Teori Transformasi
1. Pengertian transformasi dalam arsitektur
Transformasi dapat diartikan sebagai perubahan bentuk yaitu perubahan bentuk dari deep
structure yang merupakan struktur mata terdalam sebagai isi struktur tersebut ke surface
structure yang merupakan struktur tampilan berupa struktur material yang terlihat. Menrut Josef
Prijotomo dalam Rahmatia 2002, apabila di indonesiakan kata Transformasi dapat
disepadankan dengan kata pemalihan, yang artinya perubahan dari benda asal menjadi benda
jadiannya. Baik perubahan yang sudah tidak memiliki atau memperlihatkan kesamaan atau
keserupaan dengan benda asalnya, maupun perubahan yang benda jadiannya masih
menunjukan petunjuk benda asalnya.
Adapun kategori transformasi dalam desain yaitu :
a. Desain pragmatic
Desain pragmatic menggunakan bahan dasar material, seperti tanah, batu, batang pohon,
ranting-ranting, bambu kulit binatang atau kadang salju. Proses yang dilakukan dengan cara
trial and error hingga memunculkan suatu bentuk yang terlihat melayani tujuan desainer.
Kebanyakan bentuk bangunan sepertinya dimulai dari cara ini. Desain ini digunakan dalam
desain dengan material baru. Usaha besar-besaran adalah contoh yang sangat baik dan usaha
ini masih digunakan ketika akan menggunakan bahan material baru, seperti plastic air houses
dan struktur suspension. Baru pada akhir-akhir ini, setelah dua decade desain pragmatic,
dasar-dasar teori untuk desain struktur semacam mulai muncul. Dengan demikian suatu desain
akan mengalami transformasi pragmatic ketika desain tersebut memiliki kriteri dengan
menggunakan bahan material sebagai dasar pengolahan bentuk desainnya atau sebagai raw
materialnya.
b. Desain typologic
Desain topologic dimulai dari mental image yang telah fiks dari bentuk-bnetuk bangunan yang
telah dikenal sebagai solusi terbaik untuk penggunaan material yang telah dikenal sebagai
solusi terbaik untuk penggunaan material yang didapat di sebagian tempat dengan bagian
iklimnya, rumah yang mewujudkan gaya hidup, mekanisme arsitektur primitive dan vernakuler
tetapi masih digunakan oleh arsitek-arsitek yang kurang dikenal dalam mengikuti desain-desain
dari form givers. Desain ini juga menyertakan fakta budaya sebagai bagian mental image.
Sering digunakan penggunaan budaya primitif seperti legenda, tradisi yang menggambarkan
adaptasi mutual dengan menempatkannya diantara way of life dan bentuk bangunan.
Dengan demikian suatu desain akan mengalami transformasi typologic ketika desain tersebut
memiliki kaitan budaya suatu daerah, memberikan image tentang daerah atau budaya tertentu.
c. Desain Analogical
Desain analogical menggambarkan visual analogi ke dalam solusi permasalahan desain
seseorang. Ada alas an simbolik untuk ini, analogi juga memperlihatkan mekanisme arsitektur
yang kreatif. Pada abad ke-20 sangat banyak arsitektur yang digambarkan pada lukisan dan
sculpture sebagai sumber analogi, tetapi analogi dapat juga menjadi gambaran seseorang
(personal analogy) dan konsep abstract filosophical (sebagai sebuah hadirnya keasyikan yang
tidak ditentukan).
Desain analogi memerlukan penggunaan beberapa medium sebagai sebuah gambaran untuk
menerjemahkan keaslian kedalam bentuk-bentuk barunya. Beberapa desain analogi seperti
gambar, model atau program computer akan mengambil alih dari desainer dan mempengaruhi
jalan desainnya.
Dengan demikian suatu desain akan mengalami transformasi analogical ketika desain tersebut
memiiki kriteria penggambarantentang sesuatu hal. Hal ini dapat berupa benda, watak atau
kejadian.
d. Desain Canonic
Desain canonic (geometri) didasari dari grid-grid dan axis dari gambaran desain awal. Hal ini
menjadikan usaha untuk menyamai atau melebihi pekerjaan-pekerjaan besar dari system-
sistemproporsi. Tinjauan bentuk-bentuk mengenai seni dan desain yang dapat disokong oleh
system-sistem proporsional ini diterima dari Geometri Greek (Phytagoras) dan filsuf klasik
(seperti Plato). Pada abad kedua puluh ini banyak desain yang berdasar pada persepsi serupa,
seperti system modular, koordinasi dimensional, bangunan bersistem fabrikasi. Namun teknik
baru matematikal bnayak disukai oleh para desainer untuk mendorong lebih lanjut ketertarikan
ini.
