aktivitas spiritual, aktivitas fisik dan

pendidikan.

a. Usia

Semakin tua usia seseorang maka secara alamiah akan terjadi apoptosis

pada sel neuron yang berakibat terjadinya atropi pada otak yang dimulai dari

atropi korteks, atropi sentral, hiperintensitas substantia alba dan

paraventrikuler. Yang mengakibatkan penurunan fungsi kognitif pada

seseorang, kerusakan sel neuron ini diakibatkan oleh radikal bebas,

penurunan distribusi energi dan nutrisi otak (Carayannis, 2001).

b. Stres, Depresi, Ansietas

Depresi, stres dan ansietas akan menyebabkan penurunan kecepatan

aliran darah dan stres memicu pelepasan hormon glukokortikoid yang dapat

menurunkan fungsi kognitif (Parkin, 2009).

c. Latihan memori

Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih memorinya maka

sinaps antar neuron akan semakin banyak terbentuk sehingga kapasitas


2

memori seseorang akan bertambah, berdasar penelitian Vasconcellos pada

tikus yang diberi latihan berenang selama 1 jam perhari selama 9 minggu

terbukti memiliki fungsi memori jangka pendek dan jangka panjang yang

lebih baik daripada kelompok kontrol (Vasconcellos et al, 2003).

d. Genetik

Terdapat beberapa unsur genetik yang berperan pada fungsi genetik

seperti gen amyloid beta merupakan prekursor protein pada kromosom 21,

gen Apolipoprotein E alel delta 4 pada kromosom 19, gen

butyrylcholonesterae K variant menjadi faktor resiko alzheimer,

genprenisilin 1 pada kromosom 14 dan prenisilin 2 kromososm 1.

e. Hormon

Pengaruh hormon terutama yang mengatur deposit jaringan lipid seperti

testosteron akan menyebabkan angka kenaikan kadar kolesterol darah yang

berakibat pada fungsi kognitif, dan sebaliknya estrogen terbukti

menurunkan faktor resiko alzheimer pada wanita post menopause, karena

estrogen memiliki reseptor di otak yang berhubungan dengan fungsi kognitif

dan juga meningkatkan plastisitas sinap.

f. Lingkungan

Pada orang yang tinggal di daerah maju dengan sistem pendidikan yang

cukup maka akan memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan

pada orang dengan fasilitas pendidikan yang minimal, semakin kompleks

stimulus yang didapat maka akan semakin berkembang pula kemampuan

otak seseorang ditunjukkan pada penelitian pada tikus yang berada pada
2

lingkungan yang sering diberikan rangsang memiliki kadar asetilkolin lebih

tinggi dari kelompok kontrol.

g. Intoksikasi obat

Beberapa zat seperti toluene, alkohol, bersifat toksik bagi sel neuron,

selain itu defisiensi vitamin B kompleks terbukti menyebabkan penurunan

fungsi kognitif seseorang, obat golongan benzodiazepin, statin juga

memiliki efek terhadap memori.

h. Diet

Konsumsi makanan yang tinggi kolesterol akan menyebabkan

akumulasi protein amiloid beta pada percobaan dengan menggunakan tikus

wistar yang memicu terjadinya demensia.

i. Aktivitas spiritual

Aktivitas-aktivitas spiritual dan sosial akan memberikan nilai tertinggi

bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan dan rasa harga dirinya.

Dengan banyak berdzikir, melaksanakan ibadah shalat dan membaca Al-

Qur'an, maka lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya, kecemasan

akan kematian bisa direduki dan kepikunan akan berkurang (Lestari 2012).

j. Aktivitas fisik

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa saat kita melakukan aktivitas

fisik juga dapat langsung menstimulasi otak, sehingga saat kita melakukan

olahraga teratur dapat meningkatkan protein di otak yang disebut Brain

Derived Neurotrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan penting

menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat Telah banyak penelitian mengenai
2

peranan BDNF terhadap fungsi memori. Kadar BDNF yang rendah dapat

menyebabkan penyakit kepikunan.(Turana, 2013).

k. Pendidikan

Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah lebih baik

dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi. Pengaruh

pendidikan yang telah dicapai seseorang atau lanjut usia dapat

mempengaruhi secara tidak langsung terhadap fungsi kognitif seseorang

termasuk pelatihan. Berdasarkan teori reorganisasi anatomis menyatakan

bahwa stimulus eksternal yang berkesinambungan akan mempermudah

reorganisasi internal dari otak. Tingkat pendidikan seseorang mempunyai

pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif.

