Anda di halaman 1dari 25

MEMESIS DAN

INTERPRETASI
LITERAL
Abstrak
Dalam proses perancanagan arsitektur selalu berhadapan dengan berbagai
aspek salah satu aspek yang ditinjau dalam tulisan ini adalah aspek kekurangan
dan kelebihan merancang yang berhubungan dengan proses berpikir mimesis
dan interpretasi literal. Dimana proses berpikir dalam rancangan yang
bersifat mimesis cenderung berusaha untuk menggali potensi dari obyek yang
akan ditiru melalui gerak dan perilakunya.
Mimesis adalah suatu proses meniru yang panjang yang perlu interpretasi
secara menyeluruh sampai detail, mulai dari bahan bangunan, dan bagaimana
bahan bangunan tersebut dicari, dibuat dan disusun. Sedangkan interpretasi
literal cenderung melakukan peniruan secara mutlak sama seperti obyek yan
ditirunya. Sekalipun interpretasi literal adalah sesuatu yang begitu tabu di
dunia arsitektur tetapi akan berguna dalam usaha menggali potensi suatu
benda yang ditirunya. Kedua aspek dasar arsitektur ini akan bermanfaat
sebagai sumber inspirasi untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam lagi
tentang obyek yang akan dikerjakan. Kedua proses rancangan ini sekalipun
kelihatannya sama tetapi pada prinsipnya mengandung perbedaaan-perbedaan
yang mendasar akibat dari berbagai interpretasi dasar yang melatar belakangi
kedua prinsip ini.
Pendahuluan
Proses merancang yang dilakukan oleh seorang arsitek lebih banyak berangkat
dari pengalaman terhadap ruang dan bentuk yang pernah dilewatinya. Bahkan
tidak jarang pengalaman tersebut dapat menjadi pelajaran yang sangat
mempengaruhi emosi dan rasa dari seorang arsitek. Pengalaman adalah
kemampuan seseorang untuk merasakan dan berfikir (Yi-Fu Tuan, 1977). Hal
tersebut erjadi karena pengalamannya untuk datang, menyentuh dan merasakan
bentuk dan ruang tersebut secara langsung disertai juga dengan berbagai
referensi yang dibacanya yang kemudian dikolaborasikan dengan bentuk-bentuk
dan ide-ide imajinatifnya. Sehingga menghasilkan bentuk dan ruang yang
merupakan kumpulann bentuk, bidang garis, tekstur dan ruang dari pengalaman si
arsitek tersebut. Tidak menutup kemungkinan pengalaman tersebut menghasilkan
suatu bentuk dan ruang arsitektur yang sama persis dengan pengalamannya
terdahulu ketika menjumpai ruang dan bentuk yang pernah dilewatinya ataupun
tidak tertutup kemungkinan bahwa pengalaman tersebut menghasilkan suatu
bentuk dan ruang yang baru.
Demikian juga halnya dengan proses belajar meniru, dua prinsip dasar
dari meniru yang dapat di peroleh dari pengalaman seorang arsitek
adalah dengan cara mimesis dan dengan interpretasi literal. Kedua
prinsip ini mudah dikenali dikalangan seniman dan artis yang pekerjaan
sehari-harinya adalah melakukan memesis ataupun interpretasi secara
literal secara literal terhadap suatu benda atau objek tertentu

