Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KELOMPOK KOMPLEMENTER 2 ASUHAN

KEPERAWATAN KOMPLEMENTER PADA KASUS


KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN (TOTOK
PUNGGUNG PADA ASMA)

Disusun Oleh
1. Dwinta Widya Navita (2201140663) 2. Ely
Puspitosari (2201140665) 3. Nike Kristanti
(2201140681) 4. Zahrocha Fathmanda Refarin
(2201140692)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES
2022
KATAPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat Nya
sehingga makalah dan askep dengan ini dapat tersusun hingga selesai. Kami
mengucapkan terima kasih yang tiada tara kepada seluruh teman yang telah
membantu kami dalam meyelesaikan makalah dan askep ini, baik secara
langsung maupun tidak. Terlebih terhadap Dosen pembimbing kami yang
dengan penuh sabar membimbing kami dalam mengerjakan makalah dan
askep dengan masalah “Askep Komplementer Pada Kasus Keperwatan
Kegawatdaruratan”.Atas kepeduliannya serta bimbingannya kami
mengucapkan banyak kata terima kasih kiranya makalah dan askep ini dapat
menjadi sumber pembelajaran kita semua dalam menambah ilmu
pengetahuan.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak
berkenan bagi pembaca dengan segala kerendahan hati saya mohon maaf
yang setulusnya.

Malang, 01 Oktober 2022

Penulis

1
Daftar Isi

KATAPENGANTAR................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................... 7
2.1 Konsep dasar Keperawatan Komplementer..................................................... 7
2.1.1 Definisi Keperawatan Komplementer......................................................... 7
2.1.2 Perkembangan Terapi Komplementer ....................................................... 7
2.1.3 Tujuan Terapi Komplementer .................................................................... 7
2.1.4 Jenis – Jenis Terapi Komplementer........................................................... 8
2.1.5 Metode Terapi Komplmenter ..................................................................... 8
2.2 Konsep Dasar Kegawatdaruratan .................................................................. 14
2.2.1 Definisi kegawatdaruratan ....................................................................... 14
2.2.2 Tujuan Pelayanan Gawat Darurat............................................................ 15
2.2.3 Jenis Triase Kegawatdaruratan ............................................................... 16
2.3 Konsep Asma ................................................................................................. 17
2.3.1 Pengertian Asma ..................................................................................... 17
2.3.2 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 18
2.3.3 Patofisiologi ............................................................................................. 18
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik .......................................................................... 19
BAB 3 Asuhan Keperawatan Terapi Totok Punggung Pada Kasus
Kegawatdaruratan (Asma)..................................................................................... 20
3.1 Pengkajian...................................................................................................... 20
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 25
3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................. 25
3.4 Evaluasi.......................................................................................................... 27
BAB IV PENUTUP.................................................................................................... 29
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 29
4.2 Saran.............................................................................................................. 29

