Anda di halaman 1dari 5

Iwan Heriawan. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 3 (2). 98-116.

Agustus 2018

KEBIJAKAN PENDIDIKAN PROVINSI (SLTA DAN SMK)


DAN ANALISIS SWOT DI KALIMANTAN TIMUR

Iwan Heriawan
Birokrat DP KORPRI Provinsi Kalimantan Timur

ABSTRAK
Kebijakan publik salah satu implementasi pendidikan formal SLTA dan SMKA pengelolaan oleh pemerintah
provinsi sedangkan tingkat SD, SLTP, dan SLTA pengelolaan oleh pemerintah kabupaten dan kota dan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dan direvisi dengan Undang-Undang republik
Indonesia Nomor 9 tahun 2015 menyatakan bahwa membagi urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, daerah
provinsi, dan daerah kabupaten atau kota terutama dibidang pendidikan. Berkaitan kebijakan implementasi pendidikan
secara desentralisasi atau otonomi penuh dikelola oleh pemerintah provinsi salah satunya pengelolaan SLTA dan
SMK. Kebijakan otonomi pendidikan dimaksud, mencakup manajemen pendidikan, tenaga pendidik, sarana dan
prasarana diklat, dan anggaran pendidikan termasuk kesejahteraan para pendidikan dan penempatan pendidik.
Kebijakan kependidikan provinsi merupakan rambu-rambu strategis untuk mengukur kinerja tahunan pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu upaya meningkatkan kinerja pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
dibidang kependidikan tingkat SLTA dan SMK. Kebijakan pendidikan provinsi dapat direalisasikan secara transparan
objektif, dan dibuktikan dengan jumlah atau kuantitas lembaga pendidikan SLTA dan SMK, terutama tenaga guru baik
status PNS atau honorer. Kebijakan pendidikan provinsi ditingkat SLTA dan SMK dapat menerapkan manajemen
perencanaan strategis SWOT untuk mengukur, pengawasan, dan mengevaluasi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan
tantangan dan formula (rumusan) rencana strategis.
Kata Kunci: Kebijakan, Pendidikan, SWOT

ABSTRACT
Public policy is one of the implementations of formal high school and SMKA education management by the
provincial government while the elementary, junior and senior high school levels are managed by the district and city
governments and refer to Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government and revised by the Republic of
Indonesia Law Number 9 of 2015 states that dividing government affairs between the central, provincial and district or
city governments, especially in the field of education. Relating to the policy of implementing education in a
decentralized or fully autonomous manner, it is managed by the provincial government, one of which is the
management of high school and vocational schools. The education autonomy policy is meant to include management of
education, teaching staff, education facilities and infrastructure, and education budget including the welfare of
education and placement of educators. The provincial education policy is a strategic sign for measuring the annual
performance of the East Kalimantan Provincial Government as one of the efforts to improve the performance of the
East Kalimantan Provincial Government in the fields of senior high school and vocational high school education.
Provincial education policies can be realized objectively transparently, and evidenced by the number or quantity of
high school and vocational education institutions, especially teachers either civil servant or honorary status. Provincial
education policies at the high school and vocational level can implement SWOT strategic planning management to
measure, supervise, and evaluate strengths, weaknesses, opportunities, and challenges and formulas for strategic plans.
Keywords: Policy, Education, SWOT

PENDAHULUAN daya manusia di daerah berpendidikan, cerdas,


Pendidikan merupakan bagian dan berkualitas. Pendidikan sebagai
pengembangan sumber daya manusia yang peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek keahlian sehingga menciptakan manusia yang
kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berkualitas, kompetensi, dan dewasa. Oleh
berbangsa. Pada dasarnya pengembangan karena itu, upaya pengembangan di bidang
sumber daya manusia dalam hal ini pendidikan pendidikan dilaksanakan secara bertahap,
sejalan dengan pembukaan Undang-Undang terprogram, selaras, serta seimbang antara
Dasar 1945 yaitu menciptakan kesejahteraan berbagai aspek yang ada dengan memanfaatkan
umum dan mencerdasarkan kehidupan bangsa. potensi sumber daya manusia yang tersedia di
Pendidikan sebagai upaya membentuk sumber daerah.
1
Iwan Heriawan. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 3 (2). 98-116. Agustus 2018

