UNSUR INSTRINSIK
Tema
Tema merupakan gagasan utama atau ide pokok yang terdapat dalam sebuah puisi yang ingin
diungkapkan oleh penyair. Tema yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani
adalah pendidikan, yaitu nasihat seorang ibu kepada anaknya agar mengembara untuk mencari
pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin agar hidupnya dapat kokoh.
Setelah pemuda memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup, dinyatakan dengan "Jika
bayang telah pudar/dan elang laut pulang ke sarang angin bertiup ke benua tiang-tiang akan
kering sendiri dan nakhoda sudah tahu pedoman Boleh engkau datang padaku!" Pada bait
terakhir, sang ibu meminta anaknya "pulang kembali ke balik malam untuk "bercerita tentang
cinta dan hidupmu pagi hari".
Perasaan
Perasaan merupakan kehendak yang ingin diungkapkan oleh penyair. Perasaan juga mrujuk
kepada isi hati sang penyair, bagaimana suasana hatinya saat membuat sebuah puisi. Perasaan
yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ketegasan. Perasaan
ketegasan terlihat pada bait ke-2, yaitu masa muda di saat tenaga masih kuat dan banyak
kesempatan tersedia untuk mencapai cita-cita.
Amanat
Amanat merupakan suatu hal yang mendorong penyair untuk menciptakan sebuah puisi. Dengan
kata lain, amanat adalah pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh penyair melalui puisi
buatannya. Amanat yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ini
merupakan harapan ibu untuk anaknya dalam berjuang menyelami hidup dari tidak mempunyai
apa-apa (ilmu, harta benda dll) sampai berhasil menjadi orang ( pintar, cerdas, sukses, kaya dll)
sesuai dengan cita-cita seorang anak, anak tersebut tidak melupakan keluarga dan ibunya, yang
akhirnya akan kembali lagi bercengkrama dengan ibunya.
Melalui puisinya, pengarang juga mau menyampaikan pesan/amanat bahwa:
1. Kesuksesan seorang anak hendaknya tidak menjadikannya lupa kepada kedua orang
tuanya, terutama ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.
2. Seorang ibu tidak pernah menginginkan kesuksesan ataupun buah kesuksesan anaknya
(berupa harta/uang). Seorang ibu akan cukup berbahagia jika anaknya masih mau
meluangkan waktu berkumpul dengannya untuk sekedar bercerita tentang pengalaman
hidupnya dan kesuksesannya. Maka, seorang anak hendaknya selalu menjaga hubungan
baik dengan selalu memperhatikan orang tuanya.
UNSUR EKSTRINSIK
Biografi Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, suatu daerah di sebelah utara Sumatera Barat, pada tanggal 10 Juni 1926
dan meninggal di Jakarta, pada tahun 2004
Asrul Sani berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seorang raja yang bergelar
“Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Sakti RaoMapat”. Meski membenci
Belanda, ayahnya sangat menggemari musik klasik (aliran musik bergengsi dari Eropa yang
tidak biasa didengar oleh penduduk pribumi pada saat itu, apalagi di daerah terbelakang seperti
Rao). Oleh karena itu, Asrul patut berbangga hati karena sebelum bersekolah, ia sudah
mendengar karya-karya terkenal dari Schubert.
Ibunya adalah seorang wanita yang sederhana, namun sangat memperhatikan pendidikannya.
Sejak kecil ia dimanjakan oleh ibunya dengan buku-buku cerita ternama. Ibunya selalu
membacakan buku-buku tersebut untuknya. Oleh karena itu, sekali lagi, ia patut berbangga hati
karena sebelum pandai membaca, ia sudah mendengar cerita Surat Kepada Raja karya Tagore.
Inilah gambaran Asrul muda di mata Pramoedya Ananta Toer:
Seorang pemuda langsing, gagah, ganteng, berhidung mancung bersikap aristokrat tulen…
Tinggalnya di jalan Gondangdia Lama. Mendengar nama jalan ini saja, kami pribumi kampung
yang lain, mau tak mau terpaksa angkat pandang menatap wajahnya. Di Gondangdia Lama hanya
ada gedung-gedung besar, megah, dan mewah. Akan tetapi, kami pun punya kebanggaan
“penerbitan kami”. Begitulah, pada suatu kali kami undang dia datang menghadiri diskusi sastra.
“Penerbitan” kebanggaan kami, kami perlihatkan kepadanya. Dia baca pendapat redaksi tentang
sajak-sajak peserta. Tentunya, kami ingin tahu pendapatnya, dan sudah tentu juga perhatiannya.
Ternyata pendapat dan perhatiannya tepat sebaliknya daripada yang kami harapkan. Aku masih
ingat kata-katanya: “Tahu apa orang-orang ini tentang sajak?” Dan, kami pun sadar,
sesungguhnya kami tidak tahu. Tapi itu tidaklah begitu mengejutkan dibanding dengan kata-
katanya yang lain: “Tahu apa orang-orang ini tentang Keats dan Shelley! Bukan hanya kami
yang baru dengar kata-kata aneh itu, juga Victor Hugo-nya Sanjaya menjadi gagu kehilangan
lidah!
