Anda di halaman 1dari 8

AKHLAK SEBAGAI PONDASI BANGUNAN SOSIAL

A. Pendahuluan
Dalam pandangan islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa
seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab
keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata sehari-hari.
Akhlak yg baik adalah bagian dari tujuan utama dalam syariat Islam. Nabi bersabda
“sesungguhnya aku diutus hanya semata2 menyempurnakan akhlak yang mulia”. Sehingga
sangat penting untuk diperhatikan bagaimana membangun karakter akhlak yg mulia.

B. Pengertian Etika, Moral,dan Akhluk


Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang
menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral,
maka etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat lokal atau
khusus dan etika bersifat umum.
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu
dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat
istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan.
Akhlak berasal dari kata “khuluq” yang artinya perang atau tabiat. Dan dalam kamus
besar bahasa Indonesia, kata akhlak di artikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dapat di
definisikan bahwa akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan
mudah, spontan tanpa di pikirkan dan di renungkan lagi. Dengan demikian akhlak pada
dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam
tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama,
maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah (akhlak mahmudah).
Misalnya kecenderungan hati senang berlaku jujur, senang berlaku adil, senang rendah hati,
pemurah, santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila perbuatan spontan itu buruk maka
disebut akhlak yang buruk atau akhlakul mazmumah. Misalnya cenderung senang kikir,
zalim, dengki, iri hati, dusta dan sebagainya. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada
sumber nilai, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul.
Kadang-kadang seseorang itu berakhlak buruk tapi perbuatannya baik, yaitu orang-
orang yang memiliki kepentingan dan tujuan jahat terhadap orang lain dengan cara bersikap
baik untuk mengelabuhi.

C. Perbedaan antara akhlak, moral dan etika


Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan
atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat
istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap
suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu.

Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan
cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan
dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata
sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :“ Aku
hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah
akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila
aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata
lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan
berdasarkan aqidah.

D. Etika Kepada Allah, Sesama Manusia, Dan Lingkungan.

a. Etika kepada Allah

1) Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya


sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan
terhadap perintah Allah.
2) Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik
diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan
ketenangan dan ketentraman hati.

3) Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti
ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan
manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu.
Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus
kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas
hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang
tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai
manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak
disukai Allah.

Seseorang yang berdoa kepada Allah berarti dalam hatinya ada perasaan butuh
kepada Allah atau masih punya perasaan fakir Secara bahasa fakir adalah membutuhkan
atau memerlukan. Fakir juga dapat dikatakan sebagai kekurangan harta dalam menjalani
hidup di dunia. Sedangkan dalam istilah sufi, fakir adalah seseorang yang telah mencapai
akhir lorong spiritual. Karena pada hakekatnya, manusia adalah makhluk yang diciptakan
dalam keadaan lemah. Sehingga tidak bisa lepas dari dzat yang mengatur dan
menentukan kehidupan. Kemampuan yang dimiliki oleh makhluk yang lemah pada
hakekatnya adalah titipan dari dzat yang maha sempurna. Sehingga harapan kita dalam
hidup bukanlah mampu untuk menjalankan sesuatu, namun berharap untuk dititipi oleh
dzat yang mengatur kehidupan atas sesuatu yang kita harapkan. Akhir dari lorong
spiritual adalah kekuatan tawakkal terhadap Allah yang mengatur kehidupan.
Fakir merupakan sikap yang penting yang harus dimiliki oleh orang yang berjalan
menuju Allah SWT. Perasaan fakir yang dimiliki oleh seseorang akan bisa
menghilangkan sifat kesombongan yang menjadi penghalang dalam melangkah untuk
mencapai kedekatan dengan Allah.
Al-Ghozali mengatakan bahwa fakir dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Fakir secara umum, yaitu hajat manusia kepada yang menciptakan dan
yang menjaga eksistensinya. Fakir dalam kategori ini adalah fakir seorang hamba
kepada Tuhannya. Sikap seperti ini hukumnya wajib karena merupakan sebagian
dari iman sebagai buah dari ma’rifat.
Seseorang semakin mengenal Allah akan semakin merasa dirinya lemah. Perasaan
lemah inilah yang menjadikan seseorang butuh kepada Allah. Butuh terhadap Allah
tersebut adalah yang dimaksud dengan miskin. Semakin besar perasaan miskinnya
akan semakin besar rasa ketergantungan dan kebutuhannya kepada Allah.
2. Fakir muqoyyad (terbatas), yaitu kepentingan yang menyangkut kehidupan
manusia, seperti butuh uang yang belum dimiliki untuk kepentingan kebutuhan
kehidupan duniawi. Atau dengan kata lain kepentingan manusia yang dapat
dipenuhi oleh selain Allah.
Perasaan atau keyakinan adanya sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan selain
Allah bisa dikelompokkan menjadi beberapa bagian;
i. Butuh terhadap sesuatu yang dititipi Allah kekuatan dan bisa dibuktikan
semua orang dalam kehidupan. misalnya butuh api untuk membakar sesuatu.
Hal tersebut wajar dan tidak bertentangan syariat dalam melaksanakan
ikhtiyar
ii. Butuh terhadap sesuatu yang dititipi Allah kekuatan yang hanya bisa
diketahui oleh sebagian orang lewat ijtihad kemampuannya (tidak sampai
pada keyakinan pasti bisa). Misalnya butuh obat untuk kesembuhan sakitnya.
Obat tersebut kemungkinan bisa menyembuhkan dan juga kemungkinan
tidak bisa. Hal ini boleh dilakukan ikhtiyar dengan bantuan orang yang
memiliki keahlian, yaitu seorang dokter, dan juga boleh untuk bertawakkal
dan berserah diri kepada Allah.
iii. Butuh terhadap sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan yang
diharapkan. Misalnya butuh uang untuk mendapatkan kebahagiaan. Hal ini
yang dicela dalam kalangan orang yang menjalani kehidupan tasawuf
4) Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil
pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.

