Anda di halaman 1dari 7

arsitektur.

net
2009 vol. 3 no. 2

Superimposition of Events: Gagasan Superimposisi


Sheila Narita

Geometri Arsitektur merupakan sebuah pembelajaran yang membahas


mengenai bentuk-bentuk geometris yang hadir dan terbentuk di dalam suatu
ruang untuk dialami oleh manusia. Dalam pengertiannya, geometri dan arsitektur
secara bersama-sama memberikan suatu makna terhadap kehadiran suatu
bentuk entah itu berupa titik, garis, ataupun bidang di dalam suatu ruang tiga
maupun empat dimensi untuk dialami oleh manusia. Lahirnya sebuah geometri
di dalam arsitektur tidak lagi semata-mata hanya melihat dari hasil akhirnya
saja melainkan dari bagaimana geometri itu terbentuk dan bagaimana proses
penjabaran eksplorasi dalam menemukan geometri tersebut.

Mekanisme pembentukan geometri arsitektur yang saya eksplorasi merupakan


salah satu hasil karya arsitektur Bernard Tschumi yang sangat terkenal di Paris
pada tahun 1990, Parc de la Villette. Pada awalna, salah satu hal mendasar
yang paling menarik perhatian saya adalah komposisi bentuk follies yang ada
di lahan kosong seluas 125 hektar. Bentuk follies tersebut memiliki kesan unik
dan khas tersendiri. Dia tidak memiliki kesan homogen antara yang satu dengan
yang lainnya. Semua seolah tersebar di taman itu dengan bentuk yang berbeda-
beda. Bagaimana cara Tschumi menghasilkan bentuk-bentuk itu? Bagaimana
ia membuat bidang-bidang itu bertabrakan, bersinggungan, atau kemudian
diteruskan hingga membentuk suatu yang kontinu di dalam lahan itu dan dapat
dinikmati oleh berbagai event manusia dalam ruang dan waktu?

Parc de La Villette, Paris, berawal mula dari


konsep taman yang ditawarkan oleh Tschumi.
Berbeda dengan pandangan masyarakat saat
itu bahwa taman adalah tempat di mana mereka
dapat melupakan city (kesibukan mereka bekerja,
contohnya), Tschumi berusaha menghadirkan
konsep murni berupa Urban Park. Konsep yang
berusaha dihadirkannya ini benar-benar tidak
berasal dari lingkungan sekitar site yang berupa
daerah industri tua di Paris. Sebagai langkah
awal ia melihat beberapa preseden organisasi
ruang taman-taman kota yang ada di Paris dari
abad ke-18 hingga abad ke-20. Dari situlah
Gambar 1. Parc de la Villette, kemudian ia menemukan layer- layer berupa
Paris point and grid system yang dapat diaplikasikan
pada desainnya.

Secara mendasar proses Tschumi dalam menghasilkan bentuk folie yang


abstrak ini adalah dengan menggunakan teknik superimposition di mana ia
menggabungkan beberapa layer-layer yang berbeda satu sama lainnya ke
dalam satu bidang datar. Prosesnya adalah dengan menyatukan tiga layer
dasar pembentukan geometri yaitu titik, garis, dan bidang sehingga pada hasil

sistem lainnya. Tiap- tiap layer memiliki makna dan tujuan tersendiri di dalam
proses melahirkan suatu event dalam ruang. Bila kita lihat, layer-layer ini pada
awalnya merupakan layer-layer yang mengandung order atau keteraturan di
dalamnya. Ada keteraturan orientasi dan arah dalam membagi grid, penitikan
kubus yang disebar dengan jarak dan ritme yang memiliki pola yang sama, dan

14
arsitektur.net
2009 vol. 3 no. 2
bentuk bidang-bidang geometri yang mendasar. Namun pada hasil akhirnya,
ketika proses superimpose itu telah dilakukan, kita tidak lagi melihat order dari
layer-layer sebelumnya. Telihat dari proses pemikiran Bernard Tschumi ketika
mendesain proyek Parc de La Villette ini adanya transformasi atau perubahan
dari sesuatu yang memiliki kemurnian, kesempurnaan dan order dalam bentuk
(proporsi yang ideal menurut Vitruvius) menjadi sesuatu lain yang kacau, tidak
lagi terlihat sempurna di mata manusia yang melihatnya. Tschumi berusaha
melahirkan bentuk yang tidak lagi pure dan dapat dimengerti dengan mudah oleh
manusia dari bentuk dan tatanan order bentuk-bentuk geometris yang murni.

