1 1 2
Iphov K. Sriwana1, Budi Santosa , Wawan Tripiawan , Nida F. Maulanisa
1
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom
Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom
Jl. Telekomunikasi, Terusan Buah Batu, Bandung 40257
E-mail: iphovkumala@telkomuniversity.ac.id
ABSTRAK
Index keberlanjutan rantai pasok agroidustry kopi di Indonesia mempunyai indikasi
tidak memiliki nilai keberlanjutan yang tinggi. Hal ini diakibatkan karena terjadinya banyak
persoalan, salah satu diantaranya adalah rendahnya pendapatan petani yang menunjukkan
terjadinya ketidakseimbangan distribusi nilai tambah. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah
untuk melakukan analisis besarnya nilai tambah yang diperoleh oleh para aktor dan merancang
usulan strategi untuk meningkatkan index keberlanjutan pada rantai pasok agroindustry kopi.
Analisis nilai tambah dilakukan dengan menggunakan Hayami. Tahapan yang dilakukan adalah
analisis konversi, identifikasi aktor yang terlibat dalam rantai pasok dan melakukan
perhitungan keuntungan setiap aktor. Besarnya nilai keuntungan yang diperoleh oleh para aktor
pada rantai pasok yang ada, cukup beragam, dimana keuntungan terbesarnya diperoleh oleh
pengumpul (81,04%), sedangkan keuntungan terkecilnya diperoleh oleh petani yaitu 57,77%.
Rendahnya keuntungan petani akan berdampak terhadap rendahnya kualitas biji kopi dan terhadap
produktivitas, sehingga diusulkan untuk dirancang sebuah kelembagaan untuk menghapus sistem
ijon dan mendorong petani untuk dapat berinteraksi dengan bank dan pasar, serta terbuka
kesempatan petani untuk menentukan harga.
ABSTRACT
The supply agroindustry index in Indonesia has an indication that it does not have a high
value. This is due to the occurrence of many problems, one of which is the low income of farmers
which shows an imbalance in the distribution of added value. The purpose of this research is to
analysis of the value obtained from the actors and to design strategies to improve the supply chain
of the coffee agroindustry. Calculation of added value is done using Hayami. The steps taken are
conversion analysis, the actors involved in the supply chain and calculating the value added of each
actor. The value of the profits obtained by the actors in the existing supply chain varies, where the
largest profit is obtained from collectors (81.04%), while the profits are obtained by farmers
(57.77%). Low farmer profits will have an impact on low productivity and quality of coffee beans
produced by farmers, so it is proposed to design an institution to track the bondage system and
encourage farmers to be able to interact with banks and markets, and open up opportunities for
farmers to determine prices.
DOI: https://dx.doi.org/10.24853/jisi.9.2.113-122
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X
114
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 9 No 2 Agustus 2022
3. METODE PENELITIAN
Penentuan nilai tambah diselesaikan
menggunakan metode Hayami. Penentuan input, proses
Tahapan pertama adalah pemilihan dan output
proses pengolahan biji kopi, yang pada
umumnya terdiri dari 3 teknik pengolahan Perhitungan pendapatan
yaitu Teknik basah, Teknik semi basah dan dan keuntungan
Teknik kering. Output dari pemilihan proses
pengolahan kopi tersebut, dapat diketahui
besarnya analisis konversi biji kopi. Salah Analisis Nilai Tambah
Satu faktor yang berpengaruh terhadap
konversi pada rantai pasok agroindustry kopi
adalah besarnya penyusutan biji basah Selesai
menjadi biji kering. Besarnya konversi
perolehan biji kering sangat dipengaruhi oleh
pemilihan proses pengolahan biji kopi
Gambar 1. Tahapan penelitian
tersebut.
Tahapan kedua yaitu melakukan
analisis jaringan rantai pasok agroindustry HASIL DAN PEMBAHASAN
kopi. Analisis jaringan dilakukan dengan Pemilihan proses pengolahan biji kopi
menggambarkan aktivitas rantai pasok (Kementerian Perindustrian, 2017),
tersebut. Gambaran rantai pasok tersebut menyampaikan bahwa biji kopi adalah biji kopi
dilakukan dari mulai hulu sampai ke hilir. yang kadar air nya sudah berkurang banyak
Berdasarkan pemetaan jaringan rantai pasok (sudah kering) dan sudah terlepas dari daging
tersebut, maka dapat diketahui aktor yang buah, kulit tanduk maupun kulit arinya.
terlibat dalam rantai pasok tersebut. Untuk menghasilkan perolehan biji kopi
Tahapan ketiga adalah melakukan kering sesuai dengan kualitas yang diinginkan,
analisis nilai tambah. Perhitungan nilai maka harus memahami proses pengolahan biji
tambah diawali dengan penentuan besarnya kopi. Pemilihan proses pengolahan kopi yang
input dan output yang dihasilkan, diikuti
dengan perhitungan pendaatan dan
115
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X
benar, berdampak terhadap perolehan kemudian diolah menjadi biji kering. Kopi
keuntungan para aktor di dalam rantai pasok. bubuk dihasilkan dari biji kopi kering.