Secara teori seperti juga aspek pragmatisnya meniru merupakan suatu hal
yang sulit dan komplek dan hal tersebut akan menimbulkan sikap yang skeptis.
Yang cendrung mengarah kepada hal-hal yang akan memberikan kebebasan
inklusif. Kemudian lebih dari itu jika peniruan tersebut hanya dari sisi luarnya
saja maka hal tersebut tidak akan mampu menghasilkan suatu hasil yang
memuaskan setelah adanya pengamatan secara langsung yang cermat. Bagi
mahasiswa–mahasiswa arsitektur diperkuat dengan memanjakan peniruan,
derivasi, dan latihan-latihan ekletis sebagai suatu usaha untuk melawan
plagiarisme, yang mengkopi secara terangan-terangan meskipun usaha untuk
melakukan latihan-latihan terus dilakukan agar mengetahui secara menyeluruh
rahasia dari apa yang ditiru dan mempelajarinya secara seksama hal tersebut
bukan lah hal yang tabu. Karena akan memberikan mereka referensi yang baik
dan sebagai sumber inspirasi.
Pembahasan
☻ Mimesis
Mimesis adalah suatu sikap meniru perilaku atau bentuk sesuatu. Menirukan
perilaku secara detail merupakan suatu hal yang sudah lama dilakukan oleh
orang Yunani dalam memperoleh keindahan. Menurut Tatarkiewicz hal
tersebut dapat dilihat dalam tarian yang mengaplikasikan dan yang
merupakan manifestasi dari ekspresi gerakan, suara, dan kata-kata. Konsep
menirukan perilaku atau penampilan sesuatu sampai sekarang masih dipakai.
Penyatuan seorang pengamat terhadap mimik yang terekspresi adalah
pembuktian yang kuat dari mimesis. Dalam kondisi ini, imitasi sebagai
ekspresi dari perasaan adalah kondisi yang dapat di terima, ketika tujuan-
tujuan arsitektur yang dimaksudkan membawa perasaan-perasaan terutama
secara emosional dan spritual.

Walaupun di anggap kontroversial, peniruan dan konsep-konsep yang


menyertainya, sangat penting dilakukan untuk bersikap dan
menyesuaikannya terhadap permasalahan yang di hadapi berangkat dari
sudut pandang yang telah di ambil dari literatur. Di beberapa kebudayaan
suatu kelompok masyarakat akan menunjuk satu orang individu yang
dijadikan sebagai panutan, untuk mengerjakan banyak hal termasuk
mengarahkan kepercayaan mereka. Beberapa budaya yang lain masyarakat
merasa nyaman ketika mereka menemukan tanda, simbol, dan bentuk-bentuk
yang familiar dan biasa dilingkungan kehidupan mereka.
Kelebihan dan Kekurangan
Di dunia arsitektur sudah menjadi hal yang sangat umum bahwa meniru tidak
akan menghasilkan suatu kreatifitas yang baik. Sikap meniru dan meminjam
konsep-konsep yang berangkat dari asal usul dalam studi-studi keindahan
maupun didalam berbagai pekerjaan-pekerjaan yang penting sudah menjadi
suatu yang kontroversial disepanjang sejarah arsitektur. Meskipun tidak ada
argumen dan konotasi yang begitu negatif dari mengkopi namun patut
disayangkan bahwa kasus plagiarisme, peniruan, meskipun telah secara umum
di pertimbangkan sebagai sesuatu yang tidak pantas namun sering kali juga di
gunakan. Dalam gerakan arsitektur moderen keindahan yang alamiah yang di
peroleh lewat meniru secara persis adalah suatu keindahan yang rendah. Yang
hanya akan memunculkan suatu keseimbangan yang jelek. Dalam berbagai
pandangan pemahaman tentang ”eclectic” dan ”asal-usul” dianggap sebagai
suatu usaha untuk mengalihkan perhatian terhadap peniruan tersebut.
Horatio Greenough’s berpendapat dalam buku bentuk dan fungsi yang di
tulisnya mengatakan bahwa telah terjadi mimesis dan rationalitas dalam
pengkopian image dan gaya zaman kuno. Tetapi pandangan Horatio ini
kemudian lebih banyak diklasifikasikan sebagai bagian dari teori keindahan
yang ortodok terhadap suatu subyek. Seperti juga keindahan, para arsitek
yang teraspirasi oleh hal tersebut menginginkan hasil dari rancangannya
menghasilkan suatu keindahan yang muncul dari dalam dan tidak dari sesuatu
yang tanpa sebab.

