Anda di halaman 1dari 9

Sindrom nefrotik (SN) merupakan kelainan ginjal terbanyak dijumpai pada anak, dengan angka

kejadian 15 kali lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Berdasarkan etiologi, SN dibagi 3
yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik. Sindrom nefrotik
adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria, hipolabuminemia, edema dan
hiperkolesterolemia.1

Studi epidemiologi di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus dari 100.000 anak pertahun,
dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak4. Prevalensi kasus sindrom nefrotik di
negara berkembang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Agrawal A et al di India tahun 2017-
2018 ditemukan 107 kasus sindrom nefrotik. Adapun di Indonesia dilaporkan 6 kasus dari
100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Sindrom nefrotik dapat ditemukan
pada anak dari segala usia, mulai dari bayi hingga remaja, namun paling sering terlihat pada
anak usia sekolah. Anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena sindrom nefrotik
dengan perbandingan 2:1 dengan anak perempuan. 2

Sidrom nefrotik bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu
petunjuk awal adanya kerusakan pada unit filtrasi darah terkecil (glomerulus) pada ginjal, di
mana urine dibentuk. Sekitar 20% anak dengan SN dari hasil biopsi ginjalnya menunjukkan
adanya scar atau deposit pada glomerulus.3 Anak-anak dengan sindrom nefrotik diklasifikasikan
menurut ada atau tidak adanya tanda-tanda penyakit sistemik: sindrom nefrotik primer, seperti
sindrom nefrotik idiopatik (dengan tidak adanya penyakit sistemik), sindrom nefrotik sekunder
(dengan adanya penyakit sistemik) dan kongenital dan sindrom nefrotik infantil (pada anak-
anak di tahun pertama kehidupan) dan yang bersifat sekunder (karena infeksi) atau primer,
dengan sebagian besar dari mereka memiliki penyebab genetik.4

Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu proteinuria masif
dimana dalam urin terdapat protein  40 mg/m2 lpb/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam atau rasio
albumin/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/mg atau dipstik 2+. Hipoalbuminemia yaitu kadar
albumin serum <2,5 g/dL, dimana kadar normal albumin plasma pada anak dengan gizi baik
berkisar antara 3,6-4,4 g/dL. Edema merupakan gejala klinis yang menonjol kadang-kadang bisa
mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Edema dapat terlihat pada
daerah yang mempunyai resistensi rendah, seperti kelopak mata, tibia, atau skrotum.
Hiperkolesterolemia adalah kadar kolesterol dalam darah >200 mg/dL. Kadar ureum dan
kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. 1