7. Gangguan Fungsi Kognitif

Penurunan fungsi kognitif memiliki tiga tingkatan dari yang paling ringan

hingga yang paling berat, yaitu: Mudah lupa (forgetfulness), Mild Cognitive

Impairment (MCI) dan Demensia (Lumbantobing, 2007).

a. Mudah lupa (Forgetfulness)

Mudah lupa merupakan tahap yang paling ringan dan sering dialami

pada orang usia lanjut. Berdasarkan data statistik 39% orang pada usia 50-

60 tahun mengalami mudah lupa dan angka ini menjadi 85% pada usia di

atas 80 tahun. Mudah lupa sering diistilahkan Benign Senescent

Forgetfulness (BSF) atau Age Associated Memory Impairment (AAMI). Ciri-

ciri kognitifnya adalah proses berfikir melambat, kurang menggunakan

strategi memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah beralih


2

pada hal yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk

belajar sesuatu yang baru dan memerlukan lebih banyak petunjuk/isyarat

(cue) untuk mengingat kembali (Hartono, 2006). Adapun kriteria diagnosis

mudah lupa berupa :

1. Mudah lupa nama benda, nama orang

2. Memanggil kembali memori (recall) terganggu

3. Mengingat kembali memori (retrieval) terganggu

4. Bila diberi petunjuk (cue) bisa mengenal kembali

5. Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada menyebutkan

namanya (Hartono, 2006).

b. Mild Cognitive Impairment (MCI)

Mild Cognitive Impairment merupakan gejala yang lebih berat

dibandingkan mudah lupa. Pada mild cognitive impairment sudah mulai

muncul gejala gangguan fungsi memori yang menganggu dan dirasakan

oleh penderita. Mild cognitive impairment merupakan perantara antara

gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age Associated Memori

Impairment/AAMI) dan demensia. Sebagian besarpasien dengan MCI

menyadari akan adanya defisit memori. Keluhan pada umumnya berupa

frustasi, lambat dalam menemukan benda atau mengingat nama orang, dan

kurang mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari yang kompleks. Gejala

MCI yang dirasakan oleh penderita tentunya mempengaruhi kualitas

hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (50-80%)

orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam waktu 5-7
2

tahun mendatang. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan dini untuk

mencegah menurunnya fungsi kognitif (Lumbantobing, 2007). Berdasarkan

rangkuman berbagai hasil penelitian di berbagai negara prevalensi MCI

berkisar antara 6,5 – 30% pada golongan usia di atas 60 tahun. Kriteria

diagnostik MCI adalah adanya gangguan daya ingat (memori) yang tidak

sesuai dengan usianya namun belum demensia. Fungsi kognitif secara

umum relatif normal, demikian juga aktivitas hidup sehari-hari. Bila

dibandingkan dengan orang-orang yang usianya sebaya serta orang-orang

dengan pendidikan yang setara, maka terdapat gangguan yang jelas pada

proses belajar (learning) dan delayed recall. Bila diukur dengan Clinical

Dementia Rating (CDR),diperoleh hasil 0,5 (Lumbantobing, 2007).

Kriteria yang lebih jelas bagi MCI adalah :

1. Gangguan memori yang dikeluhkan oleh pasiennya sendiri,

keluarganya maupun dokter yang memeriksanya.

2. Aktivitas sehari-hari masih normal.

3. Fungsi kognitif secara keseluruhan (global) normal.

4. Nilai CDR 0,5

5. Tidak ada tanda demensia.

8. Alat ukur status kognitif pada lansia

Pemeriksaan Status Mental Mini Foldstein (MMSE) Status Mental Mini

Foldstein (MMSE) terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama hanya

membutuhkan respon-respon verbal saja dan hanya mengkaji orientasi, ingatan

serta perhatian. Bagian kedua adalah memeriksa kemampuan untuk menuliskan


2

suatu kalimat, menamai objek, mengikuti perintah verbal dan tertulis, serta

menyalin suatu desain polygon yang kompleks. Skor 1 untuk jawaban yang

benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Nilai maksimum untuk

pemeriksaan MMSE adalah 30.

Menurut Foldstein dalam buku Mubarak, dkk (2006), MMSE terdiri dari:

1) Orientasi, meliputi pertanyaan tentang orientasi waktu dan orientasi

tempat, skor maksimal 10.

2) Registrasi, meliputi pertanyaan tentang mengatakan 3 benda yang kita

sebutkan, 1 detik untuk masing-masing benda kemudian meminta untuk

mengulang, skor maksimal.

3) Perhatian dan kalkulasi, meliputi pertanyaan tentang hitungan

(menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7, berarti setelah 5 jawaban),

skor maksimal 5. Apabila tidak mampu menghitung, mintakan untuk

mengeja suatu kata yang terdiri dari 5 huruf dari belakang.

4) Mengingat, meliputi pertanyaan tentang daya ingat, menyebutkan 3 benda

yang disebutkan pada poin registrasi, skor maksimal 3.

5) Bahasa, meliputi pertanyaan tentang menyebutkan 2 benda yang kita

tunjuk, mengulang kalimat dan memerintah (membaca, menulis dan

meniru gambar), skor maksimal 9.