Pendidikan adalah usaha sadar dan Pertama, implementasi sekolah semakin


terencana untuk mewujudkan suasana belajar pengelolaan dan meningkat kualitas pendidikan.
dan proses pembelajaran agar peserta didik Kedua, Kualitas pendidikan menjadi komponen
secara aktif mengembangkan potensi dirinya utama pembangunan di daerah.
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, Ketiga, Peningkatan kualitas pendidikan
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dilakukan secara otonomi mencakup terutama
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan sarana dan prasarana pendidikan, kesejahteraan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara guru, dana operasional pendidikan.
tercantum pada pasal 1 Undang-Undang Keempat, pendidikan merupakan investasi.
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Keempat, pendidikan formal merupakan pusat
tentang sistem pendidikan nasional. pengembangan sumber daya manusia daerah
Sejalan dan semangat reformasi tahun berkualitas dan siap berkompetitif.
1998 yang silam adanya tuntutan publik Kelima, adanya pemerataan pengelolaan
perubahan sistem pemerintahan dari rezim orde pendidikan di daerah.
baru menjadi jaman reformasi. Sistem Keenam, dampak kebijakan pendidikan secara
pemerintahan orde baru yaitu melaksanakan otonomi yaitu meningkatkan kreativitas,
sistem sentralisasi dalam hal ini menuju sistem inovatif, dan aktif para pendidik atau guru
desentralisasi dan sistem dekonsentralisasi. dalam mengelolaan proses belajar mengajar.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Ketujuh, pelimpahan kebijakan kependidikan
tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dan akan membuka seluas-luasnya pengelolaan
direvisi dengan Undang-Undang republik program pendidikan dan pengembangan sumber
Indonesia Nomor 9 tahun 2015 menyatakan daya manusia yang berkualitas dan siap
bahwa membagi urusan pemerintahan antara berkompetitif.
pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah Kedelapan, implementasi kebijakan
kabupaten atau kota terutama dibidang kependidikan provinsi tingkat SLTA dan SMK
pendidikan. dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar dan
Kebijakan publik salah satu masyarakat.
implementasi pendidikan formal SLTA dan Kesembilan, implementasi kebijakan
SMKA pengelolaan oleh pemerintah provinsi kependidikan provinsi tingkat SLTA dan SMK
sedangkan tingkat SD, SLTP, dan SLTA mewujudkan keberhasilan manajemen
pengelolaan oleh pemerintah kabupaten dan pendidikan mencakup tenaga pengajar,
kota dan mengacu pada Undang-Undang anggaran, sapras, kurikulum berbasis lokal, dan
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan penempatan tenaga pengajar.
daerah dan direvisi dengan Undang-Undang Kemudian kewenangan pengelolaan
republik Indonesia Nomor 9 tahun 2015 pendidikan ditangani oleh pemerintah provinsi
menyatakan bahwa membagi urusan dalam hal ini Dinas Pendidikan Nasional
pemerintahan antara pemerintah pusat, daerah Provinsi Kalimantan Timur untuk pemantauan,
provinsi, dan daerah kabupaten atau kota pengawasan, dan perkembangan implementasi
terutama dibidang pendidikan. pendidikan SLTA dan sekolah menengah
Berkaitan kebijakan implementasi kejuruan termasuk sarana dan prasaran, tenaga
pendidikan secara desentralisasi atau otonomi pengajar, dan bantuan biaya operasional sekolah
penuh dikelola oleh pemerintah provinsi salah daerah (BOSDA) untuk menunjang program
satunya pengelolaan SLTA dan SMK. pendidikan.
Kebijakan otonomi pendidikan dimaksud, Di sisi lain, untuk mewujudkan otonomi
mencakup manajemen pendidikan, tenaga pendidikan perlu didukung oleh manajemen
pendidik, sarana dan prasarana diklat, dan pendidikan yang baik sehingga pelaksanaan
anggaran pendidikan termasuk kesejahteraan pendidikan di daerah dapat berjalan mandiri,
para pendidikan dan penempatan pendidik. terprogram, dan berkelanjutan.
Adanya kebijakan pendidikan tersebut, Sehubungan dengan hal di atas, maka
ke depan diharapkan yaitu : kebijakan pelaksanaan pendidikan di
2
Iwan Heriawan. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 3 (2). 98-116. Agustus 2018