. Seolah-olah semua garis terganggu


kestabilannya, bentuk-bentuk yang dihadirkan tidak lagi dapat dengan mudah
dan cepat dimengerti. Bernard Tschumi berusaha menjadikan bentuk-bentuk
geometri dasar yang ideal sebagai sumber bentuk-bentuk yang tidak seimbang
dan berbeda.
. Bagaimana proses lahirnya bentuk geometri
yang awalnya penuh keteraturan klasikal menjadi bentuk geometri yang abstrak
dan tidak teratur?

Gambar 2. Mekanisme pembentukan geometri Parc de la Villette

Prinsip mendesain paling mendasar yang dilakukan oleh Tschumi adalah


dengan teknik superimpose tiga sistem layer: point, lines, dan surface. Dari hasil
superimpose ini kemudian timbul suatu distorsi antar layer atau sistem. Distorsi

muncul antar sistem satu dengan sistem lainnya. Distorsi juga dimunculkan

memberikan forces berupa twist atau dipatahkan (seperti yang dilakukannya


terhadap North-South Axis Galery). Dalam proses distorsi, tiap-tiap folie dalam
satu sistem titik terjadi proses pembongkaran (decomposition atau extraction)
yang kemudian di rekombinasi lagi dengan permutasi tiap-tiap elemen penyusun
hasil ekstraksi. Setelah proses rekombinasi, kemudian bentuk tersebut diberikan
force berupa deformation untuk penyesuaian bentuk dengan program aktivitas
atau event yang ingin dihadirkan. Berikutnya sebelum beranjak ke tahap
eksplorasi bentuk saya akan membahas secara detail tiap-tiap langkah yang
dilakukan oleh Tschumi dalam menghasilkan bentuk geometri Parc de La Villette.

Points, Lines, Surfaces

Pertama adalah pembentukan geometri dari tiga sistem yang berbeda dan
mendasari geometri Euclidean yang kita kenal; points, lines, dan surface.

Pada layer point, Tschumi menggunakan sistem koordinat point-grid dengan


interval 120 meter. Setiap interval 120 meter, garis vertikal dan horizontal bertemu
dan membentuk titik yang disebut folie. Sistem koordinat grid ini untuk membentuk
image atau shape yang berbeda di antara bentuk-bentuk bangunan lain di sekitar
yang rapat. Selain itu juga, dengan sistem koordinat grid ini akan memudahkan
orientasi pengguna publik yang belum familiar dengan taman tersebut. Untuk
bentuk tiap folie secara mendasar adalah berupa kubus berukuran 10 x 10 x 10

15
arsitektur.net
2009 vol. 3 no. 2
m3 atau disebut juga neutral space karena pada tahap awal ini Tschumi belum
memasukkan event atau program ruang ke dalamnya. Neutral space ini memiliki
sifat yang masih kosong dan akan dapat dirubah dan dicocokkan kembali dengan

dari bentuk folie-folie ini, saya melihat adanya repetisi bentuk folie yang masih
serupa. Repetisi ini memberikan identitas yang dapat dengan mudah dikenali di
tengah-tengah garis axis kota paris yang tidak ortogonal. Identitas folie ini sangat
kuat seperti layaknya booth telepon yang ada di Inggris atau seperti bentuk Paris
Metro Gates. Repetisi dan interval pada layer points yang mengandung ritme-
ritme ini secara tidak langsung mengingatkan saya dengan metode Durand.
Sangat proporsional dan penuh keseimbangan.

