Anda di halaman 1dari 4

Geometri sebagai Ekspresi Kebebasan

Bentuk
Widyanto Hartono

Pro-kontra mengenai geometri itu sebagai sesuatu yang mengikat ataupun membebaskan di
dalam dunia arsitektur, mungkin tidak akan ada habisnya untuk dibahas atau dicari solusinya,
semuanya itu tergantung dari persepsi kita masing-masing. Antara geometri itu mengikat atau
membebaskan, masing-masing memiliki kedudukan atau posisi yang sama kuat. Tetapi pada
kesempatan ini, saya akan coba membahas geometri sebagai sesuatu yang membebaskan di
dalam dunia arsitektur. Mungkin pertanyaan yang timbul adalah: Seperti apakah kebebasan
yang ada di dalam geometri? Dalam wujud apakah kebebasan itu?"

"…,because we don’t want to exclude everything in architecture that makes us uneasy. We


want architecture that has more to offer. Architecture that bleeds, exhausts, that turns and
even breaks, as far as I am concerned. Architecture that glows, that stabs, that tears and rips
when stretched. Architecture must be precipitous, fiery, smooth, hard, angular, brutal, round,
tender, colorful, obscene, randy, dreamy, en-nearing, distancing, wet, dry and heart-
stopping. Dead or alive. If it is cold, then cold as a block of ice. If it is hot, then as hot as a
tongue of flame. Architecture must burn! " (Coop Himmelb(l)au, Covering and Exposing:
The Architecture of Coop Himmelb(l)au)

Mungkin kata-kata atau filosofi utama dari Coop Himmelb(l)au inilah yang akan mengawali
pembahasan geometri sebagai sesuatu yang membebaskan di dalam dunia arsitektur. Untuk
lebih jelasnya, saya akan mencoba sedikit mengupas mengenai sejarah dari Coop
Himmelb(l)au. Coop Himmelb(l)au yang didirikan oleh Wolf D. Prix dan Helmut Swiczinsky
pada tahun 1968 di Vienna (Austria) adalah salah satu praktisi arsitektur muda pada masa itu
dengan ide-ide baru yang cukup radikal. Modernisme dengan dominasi rasionalitasnya
dianggap membatasi arsitek dalam menjelajahi kemungkinan bentuk-bentuk baru dalam
bahasa arsitektur. Oleh karena itu, Coop Himmelb(l)au berusaha mengeksplorasi dan mencari
kemungkinan-kemungkinan lain dalam “bahasa arsitektural”. Coop Himmelb(l)au berusaha
menciptakan perubahan mendasar pada arsitektur, urbanisme, struktur, dan tektonik. Dapat
dikatakan Coop Himmelb(l)au berusaha mencari ”arsitektur yang merdeka”.

Gambar 1. Musee des Confluences, Lyon, France


Sumber: Covering and Exposing: The Architecture of Coop Himmel(b)lau
Gambar 2. UFA Cinema Center, Dresden, Germany
Sumber: Covering and Exposing; The Architecture of Coop Himmel(b)lau

Dari pendapat dan pemikiran Coop Himmelb(l)au inilah, saya berpendapat bahwa geometri
sebagai sesuatu yang membebaskan, atau lebih tepatnya geometri menghasilkan bentuk
(form) arsitektur yang bebas. Walaupun cara-cara pemikiran dari geometri beserta dengan
aturan atau kaidah yang ada di dalamnya bersifat mengikat, namun hasilnya pada akhirnya
akan membawa kita ke dalam suatu kebebasan bentuk dan ekspresi, yaitu dunia arsitektur
yang merdeka. Karena yang kita rasakan adalah form dan experience dalam bentuk ruang 3
dimensional dan waktu (space and time).

Mungkin hal-hal seperti itulah yang tidak disadari oleh diri kita. Karena pada dasarnya, dari
pendidikan sekolah kanak-kanak sampai sekolah menengah, kita hanya mengenal bentuk-
bentuk geometri dasar, seperti kubus, kotak, limas, balok, prisma, silinder, bola, dan bentuk
lainnya. Dan pada saat itu kita hanya bersifat pasif atau diam menerima apa adanya. Sehingga
semuanya seakan terbungkus menjadi suatu doktrin atau pemikiran, bahwa seperti itulah
geometri. Padahal jika kita telusuri lebih lanjut dan lebih dalam lagi, geometri bukanlah
hanya seperti itu. Geometri berarti ilmu ukur suatu ruang. Dan ruang yang dimaksud adalah
bumi, tempat kita sebagai manusia hidup dan menetap. Jadi geometri berarti measuring the
earth. Kata-kata ”bumi” (geo) inilah yang tidak disadari oleh kita, padahal kata-kata “bumi”
merupakan sesuatu yang sangat krusial di dalam pengertian dasar mengenai arti dari
geometri.