Penyebab proteinuria pada sindrom nefrotik yaitu terjadinya kegagalan fungsi atau struktur
pada membran filtrasi glomerulus. Membran filtrasi glomerulus terdiri dari endotel fenestra
sebelah dalam, membran basalis dan sel epitel khusus di bagian luar yang dikenal dengan
podosit. Podosit memiliki tonjolan-tonjolan menyerupai kaki (foot processes), di antara
tonjolan-tonjolan tersebut terdapat celah diafragma (slit diaphragm), yang berperan penting
dalam pemeliharaan fungsi filtrasi glomerulus.5
Kehilangan protein melalui urin menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia. Hipoalbunemia
merupakan gejala yang penting dalam menegakkan diagnosis sindrom nefrotik, yaitu
konsentrasi albumin plasma ≤ 2.5 g/dL. Semakin rendah kadar albumin dalam plasma semakin
berat manifestasi klinis yang timbul pada anak dengan sindrom nefrotik. Faktor lain yang dapat
menyebabkan hipoalbuminemia diantaranya penurunan sintesis, peningkatan katabolisme,
serta hilangnya albumin dalam saluran cerna. Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin,
degradasi dan pengeluaran dari tubuh adalah seimbang. Pada anak dengan sindrom nefrotik
terdapat hubungan terbalik antara laju ekskresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia.
Keadaan ini tidak merupakan korelasi yang ketat, terutama pada anak dengan proteinuria yang
menetap lama dan tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau
hampir normal dengan atau tanpa perubahan pada laju ekskresi protein. Laju sintesis albumin
pada sindrom nefrotik dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat
atau normal. Pada suatu penelitian terhadap anak ditemukan kenaikan laju sintesis dua kali
pada nefrotik (dan anak dengan hipoalbuminemia dengan penyebab non hepatik lainnya)
menunjukkan bahwa kapasitas peningkatan sintesis hati terhadap albumin tidak cukup untuk
mengkompensasi laju kehilangan albumin yang abnormal.5
Teori klasik mengenai pembentukan edema pada sindrom nefrotik disebut dengan teori
underfilled. Teori underfilled merupakan penurunan tekanan onkotik intravaskular yang
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia
menyebabkan menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular dan menyebabkan
peningkatan cairan transudat melalui dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang
interstisial yang menyebabkan edema. Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total
dan volume darah arteri dalam peredaran menurun disbanding dengan volume sirkulasi efektif.
Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. Retensi natrium dan air sebagai usaha tubuh untuk menjaga volume dan
tekanan intravaskular agar tetap normal atau mekanisme kompensasi sekunder. Retensi cairan
akan mengencerkan protein plasma dan menurunkan tekanan onkotik plasma dan
mempercepat cairan masuk ke ruang interstisial. Teori underfilled diduga terjadi kenaikan kadar
renin plasma dan aldosterone sekunder terhadap hipovolemia. Beberapa pasien sindrom
nefrotik menunjukkan meningkatkanya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin
plasma dan kadar aldosterone. Berdasarkan teori underfilled retensi natrium renal dan air
terjadi akibat mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam ruang
interstisial. Volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosterone menurun
sekunder terhadap hipervolemia.5
Sindrom nefrotik primer timbul hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia dan kenaikan ini
tampak lebih nyata pada pasien dengan kelainan metabolism. Pada pasien dengan sindrom
nefrotik ditemukan hubungan antara konsentrasi albumin serum dan kolesterol. Pasien dengan
sindrom nefrotik konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein
densitas rendah (LDL) meningkat. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau
meningkat pada anakanak dengan sindrom nefrotik dan kadar rasio kolesterol-HDL terhadap
kolesterol total rendah. Hiperlipidemia terjadi akibat sintesis yang meningkat atau degradasi
yang menurun. Peningkatan produksi lipoprotein di hati dengan peningkatan sintesis albumin.
Menurunnya degradasi ini berpengaruh terhadap hiperlipidemia karena menurunnya aktivitas
lipase lipoprotein. Katabolisme yang menurun disebabkan adanya lipoprotein lipase yang
diekskresi dalam urin akibat kerusakan nefron.5

Batasan hipertensi menurut The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure in Children and Adolescent adalah sebagai berikut, hipertensi adalah nilai
rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik lebih dari persentil ke-95 berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan tinggi badan pada pengukuran sebanyak 3 kali atau lebih. Prehipertensi
adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik antara persentil ke-90 dan 95.
Pada kelompok ini harus diperhatikan secara teliti adanya faktor risiko seperti obesitas.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kelompok ini memiliki kemungkinan yang lebih besar
untuk menjadi hipertensi pada masa dewasa dibandingkan dengan anak yang normotensi. Anak
remaja dengan nilai tekanan darah di atas 120/80 mmHg harus dianggap suatu prehipertensi.
Seorang anak dengan nilai tekanan darah di atas persentil ke-95 pada saat diperiksa di tempat
praktik atau rumah sakit, tetapi menunjukkan nilai yang normal saat diukur di luar praktik atau
rumah sakit, disebut dengan white-coat hypertension. Kelompok ini memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan dengan yang mengalami hipertensi menetap untuk menderita
hipertensi atau penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Hipertensi emergensi adalah
hipertensi berat disertai komplikasi yang mengancam jiwa, seperti ensefalopati (kejang, stroke,
defisit fokal), payah jantung akut, edema paru, aneurisma aorta, atau gagal ginjal akut. 6

