Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN EKLEKTISME
Eklektik : memilih yang baik dari yang sudah ada sebelumnya. Arsitektur Eklektik :
aliran memilih , memadukan unsur-unsur atau gaya dalam bentuk tersendiri. Eclectismus :
suatu semangat menjiplak serba campur aduk dari semua unsur yang kebetulan disukai, tanpa
refleksi, tanpa prinsip tata atur
Eclectic atau eklektik berasal dari bahasa Yunani = “eklegein”, artinya memilih sesuatu
(sumber : furuhitho.staff.gunadarma.ac.id ) Arsitektur eklektik merupakan hasil karya arsitektur
yang mempergunakan metode merancang secara eklektik,dimana eklektisme merupakan
sebuah pergerakan arsitektur dengan metode meggabungkan atau mengkombinasikan
berbagai aspek ide maupun teori yang ditunjukkan untuk membuat arsitektur terbaik dengan
kombinasi yang ada.Konsep yang diambil berupa gothic,kolom romawi,dan puncak gothic
(sumber : prezzi.com/arsitektur-eklektik)

B.FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA EKLEKTISME


1 Masyarakat sedang cenderung mengalami kejayaan, ratio ekonomi dan imperialisme
kaum menengah, yang disebut sebagai kaum borjuis.
2 Adanya mental penjiplak yang menimbulkan dualisme yang tragis bila mengingat
bahwa manusia barat kreatif. Dualisme mempengaruhi terhambatnya cipta karya
arsitektur, karena kreatifitas dengan pendekatan alam dan teknologi.
3 Kondisi ketidak nyamanan ini pada pergantian abad XIX -XX mencari format dan
gerakan gaya yang disebut art noveau .
4 Tugas arsitek terlanjur disempitkan menjadi ahli dekorasi, akhirnya karya-karya
arsitektur menjadi tidak berkembang dan monoton
C. CIRI - CIRI ARSITEKTUR EKLEKTIK