Oleh karena itu mungkin banyak yang sependapat bahwa keindahan yang
alamiah akan menimbulkan banyak dugaan atau persepsi. Teori kreatifitas
arsitektur seharusnya tidak memunculkan berbagai macam persepsi kreatifitas,
tidak perduli seberapa jeleknya kreatifitas tersebut dimulai. Seseorang yang
mungkin menemukan konsolidasi dalam perdebatan tentang keindahan dalam
tahun-tahun terakhir ini adalah Rudolf Arnheim. Sikapnya terhadap perdebatan
tersebut yaitu kita harus menerima kerja seni sebagai ekspresi dari permainan
kehidupan yang sehat. Bagi Arnheim ”permainan” (dalam seni) adalah aspek
peniruan yang menyenangkan dan dapat diterima dalam kehidupan. Dalam
elaborasi selanjutnya, Arnheim menyatakan bahwa konsep meminjam untuk
tujuan peniruan dalam seni adalah kondisi ketika ketegangan, getaran hati,
kegembiraan akan kemenangan diperoleh dari suatu pertempuran tanpa harus
menerima akibat, kejahatan, dan kesakitannya. Dalam sikap ini Arnheim
membuat perbedaan antara hal-hal yang semata-mata tampak/lahiriah/visual
sebagai lawan terhadap hasil akhir dari suatu karya. Meminjam rangsangan
penglihatan dan pola yang mudah tanpa menerima konsekuensinya adalah
sikap yang tidak bisa di terima
Menurut (Arnheim,1977) bangunan terdiri dari struktur-struktur yang saling
berhubungan antara penampilannya dan karakteristik fungsinya. Sehingga
fungsi yang sama seharusnya merefleksikan bentuknya, fungsi yang berbeda
untuk bentuk yang berbeda pula. Penampilan suatu bangunan seharusnya
menjadi yang utama dalam seluruh rancangan termasuk detailnya. Sebuah
motel atau rumah sakit jangan terlihat seperti kantor pemadam kebakaran atau
seperti perpustakaan umum. Menurut Arnheim simbol adalah ungkapan
sesuatu yang menggambarkan fungsi dasarnya.

Menurut (Geoffrey Broadbent,1973) rancangan tiga dimensi dapat di


gambarkan sebagai mimesis dari pragmatic, iconic, analogic, and canonic
berdasarkan bukti-bukti archeologis-nya. Pragmatis yang dimaksudkan oleh
Broadbent lebih cenderung kepada cara design yang trial dan erorr artinya
cara yang coba-coba dan kemudian ada yang berhasil maupun tidak berhasil.
Iconic adalah cara design yang cenderung untuk dapat mengontrol kondisi
iklim di luarnya terhadap bangunan-nya dan bahan bangunan yang digunakan-
pun cukup mampu untuk menahan perubahan atau iklim yang ada di luarnya;
menggambarkan bagaimana materialnya dicari, dimana ditemukan, bagaimana
membentuk meterial tersebut, bagaimana menyusunnya secara bersama-sama,
dan seterusnya. Sehingga menggambarkan suatu proses design yang formal.
Selain itu dalam membangunnya merupakan hasil pendapat dari setiap orang
yang terlibat, misalnya untuk menentukan rupa dari bangunan tersebut.
Analogic adalah cara design untuk membentuk suatu bangunan serupa
dengan suatu benda yang berada di sekitarnya seperti yang di lakukan
oleh Frank Llyod Wrigth untuk menganalogikan bunga lili dan jamur
sebagai struktur bangunan Johnson Wax company (1936) dan tangan
yang sedang berdoa untuk gedung Unitarian di Madison (1951), atau
Le corbusier untuk kapelnya di Ronchamp (1953). Canonic adalah
cara design yang terperangkap dalam aturan-aturan tertentu seperti
proporsi, geometric, modul, dan perhitungan yang matematis.
Keempat cara berfikir design seperti yang diusulkan oleh Broadbent
ini tersusun dalam urutan berdasarkan urutan waktu mulai dari cara
berfikir yang sederhana yaitu yang pragmatis sampai kepada yang
moderen yaitu yang canonis. (Gambar. 5,6)
Membayangkan Bebek, Mimesis Membayangkan orang sedang berdoa
atau sebuah kapal, Mimesis