Bumi adalah alam, dan alam pada dasarnya adalah sesuatu yang dinamis dan tidak statis,
penuh dengan perubahan. Alam merupakan sesuatu yang bebas, tidak terikat. Dari pengertian
ini, kita bisa menyimpulkan bahwa geometri adalah sesuatu yang pada dasarnya adalah
bebas, penuh dengan kedinamisan.

Selama ini, pengertian kita mengenai geometri hanya terpaku oleh bentuk-bentuk Euclidean
geometry saja, padahal pengertian dari geometri lebih dari itu. Sama halnya dengan
pengertian dari kata yang diucapkan oleh Coop Himmelb(l)au, ”Architecture must burn”.
Bahwa ”Architecture must burn” itu tidak hanya sekedar arsitektur, tetapi lebih kepada
bagaimana kita melihat dunia ini. Dunia arsitektur seharusnya mengungkapkan suatu potensi
baru (unknown) di dunia nyata yang tidak pernah kita sadari.

Dunia geometri sebenarnya merupakan dunia yang kaya akan potensi yang baru. Geometri
mengandung pengertian yang sangat luas. Sebagai contoh adalah suatu bentuk geometri
adalah berupa form yang menghasilkan suatu visual perception, di mana perception
merupakan conscious experience of object. Masing-masing orang sebagai subjek yang
merasakan ruang (experience) mempunyai kebebasan di dalam mempersepsikan ruang
tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika persepsi masing-masing orang mengenai ekspresi
maupun bentuk geometri itu berbeda-beda.
Di dalam geometri, kita juga dapat menemukan unsur-unsur yang ada di dalam dunia musik.
Ritme dan irama dapat ditampilkan melalui wujud dan ekspresi sebuah form dari karya
arsitektur. Ekspresi yang ditimbulkannya pun bisa bermacam-macam, dan sangat
mempengaruhi persepsi kita masing-masing. Karena posisi kita sebagai manusia yang
merasakan suatu ruang adalah sebagai subjek yang mempersepsikan sebuah objek.

Bukti lain bahwa geometri itu merupakan suatu dunia yang kaya dan luas adalah adanya
pengertian mengenai topologi dan mobius strip. Di dalam topologi terjadi sesuatu yang
dinamakan deformasi. Deformasi terjadi oleh karena suatu gaya (force), namun konektivitas
(connectivity) di dalam form atau bentuk geometri tersebut tetap terjaga. Sehingga terwujud
suatu keutuhan (wholeness) di dalam form tersebut. Hal ini seharusnya juga berlaku di dalam
setiap karya arsitektur. Meskipun suatu karya arsitektur terlepas dari bentuk-bentuk yang
mengikat seperti bentuk Euclidean, tetapi karya ”arsitektur yang bebas” itu juga harus tetap
mengutamakan konektivitas dan keutuhan.

Gambar 3. Mobius strip


Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/mobius_strip

Deformasi atau perubahan ini pun sekarang sangat mempengaruhi bentuk (form) dari
geometri. Gagasan tentang bentuk geometri pun mulai berubah. Ruang dan geometri bergeser
dari geometri Euclidean dengan aturan translasinya dalam ruang cartesian ke geometri
topologi dengan perubahan vektoralnya, sehingga bentuk dari karya arsitektur itu sendiri
menjadi bebas dan tidak terikat lagi oleh aturan-aturan klasik. Inilah yang dikenal dengan
sebutan gagasan flux (sebuah konstelasi sementara yang terus bergerak dan berubah) di dalam
dunia arsitektur yang menghadirkan persepsi baru terhadap ruang dan bentuk karya rancang
arsitektur secara konseptual maupun dalam pengapresiasiannya. Bentuk dan ruang seolah
berkembang dan lahir dari sebuah alur perubahan yang dinamis dalam ruang. Hal ini
merupakan ekspresi kebebasan suatu bentuk (form) dalam geometri.