1. Pengulangan bentuk- bentuk lama


2. Memadukan unsur - unsur dalam bentuk sendiri, dan dikembangkan menjadi bentuk baru
D. SEJARAH ARSITEKTUR EKLEKTISME
Charles Jenck dalam tulisannya yang berjudul Toward Radical Ecleticism yang
merupakan sebuah essay yang termasuk kedalam pada The First International Exhibition of
Arhitecture yang diselenggarakan pada tahun 1980 di Venice Biennale. Pada dasarnya apa
yang menjadi inti yang utama dari Radical Eclecticism adalah memperlihatkan loncatan waktu
dalam pandangan semiotik tentang bentuk yang monolit/tunggal pada masa lalu yaitu dalam
pandangan Modern dan Neo Gothik. Radical Ecleticism ini memiliki pendekatan Style dan
Meaning yang bersifat relatif, yang terkait dengan konteks dan kultur yang akan didisain, dan
hal ini memerlukan suatu perubahan terhadap style dan meaning.
Dua ide yang berada di belakang hal diatas adalah plenitude (kemewahan) dan
pluralisme (jamak), dan ide tersebut memberikan pilihan, orang orang lebih menyukai untuk
memiliki beberapa variasi dari Experience, yang merupakan sebuah proses sejarah dan
plenitude values yang mencerminkan kekayaan. Dalam hal ini dijelaskan bahwa apa yang
menjadi content (isi) adalah bukan Space Age atau Energy Problem, bukan Machine Age atau
High Technology tetapi variasi dari Cultural Experience, Pluralitas dari tingkatan fisik, sosial dan
meta fisika yang memungkinkan terhadap manusia. Jenck mengibaratkan untuk sebuah
museum kita telah memiliki Museum City, untuk sebuah makna tunggal dalam sejarah kita
memiliki semua hal yang mencakup sejarah dan untuk arsitektur dia berharap akan sebuah
Eclectic yang bersifat radikal. Radical Eclecticism seharusnya dapat merupakan sebagai dasar
persyaratan dari fungsi, petunjuk-petunjuk dari Place dan Desire terhadap simbolisme,
merupakan sebuah respon dari User’s taste, dan sifat radikalnya memperpanjang dan
menantang untuk memunculkan New Meaning (makna baru).
Dalam tulisannya ini Jenck secara tak langsung menghadirkan Arsitektur Post Modern
yang memiliki tendensi untuk berusaha melahirkan sebuah New Architecture. Tidak lepas dari
apa yang dinyatakan Jenck dalam Radical Eclecticism dimana eclectic adalah berperanan
besar dalam arsitektur Post Modern, dan merupakan sebuah refleksi dari historicism.
Dalam bukunya The Language of Post Modern Architecture, Jenck dengan jelas
menyatakan bahwa eclecticism memiliki suatu jelajah yang sangat luas melalui pernyatannya:
the charge is that eclecticism is a kind of weak compromise, a mish mash where second rate
thingkers can take refuge in a welter of confusing antinomies. They combine contradictory
material in the hope of avoiding a different choice, or seeing through a problem to a creative
conclusion. Dan dengan pernyataannya juga yang menyatakan bahwa eclecticism is the natural
evolution of a culture with choice. Dia juga membedakan antara eclictic yang bersifat radikal
seperti yang dijelaskan diatas dengan yang bersifat tradisional. Dimana Traditional Eclecticism
is selects the right styles or sub system, where it is appropriate, dan Radical Eclecticism mixes
these elements within one building.
Para arsitek seperti Charles Jenck, Robert Venturi, Charles Moore dan lainnya yang
termasuk kedalam penggagas Post Modernisme melihat Eclecticism sebagai sesuatu yang
positif di dalam mengatasi problematika terhadap style yang terjadi pada masa-masa arsitektur
Modern berkuasa, dimana fungsi merupakan hal yang lebih diutamakan, dan menyatakan
bahwa ornamen tersebut adalah sesuatu yang kriminal. Pada masa arsitektur modern berperan
dalam perancangan arsitektur, kejenuhan arsitek terhadap gaya-gaya
arsitektur yang steril, bersih dan tanpa ornamen, sehingga membangkitkan semangat dari
Robert Venturi, Charles Jenck, untuk kembali menengok kembali pada hal-hal yang berbau
sejarah. Dan Philip Johnson mendobrak kejenuhan tersebut dengan menghadirkan gedung
rancangannya AT & T, yang menghadirkan arsitektur kembali pada pentingnya ornamen
sebagai suatu ungkapan perasaan. Hal ini menyodorkan suatu alternatif yang perlu
dipertimbangkan untuk tidak menolak suatu ornamentasi pada bangunan, sekaligus
meruntuhkan slogan bahwa ornamen adalah kriminal yang dicetuskan oleh Adolf Loos. Dan
melalui karyanya ini Johnson dengan sadar menyebutnya sebagai suatu eclecticism, seperti
pernyatannya dalam tulisannya pada The History of Post Modern Architecture:eclecticism is “a
good taste”. Good taste is is a part and parcel of seriousness and monumentality, as are
tastefully chosen materials and the careful, tastefull detailing.
Dalam buku Complexity and contradiction in Architecture, Robert Venturi menyatakan:
“Iwelcome the problems and exploit the uncertainties. By embracing contradiction as well as
complexity, I aim for vitality as well as validity”. I like elements which are hybrid rather than
‘pure’, compromising rather than ‘clean’, distorted rather than straightforward’, ambigous rather
than ‘articulated’, perverse as well as;impersonal’, boring as well as ‘interesting’, conventional
rather than ‘design’, accommodating rather than ‘excluding’...... redundant rather than ‘simple’,
inconsistent and equivocal rather than ‘direct and clear’,vestigial as well as ‘innovating’. .....’I am
for richness of meaning rather than clarity of meaning.... A valid architecture evokes many levels
of meaning....its elements become
readable and workable in several ways at once’.
Menurutnya dalam hal ini Venturi seperti layaknya semua original architect, mengajak
dan membuat kita untuk melihat masa lalu kembali dalam perspektifnya. Dan sebagai seorang
arsitek dia menuntun kita tidak melalui kebiasaannya namun melalui suatu kesadaran terhadap
masa lalu dari hal-hal yang bisa/ dapat dijadikan contoh, dan fokus utamanya adalah
memperbandingkan sejarah dengan bagianbagian dari tradisi yang masih relevan dan berlanjut
hingga kini. Dimana tradisi adalah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam arti yang
sangat luas. Sedangkan tradisi merupakan sesuatu yang terkait dengan timeless and temporal,
yaitu hal-hal yang tetap dan halhal yang mengalami perubahan. Dengan mengambil beberapa
pernyataan maupun konsep dari arsitek terkenal sebagai bahan analisanya, mulai dari
pernyataan Wright: ‘Truths againts the World’, Corbusier
sebagai co