2
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 30
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Terapi alternatif komplementer merupakan kelompok dari macammacam
sistem pengobatan, praktik, perawatan dan produk yang secara umum tidak
menjadi bagian dari pengobatan konvensional (Perry, Potter, 2009).
Pemanfaatan dari terapi alternatif komplementer frekuensinya meningkat dengan
pesat didunia. Perkembangan frekuensi yang meningkat sudah tercatat di
Negara Afrika dan dengan kisaran populasi global sebanyak 20% - 80% (Amira &
Okubadejo, 2007).
Umumnya masyarakat sekarang mulai berpindah memakai pengobatan
komplementer dibanding dengan pengobatan medis, sekalipun pengobatan
medis adalah pengobatan yang populer. Didukung dari data Kemenkes tahun
2011 dengan pembuktikan 80% masyarakat Afrika memakai pengobatan
alternatif dan komplementer untuk perawatan kesehatan primer. Bahkan di
Indonesia sendiri terdapat 40% dari jumlah seluruh masyarakat dan 70%
penduduk pedesaan di Indonesia memakai pengobatan alternatif dan
komplementer (Kamaluddin, 2010).
Beberapa macam pengobatan alternatif dan komplementer yang banyak
dipakai oleh kebanyakan orang adalah pengobatan jenis bekam, pijat refleksi,
akupresur dan akupuntur, ahli patah tulang, tukang urut dan pemakaian obat
herbal (Kemenkes, 2007). Sekarang ini banyak masyarakat mulai berminat
dengan jenis pengobatan komplementer, beberapa alasan mengapa banyak
orang memilih pengobatan komplementer diantaranya yaitu pengobatan
komplementer menggunakan bahan-bahan yang tidak mengandung senyawa
kimia sehingga tidak memiliki efek samping, biaya yang terjangkau, serta
efektifitas dari penyembuhan yang signifikan. Salah satu jenis pengobatan
komplementer yaitu terapi bekam (Umar, 2008).
Kegawatdaruratan atau dapat pula disebut sebagai emergency adalah suatu
situasi yang mendesak yang beresiko terhadap kesehatan, kehidupan,
kesejahteraan atau lingkungan. Suatu insiden dapat menjadi suatu
kegawatdaruratan apabila merupakan suatu insiden dan mendesak atau
mengancam nyawa, kesehatan, kesejahteran ataupun lingkungan; insiden yang
sebelumnya menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, kecacatan, merusak
4
kesejahteraan, ataupun merusak lingkungan; atau insiden yang memiliki
probabilitas yang tinggi untuk menyebabkan bahaya langsung ke kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan ataupun lingkungan (Wikipedia 2015)
Layanan kegawatdaruratan di tiap-tiap negara dan daerah menyediakan
layanan yang beragam dengan metode yang beragam pula, hal ini ditentukan
oleh kebijakan pemerintah negara masing-masing dengan metode pendekatan
yang berbeda pula tergantung dari kondisi dari negara tersebut.
Asma salah satu penyebab kematian apabila tidak segera ditangani
biasanya disertai dengan nyeri dada, pingsan, mual, bibir atau kuku berwarna
kebiruan, atau perubahan kewaspadaan mental, karena itu mungkin saja
merupakan pertanda serangan jantung atau emboli paru. Segera cari bantuan
medis juga bila memiliki riwayat bronkitis, pneumonia, asma kronis, atau kondisi
pernapasan lainnya, dan tiba-tiba mengalami sesak napas.
1.2Rumusan Masalah
1. Konsep dasar Keperawatan Komplementer pada Keperawatan
Kegawatdaruratan
2. Asuhan Keperawatan Komplementer pada Kasus Keperawatan
Kegawatdaruratan
1.3Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai konsep
asuhan keperawatan komplementer pada kasus keperawatan
kegawatdaruratan
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui Konsep Keperawatan Komplementer Topung
b) Untuk mengetahui Konsep Kegawatdaruratan
c) Unuk Mengetahui Konsep Penyakit Asma
d) Untuk Menyusun Asuhan Keperawatan Topung pada kegawatdaruratan
Asma
5
1.4Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan makalah ini dapat membantu dan mempermudah
mahasiswa dalam memahami dan membentuk kerangka berpikir secara
sistematis tentang asuhan keperawatan komplementer pada kasus
keperawatan kegawatdaruratan
2. Manfaat Praktis
a. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan komplementer pada
kasus keperawatan kegawatdaruratan
b. Masyarakat mampu menerapkan terapi komplementer
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep dasar Keperawatan Komplementer
2.1.1 Definisi Keperawatan Komplementer
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah
usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit,
pengobatan penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat
melengkapi, bersifat menyempurnakan. Pengobatan komplementer
dilakukan dengan tujuan melengkapi pengobatan medis konvensional dan
bersifat rasional yang tidak bertentangan dengan nilai dan hukum
kesehatan di Indonesia. Standar praktek pengobatan komplementer telah
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan
komplementer adalah pengobatan nonkonvensional yang bukan berasal
dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah
pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan
secara turun – temurun pada suatu negara.
2.1.2 Perkembangan Terapi Komplementer
Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
tentang penggunaan pengobatan tradisional termasuk di dalamnya
pengobatan komplementer – alternatif yang meningkat dari tahun ke
tahun, bahkan hasil penelitian tahun 2010 telah digunakan oleh 40% dari
penduduk Indonesia.
2.1.3 Tujuan Terapi Komplementer
Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari
sistem – sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh
agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit,
karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan
memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta
perawatan yang tepat.

7
2.1.4 Jenis – Jenis Terapi Komplementer
1. Mind-body therapy
intervensi dengan teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi berpikir yang mempengaruhi fisik
dan fungsi tubuh (imagery, yogo, terapi musik, berdoa, journaling,
biofeedback, humor, tai chi, dan hypnoterapy).
2. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis (cundarismo,
homeopathy, nautraphaty).
3. Terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilya
misalnya herbal, dan makanan.
4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh (didasari oleh manupulasi dan
pergerakan tubuh misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing,
terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
5. Terapi energi : terapi yang berfokus pada energi tubuh (biofields) atau
mendapatkan energi dari luar tubuh (terapetik sentuhan, pengobatan
sentuhan, reiki, external qi gong magnet)
2.1.5 Metode Terapi Komplmenter
1. Yoga
Yoga adalah salah satu bentuk aktivitas fisik yang baru-baru ini
diperkenalkan di Negara Inggris dalam tempat kerja untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, yoga adalah bentuk
kuno dari promosi kesehatan, yang melibatkan aktivitas fisik, latihan
pernapasan , teknik relaksasi dan latihan meditasi yang berguna untuk
meningkatkan kesadaran pikiran dan tubuh (Shindu,2014;
Hartfiel,2012). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa yoga efektif
untuk memulihkan motivasi dan kondisi pasien penderita penyakit
kronis seperti pasien dengan penyakit kardiovaskular, diabetes,
kanker, kecemasan, stress, sakit kepala kronis dan sakit punggung (
Hartfiel, 2012).
2. Akupuntur
Akupuntur adalah pengobatan tradisional Tiongkok yang
menggunakan penyisipan jarum tipis ke kulit pada titik-titik tertentu
pada tubuh. Pengobatan ini paling sering digunakan untuk