Kalimantan Timur diharapkan berjalan efektif, sebagai dasar untuk memberikan arahan dan
efisien, dan sukses. Namun sisi lain, teknis pengendalian dalam melaksanakan kebijakan.
operasional dilapangan banyak kendala atau Kemudian menurut pendapat Irfan M.
problemtatik dan tantangan seyogianya segera Islamy, (2003:15-21) menyatakan kebijakan
diatasi secara saksama. merupakan kegiatan politik dan kegiatan
2. Tujuan kebijakan pendidikan, yaitu : pemilihan alternatif. Hal ini, karena melibatkan
(1)melaksanakan kebijakan pendidikan secara banyak pelaku yang saling mengusulkan
otonomi sesuai peraturan perundang- kebijakan yang sesuai dengan kepentingannya
undangan yang berlaku. pada akhirnya pembuatan kegiatan pemilihan
(2) pemerintah daerah mencakup pemerintah alternatif kebijakan.
provinsi, pemerintah kota dan pemerintah Berkaitan uraian di atas, maka secara
kabupaten diberi pelimpahan dan spesifik kebijakan yang dikeluarkan mengarah
kewenangan dari pemerintah pusat untuk pada kebijakan kependidikan. Kebijakan
menjalankan pengelolaan manajemen atau pendidikan menurut pendapat. Carter V. Good,
administrasi pendidikan di tingkat SLTA (1959:18) mendefiniskan yaitu Educational
dan SMK secara otonom. policy is judgment, deri ved from some system
(3) memberikan gambaran mengenai visi, misi, of values and some assesment of situational
dan rencana strategis pendidikan terarah factors, operating withhin institutionalized
dan jelas. adecation as general plan for guiding decision
(4) pelaksanaan pengembangan program regarding means of attaining desired
pendidikan terarah dan jelas sesuai educational objectives. Dalam arti kebijakan
kebutuhan pasar dan kebutuhan daerah. pendidikan adalah suatu penilaian terhadap
(5) menciptakan lembaga pendidikan dan sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan
kelulusan anak didik yang kualitas dan situasional yang dioperasikan dalam suatu
kuantitas serta siap berkompetitif. lembaga dan perencanaan umum untuk panduan
(6) untuk memperbaiki dan merekomendasikan dalam mengambil keputusan agar tujuan
rangkaian aktivitas untuk memecahkan pendidikan diinginkan dapat tercapai.
masalah kependidikan. Sedangkan menurut pendapat Duke dan
(7) implementasi kebijakan kependidikan Canady, (1991:13) menyatakan Dasar-dasar
provinsi tingkat SLTA dan SMK dalam kebijakan pendidikan, yaitu : (1) kebijakan
rangka memenuhi kebutuhan pasar dan suatu penegasan dan tujuan, (2) kebijakan
masyarakat sebagai sekumpulan keputusan lembaga yang
digunakan untuk mengatur, mengendalikan,
LANDASAN TEORITIS. mempromosikan, melayani, dan mempengaruhi
1. Gambaran Kebijakan Kependidikan. lingkungan kewenangan, (3) kebijakan sebagai
Kebijakan kependidikan yang dijalankan panduan tindakan disresional, (4) kebijakan
di pemerintahan sebagaimana pendapat para sebagai strategi guna memecahkan suatu
akademis diawali gambaran kebijakan secara masalah, (5) kebijakan sebagai perilaku yang
global, sebagai berikut. mempunyai sanksi, (6) kebijakan sebagai
Pendapat Anonim, (2016:10) norma, konsistensi, peraturan, dan substantil,
menyatakan kebijakan adalah melaksanakan (7) kebijakan sebagai keluaran dalam sistem
tugas sesuai peraturan perundang-undangan kebijakan, dan (8) kebijakan sebagai pengaruh
yang berlaku. dalam pembuatan kebijakan yang mengarah
Sedangkan menurut pendapat Samudra pada implementasi dan sasaran.
Wibawa, (1994:21-22) bahwa kebijakan Uraian di atas, maka kebijakan atau
merupakan fungsi dari nilai-nilai (sikap) serta keputusan yang dikeluarkan oleh stakeholder
perilaku dari aktor atau pelaku yang terlibat di atau pejabat yang berwenang yang dikukung
dalam sistem kebijakan. Kebijakan lebih banyak oleh komponen sumber daya untuk mencapai
berada pada penyelenggaraan pemerintahan, tujuan. Kebijakan sebagai rangkaian tindakan
suatu arahan sistem dari masukan atau input,
3
Iwan Heriawan. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 3 (2). 98-116. Agustus 2018