Pemilihan proses pengolahan biji kopi Gambaran lengkap mengenai proses
dilakukan untuk mempertahankan nilai-nilai pengolahan biji kopi tersebut, dapat dilihat
penting yang ada dalam kopi, yaitu mulai dari pada Gambar 3.
kualitas, cita rasa, kesehatan, rendemen dan
juga efisiensi produksi karena merupakan bahan
baku yang dipergunakan untuk berbagai keperluan
proses di industri hilir. Produk hilir yang dihasilkan Gambar 3. Perbedaaan proses pengolahan
sangat banyak, seeperti yang dapat dilihat pada biji kopi untuk cara kering dan cara basah.
Gambar 2.
116
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 9 No 2 Agustus 2022
117
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X
konsumen. Sistem distribusi dan penjualan biji Beberapa data yang diperlukan untuk
kopi dari petani ada yang dikirim ke kelompok perhitungan metode hayami adalah harga beli
tani dan ada juga yang dijual ke pedagang. dan harga jual produk, volume penjualan, nilai
Pedagang atau pengumpul, pada umumnya penjualan, tenaga kerja langsung, upah tenaga
mendistribusikan biji kopi ke eksportir, kerja, biaya input produksi dan non produksi
industri pengolahan dan kafe. Kelompok tani serta sumbangan input lainnya. Tahapan
melakukan pengolahan biji kopi menjadi kopi akhir yang dianalisis dari Metode Hayami
bubuk, yang hasilnya di distribusikan ke adalah porsi nilai tambah per kg produk.
gapoktan, industri pengolahan, kafe, pedagang (Hayami et al., 1987) juga
pengecer dan konsumen akhir di dalam negeri. menyampaikan bahwa analisis nilai tambah
Setelah diketahui aktor yang ada dapat digunakan untuk mengitung faktor
dalam jaringan rantai pasok tersebut, Langkah konversi, dengan cara membuat perbandingan
berikutnya adalah menentukan besarnya nilai antara jumlah kebutuhan bahan baku dan
tambah. jumlah produk yang dihasilkan serta membuat
perbandingan antara hasil dengan bahan yang
Analisis Nilai tambah dipakai.
Analisis nilai tambah dilakukan untuk Untuk mengetahui besarnya biaya
menghitung besarnya keuntungan yang proses produksi, maka perlu diketahui proses
diterima aktor yang tergabung dalam satu pengolahan kopi tersebut. Proses pengolahan
rantai pasok agroindustry kopi. Pada penelitian biji kopi diawali sortasi buah hasil panen,
ini dilakukan perhitungan nilai tambah hanya kemudian dilanjutkan proses pengupasan kulit
dibatasi sampai 3 aktor, yaitu petani, kelompok buah merah. fermentasi dan pencucian,
tani dan pengumpul yang terkait dengan proses penjemuran. Tahapan berikutnya adalah
tanam pada area perkebunan sampai ke pengupasan kulit cangkang, penjemuran biji,
pembuatan kopi powder. Penentuan analisis sortasi dan pengemasan serta menyimpan
nilai tambah dilakukan dengan menggunakan hasil sortasi tersebut. Adapun proses
Metode Hayami. pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 4.
Luwak
118
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 9 No 2 Agustus 2022
Tahapan pertama yang dilakukan dalam tani atau ke pengumpul. Harga jual ke
perhitungan Hayami adalah pengumpulan data pengumpul, pada umumnya lebih murah
yang terkait dengan biaya dan ketersediaan dibandingkan bila dijual ke kelompok tani.
sumber daya. Data pertama yang diperlukan Luas Lahan yang diusahakan untuk
untuk melakukan proses perhitungan hayami perkebunan kopi adalah sebesar 15 Ha
adalah jumlah petani yang terlibat sebagai (Hapsari, H., Djuwendah, E., 2014).