Gambar 3. Site plan Parc de la Villlette

Kemudian pada layer garis, Tschumi berusaha melihat koordinat – koordinat


utama yang ada di sekitar lahan 125 hektar. Koordinat utama yang dapat dengan
mudah terlihat adalah koordinat utara - selatan dan koordinat timur - barat dimana
axis ini merupakan jalur pedestrian yang sangat tinggi tingkat pergerakan dan
sirkulasinya. Koordinat utara dan selatan menghubungkan dua Paris Gates
dan Subway Stations Porte de La Villette dan Porte de La Panin. Sedangkan
koordinat timur – barat menghubungkan taman dengan western suburbs. Di
dalam koordinat axis besar ini, Tschumi membuat layer garis dengan melihat
kondisi movement dari pedestrian user di koordinat utama itu. Architecture as
event, dimana arsitektur terlahir dari movement, use, dan space. Garis-garis
abstrak ini akan menunjukkan jalur-jalur mana yang lebih sering dilalui oleh
pengguna jalan. Nantinya ketika dilakukan proses superimpose, antara sistem
garis dan titik ini akan saling menentukan folies mana saja yang lebih sering

akan diisi oleh program ruang yang cenderung dapat menarik orang banyak
seperti misalnya and dan
music performance. Sehingga pada produk akhirnya, folies yang ada di taman
ini akan berfungsi sebagai building-generator untuk events yang akan hadir di
taman ini.

Gambar 4. Lines system and build-


ing as event generator

Pada layer surfaces, Tschumi melihat zona-zona pembagian ruang yang mungkin
hadir di site. Dan kemudian mewujudkannya dalam sebuah bentuk permukaan
bidang yang cukup luas untuk menampung berbagai aktvitas di taman tersebut.
Semua aktivitas yang membutuhkan pertambahan area secara horizontal,
seperti ruang untuk bermain, olahraga, exercise, mass entertainment, markets,
dan lain-lain, dalam arti tidak lagi di dalam satu follie, dituangkannya di dalam
layer surface ini dengan bentuk-bentuk geometri yang mendasar.

16
arsitektur.net
2009 vol. 3 no. 2
Superimpose Process

Pada tahap selanjutnya, yaitu tahap


superimpose, yang dilakukan oleh Tschumi
adalah menggabungkan atau merge
ketiga layer sistem yang masing-masing
independen atau bediri sendiri (autonomous).

ini adalah munculnya beberapa distorsi

perfection, and order become sources of


impurity, imperfection, and disorder.” Layer-
layer yang pada awalnya murni sebagai
bentuk geometri yang mendasar mengalami
Gambar 5. Superimpositions: Points,
lines, surfaces berbeda sama sekali namun tetap memiliki
jejak bentuk sebelumnya.

Distortion Process

Distorsi yang muncul tersebut kemudian disikapi lebih jauh oleh Tschumi dengan
memberikan forces yang pada akhirnya membuat semacam deviasi bentuk
dari geometri ideal yang kita kenal sebelumnya menjadi suatu bentuk ideal
form baru yang terlahir dari bentuk ideal dasar. Distorsi yang dilakukan tidak
lagi menunjukkan kestabilan bentuk karena langkah berikutnya yang dilakukan
Tschumi dalam proses distorsi ini adalah mengekstraksi tiap-tiap folie yang telah

elemen dasar yang membentuk folie tersebut. Berikut ini penjelasan proses
dekomposisi – permutasi – deformasi yang dia lakukan terhadap folies:

kemudian folies ini dilakukan dekomposisi atau proses disintegrasi, pemecahan


elemen – elemen dasar yang membentuk suatu objek. Istilah lainnya adalah
proses ekstrasi. Seperti pada gambar di bawah,l kubus folie berukuran 10 x 10 x
10 m3 tersebut seolah-olah diledakkan sehingga rangka – rangka penyusunnya
terlihat. Begitupun garis, bidang, dan rangka yang memotong folie saat proses
superimpose.

Dari proses dekomposisi ini kemudian diperoleh elemen-elemen dasar apa yang
menyusun folies tersebut. Tiap folie yang ada di taman tersebut memiliki hasil
ekstrasi yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Sehingga tidak heran bila
folie yang awalnya hanya berbentuk kubus dengan 6 sisi berubah menjadi suatu
bentuk yang lain.