8
mengurangi nyeri karena menstimulasi penghilang rasa sakit alami
yang ada pada tubuh. Contohnya, nyeri akibat kemoterapi, sakit
kepala, nyeri punggung dan leher, serta nyeri saat menstruasi.
Praktisi akan memanaskan ujung jarum atau mengaliri aliran
listrik lingan ke jarum dan memasukkan jarum akupuntur ke dalam
titik-titik tubuh melalui kulit. Prosesnya bisa saja tidak sakit, tapi juga
bisa menimbulkan sensasi nyeri ringan ketika jarum menusuk ke kulit
lebih dalam. Setelah itu, praktisi akan membiarkan jarum yang
menusuk kulit pasien selama 10 hingga 20 menit dan kemudian
mencabutnya.
3. Totok Punggung
Totok punggung dikenal sebagai salah satu pengobatan alternatif asal
Tiongkok yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit. Totok punggung atau yang disingkat topung sebetulnya
merupakan metode terapi pijat yang tekniknya mirip dengan ilmu
akupuntur. Hanya saja pada pelaksanaannya, akupuntur
menggunakan jarum, sedangkan totok punggung hanya
mengandalkan kekuatan tangan dengan cara memijat atau menotok
titik-titik tertentu pada punggung
➢ Prinsip Terapi Totok Punggung
Totok punggung biasanya dilakukan dengan dua cara.
1. Cara pertama terapis akan langsung memijat bagian yang sakit
atau terasa pegal sehingga aliran darah akan lebih lancar dan
gejala yang Anda rasakan berkurang.
2. Cara kedua adalah dengan menotok titik lain di punggung yang
terhubung dengan masalah kesehatan anda. Langkah kedua ini
disebut juga dengan mengalirkan energi positif ke penyakit anda
sehingga urat saraf akan lebih kendur dan proses penyembuhan
akan lebih cepat.
➢ Tahapan Terapi Totok Punggung
1. Detection of trigger point
Deteksi masalah kesehatan dapat dilakukan dengan cara
menyusuri jalur tertentu pada punggung dengan menggunakan 3
jari (telunjuk, tengah dan manis) , dengan maksud tujuan

9
mencari area Trigger point (penyumbatan). Jalur yang dimaksud
dalam hal ini adalah :
• Dorong dari tulang lumbal ruas paling bawah (L-5) kea rah atas
(C-7) tepat diatas ruas tulang belakang (ulangi beberapa kali
untuk memastikan adanya trigger point di atas area tulang
belakang)
• Dorong disamping kanan tulang lumbal ruas paling bawah (L-5)
kea rah atas (C-7). (ulangi beberapa kali untuk memastikan
adanya trigger point di area sebelah kanan tulang belakang)
• Dorong disamping kiri tulang lumbal ruas paling bawah (L 5)kea
rah atas (C-7). (ulangi beberapa kali untuk memastikan adanya
trigger point diarea sebelah kiri tulang belakang)
• Dorong sepanjang tepi tulang belikat (kanan dan kiri) untuk
memastikan adanya trigger point di area tulang belikat • Dorong
sepanjang tepi tulang pinggul (kanan dan kiri) untuk memastikan
adanya trigger point di area tulang pinggul. ▪ Ciri – Ciri Trigger Point
a. Adanya butiran/grenjel pada permukaan lapisan bawah kulit b.
Permukaan kulit yang kasar/penebalan jaringan pada permukaan
kulit
c. Terdapat benjolan/cembung atau cekung pada lokasi/area
dilakukan deteksi
d. Ciri-ciri lain yg menunjukan ketidak normalan setelah dilakukan
deteksi
2. General treatment
General treatment adalah menotok seluruh areal punggung
secara merata, tujuannya kita dapat mengetaui jika ada gerenjel
atau penebalan atau pengerasan itulah sumbatan tersebut.
Daerah yang ditemukan adanya penebalan, gerenjel ataupun
pengerasan ini yang jadi titik fokus terapi. Terapi totok ini baik
dilakukan secara berulang untuk mengatasi penyakit berat. Hal
ini dilakukan agar manfaat dari terapi ini benar-benar dirasa.
Dalam setiap terapi dilakukan biasanya berdurasi 30 menit untuk

10
pasien yang menderita penyakit ringan. Lalu sekitar 60 menit
untuk pasien berindikasi penyakit berat.
3. Finishing
Dilakuan terapi khusus pada area Trigger Point (titik masalah)
yang berfungsi untuk perbaikan masalah sesuai dengan
keluahannya.
➢ Atlas Totok Punggung

TITIK PENJELASAN

1 TENGKUK
Pusing, sakit kepala, vertigo, tumor/kanker ottak, kejang, sakit
gigi, masalah mata, hidung, telinga dan tenggorokan, asma,
infuensa (batuk pilek), tonsilitis dan peradangan kelenjar getah
bening.