Berdasarkan ada tidaknya gangguan fungsi kognitif dapat dibagi menjadi:

a. Nilai ≥ 22 = tidak mengalami gangguan fungsi kognitif/baik.

b. Nilai ≤ 21 = mengalami gangguan fungsi kognitif/buruk.

Pengujian Status Mental Portebel Singkat (SPMSQ) Short Portabel


2

Mental Status Questionaire (SPMSQ) merupakan salah satu pengujian

sederhana yang telah dipergunakan secara luas untuk mengkaji status

mental. Pengujian ini terdiri dari 10 pertanyaan yang berkenaan dengan

orientasi, riwayat pribadi, ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang

dan penghitungan.

Pada umumnya setelah seseorang memasuki masa lansia, maka ia

mengalami penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain. Hal ini

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin lambat.

Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya

proses penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak seragam. Sekitar 50% dari

seluruh populasi lansia menunjukkan penurunan kognitif sedangkan

sisanya tetap memiliki kemampuan kognitif sama seperti usia muda.

Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada individu yang mengalami

penyakit yang berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif tersebut,

namun juga terjadi pada individu lansia yang sehat. Pada beberapa

individu, proses penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut

sedemikian hingga terjadi gangguan kognitif atau demensia (Pramanta

dkk., 2002).
2

C. Shalat

1. Pengertian

Shalat menurut bahasa adalah doa (Abdul Aziz, 2010). Dengan kata lain

mempunyai arti mengagungkan. Shalla-yushallu-shalatan adalah akar kata

shalat yang berasal dari bahasa yang berarti berdoa atau mendirikan shalat.

Kata shalat, jamaknya adalah shalawat yang berarti menghadapkan segenap

pikiran untuk bersujud, bersyukur, dan memohon bantuan (Khairunnas Rajab,

2011).

Shalat merupakan kewajiban yang dilakukan umat muslim setiap hari

minimal lima waktu sehari sebagai wujud rasa syukur dan keimanan kita

kepada Allah SWT. Saat melakukan shalat, seluruh aspek kesehatan (lahir,

mental dan pikir) bersinergi secara harmonis. Motivasi menegakan shalat

bersumber pada kesadaran diri (aspek mental, spiritual, dan pikir) untuk

menghamba kepada Allah SWT sebagai sang khalik. Kemudian di lanjutkan

dengan rukun atau tata gerakan shalat itu sendiri (Wratsangko, 2006)

Sedangkan shalat menurut istilah adalah ibadah yang terdiri dari

perbuatan dan ucapan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan

salam (Hasbiyallah, 2013).

2. Syarat-syarat wajibnya shalat

Shalat memiliki syarat-syarat yang tidak akan menjadi sah, kecuali dengan

syarat-syarat tersebut. Seseorang yang melakukan shalat tanpa memenuhi

syarat shalat, maka shalatnya tidak sah (Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,

2010).
3

a. Muslim

Shalat tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena di dahulukannya dua

kalimat syahadat adalah syarat dalam perintah shalat.

b. Berakal

Shalat tidak diwajibkan kepada orang gila.

c. Baligh

Shalat tidak di wajibkan kepada anak kecil hingga ia baligh.

d. Bersih dari darah haid dan darah nifas

Shalat tidak diwajibkan kepada wanita yang sedang menjalani masa haid

dan wanita yang menjalani masa nifas, hingga kedua bersih dari kedua

darah tersebut (Rasjid, 2012).

3. Rukun Shalat

Rukun atau fardhu shalat adalah segala perbuatan dan perkataan dalam

shalat yang apabila di tiadakan, maka shalat tidak sah (Hasibuan, 2008). Dalam

mazhab Imam Syafi'i shalat dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan ini

bersifat ilmiah dan memudahkan bagi kaum muslimin untuk mempelajari dan

mengamalkannya mujtahid yang ilmunya sangat luas dan tidak perlu di

ragukan lagi. Begitu pula dengan murid-muridnya yang mengikuti mazhab

Imam Syafi'i adalah imamimam besar yang luas pula ilmunya. Rukun shalat itu

ada 13 perkara, yaitu sebagai berikut:

a. Niat, yaitu sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan (awal) pekerjaan

tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh suara hati).