proses, dan output. Hasil keputusan menjadi kebijakan publik sebagai rangkaian tindakan
kebijakan yang mengikat kepada publik pemerintah untuk menjawab tantangan atau
berbentuk perundang-undangan. memecahkan suatu masalah kehidupan
2. Sistemik kebijakan publik. masyarakat.
Sistemik kebijakan publik mencakup Suatu sistem kebijakan yang sentralistik
input, proses, output atau hasil keputusan dan bertingkat. Sistem tersebut, yaitu kebijakan
menjadi suatu kebijakan dan didukung oleh ditingkat nasional akan berpengaruh terhadap
komponen tindakan, aktor, dan hubungan. sistemik kebijakan ditingkat yang lebih bawah
Considine, (1994:8) menyatakan ada empat dalam arti kebijakan pemerintah provinsi,
komponen sistem kebijakan, yaitu (1) lembaga- pemerintah kabupaten dan kota, kecamatan, dan
lembaga kebijakan, (2) budaya kebijakan, (3) desa termasuk secara eksternal dipengaruh oleh
pelaku-pelaku kebijakan, dan politik. kebijakan internasional. Menurut pendapat
Sedangkan Dunn, (1884:110) menyatakan tiga Samodra Wibawa, (1994:17) menyatakan
sistem kebijakan, yaitu (1) pelaku kebijakan sistem kebijakan dari tingkat tinggi yaitu
yang terlibat dalam pembuatan kebijakan, (2) kebijakan internasional dan tingkat terendah
lingkungan kebijakan mencakup masyarakat yaitu kebijakan desa. Untuk lebih jelas dapat
yang berpengaruh dalam kebijakan, dan (3) dilihat pada gambar di bawah ini.

Tuntutan internal Tuntutan eksternal


Sistem kebijakan internasional
Sistem kebijakan nasional
Sistem kebijakan provinsi
Sistem kebijakan kabupaten/kota
Sistem kebijakan des

Kemudian menurut pendapat Easton dalam kebijakan strategik politik, kebijakan eksekutif,
buku Considine, (1994:25) menyatakan bahwa dan kebijakan administratif (administratif
sistem politik pembuatan kebijakan dipengaruhi operasional). Lagi pula, dikembangkan enam
oleh lingkungan dalam masyarakat mencakup model tingkatan dalam arti integritas dan
sistem ekologis, biologis, personalitas, dan perencanaan mencakup tingkat idiil, politik,
sosial. strategik, profesional, eksekutif, administrasi,
Pelapisan sistem kebijakan memiliki dan operasional.
hubungan dengan interprestasi terhadap suatu Kemudian pelapisan sistem kebijakan
kebijakan dalam bentuk kebijakan operasional hubungan hirarkhi atau tingkatan kebijakan
dan teknis dan berfungsi sebagai pedoman bagi nasional, kebijakan provinsi, kebijakan
pelaksana untuk bertindak. Kebijakan yang kabupaten dan kota dalam bidang otonomi
dilakukan secara objektif yaitu kebijakan makro daerah dan mengalami beberapa direvisi yang
(strategik), program (operasional, proyek dan signifikan secara yuridis yaitu Undang-Undang
kegiatan (teknis). Kebijakan tersebut, dalam RI Nomor 23 tahun 2014 menjadi Undang-
perspektif memiliki hubungan hirarkhi atau Undang RI Nomor 9 tahun 2015 tentang
tingkatan kebijakan nasional, kebijakan Pemerintah daerah.
provinsi, kebijakan kabupaten dan kota, Adanya yuridis kebijakan memiliki arti,
termasuk kebijakan desa. yaitu:
Kemudian pelapisan sistem kebijakan (1) pemerintah daerah diberi kebebasan dan
menurut pendapat Noeng Muhadjir, (1993:38) mampu untuk menyelenggarakan
menyatakan bahwa kebijakan terdiri dari tingkat otonomi dalam bidang pendidikan.

