Anda di halaman 1dari 9

RESUME

“ PENYAKIT BERBASIS
LINGKUNGAN ”

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Penyakit Berbasis Lingkungan

OLEH :

NADIATUL FADILLA

( PO71331230075 )

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES KEMENKES JAMBI
2021
PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN
1. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan adeneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Salah satu faktor
yang mempengaruhi ISPA adalah faktor ekstrinsik, Faktor ekstrinsik seperti kondisi fisik
lingkungan rumah meliputi kepadatan hunian, luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi
syarat, polusi udara, asap rokok, penggunaan bahan bakar, serta faktor ibu baik
pendidikan, umur maupun perilaku ibu.
Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah
seperti asap rokok, asap dari dapur karena memasak dengan kayu bakar serta kebiasaan
menggunakan obat nyamuk bakar didalam rumah. Beberapa perilaku penduduk yang
dapat menimbulkan terjadinya ISPA antara lain meludah sembarangan, membakar
sampah, kebiasaan merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan tidur.
2. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh mycobacterium,
yang berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana terdapat banyak aliran darah dan
oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya menyebar melewati pembuluh darah dan kelenjar
getah bening, tetapi secara utama menyerang paru-paru. Tuberkulosis akan
menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama (lebih dari 3 minggu), biasanya
berdahak, dan terkadang mengeluarkan darah.
Lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis
paru adalah lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas
ventilasi yang baik, pencahayaan yang buruk di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam
rumah dan bahan bangunan didalam rumah. Faktor risiko tuberkulosis paru, yaitu
kepadatan penghuni (OR=2,989), suhu dalam rumah (OR=3,471), pencahayaan alami
(OR=4,921), jenis lantai (OR=2,890), dan kontak dengan penderita (OR=4,957).
Kepadatan hunian rumah mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peningkatan
potensi penularan TB paru dimana nilai OR sebesar 3.3, artinya potensi penularan TB
paru 3.3 kali lebih besar pada penderita yang padat hunian rumahnya. Oleh karena itu
penderita TB paru terutama yang padat hunian rumahnya harus memanfaatkan ventilasi
udara dengan baik berupa kebiasaan membuka jendela setiap hari terutama pagi hari,
dipisah alat makan atau minum penderita TB dan tidak membuang dahak di sembarangan
tempat guna mencegah penularan TB paru terhadap anggota keluarga yang lain.
3. Asbestosis
Asbestosis adalah salah satu penyakit paru yang terkait dengan paparan
terhadap asbes dalam kurun waktu yang lama. Asbes sendiri merupakan serat silikat
tahan panas yang banyak digunakan dalam berbagai industri, pelapis lantai, dan atap,
terutama sebelum tahun 1970. Sebenarnya, apabila material tersebut yang
mengandung asbes dalam keadaan baik, maka serat asbes yang terkandung di dalamnya
tidak berbahaya. Namun, jika pelapisnya mengalami kerusakan, orang yang berada di
dekatnya berisiko terpapar asbes. Debu yang terdapat pada serat asbes memang
mempunyai risiko terhirup oleh manusia. Sebab itu apabila serat tersebut terhirup,
maka bisa menimbulkan kerusakan yang secara tahap. Sehingga kerusakan tersebut
tidak akan langsung dirasakan oleh penderitanya.
Ada banyak penyebab yang menimbulkan penyakit asbestosis ini. Namun untuk
penyebab utamanya yaitu karena serat asbes yang masuk ke dalam tubuh, terutama
pada bagian paru-paru. Untuk serat asbes tersebut memang sangatlah kecil, sehingga
saat dihirup bisa tidak akan langsung merasakannya. Jika serat asbes sudah masuk ke
dalam paru-paru maka hal ini tidak bisa dikeluarkan kembali.
4. Diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebihdalam sehari).Salah
satu penyebabnya, di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti sumber air bersih, jenis
tempat pembuangan tinja, dan jenis lantai. Hal yang menyebabkan balita mudah
terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi
lingkungan yang buruk.
Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan
pembuangan tinja. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare
dengan mudah dapat terjadi. Selain itu, halaman rumah yang becek karena buruk nya
saluran pembuangan air limbah (SPAL) memudahkan penularan diare, terutama yang
ditularkan oleh cacing dan parasit. Membuang sampah sembarangan akan menjadi faktor
risiko timbulnya berbagai vektor bibit penyakit sehingga ada hubungan yang signifikan
antara pembuangan sampah dengan kejadian diare pada anak.
5. Malaria
Banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria. Secara teoritis dan
beberapapenelitian bahwa, faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik
merupakandeterminan yang berhubungan erat dengan risiko penduduk terserang malaria.
Sumber penyakitmalaria berasal dari kondisi lingkungan yang cocok bagi kehidupan
nyamukAnopheles,sehinggapopulasi nyamuk meningkat maka risiko terserang malaria
semakin besar. Sektor pelayanankesehatan juga menjadi penting, karena mempunyai
peran untuk mengatasi masalah dengansegera dalam jangka waktu yang pendek. Kedua
hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tipe perilakuyang ada di masyarakat, sehingga
menjadi sangat penting dalam pengendalian malaria.