Bahkan ilmu biologi pun dapat diterapkan pada bentukan dari geometri. Sehingga tidak heran
jika karya-karya arsitektur, banyak yang berbentuk atau mengadopsi natural form. Pada saat
ini di dalam geometri dan arsitektur, bentuk-bentuk yang biasa kita kenal telah hilang,
seakan-akan seperti ditelan oleh cepatnya perubahan. Lalu muncullah bentuk yang benar-
benar baru, aneh, dan terasa asing, tetapi tetap merupakan ruang tempat hidup manusia.
Arsitektur dan geometri tidak harus menuruti apa yang telah ada sebelumnya, tetapi
mewujudkan sebuah ruang yang bebas dimana kita dapat menjelajahinya. Pada akhirnya
arsitektur dan geometri harus membuat tempat yang disebut sebagai ruang kebebasan.
Sebagai bentuk dan ekspresi kebebasan diri, terkadang arsitektur diwujudkan sebagai bentuk
atau form yang mungkin saja tidak dapat hadir di dalam dunia nyata, tetapi hanya dapat hadir
di dalam suatu imajinasi atau electrosphere dengan bantuan kecanggihan teknologi virtual.
Di dalam geometri kita juga diberikan kebebasan untuk menggunakan ide di dalam
merancang suatu karya arsitektur (form). Ternyata banyak sekali alternatif atau pilihan
prinsip geometri di dalam merancang, seperti menggunakan prinsip classical idea, euclidean,
non-euclidean, topologi, teori gestalt, teori gibson, taksonomi, dan lainnya. Hal-hal inilah
yang sebenarnya tidak kita ketahui sebelumnya, bahwa di dalam geometri terdapat banyak
ide atau pemikiran. Sehingga suatu bentuk dan karya arsitektur yang dihasilkan pun akan
sangat kaya dan beragam ekspresinya maupun wujudnya.

Bentuk atau form yang ”bebas” bukanlah berarti suatu bentuk yang sebebas-bebasnya.
Arsitektur tetap harus dapat menjadi perlambang sesuatu, atau pun perlambang dirinya
sendiri. Arsitektur harus dapat menyampaikan isi atau makna yang terkandung di dalamnya.
Lebih jauh lagi, arsitektur harus dapat memicu pertanyaan, ”Mengapa dan bagaimana ia
diciptakan?”. Something di dalam geometri itulah yang sangat penting sebagai proses
pembentukan suatu form atau karya arsitektur. Arsitektur yang baik adalah arsitektur yang
dengan jujur mengupas segalanya hingga menjadi jelas. Proses pembentukan form ini
seringkali menjadi hal yang terlewatkan untuk kita sadari ketika sedang merancang. Padahal
proses pembentukan form itulah yang sangat penting untuk kita ketahui. Suatu bentuk yang
sederhana sekali pun, pada dasarnya memiliki arti di dalamnya, baik itu proses pembentukan
maupun kehadirannya.

Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah, berdasarkan pengertian dari geometri (measuring
the earth), geometri adalah sesuatu yang dinamis. Kita terperangkap pada pemikiran-
pemikiran kuno mengenai geometri. Jika ditelusuri atau dipahami lebih lanjut, geometri lebih
dari itu. Geometri dapat menghasilkan bentuk (form) karya arsitektur yang bebas. Kita juga
dapat secara bebas menggunakan kaidah-kaidah yang ada di dalam geometri, sebagai dasar
untuk menghasilkan suatu bentuk atau karya arsitektur. Sehingga suatu karya arsitektur
menjadi sesuatu yang benar-benar merdeka dan bebas baik dari segi ekspresi bentuknya
(form). Kata bebas atau merdeka di sini tidak berarti mengandung pengertian yang sebebas-
bebasnya. Tetapi tetap mengacu kepada something yang ada di dalam geometri, sebagai
proses pembentukan suatu form atau karya arsitektur.

Referensi

Betsky, A. & Adigard, E. (2000). Architecture Must Burn. London: Thames & Hudson.

Architecture and Anthropology. (2006). Architectural Design Magazine. Academy Group.

Covering and Exposing: The Architecture of Coop Himmelb(l)au.

http://en.wikipedia.org/wiki/mobius strip

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/desain/3249855.htm

www.math.wayne.edu/~rrb/topology.html

www.webopedia.com/TERM/T/topology.html

Anda mungkin juga menyukai