actor pertama dalam rantai pasok agroindustry Tahapan kedua dalam perhitungan
kopi. Menurut (Direktorat Jenderal Hayami adalah memahami proses
Perkebunan, 2019), bahwa pada Tabun perhitungannya, yang terbagi ke dalam 3
2018. Jumlah petani di Bandung Barat kelompok. Untuk melakukan perhitungan pada
adalah sebesar 10.122 KK, dan nilai rata- kelompok I (output, input dan harga),
rata produksi adalah sebesar 1.050 Kg/Ha. memerlukan beberapa variabel yang
Jumlah kelompok tani yang tergabung ke diperlukan untuk data terkait sumber daya
dalam kelompok tani manglayang adalah 120 manusia, biaya maupun bahan baku.
orang. Kopi Manglayang untuk jenis honey Perhitungan pada kelompok 2 (pendapat
dijual sebesar Rp120 ribu/kg. Data lainnya dan keuntungan), adalah penentuan harga
yang diperlukan untuk perhitungan metode input bahan baku maupun input lainnya, nilai
nilai tambah Hayami adalah harga jual kopi output, perhitungan nilai tambah, pendapatan
dari petani. tenaga kerja dan perhitungan keuntungan.
Petani pada umumnya menjual hasil Perhitungan pada kelompok 3 (balas jasa
panennya dalam bentuk biji basah dengan faktor produksi), perhitungan marjin dan
harga rata-rata Rp 3.000,-/Kg, sementara harga keuntungan setiap aktor yang ada dalam rantai
biji kopi (kering) sebesar Rp 18.000,-/Kg dan pasok. Hal ini dilakukan untuk menentukan
di tingkat eksportir sebesar Rp 50.000,-/Kg. besarnya keuntungan dari setiap pelaku rantai
Petani seringkali menjual biji kopi tanpa pasok.
mengalami proses pengolahan lanjutan. Petani
dapat menjual hasil panennya ke kelompok
119
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X
Tahapan ketiga yang harus dipahami diketahui besarnya nilai tambah untuk setiap
adalah perolehan output atau keluaran yang actor. Hasil perhitungan Hayami dapat dilihat
dihasilkan. pada Tabel 3
Setelah mengetahui proses perolehan
output pada perhitungan Hayami, maka dapat
120
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 9 No 2 Agustus 2022
kondisi tersebut, maka keberadaan petani memadai. GAP (Good Agriculture Practices
harus mendapat perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu,
jumlah pasokan dan harga jual biji kopi.
perlindungan dan bantuan yang besar Kelembagaan petani merupakan salah
baik dalam pengetahuan untuk menangani satu hal penting yang harus diwujudkan
permasalahan yang menyebabkan gagal karena sesuai dengan defisini kelembagaan
panen, meningkatkan produktivitas hasil petani berdasarkan Permentan No. 82 Tahun
panen, bantuan untuk pengadaan dan 2013 UU No 19 Tahun 2013, yaitu Lembaga
penggunaan pupuk yang dapat berdampak yang ditumbuhkembangkan dari, oleh dan
terhadap kualitas hasil produksi maupun untuk petani guna memperkuat dan
untuk perolehan dana pinjaman yang bisa memperjuangkan kepentingan petani.
digunakan untuk mengolah lahan Keberadaan kelembagaan akan sangat
perkebunannya dengan baik, sehingga petani membantu petani untuk mendapatkan nilai
dapat menghasilkan biji kopi yang tambah yang tinggi.
berkualitas dan kuantitas yang banyak Kelembagaan akan sangat bermanfaat
sehingga mampu meningkatkan untuk mengatur mengenai pembiayaan
keuntungannya. maupun bantuan terhadap petani dan system
Permasalahan keuntungan petani tersebut penjualan yang harus dilakukan oleh petani
menjadi suatu faktor besar yanfg harus agar tidak dilakukan oleh pengumpul. Hal ini
diperhatikan dan diperbaiki karena petani disampaikan oleh (I.K. Sriwana et al., 2017)
merupakan pelaku awal pada rantai pasok bahwa petani memegang peranan yang sangat
agroindutri kopi. Rendahnya keuntungan penting dan kelembagaan sangat diperlukan
yang diterima petani, dapat berdampak untuk menghapus sistem ijon dan mendorong
terhadap rendahnya kualitas biji kopi dan petani untuk dapat berinteraksi dengan bank
rendahnya produktivitas. Kondisi seperti ini, dan pasar, serta terbuka kesempatan petani
akan memperburuk kinerja rantai pasok untuk menentukan harga.
agroindustry kopi. Berdasrkan kondisi tersebut, Implementasi kelembagaan dapat
maka kesejahteraan petani seharusnya menjadi memberikan nilai tambah yang tinggi bagi
perhatian penting yang selalu dijaga. keberlanjutan agroindustri kopi apabila
Hasil perhitingan nilai tambah yang ada didukung oleh pemerintah dan diwujudkan
pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pengumpul dalam bentuk regulasi untuk bisa
mempunyai nilai tambah yang jauh lebih besar, diimplementasikan.