3

b. Berdiri tegak bagi yang kuasa, berdiri bisa duduk bagi yang lemah,

diutamakan bagi yang lemah duduk iftirasy (pantat berlandaskan rumit dan

betis kaki kiri, sedangkan yang kanan tegak).

c. Takbiratul ihram, diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan lisannya:

“Allahu Akbar”.

d. Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bisa

diganti dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam shalat fardhu

atau sunnah.

e. Ruku’, paling tidak bagi yang kuat adalah berdiiri, badan lurus pada

ruku’nya, letakkan kedua tangan di atas kedua lutut, sekiranya membungkuk

tanpa tegap dengan kadar telapak kedua tangan mencapai lutut.Bagi yang

tidak biasa ruku’, maka hendaknya membungkuk atau sesuai dengan

kekuatan fisiknya atau hanya isyarat kedipan mata. Ukuran sempurna dalam

ruku’ yaitu meluruskan punggung rata dengan lehernya, seperti satu papan,

dan kedua tulang betis tegak lurus, tangan memegang kedua lutut. Serta

Tuma’ninah, tenang sebentar setelah bergerak dalam ruku’.

f. Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni

berdiri bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.

g. Sujud 2x, untuk setiap rakaat, paling tidak bagian dahi mukanya menempel

pada tempat sujud, baik di tanah atau lainnya. Sujud yang sempurna yakni

ketika turun sujud sambil takbir tanpa mengangkat kedua tangan, lalu

menekankan dahinya pada tempat sujud, meletakkan kedua lutut, kemudian


3

kedua tangan dan disusul dengan dahi dan hidung. Serta tuma’ninah dalam

sujud, sekiranya memperoleh tempat sujud, menurut kadar beratnya kepala.

h. Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku bagi yang

shalatnya dalam keadaan berdiri, duduk atau telentang (berbaring). Serta

tuma’ninah, sewaktu duduk di antara 2 sujud.

i. Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).

j. Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.

k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.

l. Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib dan

masih dalam keadaan duduk.

m. Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun shalat tersebut34 dengan berurutan.

4. Manfaat shalat bagi kesehatan

a. Takbiratul Ihram

Takbir dilakukan dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu.

Pada saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, otomatis kita membuka

dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di

lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh.

b. Rukuk

Rukuk dilakukan dengan tenang dan optimal dapat merawat kelenturan

tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai saaraf

sentral manusia) beserta aliran darahnya. Demikian pula tulang leher,

tengkuk dan saluran saraf dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk.


3

c. I’tidal (Bangun dari Rukuk)

Saat berdiri dari rukuk dengan mengangkat tangan, darah dari kepala akan

turun ke bawah sehingga bagian pangkal otak yang mengatur

keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga sistem

saraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah terjadinya pingsan

secara tiba-tiba.

d. Sujud

Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi

pada lantai. Posisi jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen

bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh meningkatkan

daya pikir seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya lakukan sujud dengan

tuma’ninah, tidak tergesa-gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak.

e. Duduk antara Dua Sujud

Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem kerja

elektrik serta saraf keseimbangan tubuh kita. Selain itu, gerakan ini dapat

menjaga kelenturan saraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan

betis, sampai jari-jari kaki. Kelenturan saraf ini dapat mencegah penyakit

prostat, diabetes, sulit buang air kecil dan hernia.

f. Duduk Tasyahud Awal

Pada saat duduk tasyahud awal, lipatan paha dan betis bertemu. Gerakan

ini dapat mengaktifkan kelenjar keringat sehingga dapat mencegah

pengapuran pada kaki.


3

g. Duduk Tasyahud AKhir

Gerakan ini lebih baik dari gerakan bersila. Berguna untuk membongkar

pengapuran pada cekungan kaki kiri agar saraf keseimbangan yang

berhubungan dengan saraf mata akan terjaga dengan baik sehingga

konsentrasi akan meningkat dan terjaga.

h. Salam

Gerakan terakhir dari shalat yaitu salam, Gerakan ini dapat menarik urat

leher yang bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. (Sagiran,

2012).
3

D. Kerangka Teori
Faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif
Usia Gangguan Fungsi Kognitif
Mudah lupa (Forgetfulness).
Kognitif pada Lansia Stres, Depresi, Ansietas
Latihan memori Mild Cognitive
Genetik
Hormon
Lingkungan
Diet
Aktivitas spiritual

Manfaat sholat bagi kesehatan :


Memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirk
Memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di punggung, pinggang,
Berpengaruh meningkatkan daya pikir seseorang
Dapat menjaga sistem saraf keseimbangan tubuh.
Memaksimalkan aliran darah dan oksigen menuju otak
Mencegah pengapuran tulang
Penerapan shalat lima waktu

Gambar 2.1 Kerangka Teori (Bostrom. 2009),


(Kaudinova, 2011), (Lumbantobing, 2007), (Muh Fadh,
2011), (Sagiran, 2012).
3

E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan

tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).

Variabel bebas Variabel terikat


Penerapan shalat
Status kognitif
lima waktu
lansia

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu diteliti

lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada

hubungan penerapan shalat lima waktu dengan tingkat status kognitif lansia di

panti pelayanan sosial lanjut usia Sudagaran Banyumas.

Anda mungkin juga menyukai