Anda di halaman 1dari 9

EPIDEMIOLOGI TRAVELERS’ ISPA

Disusun untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Epidemiologi Traveller Diseases

Dosen Pengampu : Sugiarto, S.KM., M.PH

Disusun oleh :

Cahya Wulandari

2000029099

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2023
A. Definisi ISPA
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut dengan perhatian khusus pada
radang paru (pneumonia). ISPA dapat didefinisikan secara spesifik, dimana infeksi
adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam organ manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala suatu penyakit. Saluran pernapasan
merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura, sedangkan Infeksi akut adalah infeksi
yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Rengga, et al., 2021). Penyakit ISPA
mudah ditularkan ke manusia melalui percikan air liur yang terinfeksi, ISPA
disebabkan oleh infeksi virus. Salah satu faktor risiko penyebab penyakit ISPA adalah
kondisi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat (Sari, et al., 2022).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, tanpa atau disertai parenkim
paru (Putra & Wulandari, 2019). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat
didefinisikan sebagai penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh agen infeksi
yang dapat tertular dari manusia ke manusia. Agent infeksi yang dimaksud adalah
virus, bakteri, dan faktor lain seperti lingkungan dan penjamu ISPA berat saat masuk
ke dalam jaringan paru-paru bisa menyebabkan Pneumonia hingga kematian pada
anak–anak (Sartika & Wahyuni, 2021)
B. Sebaran Kasus ISPA
Prevalensi kejadian ISPA di Indonesia menurut profil Kesehatan Indonesia.
Sepuluh provinsi dengan penyakit ISPA tertinggi yaitu Jakarta (46,0%) Banten
(45,7%), Papua Barat (44,3%), Jawa Timur (742,9%) JawaTengah (39,8%) Lampung
(37,2%), Sulawesi Tengah (35,8%), NTB (34,6%), Bali (31,2%), Jawa Barat (28,1%).
Adapun untuk Kalimantan Selatan ISPA menempati urutan ke-11 dengan prevalensi
(26,1%) pada balita (Kemenkes RI, 2020).
C. Faktor Risiko Penyebab ISPA
1. Faktor Lingkungan
- Kepadatan Hunian
Semakin banyak penghuni rumah yang berkumpul dalam suatu
ruangan, kemungkinan mendapatkan risiko untuk terjadinya penularan
penyakit akan lebih mudah, khususnya bayi yang relatif rentan terhadap
penularan penyakit. Kepadatan hunian dalam rumah perlu diperhitungkan
karena mempunyai peranan penting dalam penyebaran mikroorganisme
didalam lingkungan rumah dan menyebabkan tingginya tingkat pencemaran
udara (sirkulasi udara menjadi tidak sehat)
- Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau
dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Jumlah/konsentrasi
kuman lebih banyak pada udara yang tidak tertukar. Keadaan ini erat
hubungannya dengan ketercukupan ventilasi yang berfungsi sebagai sarana
untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar yang
masuk dan keluar kedalam ruangan sehingga aman untuk keperluan
pernapasan. Ventilasi yang cukup dapat mengurangi penularan patogen yang
ditularkan dengan penularan obligat dan preferensial melalui airborne
termaksud ISPA. Ventilasi rumah yang memenuhi syarat dapat mencegah
berkembangnya kuman/bakteri patogen yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya ISPA. Setiap pagi, ventilasi diusahakan untuk selalu dibuka agar
terjadi pertukaran aliran udara.
- Pencahayaan
Pencahayaan alami penting untuk mengurangi kelembaban udara dan
membunuh mikroorganisme patogen. Pencahayaan alami dalam rumah
merupakan penerangan dalam rumah pada pagi, siang, atau sore hari yang
berasal dari sinar matahari langsung yang masuk melalui jendela, ventilasi,
atau genteng kaca minimal 10 menit perhari. Cahaya matahari penting, karena
selain dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah juga
mengurangi kelembaban ruangan dalam rumah. Pencahayaan alami dianggap
baik jika besarnya antara 60–120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau
lebih dari 120 lux.
- Jenis Dinding Hunian
Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk
melindungi ruangan rumah dari gangguan serangga, hujan dan angin, serta
melindungi dari pengaruh panas dan angin dari luar. Rumah yang berdinding
tidak rapat seperti bambu, papan atau kayu dapat menyebabkan ISPA, karena
angin malam langsung masuk ke dalam rumah sehingga dapat mempengaruhi
terjadinya ISPA, selain itu dinding yang sulit dibersihkan dan penumpukan
debu pada dinding, merupakan media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman. Dinding yang kurang rapat dapat menyebabkan penumpukan debu
pada dinding yeng sering terjadi pada rumahyang berdinding papan.
- Jenis Lantai Hunian
Lantai yang tidak memenuhi syarat (mis. lantai tanah) umumnya
mudah hancur, menimbulkan debu, sulit dibersihkan dan mudah lembab.
Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari segi kebersihan
dan persyaratan. Lantai dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi karena jika
musim hujan akan menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan
terhadap penghuninya dan merupakan tempat yang baik untuk
berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri penyebab ISPA
- Jenis Atap Hunian
Atap yang baik adalah yang terbuat dari seng, tembok atau genteng dan
memiliki plafon atau langit-langit. Hal ini untuk menghindari adanya debu
dari luar yang masuk ke dalam rumah. Debu merupakan salah satu agent fisik
yang dapat menyebabkan ISPA.
- Kelembaban Hunian
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya
tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit
terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan
hidup bakteri. Kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk
jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan
ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu
udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi.
Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya
tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam
patogenesis penyakit pernafasan.
- Suhu Hunian
Pada suhu dan kelembaban tertentu memungkinkan pertumbuhannya
terhambat bahkan tidak tumbuh sama sekali atau mati. Tapi pada suhu dan
kelembapan tertentu dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan sangat cepat.
Hal inilah yang membahayakan karena semakin sering anak berada dalam
ruangan dengan kondisi tersebut dan dalam jangka waktu yang lama maka
anak terpapar faktor risiko tersebut. suhu berhubungan dengan perubahan
organisme pathogen seperti protozoa, bakteri dan virus sehingga akan
meningkatkan potensi transmisi penyebab penyakit. Suhu yang lembab
menjadi suatu perkembangbiakan bakteri lebih cepat (Aristatia, et al., 2021).
2. Host (Pejamu)
- Perilaku Merokok
Merokok di dalam rumah dapat menyebabkan asap rokok banyak
terkumpul di dalam rumah dan mengganggu sirkulasi udara. Hal itu
menyebabkan keterpaparan asap rokok pada balita sangat tinggi Perilaku
merokok selain membahayakan bagi kesehatan perokok, juga berbahaya bagi