17
arsitektur.net
2009 vol. 3 no. 2
Various Recombination/Permutation

Elemen-elemen dasar hasil ekstrasi yang telah diperoleh oleh Tschumi kemudian
direkombinasikan kembali satu dengan lainnya sehingga membentuk beberapa
alternative untuk memperoleh bentuk. “Each of the cubes is decomposed into
a number of formal elements which are then variously recombined. The result
is that each point of the grid is marked by a different permutation of the same
object.” Proses rekombinasi elemen – elemen pembentuk cube dilakukan
dengan menggunakan permutasi. Sebagai contoh proses permutasi, bentuk A,
bentuk B, dan bentuk C dapat dipermutasikan menjadi bentuk ABC, bentuk ACB,
bentuk BAC, bentuk BCA, bentuk CAB, dan bentuk CBA. Hasil permutasi ini
kemudian akan menghasilkan folies yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Susunan permutasi inipun tidak secara simple disusun kembali menjadi bentuk
yang stabil melainkan tiap-tiap elemen dipasangkan dengan elemen lain dengan
penyusunan yang tidak seimbang. “The cube has been distorted by elements
that were extracted from it”.

Deformation

Hasil permutasi elemen-elemen tersebut kemudian dideformasikan atau merubah


bentuknya kembali untuk menyesuaikan dengan kebutuhan mengakomodasi
fungsi-fungsi kegiatan yang berbeda-beda sepert restoran, arcade, dan lainnya.
Di bawah ini adalah gambar folies yang telah dideformasi.

Gambar 7 Permutation of cube; Deformation of cube

Superimposition of Events

Dari hasil analisa bagaimana sang arsitek, Bernard Tschumi, dalam menghasilkan
suatu bentuk geometris kemudian saya mengambil kesimpulan mendasar
terhadap teknik yang digunakan oleh Tschumi. Teknik mendasar yang digunakan
adalah teknik superimposition sedangkan langkah-langkah berikutnya merupakan
tindakan lanjutan setelah proses superimpose. Sebelum menentukan benda apa
yang akan saya buat pada project kali ini, terdapat beberapa hal yang saya lihat
sebagai elemen utama dari metode pembentukan geometri Parc de La Villette
ini. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tschumi berusaha menampilkan sesuatu yang tidak teratur dari suatu bentuk
dasar geometri yang penuh keseimbangan dan proporsional. “Ideals of purity,
perfection, and order become sources of impurity, imperfection, and disorder.”
Data ini menunjukkan adanya suatu transformasi dari kondisi A ke kondisi B yang
bertolak belakang.

2. Teknik superimpose tiga layer yang dilakukan Tschumi untuk meraih bentuk
akan saya coba tampilkan sebagai berikut: Points terkait dengan interval, repetisi
bentuk, ritme, image, identity; Lines terkait dengan main axis, movement, space,

18
arsitektur.net
2009 vol. 3 no. 2
use, circulation, connection; Surfaces terkait dengan area dimana aktivitas
berlangsung, peluang event berlangsung.

Dalam langkah berikutnya saya menamakan project ini sebagai The


Superimposition of Events dimana saya akan memanfaatkan event-event yang
terjadi sebagai subjek pemberi forces terhadap proses superimpose dan proses
deformasi bentuk murni menjadi bentuk lain yang tak seimbang. Berbeda dari cara
Tschumi yang memberikan forces dari dirinya sendiri sebagai subjek, saya akan
melihat bagaimana bila event itu sendiri yang memberikan gayanya terhadap
suatu bentuk dalam susunan tiga layer dan bukanlah sang perancang. Mengapa
tidak, apabila Tschumi sendiri melihat arsitektur sebagai sesuatu yang terlahir
dari event-event yang hadir? Apa yang akan terjadi bila event-event itu sendiri
secara kontak langsung melakukan transformasi bentuk-bentuk pure menjadi
bentuk impure? Superimpose bentuk- bentuk arsitektur akan dihasilkan oleh
event ataupun pergerakan manusia secara langsung. Jadi manusia akan secara
langsung sebagai subjek pemberi action melakukan kontak dengan bentuk-
bentuk murni. Deformasi dan transformasi yang terjadi dalam kasus Tschumi
tidak lagi dilakukan oleh sang perancang itu sendiri tetapi oleh si pengguna
ruang yang ada.

