Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K)
Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah ? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite* Naskah diterima: 8 Februari 2016; disetujui: 15 Februari 2016
A. Latar Belakang penguasaan saja, aspek pengelolaan dan
Konstitusi Indonesia di dalam pemanfaatan pun harus mendapat porsi perekonomian nasional menegaskan 2 (dua) perhatian yang seimbang. hal pokok yaitu “(i) Cabang-cabang produksi Sejak pertama kali ditemukan yang penting bagi negara dan yang sebagai komoditi alam Indonesia yang menguasai hajat hidup orang banyak bernilai komersil, keberadaan Migas dikuasai oleh negara; dan (ii) Bumi dan air menjadi semakin penting. Tidak dapat dan kekayaan alam yang terkandung di dipungkiri Migas turut menyumbang dan dalamnya dikuasai oleh negara dan mendorong terciptanya ketahanan energi dipergunakan untuk sebesar-besarnya nasional. Negara dalam sektor Migas kemakmuran rakyat.” Secara filosofis berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi substansi Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dimaknai Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memiliki konsep penguasaan atas migas sebagaimana telah dikemukakan di awal yang terbagi dalam mata rantai berupa (i) bermakna bahwa negara merupakan subjek penyusunan kebijakan (beleid); (ii) utama dalam penguasaan sumber daya pengaturan (regelendaad); (iii) pengurusan alam yang terkandung di dalam wilayah (bestuurdaad); (iv) pengelolaan kedaulatan Indonesia. Makna filosofis (beheersdaad); dan pengawasan konstitusi itu sejatinya harus pula (toezichthounsdaad). Lahirnya Undang- diterapkan dalam pendayagunaan kekayaan Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang alam minyak dan gas bumi (Migas). Timbul Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dapat pertanyaan besar yang kemudian harus kita dikatakan mereduksi konsep penguasaan jawab bersama yaitu “sudahkah konsep negara dalam 5 (lima) mata rantai tersebut. konstitusi terkait pengelolaan kekayaan Negara dalam undang-undang ini alam Indonesia diterapkan?”, carut- diposisikan sebagai pihak yang berkontrak marutnya pengelolaan sektor hulu hingga melalui Badan Pengelolaan (BP-Migas) atau hilir minyak dan gas bumi nampaknya harus saat ini berdasarkan PERPRES Nomor 9 menjadi gambaran untuk perbaikan Tahun 2013 dikenal sebagai Satuan Kerja kedepannya. Tidak hanya aspek Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu RechtsVinding Online
Migas (SKK-Migas). Konsekuensinya apabila B. Pembentukan Badan Usaha Milik
dikemudian hari terjadi ketidaksepahaman Negara Khusus Minyak dan Gas Bumi klausula kontrak yang telah diperjanjikan, (BUMN-K) negara dapat saja dituntut di hadapan Dari beberapa konsep draf RUU Arbitrase Internasional. Migas yang beredar secara luas, setidaknya Sejatinya pengelolaan migas di terdapat 2 jenis draf yang secara legitimasi Indonesia haruslah mengedepankan konsep telah sampai kedalam pembicaraan tingkat ideal dimana hak kepemilikan sebagai hak 1 antara DPR dan Pemerintah yaitu draf bangsa ada di tangan rakyat (mineral right), versi maret 2014 dan draf versi juni 2014. hak penguasaan berada pada negara Bahwasanya antara kedua draf tersebut (authority right), hak pengelolaan pada terdapat konsep berbeda dalam pemerintah (mining right), hak memandang ototritas mana yang diberikan pengusahaan oleh BUMN (economic right), kewenangan untuk melakukan pengelolaan. dan pengelolaan berbasis ekonomi Draf versi maret 2014 menegaskan (economic interest) diserahkan kepada pembentukan BUMN-K sedangkan draf Badan Usaha. Dari beberapa konsep draf versi juni 2014 menghendaki pembentukan RUU Migas usul DPR RI baik format Badan Pengelolaan. Dalam tulisan ini penggantian, maupun perubahan memiliki berupaya menyoroti draf versi maret 2014 cara yang berbeda dalam yang menghendaki pembentukan BUMN-K mengejawantahkan konsep ideal tersebut. untuk melakukan pengelolaan sektor hulu Sebagai contoh draf RUU Migas versi Maret Migas. 