Sehingga suatu desain akan mengalami transformasi canonic ketika desain tersebut
menggunakan pendekatan geometrical sebagai raw materialnya baik itu dalam system
konvensional maupun system komputasi.
2. Saluran-saluran transformasi
Untuk mencapai keempat moda transformasi diatas ada beberapa saluran yang dapat dilalui,
yaitu :
a. Material
Penggunaan material bangunan dipilih berdasarkan konsekuensi bahwa material tersebut dapat
system struktur dan penataan fungsi. Konsekuensi ini menimbulkan suatu penataan dan
struktur yang berdasar material, misalnya system modular. Namun pemilihan bahan juga dapat
mempengaruhi tampilan arsitektur, misalnya mengenai tekstur pada eksterior maupun interior,
detil finishing dan sebagainya.
Namun begitu pemilihan material ini cenderung memilih yang paling gampang didapatkan di
daerah tempat karya tersebut dibuat.
Kriteria saluran transformasi ini adalah :
Tema : Material
Transformasi : - Penggunaan teknologi
- Eksplorasi sifat bahan
Alat : Bidang permukaan, tampak, massa
Tampilan visual : - Penonjolan tekstur bahan
- Penonjolan system konstruksi
- Penampilan sifat bahan
b. Pemalihan
Berdasarkan strategi pembentukannya, terdapat tiga macam transformasi, pertama adalah
strategi tradisional sebagai evolusi progresif dari sebuah bentuk melalui penyesuaian langkah
demi langkah terhadap batasan-batasan eksternal, internal dan artistic.
Pembentukan kedua adalah dengan peminjaman dari objek-objek lain dan mempelajari
property dua dan tiga dimensinya sambil terus menerus mencari kedalaman interpretasi dengan
memperhatikan kelayakan aplikasi dan validitasnya. Transformasi peminjaman ini adalah
pemindahan rupa dan dapat pula dikualifikasikan sebagai metaphor rupa.
Pembentukan yang ketiga adalah dekonstruksi atau dekomposisi, yaitu sebuah proses dimana
susunan yang ada dipisahkan untuk mencari cara baru dalam kombinasinya dan menimbulkan
sebuah kesatuan baru dan tatanan baru dengan strategi structural dan komposisi yang
berbeda. Dalam melakukan transformasi ada empat tahapan yang dilalui untuk dapat
mengakomodasi kepentingan perancang dan klien. Pertama pernyataan visual dari keragaman
pendekatan konseptual terhadap permasalahan melalui semua dokumen. Kedua, evolusi
terhadap ide-ide untuk dapat memilih yang paling memuaskan semua pihak sebagai alternative
optimal dan dijadikan dasar untuk transformasi berikutnya. Ketiga adalah transformasi
alternative sebagai optimalisasi dari keseluruhan dan bagian-bagian sebuah objek. Terakhir
adalah mengkomunikasikan hasil akhir dari suatu transformasi kepada orang lain sehingga
dapat dibaca dan dipahami, kemudian diterima dan dibangun.
Kriteria saluran transformasi adalah :
Tema : Fungsi, bentuk
Transformasi : Evolusi tradisional, pemecahan (break), pengirisan
(cut), pembagian (segment), penambahan (addition), pergeseran (friction), pengumpulan
( accumulation), penumpukan (stracking), penembusan (penetration), penjalinan (interlacking),
pertautan (meshing), peminjaman, pemindahan rupa, dekonstruksi.
Alat : Massa, bentuk permukaan, detil
Tampilan visual : - simetri-asimetri
- Regular- irregular
c. Eksotik dan multicultural
Eksotik memiliki dua pengertian, pertama adalah eksotik dalam hal fisik dan yang kedua adalah
eksotik dalam metafisik. Eksotik secara fisik mempunyai konotasi geografik, yaitu berkaitan
dengan suatu tempat yang berada di luar lingkungan seseorang, semakin jauh semakin kuat
daya eksotiknya. Sedangkan eksotik metafisik memiliki eksotik konotasi negatif. Eksotik
metafisik untuk menjaga sesuatu dari kejauhan, mengacaukan pikiran, menghilangkan orientasi
atau membuat rusak pribadi seseorang. Oleh karena itu dalam karya rancangan harus dapat
memuat pemahaman tentang masyarakat, iklim, material, metode konstruksi dan teknik-teknik
yang terdapat dalam tempat asing yang dirancang tersebut.