Sumber : Bentuk, Kesan dan Peran 1982


Charles Jencks (1970) mengatakan bahwa arsitektur adalah suatu mimesis
yang mengungkapkan tanda (signs) yang dapat dilihat sebagai
signifier/signified secara semiotic. Penanda atau signifier adalah representasi
dari ide atau pikiran yang menandakan. Dalam bahasa, bunyi adalah penanda
(signifier) dan ide adalah yang menandakan (signified). Pada kenyataannya
dalam setiap tanda (termasuk arsitektur) kedua hal ini selalu muncul yang
disebut sebagai ”double artikulasi”. Artinya ada hal-hal yang menjadi pemicu
dari dalam dan ada hal-hal yang mengungkapkan pemicu tersebut.

Reyner Banham (1969) melihat suatu mimesis dalam arsitektur sebagai


gambaran Wampanoag yaitu mengambil cerita tentang kapal USS Wampanoag
sebagai ilustrasi untuk mengambarkan suatu usaha manusia mencapai kemajuan
teknologi meskipun harus berhadapan dengan berbagai kekejaman, serangan
yang terus-menerus terhadap ambisi, kepercayaan, kewajiban, tujuan-tujuan,
dan perasaan mereka.
☻ Literalitas
Interpretasi literal adalah suatu sikap menilai atau menginterpretasikan
sesuatu persis seperti bentuk asalnya. Interpretasi yang literal adalah
peniruan dengan referensi untuk gambaran yang spesifik kemudian
mengenerasikannya dengan konsep-konsep yang spesifik, ada beberapa
contoh yang terkenal karena dampak buruknya dimana bangunan yang
menyerupai sepatu boats, gajah, atau hotdog atau yang membawa berbagai
macam bentuk. Literalitas menurunkan kemampuan imajinasi, arsitek yang
melakukan interpretasi literal atau peniruan secara langsung akan memandang
rendah kemampuan kreatifitasnya untuk merasakan dan menciptakan konsep
yang lebih luas keluar dari intisari konsep-konsep bangunan yang telah
dibangun
Ada dua aspek literalitas yaitu aspek visual dan aspek pengertian. Menurut
Arnheim apa yang dilihat itu juga yang dilakukan. Dalam literalitas, apa yang
dilihat akan melampaui apa yang dimengerti. Bentuk visual adalah suatu
pernyataan yang diungkapkan dari pertanyaan apakah ini. Seperti bentuk-
bentuk yang ditinggalkan untuk penemuan atau sesuatu yang menstimulasi
pemikiran. Ide ini jangan di kacaukan dengan kesulitan banyak orang dalam
membaca atau memahami suatu gambar atau bentuk model-model arsitektural;
literalitas akan menimbulkan bahaya jika suatu bangunan sudah selesai
dibangun, karena akan menjadi bahan penilaian bagi banyak orang dan bahkan
dalam kasus ini akan ada orang yang merasa tidak suka dengan apa yang
dilihatnya pada bangunan tersebut, meskipun penilaian mereka akan merupakan
suatu penilaian yang subyektif terhadap efek negatif dari literalitas yang di
kerjakan melalui kemampuan bawah sadar seseorang.
Kelebihan dan Kekurangan