2014 menghendaki pembentukan Badan BUMN-K dalam draf versi maret Usaha Milik Negara Khusus Minyak dan Gas 2014 diartikan sebagai “Badan usaha yang Bumi (BUMN-K) sebagai bentuk perpanjang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan tanganan negara dalam pengelolaan Migas. management pengendali terhadap kontrak BUMN-K diberikan kewenangan untuk kerjasama pada kegiatan usaha hulu”. mengoperasikan wilayah kerja Migas secara Dalam draf RUU ini pula BUMN-K mandiri maupun dapat menawarkannya diposisikan berbadan hukum Perusahaan kepada Badan Usaha maupun Bentuk Usaha Terbatas (Persero) dengan karakteristik Tetap. Disatu sisi BUMN-K diberikan hak dapat melakukan pengelolaan, untuk memonopoli sektor hulu Migas. mendapatkan imbalan jasa atas Apabila dipersandingkan secara vis-à-vis pelaksanaan management pengendali konsep draf RUU Migas dengan Undang- kontrak, dan mempunyai participating Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang interest pada wilayah kerja dalam masa Badan Usaha Milik Negara (UU-BUMN) eksploitasi namun tidak bertindak sebagai timbul pertanyaan besar, Tepatkah?. operator atas wilayah kerja tersebut. Tampaknya konsep ini berusaha untuk RechtsVinding Online
mengembalikan posisi negara sebagai untuk melakukan penyediaan barang dan
perwujudan pemilik (mineral right) dan jasa dalam kerangka mengejar keuntungan, penguasa (authority right) sehingga perintis, dan penyelenggaaraan membebas tugaskan campur tangan negara kemanfaatan umum hal ini tentunya akan dan pemerintah dalam kontrak-kontrak bertentangan dengan wewenang BUMN-K kesepakatan yang dibentuk dengan yang berfungsi sebagai pengendali kontrak mekanisme business to business (B to B) pengusahaan atas wilayah kerja (vide Pasal terhadap minyak dan gas bumi. 44 UU Migas dan Pasal 90 PP 35 Tahun Konsekuensi positifnya memang 2004). Disamping itu apabila dilihat dari menghindarkan negara dari kemungkinan sudut porsi minoritas kepemilikan saham membayar denda atau hukuman lain yang atas wilayah kerja apakah tepat BUMN-K timbul dari kesalahan kontrak, akan tetapi untuk melakukan pengendalian. Tindakan disatu sisi terdapat beberapa kekurangan Mitigasi Ketiga, BUMN-K yang berbadan yuridis yang perlu untuk dilakukan tindakan hukum persero perlu memperhatikan aspek mitigasi. permodalan dan audit oleh karena BUMN Tindakan mitigasi pertama, pada umumnya memiliki modal dari lembaga BUMN-K yang dibentuk dengan kekayaan negara yang dipisahkan oleh badan hukum persero dan memiliki posisi karena orientasinya yang bersifat mencari pengendalian kontrak tunduk kepada UU keuntungan. Migas dan mengenyampingkan UU BUMN. Badan Usaha Milik Negara yang lahir Padahal apabila nomenklatur BUMN-K dari konsep hukum state owned enterprise ditinjau secara seksama, ketentuan dari UU sejatinya memang berlandasakan pada BUMN berlaku pula terhadap kerangka konsep pengelolaan berbasis profit materil dan formil dari BUMN-K, hal ini oriented. Baik itu berbentuk Persero sejalan dengan perintah Pasal 3 UU BUMN. maupun Perum, keduanya merupakan Namun dalam kenyataanya draf RUU Migas identitas bisnis yang melakukan aspek menghendaki adanya pengaturan yang produksi, distribusi dan pelayanan. bersifat khusus (lex specialis) terlepas dari Keberadaan BUMN-K yang memiliki aturan yang bersifat umum UU BUMN karakteristik sedikit berbeda dari BUMN sebagai (lex generalis). Hal ini menunjukan pada umumnya secara garis besar memang kontradiktif dari sudut dasar hukum terletak pada pengendalian kontrak pembentukan lembaga pengelola migas berbasis bisnis. Dalam pembahasan yang tersebut. Tindakan mitigasi kedua, saat ini sedang bergulir dalam rapat-rapat diarahkan pada konsistensi dari badan komisi VII DPR-RI konsep BUMN-K ini hukum BUMN-K yang berbentuk persero. sedang mengemuka. Tak dapat dipungkiri UU BUMN hanya mengakui badan hukum konsep ini memang diarahkan untuk Persero dan Perum yang diwajibkan output menjawab tantangan pengelolaan Migas RechtsVinding Online
Indonesia terutama dalam upaya seharusnya tidak ada pembedaan peraturan