Pemuda berpeci merah tebal itu adalah asrul Sani . Dan “penerbitan” kamipun mati kehabisan
darah kebakaran semangant.
Asrul memulai pendidikan formalnya di Holland Inlandsche School(HIS), Bukittinggi, pada
tahun 1936. Lalu, ia masuk ke SMP Taman Siswa, Jakarta (1942), Sekolah Kedokteran Hewan,
Bogor (194.). Ia menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1955. Jadi, ia adalah seorang dokter
hewan. Akan tetapi, gelar bergengsi itu tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari dunia seni
(sastra, teater, dan film). Bahkan, di sela-sela kuliahnya, ia masih sempat belajar drama di
akademi seni drama di Amsterdam (bea siswa dari Lembaga Kebudayaan Indonesia-Belanda,
1952).
Asrul Sani bisa memuji secara habis, selamanya disediakan tempat yang lebih tinggi bagi
dirinya. (M. Balfas dalamHutagalung)
Di dalam dunia sastra Asrul Sani dikenal sebagai seorang pelopor Angkatan ’45. Kariernya
sebagai Sastrawan mulai menanjak ketika bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin menerbitkan
buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir. Kumpulan puisi itu sangat banyak
mendapat tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Setelah itu, mereka
juga menggebrak dunia sastra dengan memproklamirkan “Surat Kepercayaan Gelanggang”
sebagai manifestasi sikap budaya mereka. Gebrakan itu benar-benar mempopulerkan mereka.
Sebagai sastrawan, Asrul Sani tidak hanya dikenal sebagai penulis puisi, tetapi juga penulis
cerpen, dan drama. Cerpennya yang berjudul “Sahabat Saya Cordiaz” dimasukkan oleh Teeuw
ke dalam “Moderne Indonesische Verhalen” dan dramanya ,Mahkamah, mendapat pujian dari
para kritikus. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai, bahkan penulis esai terbaik
tahun ’50-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah “Surat atas Kertas Merah Jambu”
(sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda).
Sejak tahun 1950-an Asrul lebih banyak berteater dan mulai mengarahkan langkahnya ke dunia
film. Ia mementaskan “Pintu Tertutup” karya Jean-Paul Sartre, “Burung Camar” karya Anton P.
Chekov, dll. Ia menulis skenario film “Lewat Jam Malam (mendapat penghargaan dari FFI,
1955), “Apa yang Kau Cari Palupi?” (mendapat Golden Harvest pada Festival Film Asia, 1971),
“Kemelut Hidup” (mendapat Piala Citra 1979),dll. Ia juga menyutradarai film “Salah Asuhan”
(1972), “Jembatan Merah” (1973), Bulan di atas Kuburan (1973), dll.
Banyak sekali pekerjaan yang dilakukan Asrul Sani semasa hidupnya dan berbagai bidang pula.
Ia pernah menjadi Laskar Rakyat (pada masa proklamasi), redaktur majalah (Pujangga Baru,
Gema Suasana, Siasat, dan Zenith). Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1977—1987), Ketua
Lembaga Seniman Kebudayaan Muslim (Lesbumi), Anggota Badan Sensor Film, Pengurus Pusat
Nahdatul Ulama, Anggota DPR-MPR (1966—1983), dll.
Dalam perjalanan hidupnya, Asrul pernah menikah dua kali. Yang pertama, ia menikahi Siti
Nuraini, temannya sesama wartawan, pada tanggal 29 Maret 1951, di Bogor (dan bercerai pada
tahun 1961). Yang kedua, ia menikahi Mutiara Sarumpaet, 22 tahu lebih muda darinya, pada
tanggal 29 desember 1972. Dari pernikahannya yang pertama, Asrul dikaruniai tiga anak
perempuan dan dari pernikahannya yang kedua Asrul dikaruniai tiga anak laki-laki
Pada masa akhir hidupnya, istrinya, Mutiara Sarumpaet, tetap setia mendampinginya. Asrul yang
mulai renta dan sudah harus duduk di kursi roda tidak menghalangi keduanya untuk tampil di
depan umum dengan mesra. Ketika menghadiri acara pelantikan Prof. Riris K. Toha Sarumpaet,
Ph.D. (adik kandung Mutiara) menjadi guru besar di Universitas Indonesia (3 September 2003),
Mutiara dengan mesra menyuapi Asrul di atas kursi rodanya. Makanan dan minuman yang
sesekali meluncur dari bibir dan mengotori dagunya, dilap oleh Mutiara dengan lembut.
MAKNA PUISI
Analisis kebahasaan dan makna
Puisi Surat dari Ibu, karya Asrul Sani