Adapun tawakkal menurut Al-Ghazali tawakkal terbagi dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Tawakkal atau menyerahkan diri kepada Allah, ibarat seseorang menyerahkan
perkaranya kepada pengacara yang sepenuhnya dipercayakan menanganinya
untuk memenangkannya.
Meskipun perkaranya telah diserahkan kepada pengacara, namun masih berperan
dalam proses persidangan, masih bisa menyampaikan keluhan dan keinginan
kepada pengacaranya. Bahkan kadang-kadang maunya bisa menyetir dan
mengatur pengacaranya dengan memanipulasi data atau informasi.
2. Tawakkal atau menyerahkan diri kepada Allah, ibarat bayi menyerahkan diri
kepada ibunya.
Tawakkal yang ini setingkat lebih tinggi dari yang pertama. Meskipun bayi tidak
punya daya untuk mengatur dan menentukan sikap yang diambil oleh orang
tuanya, namun bayi masih menyampaikan sinyal kebutuhan yang dibutuhkan,
misalnya dengan menangis, selanjutnya orang tua memilihkan apa yang patut
baginya.
3. Drajat tawakkal tertinggi, yaitu tawakkal atau menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah ibarat jenazah di tengah petugas yang memandikannya.
Tawakkal yang ini adalah tingkat tertinggi. Ketika seseorang mempercayakan
sepenuhnya kebutuhan hidupnya kepada Allah tanpa menyampaikan sesuatu
dan menyakini atas kebijakan dan keputusan Allah yang membawa kebaikan,
seperti layaknya mayat yang berada ditangan petugas, tidak menyampaikan
apapun masukan terhadap petugas tersebut, adalah tawakkal yang tertinggi,
dengan ketentuan hati ikhlas dan rela dengan keputusan Allah.
5) Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya
rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau
hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah.

b. Etika kepada sesama manusia

a) Etika kepada diri sendiri

1. Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.

2. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah,
sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan
memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.

3. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang
tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa,
menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak
menyenangkan orang lain

b) Etika kepada ibu bapak

Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan
ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-
bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk
terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah,
meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi
berusaha.

Pesan Allah dalam al qur’an agar berbuat baik dengan kedua orang tua.
Bahkan nabi pernah melarang salah satu sahabat ikut berperang karena untuk
menemani orang tuanya. Ridho Alloh ada pada ridhonya kedua orang tua

c) Etika kepada keluarga

Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara


anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komuniksai.

Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan
oleh seluruh anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi
orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian
sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua pada anak oleh karena itu kasih sayang
harus menjadi muatan utama dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga.

Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban,


dan keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara
mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi
betul-betul menjadi tempat tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surga
bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam
keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan
bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya.

Dalam sabda nabi disampaikan “tidak termasuk golonganku orang yang tidak
sayang terhadap yang kecil (lebih muda/lemah) dan tidak menghormati terhadap
yang besar (lebih tua)

c. Etika kepada lingkungan

Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia
tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup. Untuk itu manusia memiliki kewajiban
untuk menjaga dan melestarikan alam semesta, bukan merusaknya. Meskipun Allah
menciptakan alam ini untuk manusia bukan berarti boleh dimanfaatkan dengan semena-
mena, namun harus dengan aturan dan ketentuan yang bisa menjaga kelangsungan
manfaat alam ini. Cara memanfaatkan juga mempertimbangkan jangan sampai
menimbulkan kerusakan terhadap diri sendiri. Sehingga perkara yang membahayakan
tidak boleh dikonsumsi, misalnya racun yang mengancam nyawa, miras yang
membahakan akal, dan makanan haram yang akan mengganggu hati manusia atau
menimbulkan penyakit hati, yaitu malas untuk beribadah.

Tugas materi VII

1. Jelakan perbedaan akhlak, moral dan etika

2. Berikan kesimpulan pada materi diatas


3. Berikan contoh akhlak dan etika Rasulullah

4. Menjadi manusia yang baik itu yang bagaimana?

Anda mungkin juga menyukai