Pada Tabel 1 diperlihatkan klasifikasi hipertensi anak di atas usia 1 tahun dan remaja. 6
Klasifikasi Batasan
Tekanan Darah Normal Sistolik dan diastolik kurang dari persentil ke-90
Pre-hipertensi Sistolik atau diastolik lebi besar atau sama
dengan persentil ke-90 tetapi lebih kecil dari
persentil ke-95
Hipertensi Sistolik atau diastolik lebih besar atau sama
dengan persentil ke-95
Hipertensi tingkat 1 Sistolik dan diastolik antara persentil ke-95 dan
99 ditambah 5 mmHg
Hipertensi tingkat 2 Sistolik atau diastolik di atas persentil ke-99
ditambah 5 mmHg

Penegakan diagnosis pada sindrom nefrotik dibutuhkan pemeriksaan penunjang antara lain,
urinalisis hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah kepada infeksi saluran
kemih. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin pertama pagi hari. Pemeriksaan darah juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED),
albumin dan kolesterol serum, ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz, kadar komplemen C3;bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA. 7

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua kelopak mata dan kedua
tungkai sejak 2 minggu SMRS dan semakin memberak sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengaku
bahwa perut semakin membesar sejak 3 hari SMRS. Pada kasus sindrom nefrotik edema
merupakan gejala klinis yang menonjol kadang-kadang bisa mencapai 40% daripada berat
badan dan didapatkan anasarka. Edema dapat terlihat pada daerah yang mempunyai resistensi
rendah, seperti kelopak mata, tibia, atau skrotum. Mekanisme terjadinya edema pada sindrom
nefrotik, secara klasik dianggap mengikuti teori underfilled. Berdasarkan teori underfilled,
hipoalbuminemia yang disebabkan kebocoran protein akan menyebabkan tekanan onkotik
intravaskular menurun. Sehinggan keseimbangan tekanan menurut hukum starling bergeser
dan cairan intravaskular akan merembes ke ruang interstisial , sehingga terjadilah edema.
Selain itu pada pasien ini, terjadi proteinuria yang masif dimana pada pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 7 Februari 2023 didapatkan protein urin +4, hematuria mikroskopik
dimana eritrosit 6-8/LPB, selain itu didapatkan hasil albumin 1.15 g/dL, dan kolesterol 1.024
mg/dL. Berdasarkan hasil tersebut maka memenuhi kriteria penegakan diagnosis pada sindrom
nefrotik.
Tatalaksana umum pada anak dengan manifestasi klinis sindrom nefrotik pertama kali,
sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi orangtua.
Pemeriksaan – pemeriksaan yang dapat dilakukan sebelum pengobatan steroid adalah:

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan


2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch- Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT). 8

Perawatan di rumah sakit pada sindrom nefrotik relaps hanya dilakukan bila terdapat
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau
syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah. Pemberian diit tinggi protein dianggap
merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan
sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi
diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan
hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari)
hanya diperlukan selama anak menderita edema.8
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti
furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis
aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu
disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. Bila pemberian diuretik
tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau
hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1
g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya,
dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin
dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu intravena 1-2 mg/kgbb.
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat pernapasan dapat dilakukan pungsi asites
berulang.8

Gambar 1. Alur pemberian diuretik pada sindrom nefrotik berdasarkan Konsesus


Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada Anak.8

Pada terapi inisial steroid prednisone diberikan 60 mg/m2/24 jam atau 2mg/kgbb/hari
terbagi 3 atau 4 dosis. Pada pasien diberikan prednisone 2mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis
direncanakan selama 30 hari. Setelah 30 hari menggunakan steroid pasien akan kembali di
periksa untuk menentukan apakah ada perbaikan dengan steroid.9
Gambar 2. Tatalaksana sindrom nefrotik sindrom nefrotik berdasarkan Konsesus
Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada Anak.8