Langkah-langkah yang saya lakukan adalah menyiapkan satu buah modul triplek
berukuran 103,5 x 103,5 cm2 yang cukup besar sebagai alas injak yang dapat
diletakkan di area yang banyak dilalui manusia sebagai jalur sirkulasi dari tempat
ke tempat (perempatan misalnya). Langkah berikutnya adalah mengaplikasikan
metode 3 layer titik, garis, dan bidang pada modul tersebut dengan titik sebagai
neutral space berkomposisi grid yang menunjukkan adanya interval dan ritme dari
titik-titik tersebut. Layer titik berupa kubus-kubus plastisin yang disusun dengan
sistem grid berinterval 12,5 cm. Bentuk kubus dipilih agar mempertahankan seirama
dengan perempatan yang dilalui. Bentuk kubus dapat mewakili dan menguatkan
identitas dan orientasi tersendiri di perempatan. Manusia yang melaluinya dapat
bersikap familiar ketika melewatinya. Layer garis akan menunjukkan jalur-jalur
sirkulasi yang memungkinkan terjadi pergerakan menusia di dalamnya (sama
seperti yang dilakukan Tschumi ketika melihat adanya dua garis axis utama
yang di dalamnya terdapat benyak pergerakan). Untuk movement layer garis ini
berupa garis-garis maya yang menggambarkan arah alur dan gerak movement
manusia di perempatan. Layer surface merupakan area yang mungkin digunakan
untuk berkegiatan yaitu area di antara kubus-kubus plastisin sebelumnya. Disini
layer surface adalah hasil invert dari pola jejak-jejak kaki orang berjalan. Invert
dari jejak-jejak ini kemudian menjadi bidang-bidang kosong tak terinjak yang
membentuk pola movement berjalan di perempatan. Setelah modul ini selesai,
saya meletakkannya di area ramai yang memungkinkan modul ini sering dilalui

bagaimana pembentukan geometri yang terjadi pada si kubus-kubus plastisin


ini apabila mereka diremukkan sendiri oleh manusia yang sedang mengalami
event bergerak, berlalu lalang, berpindah. Akan ada jejak-jejak pergerakan dari
hasil superimpose antara layer titik, garis, dan surface. Efek deformasi yang
timbul pun akan hadir tanpa perlu campur tangan sang perancang. Deformasi
bentuk yang terjadi hadir dari hasil event yang terjadi pada suatu rentang waktu
tertentu. Superimpositions of Events, events secara langsung berperan dalam
menciptakan suatu bentuk arsitektural.

Gambar 8. Superimposition of Events

19
arsitektur.net
2009 vol. 3 no. 2
Di dalam geometri arsitektur, peran geometri dan arsitektur tidak akan pernah
dapat terlepas satu sama lainnya. Setiap geometri yang terbentuk dan hadir pasti
memiliki arti dalam kehidupan manusia berkegiatan dalam ruang. Begitupun
arsitektur yang dapat terkonkritkan wujudnya dari bentuk-bentuk geometri yang
ada. Geometri dan arsitektur, masing- masing memiliki peranan dan kontribusi
langsung di dalam membentuk suatu ruang berkegiatan manusia. Seperti pada
eksplorasi project yang telah saya lakukan, Superimpositions of Events, dapat
kita lihat terdapat kesinambungan antara subjek pelaku action dengan objek

berdasar kemauan sang perancang melainkan kepada manusia pengguna ruang


pada satu tempat di dalam rentang waktu tertentu.

Daftar Pustaka

The Museum of Modern Art.

Tschumi, Bernard (1994).

Museum of Modern Art.

USA.

http://en.wikipedia.org/wiki/parc de la villette

20

Anda mungkin juga menyukai