2 BAHU/AREA BELIKAT BELIKAT


Sakit atau nyeri bagu dan lengan, tangan terkilir

3 TEKANAN DARAH
Tekanan darah tinggi/rendah, kanker payudara (kanan),
nyeri/kesemutan bagian lengan tangan kanan, parkinson

4 JANTUNG

11
Serangan jantung, kanker payudara (kiri), nyeri/kesemutan
bagian lengan tangan kiri
5 LIVER : Batu empedu, sirosis hepatis, obesitas

6 PARU – PARU
Asma, Alergi, Penyakit kulit, TB Paru, Bronkitis, batuk pilek,
masalah paru lainnya

7 LAMBUNG
Gastritis, obesitas, diare, kholik, kurang nafsu makan, sembelit

8 PANKREAS
Gangguan pencernaan, DM, ganggrean, banyak kencing

9 GINJAL
Gagal ginjal, stroke, gangguan pendengaran, asam urat, nyeri
haid, enjakulasi dini, mani encer, pengapuran/osteoartritis,
pembengkakan prostat, bell palsy, poliuri, oliguri, kurang nafsu
makan, oedema

10 USUS BESAR/COLON
Diare, susah BAB, susah buang angin, kanker colon,
apendiksitis

11 Wanita
Masalah kesuburan, nyeri haid, haid tidak lancar, rahim
bermasalah, kanker payudara, kanker/tumor rahim, firgid Pria
Masalah kesuburan, mani encer, lemah sahwat

12 L4-L5
HNP (saraf kejepit)

13 PINGGUL
Kaki terkilir, kaki kesemutan, ambeien, DM, ganggrean,
pengapuran, kaki tidak bisa dilipat.

Catatan :
1. Pencarian area sumbatan (trigger point) dilakukan sebelum general
treatment dalam perawatan dilakukan.
12
2. General treatment dilakukan sebanyak 3 kali sebelum menerapi
area yang bermasalah. Kecuali dalam kasus emergensi. 3. Waktu
terapi disarankan 1 sd 1.5 jam sekali terapi
4. Untuk hasil yang diharapkan, lakukan penotokan pada area yang
mengalami sumbatan sesering mungkin kira-kira 15 – 20 menit ➢ SOP
Totok Punggung
13
2.2Konsep Dasar Kegawatdaruratan
2.2.1 Definisi kegawatdaruratan
Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu
mendapatkan penanganan atau tindakan segera untuk menghilangkan
ancaman nyawa korban. Jadi, gawat darurat adalah keadaan yang
mengancam nyawa yang harus dilakukan tindakan segera untuk
menghindari kecacatan bahkan kematian korban (Hutabarat & Putra,
2016).
Situasi gawat darurat tidak hanya terjadi akibat lalu lintas jalan raya
yang sangat padat saja, tapi juga dalam lingkup keluarga dan perumahan
pun sering terjadi. Misalnya, seorang yang habis melakukan olahraga
tiba-tiba terserang penyakit jantung, seorang yang makan tiba-tiba
tersedak, seorang yang sedang membersihkan rumput di kebun tiba-tiba
digigit ular berbisa, dan sebagainya. Semua situasi tersebut perlu diatasi
segera dalam hitungan menit bahkan detik, sehingga perlu pengetahuan
praktis bagi semua masyarakat tentang pertolongan pertama pada gawat
darurat. Pertolongan pertama pada gawat darurat adalah serangkaian
usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat
dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian (Sutawijaya, 2009).
Gawat Darurat harus segera ditangani terutama yang mengancam
jiwa dan kecacatan dengan alat atau obat seadanya. Dalam
kegawatdaruratan perlu dibedakan :
1. Gawat darurat suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila
tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas,
gawat jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan penurunan
kesadaran.
2. Gawat tidak darurat suatu keadaan dimana pasien berada dalam
kondisi gawat tetapi tidak memerlukan tindakan yang darurat
contohnya : kanker stadium lanjut
3. Darurat tidak gawat, pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi
tidak mengancam nyawa atau anggota badannya contohnya : fraktur
tulang tertutup.
4. Tidak gawat tidak darurat, asien poliklinik yang datang ke UGD
Dalam kegawatdaruratan yang perlu diutamankan adalah :