4
Iwan Heriawan. Jurnal Pendas Mahakam. Vol 3 (2). 98-116. Agustus 2018

(2) menyelenggarakan otonomi bidang publik sehingga publik mengetahui dengan


kependidikan dipandang perlu dan transparan.
menekankan pada asas demokrasi, peran
serta masyarakat, pemerataan dan 4. Pembuatan kebijakan pendidikan.
keadilan, serta memperhatikan potensi Proses pembuatan kebijakan yang dibuat
dan keanekaragaman daerah. oleh stakeholder dan dukungan oleh stakeholder
3. Kriteria kebijakan pendidikan. atau aktor, politik, nilai-nilai karakteristik, dan
Kebijakan pendidikan memiliki kreteria lembaga. Menurut pendapat Anderson dalam
sebagai berikut : buku Irfan M Islamy, (1994:21) menyatakan
(1) Kebijakan pendidikan memiliki tujuan yang kebijakan dipengaruhi nilai-nilai perilaku atau
jelas dan terarah guna memberikan sikap, yaitu:
kontribusi pada dunia pendidikan. (1) nilai-nilai politik mencakup kepentingan
(2) memenuhi aspek legal formal, yaitu kelompok dan golongan dan tempat
kebijakak pendidikan akan diberlakukan beraflikasi.
harus sah dan berlaku disuatu wilayah. (2) nilai-nilai organisasi mencakup
Kebijakan pendidikan yang dikeluarkan mempertahankan keberadaan organisasi,
secara hirarkhi dan legitimat dalam hal ini memperluas program, dan aktivitas
tidak bertentangan kebijakan pendidikan organisasi.
yang lebih atas. (3) nilai-nilai pribadi mencakup nilai seseorang
(3) dibuat stakeholder yang berwenang, yaitu karena sejarah kehidipan pribadinya.
kebijakan pendidikan yang dibuat oleh para (4) nilai kebijakan mencakup nilai moral,
stakeholder mencakup administrator keadilan, kemerdekaan, kebebasan, dan
pendidikan, pengelola lembaga pendidikan, kebersamaan.
dan politis sesuai ahli dibidangnya dan (5) nilai ideologis mencakup nilai yang
memiliki kewenangan. bersambungan secara logis membentuk
(4) memiliki konsept operasional, yaitu gambar tentang dunia dan menuntun
kebijakan pendidikan sebagai panduan, tindakannya.
mengikat umum, dan operasional Kemudian proses kebijakan menurut
kebijakan pendidikan dapat pendapat Nigro dalam buku irfan M Islamy,
diimplementasikan sehingga memperjelas (2003:25:26) menyatakan faktor lain yang
pencapaian tujuan pendidikan. dipandang mempengaruhi pem buatan
(5) memiliki sistematika, yaitu kebijakan kebijakan mencakup pengaruh tekanan dari
pendidikan seyogianya memiliki luar, pengaruh kebiasaan lama, pengaruh sifat-
sistematika yang transparan, efektif, dan sifat pribadi, pengarun dari kelompok luar, dan
akuntabel yang tinggi sehingga kebijakan pengaruh keadaan masa lalu.
pendidikan tidak bersifat diskrimatif dan Kemudian menurut pendapat Certo,
bertentangan dengan perundang-undangan (1985:101) menyatakan keputusan atau
yang berlaku, politik, ekonomi, dan sosial. decision) sebagai pilihan yang ditetaplan.
(6) evaluasi, yaitu kebijakan pendidikan untuk Keputusan untuk memilih alternatif terbaik
diimplementasikan dan mengetahui untuk mencapai sasaran dan tujuan dengan
sejauhmana efektif subtansi kebijakan langkah-langah mencakup: (1) menetapkan
pendidikan yang telah ditetapkan jikalau masalah, (2) mengidentifikasi kriteria
ada kekurangan maka perlu dilengkapi dan keputusan, (3) mengalokasikan bobot pada
direvisi dan masyarakat ikut serta kriteria, (4) mengembangkan alternatif, (5)
bertanggung jawab dalam proses kebijakan mengevaluasi alternatif dan, (6) memilih
pendidikan. alternatif terbaik.
(7) sosialisasi, yaitu kebijakan pendidikan yang Kemudian Ripley, dalam buku AB
telah ditetapkan diundangkan dalam berita Subarsono, (2005:11) menyatakan bahwa
acara dan perlu disosialisasikan kepada pembuatan kebijakan publik ada empat tahap,
yaitu: (1) penyusunan agenda, (2) formula dan
5

Anda mungkin juga menyukai