orang di sekitar seperti keluarga atau lingkungan kerja. Perilaku merokok
dapat memberi dampak antara lain; kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan
rumah dan dampak pada ekonomi keluarga. Apabila perilaku merokok ini
tidak ditindak lanjuti maka akan mengakibatkan perokok pasif akan semakin
banyak dan balita yang sudah terkena ISPA juga tidak akan sembuh dan malah
memperparah keadaannya (Maulana, et al., 2022).
- Usia
Usia merupakan salah satu faktor predisposisi pembentuk sikap dan
perilaku seseorang. Umur seseorang mempengaruhi pola pikir dan daya
tangkap orang tersebut. Semakin usia bertambah maka akan semakin
berkembang pula pola pikir dan daya tangkapnya, maka pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Kapasitas difusi paru, ventilasi paru, ambilan
oksigen kapasitas vital dan semua parameter faal paru lain akan menurun
sesuai pertambahan umur sehingga makin lanjut usia akan makin rentan
terkena ISPA. Penyakit ISPA ini banyak menyerang Balita dan Anak Usia
Sekolah yaitu anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Hal ini disebabkan oleh
karena pada anak kelompok usia tersebut masih belum meiliki system
kekebalan tubuh yang kuat sebagaimana orang dewasa. Selain itu anak-anak
pada usia seperti ini masih sering melakukan aktivitas di luar ruangan,
sehingga sering terpapar dengan debu atau sumber infeksi lain yang dapat
menyebabkan penyakit ISPA.
- Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor predisposisi pembentuk
sikap dan perilaku. kejadian ISPA lebih banyak terjadi pada laki-laki dan
jarang pada perempuan dikarenakan laki-laki cenderung lebih aktif dibanding
perempuan
- Pengetahuan
Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada
tindakan yang tidak berdasarkan pengetahuan. Pengetahuan menjadi satu
diantara beberapa faktor pembentuh sikap maupun prilaku dari seseorang
(Yunus, et al., 2020)
3. Agent
Virus penyebab ISPA meliputi rhinovirus, coronavirus, influenza virus,
parainfluenza virus, adenovirus, respiratory sincytial virus (RSV), dan
coxsackievirus. Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus
pneumonia, Pneumococcus, Strepcoccus aureus, Haemophilus Influenza dan lain-
lain.Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenza, Adenovirus.
Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius, koronavitus, adenavirus,
dan koksakievirus, influenza, virus sinsial pernapasan. Virus yang ditularkan
melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah virus
influenza, virus sinsial dan rino virus.
D. Riwayat Alamiah Penyakit
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penyebab sebenarnya sudah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
atau gejala apapun.
2. Tahap Inkubasi
Pada tahap ini virus sudah mulai merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap Dini Penyakit
Tahap dini penyakit dimulai dari munculnya gejala-gejala penyakit seperti timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap Lanjut Penyakit
Pada tahap ini dapat dikelompokkan menjadi empat kondisi yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal akibat
pneumonia (Setyawan, 2022).
E. Model Penularan ISPA
Penyakit ISPA termasuk dalam kelompok penyakit yang ditularkan melalui
udara (airborne diseases). ISPA dapat menular bila agen penyakit ISPA, seperti virus,
bakteri, jamur, serta polutan yang ada di udara masuk dan mengendap di saluran
pernapasan sehingga menyebabkan pembengkakan mukosa dinding saluran
pernapasan dan saluran pernapasan tersebut menjadi sempit. Agen mengiritasi,
merusak, menjadikan kaku atau melambatkan gerak rambut getar (cilia) sehingga cilia
tidak dapat menyapu lendir dan benda asing yang masuk di saluran pernapasan.
Pengendapan agen di mucociliary transport (saluran penghasil mukosa) menimbulkan
reaksi sekresi lendir yang berlebihan (hipersekresi). Bila hal itu terjadi pada anak-
anak, kelebihan produksi lendir tersebut akan meleleh keluar hidung karena daya
kerja mucociliary transport sudah melampaui batas. Batuk dan lendir yang keluar dari
hidung itu menandakan bahwa seseorang telah terkena ISPA.
Seseorang yang terkena ISPA bisa menularkan agen penyebab ISPA melalui
transmisi kontak dan transmisi droplet. Transmisi kontak melibatkan kontak langsung
antar penderita dengan orang sehat, seperti tangan yang terkontaminasi agen
penyebab ISPA. Transmisi droplet ditimbulkan dari percikan ludah penderita saat
batuk dan bersin di depan atau dekat dengan orang yang tidak menderita ISPA.
Droplet tersebut masuk melalui udara dan mengendap di mukosa mata, mulut, hidung,
dan tenggorokan orang yang tidak menderita ISPA. Agen yang mengendap tersebut
menjadikan orang tidak sakit ISPA menjadi sakit ISPA
F. Upaya Pencegahan ISPA
1. Wisatawan
- Imunisasi Pemberian imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh
virus atau bakteri. Sebagai contoh Imunisasi DPT dapat untuk mencegah
penyakit pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran pernapasan.
- Menjaga Kebersihan Perorangan
1. Mencuci tangan secara teratur, apalagi setelah beraktivitas di tempat
umum.
2. Menghindari menyentuh ban wajah, terutama mulut, hidung, dan mata
dengan tangan agar terhindar dari penyebaran virus dan bakteri.
3. Menghindari merokok.
4. Mengonsumsi makanan kaya serat dan vitamin untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
5. Menutup mulut dan hidung dengan tisu atau tangan ketika bersin untuk
mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.
6. Berolahraga secara teratur untuk membantu meningkatkan kekebalan
tubuh.
2. Industry Pariwisata
Menjaga kebersihan lingkungan, dengan menyediakan hunian melalui upaya
penyediaan ventilasi udara dan pencahayaan yang baik dapat mengurangi polusi
asap dapur atau asap rokok yang ada didalam rumah. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit (Setyawan,
2022).
G. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah radang
akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik
atau bakteri, virus, tanpa atau disertai parenkim paru. Kalimantan Selatan menempati
urutan ke-11 dengan prevalensi ISPA (26,1%) pada balita. Adapun faktor lingkungan
penyebab ISPA adalah kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan, jenis dinding
hunian, jenis lantai hunian, jenis atap hunian, kelembaban hunian, dan suhu hunian.
Pada faktor host terdiri dari perilaku merokok, usia, jenis kelamin, dan pengetahuan.
Sedangkan pada faktor agen adalah penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab seperti bakteri, virus dan riketsia. riwayat alamiah penyakit terdiri dari
prepatogenesisi, inkubasi, penyakit dini dan penyakit lanjut. Penularan penyakit ISPA
melalui udara (airborne diseases). Upaya pencegahan dalam setting pariwisata dapat
dicegah melalui wisatawan itu sendiri dan industry pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA
Aristatia, N., Samino & Yulyani, V., 2021. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Panjang
Kota Bandar Lampung Tahun 2021. Indonesian Journal of Helath and Medica, 1(4),
pp. 508-535.