14
• Airway dengan proteksi vertebrae servikal
• Breathing
• Circulation dan control pendarahan
• Exposure dan Environtment
2.2.2 Tujuan Pelayanan Gawat Darurat
Kondisi gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital
maupun in hospital ataupun post hospital, oleh karena itu tujuan dari
pertolongan gawat darurat ada tiga yaitu:
a. Pre Hospital
Rentang kondisi gawat darurat pada pre hospital dapat dilakukan
orang awam khusus ataupun petugas kesehatan diharapkan dapat
melakukan tindakan penanganan berupa:
1. Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang
berisiko menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca
yang masih menggantung dan lain-lain.
2. Melakukan triase atau memilih dan menentukan kondisi gawat
darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas
kesehatan yang lebih ahli datang untuk membantu
3. Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara
4. Melakukan evakuasi yaitu korban dipindahkan ke tempat yang lebih
aman atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai kondisi
korban
5. Mempersiapkan masyarakat awam khusus dan petugas kesehatan
melalui pelatihan siaga terhadap bencana
b. In Hospital Kondisi gawat darurat in hospital dilakukan tindakan
menolong korban oleh petugas kesehatan. Tujuan pertolongan di
rumah sakit adalah:
1. Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana
sesuai dengan kondisinya
2. Memberikan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjut
(BHL)
3. Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamika yang
akurat

15
4. Melakukan rehabilitasi agar produktifitas korban setelah kembali ke
masyarakat setidaknya setara bila dibanding bencana menimpanya 5.
Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban mengenali
kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki
c. Post Hospital Kondisi gawat darurat post hospital hampir semua pihak
menyatakan sudah tidak ada lagi kondisi gawat darurat padahal
kondisi gawat darurat ada yang terjadi setelah diberikan pelayanan di
rumah sakit, contohnya korban perkosa. Korban perkosa mengalami
gangguan trauma psikis yang mendalam seperti, merasa tidak
berharga, harga diri rendah, sehingga mengambil jalan pintas dengan
mengakhiri hidupnya sendiri. (Hutabarat & Putra, 2016)
2.2.3 Jenis Triase Kegawatdaruratan
Kategori pasien dalam triase IGD masuk IGD Dalam
mengategorikan pasien yang masuk ruang gawat darurat, tenaga medis
membedakan pasien berdasarkan kode warna, mulai dari merah,
kuning, hijau dan hitam.
1. Merah
Warna merah dalam triase IGD menunjukkan pasien prioritas
pertama yang berada dalam kondisi kritis (mengancam nyawa)
sehingga memerlukan pertolongan medis sesegera mungkin. Jika
tidak diberikan penanganan dengan cepat, kemungkinan besar
pasien akan meninggal. Contoh dalam hal ini adalah pasien yang
kesulitan bernapas, terkena serangan jantung, menderita trauma
kepala serius akibat kecelakaan lalu lintas, dan mengalami
perdarahan luar yang besar.
2. Kuning

Warna kuning menandakan pasien pioritas kedua yang


memerlukan perawatan segera, tetapi penanganan medis masih
dapat ditunda beberapa saat karena pasien dalam kondisi stabil.
Meski kondisinya tidak kritis, pasien dengan kode warna kuning
masih memerlukan penanganan medis yang cepat. Pasalnya,
kondisi pasien tetap bisa memburuk dengan cepat dan berisiko
menimbulkan kecacatan atau kerusakan organ. Pasien yang
termasuk kategori kode warna kuning contohnya adalah pasien

16
dengan patah tulang di beberapa tempat akibat jatuh dari
ketinggian, luka bakar derajat tinggi, dan trauma kepala ringan. 3. Hijau
Warna hijau menunjukkan pasien prioritas ketiga yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, tetapi masih dapat ditunda lebih lama
(maksimal 30 menit). Ketika tenaga medis telah menangani pasien
lain yang kondisinya lebih darurat (kategori warna merah dan
kuning), maka mereka akan langsung melakukan pertolongan pada
pasien pioritas ketiga. Pasien yang cedera tetapi masih sadar dan
bisa berjalan biasanya termasuk dalam kategori triase gawat
darurat ini. Contoh lain dalam kategori adalah pasien dengan patah
tulang ringan, luka bakar derajat rendah, atau luka ringan.
4. Hitam
Kode warna hitam menandakan pasien berada dalam kondisi yang
sangat kritis, tetapi sulit untuk diselamatkan nyawanya. Sekalipun
segera ditangani, pasien tetap akan meninggal. Kondisi ini
biasanya terjadi pada pasien yang mengalami cedera parah yang
bisa menyulitkan pernapasan atau kehilangan banyak darah akibat
luka tembak.
2.3Konsep Asma
2.3.1Pengertian Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner &
Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma
merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda
derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan
napas (Lewis et al., 2000).
Asma salah satu penyebab kematian apabila tidak segera ditangani
biasanya disertai dengan nyeri dada, pingsan, mual, bibir atau kuku
berwarna kebiruan, atau perubahan kewaspadaan mental, karena itu
mungkin saja merupakan pertanda serangan jantung atau emboli paru.