Literalitas membawa potensi negatif untuk memperbesar ketidakmampuan


perangsangan dan mengurangi daya imajinasi masyarakat. Untuk alasan inilah,
literalitas harus dihindari oleh para arsitek. Christian Norberg-schulz (1968)
mengatakan bahwa arsitektur adalah seperangkat peralatan yang praktis dan
suatu sistem-simbol. Dalam prosesnya bentuk-bentuk arsitektur harus
mencakup suatu konteks yang luas yang mengadoptasi lingkungannya secara
benar

Peniruan dan Literalitas dapat mengambil banyak bentuk tergantung stimulan


dasarnya. Imitasi atau peniruan yang berdasarkan preseden sejarahnya akan
cenderung menghasilkan historicisme dan electicisme. Imitasi atau peniruan
yang berdasarkan sifat alamiah akan menghasilkan romanticisme dan
seterusnya. Jika stimulan disebabkan oleh objek-objeknya atau bentuk-bentuk
dalam lingkungan maka akan menimbulkan suatu kesulitan terutama masalah
skala oleh karena itu proses interpretasi secara literal dilakukan dengan
mengkonversikan bentuk tersebut kedalam bentuk yang sebenarnya.
Interpretasi literal dan kreatifitas yang melalui mimik visualnya saja akan
sedikit di gunakan dalam perancangan. Alasannya ialah bahwa semua metoda
yang digunakan merupakan penggalian akan kemungkinan-kemungkinan secara
alamiah, ketika sisa pekerjaan perancangan tersebut selesai dan dikerjakan
oleh orang lain. Hal tersebut memungkinkan munculnya pembanding, yang
dikerjakan oleh orang lain tersebut atau bentuk-bentuk yang mungkin
terinspirasi, meskipun inspirasi tersebut dimulai dari penglihatan saja dan
beberapa referensi formal.

Hal ini tentunya tidak dapat diungkapkan sebagai perangkat yang mungkin dan
seorang dosen perancangan seharusnya tidak menggunakannya sebagai suatu
yang mungkin digunakan. Banyak arsitek telah terinspirasi oleh pandangan
visualnya terhadap alam, binatang dan susunan pohon-pohon, object-object
tertentu, dan lain sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan arsitek-arsitek
mengadakan perjalanan ke masa lampau, untuk mempelajari lanscape-nya dan
dari lingkungan yang exotic, maupun dari cara-cara yang lain atau lukisan-
lukisan.
interpretasi Literal

Toko Hot Dog Toko Donut

Sumber : Bentuk, Kesan dan Peran 1982


Interpretasi literal, orang sedang berbaring Bentuk yang menyerupai
Kapal untuk museum Viking, Literal

Sumber : Poetics of Architecture (1990)


Sumber : Robert Sowers, The dynamic of Architectural form 1977

. Bentuk yang menyerupai Reruntuhan, Literal Bentuk yang menyerupai lembaran Kertas, Liter

Sumber: Architecture and Critical Imagination (1978)


Membayangkan Bebek, Mimesis Membayangkan orang sedang berdoa
atau sebuah kapal, Mimesis

Sumber : Bentuk, Kesan dan Peran 1982


Bentuk yang menyerupai Kepala, Literal Bentuk yang menyerupai Kepala kolom
Yunani, Literal

Bentuk yang menyerupai Gajah, Literal

Sumber : Poetics of Architecture (1990)


Oleh karena itu interpretasi literal akan sangat bertentangan dengan cara
design abstrak espresionism yang diungkapkan oleh Robert Venturi (1977)
bahwa dasar dari seni optical adalah perpindahan penjajaran dan dualitas
yang rancu berhubungan dengan bentuk dan ekspresinya. Pelukis-pelukis pop
juga menggunakan kerancuan untuk membuat suatu isi yang paradoksial yang
juga bermaksud untuk menggali kemungkinan-kemungkinan persepsi
seseorang. Tetapi menurut David Jones (1959), perbedaan-perbedaan yang
di maksudkan tersebut haruslah dapat diterima.
☻ Literal mimesis
Merancang dengan cara berfikir literal mimesis adalah suatu proses
rancangan yang akan menghasilkan suatu pemahaman yang lebih dalam tentang
merancang, proses ini tidak sekedar menghasilkan tiruan saja tetapi juga akan
mengandung pengertian yang dalam tentang hasil karya rancangan tersebut,
karena proses adoptasi yang diambil tidak hanya peniruan yang baik tetapi
juga menyangkut interpratasi yang memberikan pemahaman kepada pengamat
suatu nilai keindahan yang lain dibandingkan benda yang ditiru.
. TWA Building Literal Mimesis TWA Building, Literal Mimesis