sementara pengumpul tidak mempunyai risiko
berat seperti yang dialami oleh petani. Hal ini KESIMPULAN
menunjukkan bahwa terjadinya Berdasarkan hasil analisis nilai
ketidakseimbangan perolehan nilai tambah para tambah, diketahui bahwa keuntungan petani
pelaku rantai pasok agroindustri kopi, jauh lebih rendah dibandingkan dengan
Untuk mengatasi hal tersebut, harus keuntungan aktor lainnya yaitu hanya sebesar
dirancang sebuah strategi yang mampu 57,77%, sementara pengumpul mempunyai
meningkatkan keuntungan petani. Untuk keuntungan sebesar 81,04% atau lebih tinggi
memperbaiki kondisi tersebut, maka sebesar kurang lebih 24%. Hal ini sangat
dilakukan usulan berupa perancangan berpengaruh terhadap rendahnya motivasi
kelembagaan untuk membantu mengurangi petani untuk menanam biji kopi maupun
risiko petani dalam melakukan kegiatan dan untuk meningkatkan kualitas biji kopi, yang
membantu proses pendanaan yang dapat berdampak terhadap rendahnya keberlanjutan
membantu petani dalam melakukan Good rantai pasok agroindustry kopi. Untuk
Agricultural practices (GAP) dan Good mengatasi hal tersebut, maka diusulkan untuk
Manufaturing Practices. merancang kelembagaan yang dapat
Implementasi GAP dapat menjadi membantu mengatur peroleh dana,
jaminan bagi konsumen kopi karena kopi melakukan Good Agricultural Practices
yang dipasarkan merupakan hasil dari (GAP) maupun Good Handling Practices
serangkaian proses yang efisien, produktif (GHP). Kelembagaan akan mampu
dan ramah lingkungan, sehingga petani akan memperbaiki keberlanjutan agroindustry kopi
mendapatkan nilai tambah berupa insentif karena mampu menghapus sistem ijon dan itu
peningkatan harga dan jaminan pasar yang mendorong petani untuk dapat berinteraksi
121
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X
dengan bank dan pasar, serta terbuka Janiver, J. (2012) ‘A new introduction to
kesempatan petani untuk menentukan harga. supply chain and supply chain
management : Definition and
UCAPAN TERIMA KASIH theories perspectives’, International
Penulis mengucapkan banyak terimakasih Business Research, 5(1), pp. 194–207.
kepada Universitas Telkom yang telah Kementerian Perindustrian (2017) peluang
memberikan dukungan dana penelitian internal usaha IKM Kopi, Kementerian
dan memberikan ijin dalam melakukan Perindustrian. Jakarta.
penelitian sehingga penelitian ini dapat Maryanto, M. A., Nabiu, M. and Widiono, S.
terselesaikan. (2012) ‘Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Petani Dalam Alih
DAFTAR PUSTAKA Sumatera Selatan Influenced Factors
BPS (2020) Statistik kopi Indonesia. Jakarta: To Farmers In Converting Coffee (
Badan Pusat Statistik. Coffee Sp ) TO CACAO ( Theobrroma
Chopra, S. and Meindl, P. (2016) Supply Cacao L .) In Tertap Village ,
Chain Management: Global Edition, Subdistrict Jarai District Of Lahat ,
Supply Chain Management: Global South Sumatera M . Agus Maryanto’,
Edition. AGRISEP, 11(2), pp. 133–144.
Direktorat Jenderal Perkebunan (2019) Siswandi, T. O., Suryawan Wiranatha, A. A.
Statistik perkebunan Kopi Indonesia P. A. and Hartiati, A. (2019)
2018-2020. ‘Pengembangan Manajemen Rantai
Hapsari, H., Djuwendah, E., dan Y. Pasok Kopi Arabika Kintamani Bali’,
(2014)‘Pemberdayaan Kelompok Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Tani Hutan Melalui Pengembangan Agroindustri, 7(1), p. 113. doi:
Agribisnis Kopi, Jurnal Aplikasi 10.24843/jrma.2019.v07.i01.p12.
Ipteks untuk Masyarakat, 3(2), pp. 51– Van Der Vorst, J. G. (2006) ‘Chapter 2:
56. Performance Measurement in Agri-
Hayami, Y. et al. (1987) Agricultural Food Supply Chain Networks, An
Marketing and Processing in Overview’, Quantifying the agri-food
Upland Java. A Perspective From A supply chain, pp.
Sunda Village. 13–24. doi: 10.1007/1-4020-4693-6
122