meningkatkan jumlah lifting dan antara hulu dan hilir mengingat keduan pemanfaatan Migas yang terus mengalami ditujukan untuk kemakmuran rakyat yang penurunan pasca dikendalikan oleh BP- sebsar-besarnya. Bila ditelaah ketentuan Migas. Namun, akan lebih bijak bila Pasal 4 ayat (1) UU Migas menegaskan pembentukan BUMN-K itu juga “Migas yang terkandung dalam wilayah memperhatikan dasar hukum UU eksisting kerja merupakan kekayaan nasional yang karena nantinya akan ada implikasi baik dikuasai negara”sedangkan Pasal 7 ayat (2) hukum mapun ekonomi semisal keberadaan UU Migas mengatakan “kegiatan usaha hilir share holder antara pemegang saham diselenggarakan melalui mekanisme dalam BUMN dan lain sebagainya. persaingan usaha yang wajar dan sehat”. Disamping itu pengelolaan antara hulu dan Dari kedua Pasal ini diperoleh pemahaman, hilir perlu pula mendapat porsi seimbang. bahwa di hulu negara memiliki penguasaan sedangkan di hilir berlaku aspek persaingan C. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara bisnis. Hal ini tentu bertentangan dengan Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUMN- Pasal 33 UUD 1945 yang tidak K) Dari Aspek Persaingan Usaha mendikotomikan pengusaaan negara baik Konsep persaingan usaha dalam hulu maupun hilir Migas. tataran ideal menghendaki persaingan Konsep penguasaan terintegrasi baik secara wajar antara pelaku bisnis guna hulu maupun hilir sejalan pula dengan menumbuhkembangan daya inovasi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001- invensi agar tercipta kondisi pasar yang 021-022/PUU-I/2003 dan Pasal 4 ayat (1) stabil dan kompetitif. Persaingan usaha UU Energi. Berkaca dari konsep penguasaan wajar sedapat mungkin menghindari bentuk hulu dan hilir itu, seharusnya Pemerintah persaingan usaha tidak sehat baik itu secara tegas mengatur pengelolaan Migas monopoli, pemusatan kekuatan pasar sebagai objek monopoli negara oleh karena maupun kartel. Pertanyaan yang kemudian posisi Migas sebagai komoditas vital negara. timbul adalah “apakah konsep persaingan Dengan demikian timbul pertanyaan dari usaha sehat dapat diterapkan dalam sudut pandang keterbukaan investasi publik pengelolaan hulu dan hilir migas?”. yaitu “apakah monopoli sektor hulu dan Menjawab pertanyaan ini agaknya kita hilir migas tidak bertentangan dengan perlu kembali mengingatkan patron konsep persaingan usaha secara wajar dan konstitusi ekonomi Indonesia yang apakah dikemudian konsep ini akan termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945. menutup keran investasi di Indonesia?”. Secara ideal hubungan antara hulu dan hilir Menjawab hal ini perlu dikedepankan migas haruslah dipandang sebagai suatu pandangan bahwa konsep persaingan usaha alur hubungan yang tidak terpisahkan, bukanlah tanpa suatu batasan. Terdapat RechtsVinding Online
koridor limitatif sebagaimana yang business (G to B). Sebagai pemegang hak
ditekankan dalam Pasal 50 butir a yang pengusahaan (business right) dalam konsep mengecualikan pemusatan kekuatan mata rantai penguasaan, BUMN maupun ekonomi dalam rangka melaksanakan BUMN-K harus berfokus pada pengelolaan peraturan perundangan yang berlaku. dan pengawasan baik sektor hulu maupun Disamping itu pemerintah tidak perlu takut hilir migas sebagai satu kesatuan yang tak bila dikatakan iklim bisnis di Indonesia tidak terpisahkan. investor friendly, pemerintah dapat melakukan divestasi porsi saham minimal, D. Kesimpulan penjulan berbasis bagi hasil, dan kerjasama Badan Usaha Milik Negara Khusus pengelolaan. Minyak dan Gas Bumi (BUMN-K) yang Bertitik tolak dari pemaparan di atas dibentuk untuk mengatasi ketidak jelasan maka keberadaan BUMN-K sebagai otoritas pengelolaan migas di Indonesia memiliki ciri yang memiliki kendali dalam pemusatan khusus dalam bentuk pengendalian kontrak ekonomi migas tidaklah salah. Namun yang diberikan kepada Badan Usaha dan daripada itu semua, tentunya berpulang Bentuk Usaha Tetap. Kedepannya perlu kembali pada pilihan kebijakan yang dapat diregulasi mengenai tujuan BUMN-K yang dipilih oleh Pemerintah. Apakah akan juga mengarah kepada pelayanan dan memilih BUMN-K yang tentunya harus keuntungan, kewenangan penawaran tunduk pula dalam ketentuan terkait BUMN wilayah kerja dalam kontrak, modal yang sebagai pengejawantahan konsep business dipergunakan, dan bentuk badan hukum to business (B to B) ataukah memilih pola yang dipergunakan. Disamping itu perlu otoritas berbentuk Badan Pengelola sebagai pula diperhatikan aspek sinkronisasi dan bentuk penerapan konsep government to harmonisasi secara cermat dan tepat.
* Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pembangunan Pada Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR-RI.