“ PENYAKIT BERBASIS
LINGKUNGAN ”
OLEH :
NADIATUL FADILLA
( PO71331230075 )
Faktor lingkungan yang cukup memberi pengaruh antara lain lingkungan fisik
seperti suhu udara, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus air, lingkungan
kimiawi, lingkungan biologi (flora dan fauna) dan lingkungan sosial budaya. Tumbuhan
bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk karena ia dapat menghalangi sinar matahari. Lingkungan sosial
budaya mempunyai peranan yang luar biasa besarnya dalam penularan penyakit malaria.
Kebiasaan buruk sebagian masyarakat kita untuk berada di 7 luar rumah sampai larut
malam dimana vektor lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah
gigitan nyamuk. Pengguna kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak
nyamuk (repellent) yang intensitasnya berada sesuai dengan perbedaan status sosial
masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan malaria. Faktor yang cukup penting
pula adalah pandangan masyarakat di suatu daerah terhadap malaria. Jika malaria
dianggap sebagai suatu kebutuhan yang mendesak untuk diatasi, upaya untuk
menyehatkan lingkungan akan dilaksanakan secara spontan oleh masyarakat.
6. Filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan atau alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
7. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berbentuk spiral dari genus leptospira yang phatogen dan dapat ditularkan dari hewan
kepada manusia. Penularan leptospirosis berkaitan dengan faktor lingkungan, baik
lingkungan abiotik maupun biotik. Faktor lingkungan abiotik meliputi indeks curah
hujan, suhu udara, suhu air, kelembaban udara, intensitas cahaya, pH air, dan pH tanah.
Faktor lingkungan biotik meliputi vegetasi, keberhasilan penangkapan tikus (trap
success), dan prevalensi Leptospirapada tikus.2Beberapa penelitian tentang faktor risiko
lingkungan terhadap leptospirosis pernah dilakukan. Menurut Rejeki, dkk7bahwa kondisi
jalan yang buruk di sekitar rumah merupakan faktor lingkungan yang berhubungan
dengan kejadian leptospirosis. Penelitian lain menunjukkan keberadaan genangan air
mempunyai risiko lebih besar terkena leptospirosis. Keberadaan tikus di dalam maupun
luar rumah juga berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis.
Lingkungan, terutama lingkungan di sekitar rumah yang meliputi lingkungan fisik
dan biologi serta keberadaan bakteri Leptospira dalam badan air dan tanah perlu dikaji
lebih lanjut untuk mengetahui peranannya dalam penyebaran penyakit. Penularan bakteri
leptospira bisa melalui air, tanah, lumpur, tanaman yang terkontaminasi air seni dari
hewan-hewan penderita leptospirosis, khususnya tikus.
8. Demam Tifoid
9. Kebisingan
Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bising
menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis,
gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan
gangguannya berupa gangguan pendengaran, misalnya gangguan terhadap pendengaran
dan gangguan pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
menurunnya performa kerja, kelelahan dan stres.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss/NHL)
merupakan gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh terpajang bising yang cukup
keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Dari hasil penelitian diperoleh bukti
bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan dapat merusak reseptor Corti pada
telinga dalam adalah 85 desibel (dB) atau lebih. Gangguan kebisingan industri dapat
menyebabkan operator atau karyawan yang mengoperasikan peralatan pabrik terkena
pengaruh seperti masalah pendengaran, mengganggu fungsi kognitif dan mengurangi
kesejahteraan. Selain itu kebisingan juga dapat menggangu percakapan sehingga akan
mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung serta mengganggu konsentrasi
karyawan dalam bekerja Frekuensi kebisingan juga penting dalam menentukan
perasaan yang subjektif, namun bahaya di area kebisingan tergantung pada frekuensi
bising yang ada (Ridley, 2003). Menurut Harrianto (2008), tuli dapat disebabkan oleh
tempat kerja yang terlalu bising. Yang dimaksud dengan “tuli akibat kerja” yaitu
gangguan pendengaran parsial atau total pada satu atau kedua telinga yang didapat di
tempat kerja. Termasuk dalam hal ini adalah trauma akustik dan tuli akibat kerja karena
bising. Industri yang menghasilkan pajanan 90 dBA atau lebih ditemukan pada pabrik
tekstil, penggergajian kayu, industri mebel, produk-produk yang menggunakan bahan
baku logam, dan industri otomotif. Gangguan kebisingan dapat menyebabkan beberapa
gangguan kesehatan fisiologis, psikologis, komunikasi, keseimbangan, hingga ketulian
baik sementara maupun permanen
10. Askariasis
11. Tricuriasis
Trichiasis umumnya disebabkan oleh peradangan pada kelopak mata, baik karena
infeksi maupun kondisi kulit tertentu. Peradangan dapat menyebabkan terbentuknya
jaringan parut yang mengubah struktur kelopak mata sehingga bulu mata tertekuk dan
mengarah ke dalam mata.
Berikut adalah beberapa kondisi peradangan yang dapat menyebabkan trichiasis:
Selain itu, trichiasis juga bisa terjadi akibat kelainan pertumbuhan bulu mata atau bentuk
kelopak mata. Contohnya adalah:
Penyakit distichiasis, yaitu kondisi ketika bulu mata tumbuh di tempat yang tidak
seharusnya (kelopak mata bagian dalam)
Entropion, yaitu kondisi ketika kelopak mata menekuk ke dalam sehingga kulit dan bulu
mata bergesekan dengan permukaan mata
Epiblepharon, yaitu kelainan lahir pada tepi kelopak mata yang menyebabkan bulu mata
tumbuh mendekati permukaan bola mata
12. DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
penyakit dengue adalah yang bukan bagian dari agen maupun penjamu, tetapi mampu
menginteraksikan agen penjamu, seperti: lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah,
kelembaban rumah, TPA, iklim) dan lingkungan biologi (tanaman hias, tumbuhan), serta
indeks jentik. Sarana air bersih dan saluran air hujan merupakan faktor yang sangat
berperan juga terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian luar biasa DBD.
Faktor-faktor risiko lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
demam berdarah diantaranya: lingkungan rumah (jarak rumah, tata rumah, jenis
kontainer, ketinggian tempat dan iklim), lingkungan biologi, dan lingkungan sosial.
Pencegahan penyakit demam berdarah dengue terdiri dari: pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan yang terakhir adalah pencegahan tersier.