Sumber: Architecture and Critical Imagination (1978)

Motel yang menyerupai Kapal, Literal Mimesis

Sumber : Bentuk, Kesan dan Peran 1982

Sumber : Poetics of Architecture (1990)


Menurut Christopher Jones (1970), tujuan proses perancangan adalah
pembelajaran yang kolektif. Atau memahami sesuatu secara komprehensif
sejak dari awal sampai berakhirnya rancangan tersebut. Sehingga proses
literal mimesis harus dilakukan untuk memperoleh hasil yang baik dan tidak
meniru secara mutlak
Kesimpulan
• Merancang adalah proses berfikir seorang arsitek yang dapat berangkat
dari cara berfikir mimesis maupun dengan cara berfikir literal.

• Cara berfikir mimesis sudah lama dilakukan oleh bangsa Yunani dan cenderung
lebih rumit dalam pengertian dan pemahaman karena memerlukan suatu
kemampuan mendalam dari seorang arsitek untuk melakukan mimesis terhadap
ide rancangan yang sedang dikerjakannya, menampilkan gerakan dalam tarian
yang menyerupai seekor binatang akan memerlukan pemahaman mendalam
tentang binatang tersebut sebelumnya,

• Kelebihan cara menginterpretasikan sesuatu dengan prinsip mimesis akan


menghasilkan suatu keindahan yang unik dan sangat berbeda dibandingkan
keindahan yang dipancarkan oleh benda asalnya.

• Sedangkan interpretasi literal cenderung melihat aspek bentuk visualnya dan


pengertiannya saja sehingga cenderung naif dalam hasil rancangannya. Tidak
perlu rumit karena meniru secara langsung lebih mudah dan cepat tidak perlu
interpretasi yang mendalam misalnya hotel dibuat seperti kapal. Tidak perduli
akan kelemahan yang akan muncul setelah bangunan tersebut di bangun,
apakah orang-orang yang melihatnya akan senang atau tidak, apakah nantinya
bangunan tersebut akan tahan lama atau tidak, yang penting bangunan
tersebut sudah di bangun
Daftar Pustaka :

• Anthony C Antoniades (1990). Poetics of Architecture: theory of design.


New York. VNR. P.171- p.181.
• Charles Jencks (1995). The Architecture of the Jumping universe: a polemic:
how complexity science is changing architecture and culture . London.
Academic editions.
• Charles Jencks; George Baird (1969). Meaning in Architecture. Barrie &
Jenkins. London.
• Christian Norberg-Schulz (1965). Intentions in Architecture. The MIT Press.
MIT Cambrige, Massachusetts.
• Geoffrey Broadbent. (1973). Design in Architecture: Architecture and the
human science. New York: John Wiley & Sons.
• John Chris Jones (1992). Design Methods. VNR, New York.
• Robert Ventury. (1977). Complexity and Contradiction in Architecture. The
Museum of modern art papers on architecture. New York.
• Rudolf Arnheim (1977). The Dynamics of Architectural Form . University of
California Press. Berkeley.
• Wayne Attoe (1978). Architecture and Critical Imagination. New York. John
Wiley & Sons.
• Yi-Fu Tuan (1977). Space and Place, the perspective of experience.
Mineapolis. University of Minessota Press.

Anda mungkin juga menyukai