Komplikasi sindrom nefrotik dibagi menjadi dua kategori: komplikasi terkait penyakit dan
terkait obat. Komplikasi terkait penyakit termasuk infeksi (misalnya, peritonitis, sepsis,
selulitis, dan cacar air), tromboemboli (misalnya, tromboemboli vena dan emboli paru),
krisis hipovolemik (misalnya, nyeri perut, takikardia, dan hipotensi), masalah kardiovaskular
(misalnya, hiperlipidemia), gagal ginjal akut, anemia, dan lain-lain (misalnya, hipotiroidisme,
hipokalsemia, penyakit tulang, dan intususepsi). Patomekanisme utama komplikasi terkait
penyakit berasal dari hilangnya banyak protein plasma dalam urin anak nefrotik. Deteksi
dini dan pengobatan yang tepat dari komplikasi ini akan meningkatkan hasil bagi pasien
dengan sindrom nefrotik.10

Sebagian kasus SN bisa diobati dengan steroid dan memperlihatkan kesembuhan. Namun,
ada juga yang tidak memperlihatkan remisi. Jika didapatkan tanda-tanda tidak ada
perbaikan, maka perlu dirujuk ke ahli (konsultan nefrologi anak). Keadaan-keadaan ini yang
merupakan indikasi untuk merujuk pasien SN kepada ahli nefrologi anak adalah sebagai
berikut, yaitu adanya awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat
penyakit sindrom nefrotik di dalam keluarga. Sindrom nefrotik dengan hipertensi,
hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstra renal seperti
artritis, seroritis atau lesi di kulit. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter,
trombosis, infeksi berat, toksik steroid. Sindrom nefrotik resisten steroid dan sindrom
nefrotik relaps sering atau dependen steroid.1

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering pada anak, bersifat kronik, dapat
mengalami relaps hingga berkali-kali atau menjadi dependen steroid atau resisten steroid,
sehingga memerlukan pemantauan jangka lama. Kepada pasien dan orangtua perlu
dijelaskan tentang sindrom nefrotik dan perjalanan penyakit, penyebab, komplikasi, tata
laksana, maupun luaran penyakit. Pasien perlu kontrol teratur untuk evaluasi pasien dan
perlu dibuat catatan tentang diet, hasil pemeriksaan urin, pemberian obat, penyakit yang
timbul di antara relaps, perjalanan penyakit termasuk nilai ambang steroid pada saat
relaps.11
Anak dapat mengalami berbagai jenis pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium, pen- citraan, bahkan biopsi ginjal. Keadaan ini menyebab- kan anak
ketakutan, kehidupan anak terganggu karena aktivitas terbatas, kegiatan di sekolah
terpengaruh karena anak sering tidak masuk sekolah, kegiatan sehari-hari dan kegiatan
lainnya terganggu yang membuat anak mengalami beban psikologis. Selain anak, orangtua
juga mengalami beban karena tenaga dan waktu yang tersita untuk mengantar anak
berobat, memerlukan perhatian lebih, serta masalah biaya yang akan memengaruhi
psikologis keluarga. Oleh karena itu, pendekatan psikologis sangat diperlukan baik kepada
anak maupun orangtua atau keluarga.11

Pada kasus ini pasien di terapi dengan pemberian diet rendag protein sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya
diperlukan selama anak menderita edema. Pasien juga diberikan terapi restriksi cairan
dianjurkan selama ada keluhan edema berat. Diberikan furosemide 2x15 mg PO (dosis 0,5
mg/kkBB/kali). Terapi inisial diberikan mulai tanggal 13 Februari 2023 yaitu Prednison 5-5-4
tablet (do 60mg/m2LPB/hari FD

Anda mungkin juga menyukai