Kriteria saluran transformasi ini adalah :
Tema : Keganjilan fenomena, pertautan budaya, sejarah
Transformasi : Peniruan, perpaduan
Alat : Site, material, detil
Tampilan visual : Suasana, symbol
d. Kompleksitas dan kontradiksi
Dalam kompleksitas dan kontradiksi bahan mentah yang ditransformasikan dapat bermula dari
aspek kesejarahan ataupun seni-seni popular. Sedangkan alat yang digunakan akan lebih
sering menggunakan elemen-elemen yang biasa dikenal atau elemen-elemen konvensional.
Secara sederhana kompleksitas arsitektur ditandai dengan adanya penggunaan elemen-
elemen baik itu dalam wujud bidang, bentuk, warna atau kegunaan atau yang lain yang
beraneka. Penggunaan ini merupakan penggunaan secara bersama-sama untuk membentuk
sebuah komposisi tanpa menghilangkan sifat asli dari elemen-elemen dasar tersebut. Namun
jika elemen-elemen dasar tersebut telah mampu melebur menjadi suatu bentuk jadian yang
berubah dari sifat dasarnya, maka bukan sekedar kompleksitas yang terjadi terjadi tetapi lebih
merupakan sebuah kontradiksi.
Bentuk-bentuk transformasi yang memungkinkan antara lain merupakan penerapan kaidah-
kaidah tersebut. Seperti adanya kompleksitas bentuk atau both-and dan kompleksitas fungsi
atau double function.
Kriteri saluran transformasi ini adalah :
Tema : Elemen bangunan sejarah, seni popular
Transformasi : Pembaruan, pengironian
Alat : - Elemen-elemen bangunan konvensional
- Elemen-elemen yang telah biasa dikenal
Tampilan visual : Simbolik
e. Historicism dan preseden
Batasan kreasi pada bangunan dalam bingkai historicism adalah perolehan pengetahuan dari
budaya, teknologi dan filosofi. Penggunaan historicism harus meliputi referensi sejarah yang
benar.
Preseden dari waktu yang telah lewat mungkin tidak lagi relevan dengan budaya sekarang atau
dengan faktor lain di jaman sekarang. Untuk itu setiap budaya harus diposisikan dalam bingkai
waktu tertentu. Walaupun begitu menghindari preseden dalam waktu tertentu akan dapat
menghilangkan proses desain pada kesempatan evolusi yang baik. Untuk itu perlu dihindari
karya-karya yang bersifat tiruan dan jiplakan supaya terhindar pula dari karya-karya yang
berapresiasi rendah. Sekalipun karya yang dihasilkan akan bersifat eklektik namun hal ini dapat
dicapai dengan unsure-unsur kontekstual dengan mempertimbangkan makna primordialnya.
Penggunaan aspek budaya, teknologi dan filosofi dimana harus memiliki referensi sejarah yang
benar dan preseden yang tepat.
Kriteria saluran transformasi ini adalah :
Tema : Bangunan sejarah, artefak
Transformasi : Evolusi
Alat : Denah, tampak, suasana
Tampilan visual : Eklektik, kontekstual, primordial
4. Tampilan visual
Seorang pengamat akan menginterpretasi suatu tempat sebagai mana yang dimiliki oleh tempat
tersebut. Interpretasi ini sebagian besar sesuai dengan bentuk visual yang ditampilkan oleh
tempat tersebut. Sehingga ketika makna ini mendukung tanggapan, maka tempat tersebut
dikatakan memiliki kualitas yang disebut kecocokan visual ( Bantley dalam rahmatia 2009 ).
Kecocokan visual suatu tempat dapat diperkuat suatu pemberian interpretasi lingkungan
dengan dukungan dari tiga tingkatan yang berbeda. Pertama, dengan dukungan sifatnya yang
mudah dibaca, baik dalam hal bentuk maupun guna. Kedua, dengan dukungan keragamannya.
Sedangkan yang ketiga adalah dengan dukungan lingkungan yang menawarkan pilihan aktifitas
baik dalam skala besar maupun kecil.
Detil tampilan dari keragaman bangunan hendaknya dapat membantu pembacaan mengenai
apa yang terjadi dengan pembuatan image suatu lingkungan agar terlihat cocok sebagaimana
latar masing-masing pengguna atau pengamat. Sedangkan mengenai tawaran aktifitas,
haruslah mampu memperkuat potensi tawaran pilihan ini dengan memperlihatkan kesesuaian
untuk seluruh pengguna. Sedangkan cirri-ciri visual lebih mengacu pada kualitas typology
arsitektural.
Berdasarkan dari uraian teori transformasi, saluran transformasi yang sesuai dengan pokok
latar belakang yang menerima material baru dan menjadikan sejarah sebagai titik berangkat
adalah saluran transformasi material dan pemalihan dengan pengaplikasiannya pada detil
bangunan.