founder d
ari Purism berkata tentang ‘great primary forms, distinct and without ambiquity’. Dan pada
dasarnya para arsitek modern menjauhi ambiguitas, hingga timbul paradoks dari Rohe yaitu
“less is more”. Dan dengan pernyataannya diatas tersebut sekaligus meruntuhkan prinsipprinsip
yang dipegang oleh arsitektur modern, sehingga muncul slogan “less is bore”.
Karena itu Eclecticsm pada akhir abad20 adalah merupakan penggabungan Mimesis pada
abad ke – 19 dengan Semiotic pada abad ke20 serta Pluralisme dalam komunikasi masa, dan
menjadi sebuah pengembangan Pluralitas dari Culture. Dan hal ini selanjutnya terus
berkembang dari Dogmatic functionalism pada gerakan modern hingga Liberal Eclecticism pada
Post Modernism. Eclecticism tidak hanya berkepentingan terhadap perkembangan dari bentuk,
tapi merupakan Language of Freedom, dimana slogan yang muncul pada abad ke -
19:Architecture Begins Where Function Ends, semakin menunjukkan semakin runtuhnya
Modernism.
Dan saat ini Pluralitas tidak bisa dihindarkan dalam arsitektur baik itu pada bentuk yang
menggabungkan elemen elemen yang bersifat rasional (dalam struktur); Elemen elemen
fungsionalitas (dalam tujuan/Purpose; elemen dari simbol dan Metafora (melalui ornamen
Semiotic baik Intrinsik maupun ektrinsik); elemen elemen memori (melalui asosiasi); elemen
elemen yang kontekstual (melalui Enfironmental Planning). Dan dapat kita lihat gerakan Modern
telah mati. Dan arsitektur yang baik tidak hanya terikaat dari satu faktor saja tapi merupakan
sintesa dari beberapa faktor yaitu Associational Factors, Techtonic Factors, Purposive Factors,
Moral Factors, Evolutionary Factors dan Aesthetic Factors.
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa kelahiran dari post modernisme tidak lepas dari
adanya pemikiran terhadap percampuran gayagaya arsitektur. Eclecticism sebagai suatu
pemahaman pencampuran gaya, bentuk, ornamen dalam arsitektur dipandang sebagai suatu
hal yang positif, sebagai sebuah pola pikir yang justru dapat mengatasi masalah yang
ditimbulkan oleh pergeseran masa yang mempengaruhi pergeseran gaya itu sendiri.
BAB II
ISI

A .EKLETISME DI INDONESIA
Bersamaan dengan datangnya orang-orang belanda dan penerapan politik colonial
maka budaya modern termasuk arsitektur mulai berkembang di Indonesia . pada abad XVIII
diamana kedudukan Belanda di Indonesia dapat dikatakan sudah mantap, pembangunan
gedung-gedung maih cenderung berciri Eropa, sedikit atau tanpa memasukkan unsur budaya
setempat dan aspek tropis. Arsitektur modern di Indonesia pada abad XIX juga di warnai oleh
kebangkitan kembali gaya klasik. Dalam masa ini arsitektur neo-klasik dan eklektisme banyak
diterapkan terutama untuk bangunan penting bagi orang-orang Belanda seperti misalnya
gereja.

1. De Kathedraal te Batavia (1891-1901)

De Kathedraal te Batavia merupakan gereja terbesar pada masa itu hingga saat ini
masih merupakan salah satu yang terindah dan termegah di Indonesia. Pada mula nya gereja
ini di rancang oleh A Dijkmans S.J. yang merupakan seorang pastor sekaligus seorang Arsitek.
Karena Dijkmans sakit dan kembali ke Belanda maka pembangunannya di lanjutkan oleh M.J
Hulswit dan Biro arsitek terkenal di Belanda yaitu Fermon dan Cuypers. Hulswit adalah salah
seorang arsitek Belanda pertama yang merancang bangunan di Indonesia. Eklektisme dalam
rancangan gereja yang karena funsi dan lokasinya saat ini disebut Gereja Katedral Jakarya,
mengambil sepenuhnya sebuah gaya arsitektur klasik abad pertengahan (VII – XVI) yaitu
Gotik.

LETAK PADA PETA


1.DENAH
Denah gereja ini berbentuk silang,
simetris dengan nave atau ruang umat di
tengah dan nave arcade atau ruang pada
kiri dan kanan nave.

Pintu utama bergaya Gotik Inggris awal berupa pelengkung majemuk, runcing diatas
dan kolom-kolom kecil silindris. Yang berbeda dengan lazimnya pintu Gotik, disini pada sumbu
tengah terdapat kolom yang membagu pintu menjadi dua dan di depan atasnya diletakkaan
patung maria.

2.EKSTERIOR
Di atas pintu utama terdapat rose window yaitu jendela berbentuk lingkaran dengan
elemen-elemen radial yang juga dari arsitektur gotik. Setelah melalui pintu utama pengunjung
masuk kedalam ruang peralihan di kiri-kanannya terdapat tangga untuk naik ke balkon.