17
Segera cari bantuan medis juga bila memiliki riwayat bronkitis,
pneumonia, asma kronis, atau kondisi pernapasan lainnya, dan tiba-tiba
mengalami sesak napas.
2.3.2 Manifestasi Klinis
Menurut Jones dan Barlett (2001) ada beberapa gejala serangan
asma, yaitu:
• Batuk.
Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas.
Pada penderita asma akan membatukkan lender untuk
melonggarkan jalan napas. Batuk akan meningkat jika berbaring.
• Mengi.
Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan
terdengar pada saat menghirup dan menghembuskan napas.
• Sesak dada dan napas pendek.
• Ini terutama terjadi pada latihan yang keras. Selama serangan
yang parah, cuping hidung mengembang dan otot bantu
pernapasan digunakan.
• Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
• Kulit pucat
• Keletihan
• Gelisah
2.3.3 Patofisiologi
Kejadian patofisiologis ini mengakibatkan obstruksi jalan napas yang
memburuk saat ekspirasi. Obstruksi jalan napas menyebabkan
hipoksemia sejak dini. Terperangkapnya udara menyebabkan otot-otot
pernapasan berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan
dengan peningkatan beban kerja pernapasan yang kemudian
mengakibatkan penurunan ventilasi dan hiperkapnia. Dengan demikian,
sebagian besar pasien dengan gejala akut mulai dengan respirasi cepat,
hipoksemia, dan alkalosis respirasi, tetapi obstruksi jalan napas persisten
mengakibatkan ventilasi dangkal yang tidak efisien dan asidosis respirasi.

18
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
• Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
• Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes
spirometri.
• Tes provokasi bronkial seperti :
a. Tes provokasi histamine
b. Metakolin
c. Alergen
d. Kegiatan jasmani
e. Hiperventilasi dengan udara dingin
f. Inhalasi dengan aqua destilata.
• Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang
spesifik dalam tubuh.
3. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. 5.
Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7. Pemeriksaan sputum
19
BAB 3
Asuhan Keperawatan Terapi Totok Punggung Pada Kasus
Kegawatdaruratan (Asma)
3.1Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama Initial : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl Lahir/Umur : 24/09/1989
Alamat : Jl Biring Romang Utara
Diagnosa Medis : Asma Bronchial
Tanggal MRS : 1/10/2022
Nomor Rekam Medik : 18 43 22
B. Status Kesehatan
1. Keluhan utama : Pasien datang ke IGD tanggal 01 Oktober 2022 jam
08.45 WIB dengan keluhan Sesak, nyeri ulu hati, nyeri sampai menyebar
ke bagian dada dirasakan sudah 3 hari, memberat tadi pagi sempat di
bawah oleh keluarganya ke RS setelah itu membaik dan pulang, pasien
mengatakan merasa sesak napas sesak kembali memberat ± 3 jam yang
lalu, batuk berlendir (+) dari 1 hari yang lalu 2. Keluhan saat pengkajian:
Pasien mengatakan sesak ± 3 jam yang lalu, batuk berlendir (+) dari 1
hari yang lalu
Diagnosa Medis:
Asma Bronkial

C. Riwayat Kesehatan Saat Ini


pasien mengatakan tidak memiliki penyakit menurun (hipertensi, diabetes
melitus) dan penyakit menular (Tb paru, Hiv)
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Penyakit Yang Pernah Dialami
a. Penyakit :
• Kronis : Tidak ada
• Akut : Tidak ada

20
b. Terakhir masuk RS : 1 hari yang lalu
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll) : udara dingin
3. Terapi komplementer : px mengatakan pernah melakukan terapi totok
punggung pad saat kambuh dan tidak ada alergi setelah dilakukan
treatment
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki penyakit serupa
seperti pasien , dan tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki
penyakit hepatitis sebelumnya
F. Genogram

= Laki – laki

= Perempuan

= Pasien

= Hubungan
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda tanda vital :
Tekanan Darah : 100/70 MmHg
Suhu : 36,2 c
Nadi : 110 x/menit RR : 26 x/menit SPO2 : 90% room air
• Tinggi Badan : 160 cm Berat Badan : 60 kg 2. Kepala
a. Kulit kepala

21
Inspeksi : distribusi rambut merata, kepala nampak bersih dan tidak
ada hematoma
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Wajah : Nampak pucat, berkeringat berlebih dan pasien nampak
meringis
c. Mata
Inspeksi : Konjungtiva pucat, sclera putih, responterhadap cahaya
baik
Palpasi : Tidak ada benjolan pada mata dan tidak ada nyeri tekan.
d. Telinga
Inspeksi : Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, dan tidak ada
serumen.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e. Hidung Inspeksi : Terdapat pernapasan cuping hidung dan tidak ada
polip, terpasang oksigen nasal canul 3 lpm. Palpasi :Tidak ada nyeri
tekan
f. Mulut dan gigi :
Mukosa bibir kering, bibir hitam, terdapat gigi berlubang,
g. Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada peningkatan JVP.
h. Dada
Paru-paru
▪ Inspeksi : Ekspansi dada simetris, bentuk dada normal, tachipneu ▪
Palpasi : getaran vocal fremitus antara dinding kanan dan dinding kiri
sama, tidak ada krepitus tulang dada, retraksi intercostae, adanya
butiran / grenjelan pada permukaan lapisan bawah kulit terutama
pada titik tengkuk (1) dan titik saluran paru-paru ke jantung (6)
▪ Perkusi : Terdengar sonor pada kedua sisi dada
▪ Auskultasi : Terdengar bunyi napas tambahan yaitu wheezing pada
apeks paru
i. Abdomen
▪ Inspeksi : Tidak distensi abdomen
▪ Palpasi : Tidak ada benjolan pada abdomen