Faktor lingkungan yang cukup memberi pengaruh antara lain lingkungan fisik
seperti suhu udara, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus air, lingkungan
kimiawi, lingkungan biologi (flora dan fauna) dan lingkungan sosial budaya. Tumbuhan
bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk karena ia dapat menghalangi sinar matahari. Lingkungan sosial
budaya mempunyai peranan yang luar biasa besarnya dalam penularan penyakit malaria.
Kebiasaan buruk sebagian masyarakat kita untuk berada di 7 luar rumah sampai larut
malam dimana vektor lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah
gigitan nyamuk. Pengguna kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak
nyamuk (repellent) yang intensitasnya berada sesuai dengan perbedaan status sosial
masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan malaria. Faktor yang cukup penting
pula adalah pandangan masyarakat di suatu daerah terhadap malaria. Jika malaria
dianggap sebagai suatu kebutuhan yang mendesak untuk diatasi, upaya untuk
menyehatkan lingkungan akan dilaksanakan secara spontan oleh masyarakat.
6. Filariasis

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan atau alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.

Faktor lingkungan merupakan salah satu yang mempengaruhi kepadatan vektor


filariasis. Lingkungan ideal bagi nyamuk dapat dijadikan tempat potensial untuk
perkembangbiakan dan peristirahatan nyamuk sehingga kepadatan nyamuk akan
meningkat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan vektor filariasis adalah
lingkungan fisik, lingkungan biologik serta lingkungan sosial dan ekonomi. Keberadaan
lingkungan biologik maupun fisik erat kaitannya dengan bionomik vektor filariasis.
Faktor lingkungan yang mendukung keberadaan vektor filariasis dapat menjadi faktor
risiko penularanfilariasis.

7. Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berbentuk spiral dari genus leptospira yang phatogen dan dapat ditularkan dari hewan
kepada manusia. Penularan leptospirosis berkaitan dengan faktor lingkungan, baik
lingkungan abiotik maupun biotik. Faktor lingkungan abiotik meliputi indeks curah
hujan, suhu udara, suhu air, kelembaban udara, intensitas cahaya, pH air, dan pH tanah.
Faktor lingkungan biotik meliputi vegetasi, keberhasilan penangkapan tikus (trap
success), dan prevalensi Leptospirapada tikus.2Beberapa penelitian tentang faktor risiko
lingkungan terhadap leptospirosis pernah dilakukan. Menurut Rejeki, dkk7bahwa kondisi
jalan yang buruk di sekitar rumah merupakan faktor lingkungan yang berhubungan
dengan kejadian leptospirosis. Penelitian lain menunjukkan keberadaan genangan air
mempunyai risiko lebih besar terkena leptospirosis. Keberadaan tikus di dalam maupun
luar rumah juga berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis.
Lingkungan, terutama lingkungan di sekitar rumah yang meliputi lingkungan fisik
dan biologi serta keberadaan bakteri Leptospira dalam badan air dan tanah perlu dikaji
lebih lanjut untuk mengetahui peranannya dalam penyebaran penyakit. Penularan bakteri
leptospira bisa melalui air, tanah, lumpur, tanaman yang terkontaminasi air seni dari
hewan-hewan penderita leptospirosis, khususnya tikus.

8. Demam Tifoid

Demam Tifoid disebabkan oleh Salmonella thypi yang menyerang saluran


pencernaan. Penyakit ini mudah berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang
menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika bakteri
ini terdapat pada feses, urine atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang
lain dan secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. faktor lingkungan yang
mempengaruhi demam tifoid yaitu adanya vektor penyakit yaitu lalat dimana p value =
0,01 < p = 0,05, dan faktor pengolahan sumber makanan responden yang menunjukkan
bahwa, responden dengan gejala demam kebanyakan membeli makanan (58%),
sebaliknya pada responden dengan demam dan gejala lainnya mengolah sendiri
makanannya (14%) ( untuk nilai p<0,05). Hub-ungan yang signifikan antara kejadian
penyakit dengan sumber pengolahan makanan dan vektor memberikan Implikasi lain di
dalam penyusunan perencanaan program pengawasan pengelolaan tempat makan
termasuk kantin dan rumah makan agar lebih memperhatikan standar pelayanan dan
pengelolaan berbasis kesehatan terutama dalam wilayah kelurahan Samata kabupaten
Gowa dimana UIN Alauddin berada didalamnya.

Penyakit ini disebarkan melalui jalur fecal-oraldan hanya menginfeksi manusia


yang mengkonsumsi makanan atau minu-man yang terkontaminasi oleh bakteri Sal-
monella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid
dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan
terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya.