Kedua tangga tersebut letaknya di bawah menara tinggi ujung atasnya masing-masing
dihias oleh menara runcing penuh ornament dari baja, merupakan modernisasi dari Gotik karena
semacam ini biasa nya yang asli dari konstuksi batu. Demikian pula dinding-dinding menara
dihias dnegan alur-alur, jendela Gotik semuanya meruncing seperti lazimnya arsitektur gotik. Di
atas nave arcade dan ruang peralihan dariluar ke dalam terdapat balkon pada sisi kana dan kiri
terdapat masing-masing dua ruang pangakuan dosa, berdenah bagian dari lingkaran.

3.INTERIOR
Perbedaan yang prinsip antara Katedral Lapangan Banteng dengan katedral klasik
lazimnya di eropa adalah letak choir (koor dan musik). Di Eropa choir biasanya berada
pada sekitar altar di bagian depan, sedangkan Gereja Katedral koor dan musik
diletkkan di balkon belakang. Hal ini kemudian menjadi ciri khas gereja Indonesia dan
membedakannya dengan gereja di Eropa. Pada ruang dalam seperti halnya di luar
selain kolom-kolom silindris dari arsitektur Romawi, penuh hiasan seperti bagian luar,
sebagian besar berupa molding atau alur-alur terutama ke arah vertikal.

Jendela-jendela dan dinding ruang dalam juga bergaya Gotik awal Inggris seperti
pintu masuk utama. Penutup atau atap Katedral menggunakan sistem vault
construction yaitu kerangka pelengkung-pelrngkung silang runcing diatas, merupakan
ciri khas dari Gotik yang serasi dengan bentuk jendela dan ornamen lainnya.
4. MATERIAL
Ada hal yang unik dalamkonstruksi dinding Katedral, untuk mendapatkan bentuk
seperti batu alam seperti pada Arsitektur Klasik, dibuat dari bata dan di beri alur-alur
sedemikian rupa sehingga menyerupai susunan batu alam. Hal ini dilaksanakan
karena tidak mudah untuk mendapatkan batu alam terutama yang besar.

B. EKLETISME DI JERMAN

1.Mausoleum untuk Queen Louise (1810)


Bangunan ini berdiri bebas eksternal sebagai monumen yang melampirkan ruang
pemakaman yang dirancang Schloss Charlottenburg & Karl Friedrich Schinkel pada
tahun 1810. Pada kematian istrinya, Ratu Louise, Frederick William II yang putus asa
memutuskan untuk membangun sebuah makam di tanah Istana Charlottenburg, yang
dikemudian diperbesar untuk anggota keluarga Hohenzollern lainnya.
A.Eksterior
Berlanggam arsitektur yang berbentuk kuil Yunani dari order Dorik, dalam hal ini
terdapat pedimen (konstruksi segi tiga disangga oleh kolom-kolom) ganda yang satu
diatas lainnya.

B.Interior
Berlanggam arsitektur Romanesqu terlihat pada pelengkung jendela, pintu dan
ornament.

2.Altes Museum, Berlin


Altes museum adalah sebuah bangunan museum di Museum Island di Berlin,
Jerman yang dirancang oleh Kalr Friedrich Schinkel pada tahun 1823 dan 1830,
bangunan ini merupakan salah satu karya paling penting dari arsitektur Neoklasik.
Dengan eksteriornya yang tertata jelas dan struktur interior yang dirancang dengan
presisi yang tepat dalam gaya Yunani kuno, Schinkel mengejar ide Humboldt untuk
membuka meseum sebagai lembaga pendidikan untuk umum. Atles Museum
ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1999.

A.Interior
Bangunan tengah berbentuk rotund (lingkaran) dengan kolom seperti partenon(kuil
Yunani.

B.Eksterior
Unsur Yunani terutama kolom ionic

Denah yang sederhana simetris dengan sisi-sisi segi empat tanpa penonjolan.
C. Eklektisme Di Italia

1. Munomen Victor Emanuel


Monumen Victor Emanuel yang juga dikenal sebagai The Altare della Patria
sebagai monumen nasional untuk menghormati Victor Emanuel, raja pertama
yang bersatu Italia. Bangunan ini dirancang oleh Guiseppe Sacconi pada tahun
1885 dan diresmikan pada tahun 1911 di Roma, Italia.

A.Eksterior

Bangunan sangat simetris pada titik sentral terdapat patung Emmanuel.

(sumber :

 Unit pelengkung ini terdiri dari deretan kolom Corinthian dari Yunani Hellenic.
Kolom itu mendukung sebuah attic penuh ornament.
 Latar belakang dinding melengkung.

 Pada deretan kolom sebagai akhiran terdapat pavilion atau unit yang
menonjol pada sisi kiri kanan juga penuh dengan patung dan relief.

Anda mungkin juga menyukai