22
▪ Perkusi : Terdengar bunyi timpani
▪ Auskultasi : Peristaltic usus 15x/menit
j. Genetalia
Tidak dikaji
k. Ekstremitas
Atas
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan pada ektremitas atas, terpasang
infus RL 18 Tpm pada tangan sebelah kiri.
Bawah
Inspeksi : Tidak ada luka atau pembengkakan pada kedua ektermitas
bawah
H. Terapi Medikasi
IVFD RL 18 tpm
Nebul Combivent 3 x 1/hari
Nebul Pulmicort 3 x1 / hari
Codein 3 x 10 mg
I. Data Pemeriksaan Komplementer
Pada data pemeriksaan komplementer setelah dilakukan diteksi Trigger
point didapatkan benjolan / grenjelan di titik 1 dan titik 6 sehingga dapat
dilakukan totok punggung
J. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah

1. DS : Faktor Bersihan Jalan


pencetus
- Pasien mengeluh sesak Napas Tidak
(allergen,
napas sejak 3 hari stress, Efektif D.0149
yang aktivitas
berlebih)

23
lalu Reaksi
antigenantibody
- Pasien mengatakan
batuk dan berlendir
Produksi
sejak 1 hari yang lalu
substansi
DO : Vasoaktif
- Pasien nampak sesak -
Pasien nampak batuk Tergangguny
a system
berdahak
respirasi
- Terdengar suara napas
tambahan (wheezing) Sekresi
- Adanya butiran / mukosa
grenjelan pada meningkat
permukaan lapisan
bawah kulit terutama Produksi mucus
pada titik tengkuk (1)
dan titik saluran paru Penyempitan
paru ke jantung (6) saluran
pernapasan

Bunyi wheezing

Bersihan Jalan
Napas Tidak
Efektif

DS : Faktor Pola Napas


pencetus
- Pasien mengeluh sesak Tidak Efektif
(allergen,
napas sejak 3 hari stress, D.0005
yang lalu dan sesak aktivitas
berlebih)
semakin berat ± 3 jam
lalu sebelum masuk
Reaksi
RS antigen
antibody
- Pasien mengatakan
memiliki riwayat asma
Produksi
dan alergi suhu dingin substansi
Vasoaktif
DO :

24
- Pasien nampak lelah - Tergangguny
a system
Pasien nampak
respirasi
menggunakan
pernafasan cuping
Kontraksi otot
hidup - Mukosa bibir polos
Meningkat
kering (cyanosis)
- Pola nafas pasien
Bronkospas
takipnea me Saluran
- Irama nafas pasien napas
Menyempit
irreguler
- Tanda tanda vital
Ventilasi
RR : 26x/mnt terganggu
TD : 110 /70 mmHg
Nadi : 110x/menit Dispneu,
Suhu : 36,2 0C takipneu,
penggunaan
SPO2 : 90% room air otot bantu
99 % NC 3 lpm napas

- Adanya butiran /
grenjelan pada Pola Napas
Tidak
permukaan lapisan Efektif
bawah kulit terutama
pada titik tengkuk (1)
dan titik saluran paru
paru ke jantung (6)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas 3.3
Intervensi Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)

Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas


tidak efektif Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan

25
dengan sekresi yang tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas 2.
tertahan. Yang ditandai selama 1x6 jam Monitor bunyi napas
dengan : diharapkan pasien tambahan
DS : mampu membersihkan 3. Monitor sputum
- Pasien mengeluh secret atau obstruksi (jumlah, warna,
sesak napas sejak 3 jalan napas untuk aroma)
hari yang lalu mempertahankan Terapeutik :
- Pasien mengatakan kepatenan jalan napas. 1. Posisikan semi fowler
batuk dan berlendir Dengan kriteria hasil : - atau fowler
sejak 1 hari yang lalu Batuk efektif meningkat - 2. Berikan minuman
DO : Produksi sputum hangat
- Pasien nampak sesak menurun 3. Melakukan totok
- Pasien nampak batuk - Wheezing punggung pada titik 1
berdahak menurun - Dispnea dan 6 dilakukan 2-3
- Terdengar suara menurun menit pada setiap titik
napas tambahan - Frekuensi napas sumbatan, Untuk hasil
(wheezing) - Adanya membaik yang diharapkan,
butiran / grenjelan - Pola napas membaik lakukan penotokan
pada permukaan pada area yang
lapisan bawah kulit mengalami
terutama pada titik sumbatan sesering
tengkuk (1) dan titik mungkin kira kira 15
saluran paru paru ke – 20 menit
jantung (6)
Edukasi :
1. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Pola Nafas tidak efektif Pola Napas Setelah Pemberian Obat Inhalasi
berhubungan dengan dilakukan tindakan Tindakan
hambatan upaya napas. keperawatan selama Observasi :
Yang ditandai dengan : 1x6 jam diharapkan 1. Identifikasi
DS : ekspirasi/ kemungkinan alergi,
- Pasien mengeluh inspirasi dapat interaksi dan
sesak napas sejak 3 memberikan ventilasi kontraindikasi obat
hari yang lalu dan yang adekuat. Dengan 2. Periksa tanggal
sesak semakin Kriteria Hasil :