9. Kebisingan
Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki. Bising
menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis,
gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan
gangguannya berupa gangguan pendengaran, misalnya gangguan terhadap pendengaran
dan gangguan pendengaran seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
menurunnya performa kerja, kelelahan dan stres.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss/NHL)
merupakan gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh terpajang bising yang cukup
keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Dari hasil penelitian diperoleh bukti
bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan dapat merusak reseptor Corti pada
telinga dalam adalah 85 desibel (dB) atau lebih. Gangguan kebisingan industri dapat
menyebabkan operator atau karyawan yang mengoperasikan peralatan pabrik terkena
pengaruh seperti masalah pendengaran, mengganggu fungsi kognitif dan mengurangi
kesejahteraan. Selain itu kebisingan juga dapat menggangu percakapan sehingga akan
mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung serta mengganggu konsentrasi
karyawan dalam bekerja Frekuensi kebisingan juga penting dalam menentukan
perasaan yang subjektif, namun bahaya di area kebisingan tergantung pada frekuensi
bising yang ada (Ridley, 2003). Menurut Harrianto (2008), tuli dapat disebabkan oleh
tempat kerja yang terlalu bising. Yang dimaksud dengan “tuli akibat kerja” yaitu
gangguan pendengaran parsial atau total pada satu atau kedua telinga yang didapat di
tempat kerja. Termasuk dalam hal ini adalah trauma akustik dan tuli akibat kerja karena
bising. Industri yang menghasilkan pajanan 90 dBA atau lebih ditemukan pada pabrik
tekstil, penggergajian kayu, industri mebel, produk-produk yang menggunakan bahan
baku logam, dan industri otomotif. Gangguan kebisingan dapat menyebabkan beberapa
gangguan kesehatan fisiologis, psikologis, komunikasi, keseimbangan, hingga ketulian
baik sementara maupun permanen

10. Askariasis

Askariasis adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Ascaris


lumbricoides, atau cacing gelang. Ascaris lumbricoides merupakan parasit yang hidup
dan berkembang biak di dalam usus manusia. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
infeksi Askariasis adalah iklim tropis, kesadaran akan kebersihan yang masih rendah,
sanitasi yang buruk, kondisi sosial ekonomi yang rendah, serta kepadatan penduduk.
Infeksi Askariasis biasanya sering menyerang kelompok yang rentan seperti anak usia
Sekolah Dasar (SD). Penyebab nya antara lain masih kurang nya pengetahuan tentang
kebersihan pribadi, sanitasi lingkungan yang buruk, keadaan sosial ekonomi serta tidak
terbiasa berprilaku hidup bersih dan sehat. Kondisi kelembapan lingkungan yang tinggi
juga dapat mempengaruhi

11. Tricuriasis
Trichiasis umumnya disebabkan oleh peradangan pada kelopak mata, baik karena
infeksi maupun kondisi kulit tertentu. Peradangan dapat menyebabkan terbentuknya
jaringan parut yang mengubah struktur kelopak mata sehingga bulu mata tertekuk dan
mengarah ke dalam mata.
Berikut adalah beberapa kondisi peradangan yang dapat menyebabkan trichiasis:

 Infeksi Chlamydia trachomatis (trakoma), yang dapat menyebabkan peradangan berat


pada bagian dalam kelopak mata
 Penyakit blefaritis, yaitu peradangan kelopak mata yang biasanya terjadi akibat infeksi
 Infeksi herpes zoster pada mata, yang dapat menyebabkan luka, nyeri, dan bengkak di
kelopak mata dan sekitarnya
 Cedera mata, termasuk luka bakar atau luka akibat paparan zat kimia
 Sindrom Stevens-Johnson, yaitu kondisi peradangan kulit di seluruh tubuh, termasuk
kelopak mata dan bagian dalamnya

Selain itu, trichiasis juga bisa terjadi akibat kelainan pertumbuhan bulu mata atau bentuk
kelopak mata. Contohnya adalah:

 Penyakit distichiasis, yaitu kondisi ketika bulu mata tumbuh di tempat yang tidak
seharusnya (kelopak mata bagian dalam)
 Entropion, yaitu kondisi ketika kelopak mata menekuk ke dalam sehingga kulit dan bulu
mata bergesekan dengan permukaan mata
 Epiblepharon, yaitu kelainan lahir pada tepi kelopak mata yang menyebabkan bulu mata
tumbuh mendekati permukaan bola mata

12. DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
penyakit dengue adalah yang bukan bagian dari agen maupun penjamu, tetapi mampu
menginteraksikan agen penjamu, seperti: lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah,
kelembaban rumah, TPA, iklim) dan lingkungan biologi (tanaman hias, tumbuhan), serta
indeks jentik. Sarana air bersih dan saluran air hujan merupakan faktor yang sangat
berperan juga terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian luar biasa DBD.
Faktor-faktor risiko lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
demam berdarah diantaranya: lingkungan rumah (jarak rumah, tata rumah, jenis
kontainer, ketinggian tempat dan iklim), lingkungan biologi, dan lingkungan sosial.
Pencegahan penyakit demam berdarah dengue terdiri dari: pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan yang terakhir adalah pencegahan tersier.

Anda mungkin juga menyukai