Kemenkes RI, 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Jakarta: Kemenkes RI.

Maulana, J. et al., 2022. Faktor Host dan Environment sebagai Faktor Risiko ISPApada Balita
di Puskesmas Tulis. PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 12(2), pp. 201-211.

Putra, Y. & Wulandari, S. S., 2019. Faktor Penyebab Kejadian Ispa. Jurnal Kesehatan: Stikes
Prima Nusantara Bukittinggi, 10(1), pp. 37-40.

Rengga, W. D. P., Wicaksana, D. T. & Rahman, M. F., 2021. Suplemen Makanan Peningkat
Kekebalan Tubuh, Antioksidan dan Atiinflamasi Yang Menargetkan Patogenesis
Covid-19. Tasikmalaya: Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia.

Sari, N. P., Satriawan, D. & Irawan, A., 2022. Kesehatan Lingkungan Pemukiman dan
Perkotaan. Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi.

Sartika, R. D. & Wahyuni, M., 2021. Literature Review Kondisi Fisik Rumah dengan
Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita. Borneo Student Research, 2(2), pp. 1139-1144.

Setyawan, D. A., 2022. Epidemiologi Penyakit Menular ISPA. Klaten: Tahta Media Group.

Yunus, M., Raharjo, W. & Fitriangga, A., 2020. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pekerja PT.X. Jurnal
Cerebellum, 6(1), pp. 21-30.

Anda mungkin juga menyukai