26
berat ± 3 jam lalu - Dyspnea menurun kadaluwarsa obat
sebelum masuk RS - Penggunaan otot bantu Terapeutik :
- Pasien mengatakan napas menurun - Lakukan prinsip enam
memiliki riwayat asma - Pernapasan cuping benar (pasien, obat,
dan alergi suhu dingin hidung menurun waktu, dosis, rute dan
DO : - Frekuensi napas - dokumentasi)
- Pasien nampak lelah - membaik Melakukantotok
Pasien nampak - Kedalaman napas punggung pada titik 1
menggunakan membaik dan 6 dilakukan 2-3
pernafasan cuping menit pada setiap titik
hidup sumbatan, Untuk hasil
- Mukosa bibir yang diharapkan,
kering - Tanda lakukan penotokan
tanda vital pada area yang
- RR : 26x/mnt mengalami sumbatan
- TD : 110/70
sesering mungkin
mmHg - Nadi :
kira-kira 15 – 20 menit
110x/menit -
Edukasi :
- Suhu : 36,2 0C
1. Anjurkan bernapas
- SPO2 : 90% room
lambat dan dalam
air 99 % NC 3 lpm
selama penggunaan
- Adanya butiran / nebulizer 5.
grenjelan pada 2. Jelaskan jenis obat,
permukaan lapisan alasan pemberian,
bawah kulit tindakan yang
terutama pada titik diharapkan dan efek

tengkuk (1) dan titik samping obat

saluran paru
paru ke jantung (6)

3.4Evaluasi
DIAGNOSA EVALUASI
Bersihan Jalan Napas Tidak S:
- Pasien mengatakan sesak berkurang jika
Efektif
duduk
- Pasien mengatakan masih batuk
- Pasien mengatan dahaknya sudah
berkurang
O:

27
- Pasien nampak rileks
- Pasien masih nampak batuk
- Sputum nampak berwarna putih kental
- Terdengar suara napas tambahan
(wheezing)
A : Bersihan Jalan Napas Tidak
Efektif Teratasi
- Batuk efektif meningkat
- Produksi sputum menurun
- Wheezing menurun
- Dispnea menurun
- Frekuensi napas membaik
- Pola napas membaik
P : Pertahankan Intervensi

Pola Napas Tidak Efektif S:


- Klien mengatakan sesak berkurang jika
duduk
O:
- Klien nampak rileks
- P : 24 x/menit
A : Masalah Pola Napas Tidak
Efektif teratasi
- Dyspnea menurun
- Penggunaan otot bantu napas menurun
- Pernapasan cuping hidung menurun -
Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas membaik
P : Pertahankan intervensi

28
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Terapi alternatif komplementer merupakan kelompok dari macammacam
sistem pengobatan, praktik, perawatan dan produk yang secara umum tidak
menjadi bagian dari pengobatan konvensional. Totok punggung dikenal sebagai
salah satu pengobatan alternatif asal Tiongkok yang dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Asma merupakan penyakit inflamasi
kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh
seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan
menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas
yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang.
4.2Saran
Bagi pelayanan kesehatan, dihrapkan penelitian ini dapat digunakan
sebagi rekomendasi penyusunan standart (SOP) intervensi pada pasien Asma
Bronkial untuk menurunkan asma. Bagi profesi perawat, penelitian ini dapat
digunakan sebagai rekomendasi pada pasien asma oleh perawat untuk
melakukan terapi akupresure totok punggung unut menurunkan asma bronkial.
Bagi pasien, terapi non farmakologi (terapi akupresure totok punggung) dapat
digunakan sebagai salah satu alternative untuk menurunkan asma. Bagi peneliti
selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan acuan
untuk melkukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan kelompok control
dan dilakukan lebih dari 1 waktu.

29
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. (2018) ModulPelatihan Totok Punggung. Jakarta. Yayasan Totok


Pungunggung Indoneisa
Abdurrahman. (2018). Sejarah Ringkas Totok Punggung.
https://www.totokpunggung.com/sejarah-ringkas-totok-punggung/
Agus S U. (2018). Lansia Idaman. Malang: International Reseseacrh and
Development for human Beings
Azaria, A. D., & Pujiastuti, D. (2018). Studi komparatif masase punggung dan
akupresur terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di rw 08 kelurahan
kricak kecamatan tegalrejo yogyakarta 2017. Jurnal Kesehatan
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : salemba Medika
Smeltzer & Bare. (2010). BukuAjar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC/

30

Anda mungkin juga menyukai