Anda di halaman 1dari 3

PENDIDIKAN KEBENCANAAN

Alya Humaida Avy


Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang
Email: alyahumaida18@students.unnes.ac.id
ABSTRAK
Bencana akan terjadi kapanpun dan dimanapun kita berada. Tidak semua wilayah memiliki alat
peringatan dini terhadap bencana sehingga kepanikan masyarakat terhadap bencana akan
menjadikan masalah yang sangat serius dan harus diberikan solusi. Tujuan tulisan ini adalah
menekankan pentingnya pendidikan kebencanaan kepada masyarakat agar masyarakat dapat
mengambil tindakan yang benar ketika terjadi bencana.Pendidikan kebencanaan memerlukan
penanganan komprehensif agar tujuan utama penaggulangan bencana tercapai tanpa
mengesampingkan tujuan pokok pembelajaran. Pendidikan kebencanaan menjadi kewajiban
dan harus dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga
pendidikan tinggi. Pembelajaran memberikan bekal memadai bagi siswa untuk menghadapi
masa depan dengan beragam tantangan, termasuk persoalan kebencanaan. Dengan demikian
diharapkan dengan penguasaan pengetahuan sikap dan keterampilan mengenai kebencanaan
karakter siapsiaga bencana menjadi semakin kuat tertanam dalam diri setiap siswa dalam
menghadapi bencana.

PENDAHULUAN
Secara geografis Indonesia terletak di (Mustofa & Handini, 2020). Berbagai
antara dua jalur pegunungan api aktif dunia, bencana di Indonesia sebagian besar terkait
yaitu sirkum pasifik dan sirkum secara langsung dengan proses geologi
mediterania. Kondisi ini dapat memicu (geological seperti gempa bumi dan
terjadinya bencana letusan gunung api. vulkanisme, proses hidro-meteorologi
Secara tektonis Indonesia juga merupakan (hydrometeorological) seperti kekeringan,
Negara yang berada di atas tiga lempeng kebakaran, longsor, abrasi, erosi, angin
tektonik aktif, yaitu lempeng Eurasia, Indo- topan, banjir, dan lain-lain. Dilihat dari
Australia, dan Pasifik. Kondisi ini dapat letak dan kondisi fisik, Indonesia
memicu terjadinya bencana gempabumi, merupakan negara yang memiliki resiko
tsunami dan tanah longsor. Selain itu tinggi bagi terjadinya bencana karena
indonesia juga menjadi langganan berbagai secara geologis terletak pada pertemuan.
jenis bencana hidrometeorologis seperti Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan
bencana angina putting beliung, banjir, Lempeng Pasifik. Semua itu membentuk
tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan rangkaian pegunungan Sirkum Mediterania
dan lainnya . Tidak heran juga Indonesia dan Sirkum Pasifik, yang bertemu di
juga terkenal sebagai Negara dengan Indonesia, tepatnya di Laut Banda, Maluku.
kerawanan bencana yang cukup tinggi. Secara geografis, Indonesia merupakan
negara kepulauan, dengan bentuk topografi walaupun manusia dengan segala
yang bervariasi. (Desfandi, 2014). pengetahuannya berusaha untuk membaca
fenomena alam tersebut (Emosda, Lela, &
Pendidikan kebencanaan memerlukan
Fadzlul, 2014). Upaya pengurangan risiko
penanganan komprehensif agar tujuan
bencana dilakukan dengan pertimbangan
utama penaggulangan bencana tercapai
beberapa aspek, seperti aspek keberlanjutan
tanpa mengesampingkan tujuan pokok
dan partisipasi dari semua elemen
pembelajaran. Pendidikan kebencanaan
masyarakat yang ada. Pada kelompok usia
menjadi kewajiban dan harus dilaksanakan
anak, dampak bencana dipandang lebih
dalam penyelenggaraan pendidikan mulai
mengkhawatirkan, sehingga dalam
dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007
Pembelajaran memberikan bekal memadai
tentang Penanggulangan Bencana, anak-
bagi siswa untuk menghadapi masa depan
anak dikelompokkan dalam kategori rentan.
dengan beragam tantangan, termasuk
Hal tersebut memiliki arti bahwa anak-anak
persoalan kebencanaan. Dengan demikian
memerlukan upaya khusus mengenai
diharapkan dengan penguasaan
pemahaman mitigasi bencana. Anak-anak
pengetahuan sikap dan keterampilan
merupakan salah satu kelompok yang
mengenai kebencanaan karakter siapsiaga
paling rentan berisiko terkena dampak
bencana menjadi semakin kuat tertanam
bencana (PP No 21, 2008). Kerentanan
dalam diri setiap siswa dalam menghadapi
anak-anak terhadap bencana dipicu oleh
bencana. Masyarakat menjadi objek utama
faktor keterbatasan pemahaman tentang
saat terjadi bencana, seharusnya
risiko-risiko di sekeliling mereka, yang
masyarakat mempunyai kemampuan untuk
berakibat tidak adanya kesiapsiagaan dalam
mengetahui kerentanan yang ada, sehingga
menghadapi bencana. Berdasarkan data
dapat menjadi pelaku (subjek) utama dalam
kejadian bencana di beberapa daerah,
usaha-usaha pengurangan risiko bencana,
banyak korban akibat bencana pada anak
sehingga kerugian dapat diminimalisir. Hal
usia sekolah, baik di jam sekolah maupun
itu hanya dapat terjadi jika masyarakat
di luar jam sekolah. Hal ini menunjukkan
mempunyai perencanaan untuk
bahwa pentingnya pengetahuan tentang
mengurangi risiko bencana dan mempunyai
bencana dan pengurangan risiko bencana
pengetahuan serta mengerti tentang apa
sejak dini untuk memberikan pemahaman
yang seharusnya dilakukan pada saat
dan pengarahan langkah-langkah yang
bencana belum terjadi (prabencana), pada
harus dilakukan saat terjadi suatu ancaman
saat tanggap darurat, dan pada saat pasca
yang ada di sekitarnya untuk mengurangi
bencana. Pentingnya peningkatan
risiko bencana (Pahleviannur, 2019).
pemahaman dan ketahanan terhadap
bencana itu harus ditanamkan kepada B. PEMBAHASAN
masyarakat sekitar, terutama anak di usia
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
dini yang masih belum mengerti tentang
peristiwa yang mengancam dan
hal-hal apa yang harus mereka lakukan saat
mengganggu kehidupan dan penghidupan
peristiwa bencana tidak terduga terjadi.
masyarakat, yang disebabkan baik oleh
Bencana alam merupakan fenomena alam faktor alam dan/atau faktor nonalam,
yang tidak seorang manusiapun mampu maupun faktor manusia, sehingga
memperkirakan kapan terjadinya, mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Pengertian bencana ini menunjukkan
bahwa tinggi rendahnya risiko dampak
bencana bergantung pada kerentanan setiap
komponen yang terkena dampak. Hal ini
seperti yang diungkap Hyogo Framework
for Action 2005-2015, bahwa risiko
bencana akan menignkat dengan adanya
kerentanan fisik, sosial ekonomi dan
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai