Anda di halaman 1dari 4

Analisis Puisi Surat Dari Ibu Karya Asrul Sani

UNSUR INSTRINSIK
 Tema
Tema merupakan gagasan utama atau ide pokok yang terdapat dalam sebuah puisi yang ingin
diungkapkan oleh penyair. Tema yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani
adalah pendidikan, yaitu nasihat seorang ibu kepada anaknya agar mengembara untuk mencari
pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin agar hidupnya dapat kokoh.
Setelah pemuda memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup, dinyatakan dengan "Jika
bayang telah pudar/dan elang laut pulang ke sarang angin bertiup ke benua tiang-tiang akan
kering sendiri dan nakhoda sudah tahu pedoman Boleh engkau datang padaku!" Pada bait
terakhir, sang ibu meminta anaknya "pulang kembali ke balik malam untuk "bercerita tentang
cinta dan hidupmu pagi hari".

 Perasaan
Perasaan merupakan kehendak yang ingin diungkapkan oleh penyair. Perasaan juga mrujuk
kepada isi hati sang penyair, bagaimana suasana hatinya saat membuat sebuah puisi. Perasaan
yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ketegasan. Perasaan
ketegasan terlihat pada bait ke-2, yaitu masa muda di saat tenaga masih kuat dan banyak
kesempatan tersedia untuk mencapai cita-cita.

Pergi ke laut lepas, anakku sayang


pergi ke alam bebas!
Sesama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan 
menutup pintu waktu lampau.

 Nada dan Suasana


Nada merupakan sikap penyair terhadap para pembaca, sedangkan suasana merupakan keadaan
jiwa yang ditimbulkan oleh puisi tersebut kepada para pembaca. Jika membaca puisi Surat dari
Ibu karya Asrul Sani akan terlihat bagaimana nada yang akan dipakai saat mengucap larik-
lariknya. Penulis merasakan nada sungguh-sungguh dan serius. Selain itu juga ada larik yang jika
dibacakan sangat sesuai dengan nada haru, yaitu pada baris ke-20 yang berbunyi “Kita akan
bercerita”, yaitu menggambarkan sang ibu dan sang anak saling menceritakan pengalamannya
dan melepas kerinduan. Suasana dalam puisi ini juga menggambarkan suasana serius, yaitu pada
baris ke-15 dan ke-16, yaitu “dan nahkoda sudah tau pedoman” dan “boleh engkau datang
padaku!”. Keseriusan tersebut mengandung arti seorang ibu menyuruh anaknya pergi untuk
mencapai segala cita-cita kemudian setelah cita-cita tercapai dan hidupnya telah sukses, maka si
Ibu menyuruh anaknya kembali pulang.

 Amanat
Amanat merupakan suatu hal yang mendorong penyair untuk menciptakan sebuah puisi. Dengan
kata lain, amanat adalah pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh penyair melalui puisi
buatannya. Amanat yang terkandung dalam puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah ini
merupakan harapan ibu untuk anaknya dalam berjuang menyelami hidup dari tidak mempunyai
apa-apa (ilmu, harta benda dll) sampai berhasil menjadi orang ( pintar, cerdas, sukses, kaya dll)
sesuai dengan cita-cita seorang anak, anak tersebut tidak melupakan keluarga dan ibunya, yang
akhirnya akan kembali lagi bercengkrama dengan ibunya.
Melalui puisinya, pengarang juga mau menyampaikan pesan/amanat bahwa:
1. Kesuksesan seorang anak hendaknya tidak menjadikannya lupa kepada kedua orang
tuanya, terutama ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.
2. Seorang ibu tidak pernah menginginkan kesuksesan ataupun buah kesuksesan anaknya
(berupa harta/uang). Seorang ibu akan cukup berbahagia jika anaknya masih mau
meluangkan waktu berkumpul dengannya untuk sekedar bercerita tentang pengalaman
hidupnya dan kesuksesannya. Maka, seorang anak hendaknya selalu menjaga hubungan
baik dengan selalu memperhatikan orang tuanya.
UNSUR EKSTRINSIK
 Biografi Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, suatu daerah di sebelah utara Sumatera Barat, pada tanggal 10 Juni 1926
dan meninggal di Jakarta, pada tahun 2004
Asrul Sani berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seorang raja yang bergelar
“Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Sakti RaoMapat”. Meski membenci
Belanda, ayahnya sangat menggemari musik klasik (aliran musik bergengsi dari Eropa yang
tidak biasa didengar oleh penduduk pribumi pada saat itu, apalagi di daerah terbelakang seperti
Rao). Oleh karena itu, Asrul patut berbangga hati karena sebelum bersekolah, ia sudah
mendengar karya-karya terkenal dari Schubert.

Ibunya adalah seorang wanita yang sederhana, namun sangat memperhatikan pendidikannya.
Sejak kecil ia dimanjakan oleh ibunya dengan buku-buku cerita ternama. Ibunya selalu
membacakan buku-buku tersebut untuknya. Oleh karena itu, sekali lagi, ia patut berbangga hati
karena sebelum pandai membaca, ia sudah mendengar cerita Surat Kepada Raja karya Tagore.
Inilah gambaran Asrul muda di mata Pramoedya Ananta Toer:
Seorang pemuda langsing, gagah, ganteng, berhidung mancung bersikap aristokrat tulen…
Tinggalnya di jalan Gondangdia Lama. Mendengar nama jalan ini saja, kami pribumi kampung
yang lain, mau tak mau terpaksa angkat pandang menatap wajahnya. Di Gondangdia Lama hanya
ada gedung-gedung besar, megah, dan mewah. Akan tetapi, kami pun punya kebanggaan
“penerbitan kami”. Begitulah, pada suatu kali kami undang dia datang menghadiri diskusi sastra.
“Penerbitan” kebanggaan kami, kami perlihatkan kepadanya. Dia baca pendapat redaksi tentang
sajak-sajak peserta. Tentunya, kami ingin tahu pendapatnya, dan sudah tentu juga perhatiannya.
Ternyata pendapat dan perhatiannya tepat sebaliknya daripada yang kami harapkan. Aku masih
ingat kata-katanya: “Tahu apa orang-orang ini tentang sajak?” Dan, kami pun sadar,
sesungguhnya kami tidak tahu. Tapi itu tidaklah begitu mengejutkan dibanding dengan kata-
katanya yang lain: “Tahu apa orang-orang ini tentang Keats dan Shelley! Bukan hanya kami
yang baru dengar kata-kata aneh itu, juga Victor Hugo-nya Sanjaya menjadi gagu kehilangan
lidah!
Pemuda berpeci merah tebal itu adalah asrul Sani . Dan “penerbitan” kamipun mati kehabisan
darah kebakaran semangant.
Asrul memulai pendidikan formalnya di Holland Inlandsche School(HIS), Bukittinggi, pada
tahun 1936. Lalu, ia masuk ke SMP Taman Siswa, Jakarta (1942), Sekolah Kedokteran Hewan,
Bogor (194.). Ia menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1955. Jadi, ia adalah seorang dokter
hewan. Akan tetapi, gelar bergengsi itu tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari dunia seni
(sastra, teater, dan film). Bahkan, di sela-sela kuliahnya, ia masih sempat belajar drama di
akademi seni drama di Amsterdam (bea siswa dari Lembaga Kebudayaan Indonesia-Belanda,
1952).
Asrul Sani bisa memuji secara habis, selamanya disediakan tempat yang lebih tinggi bagi
dirinya. (M. Balfas dalamHutagalung)
Di dalam dunia sastra Asrul Sani dikenal sebagai seorang pelopor Angkatan ’45. Kariernya
sebagai Sastrawan mulai menanjak ketika bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin menerbitkan
buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir. Kumpulan puisi itu sangat banyak
mendapat tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Setelah itu, mereka
juga menggebrak dunia sastra dengan memproklamirkan “Surat Kepercayaan Gelanggang”
sebagai manifestasi sikap budaya mereka. Gebrakan itu benar-benar mempopulerkan mereka.
Sebagai sastrawan, Asrul Sani tidak hanya dikenal sebagai penulis puisi, tetapi juga penulis
cerpen, dan drama. Cerpennya yang berjudul “Sahabat Saya Cordiaz” dimasukkan oleh Teeuw
ke dalam “Moderne Indonesische Verhalen” dan dramanya ,Mahkamah, mendapat pujian dari
para kritikus. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai, bahkan penulis esai terbaik
tahun ’50-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah “Surat atas Kertas Merah Jambu”
(sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda).
Sejak tahun 1950-an Asrul lebih banyak berteater dan mulai mengarahkan langkahnya ke dunia
film. Ia mementaskan “Pintu Tertutup” karya Jean-Paul Sartre, “Burung Camar” karya Anton P.
Chekov, dll. Ia menulis skenario film “Lewat Jam Malam (mendapat penghargaan dari FFI,
1955), “Apa yang Kau Cari Palupi?” (mendapat Golden Harvest pada Festival Film Asia, 1971),
“Kemelut Hidup” (mendapat Piala Citra 1979),dll. Ia juga menyutradarai film “Salah Asuhan”
(1972), “Jembatan Merah” (1973), Bulan di atas Kuburan (1973), dll.
Banyak sekali pekerjaan yang dilakukan Asrul Sani semasa hidupnya dan berbagai bidang pula.
Ia pernah menjadi Laskar Rakyat (pada masa proklamasi), redaktur majalah (Pujangga Baru,
Gema Suasana, Siasat, dan Zenith). Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1977—1987), Ketua
Lembaga Seniman Kebudayaan Muslim (Lesbumi), Anggota Badan Sensor Film, Pengurus Pusat
Nahdatul Ulama, Anggota DPR-MPR (1966—1983), dll.
Dalam perjalanan hidupnya, Asrul pernah menikah dua kali. Yang pertama, ia menikahi Siti
Nuraini, temannya sesama wartawan, pada tanggal 29 Maret 1951, di Bogor (dan bercerai pada
tahun 1961). Yang kedua, ia menikahi Mutiara Sarumpaet, 22 tahu lebih muda darinya, pada
tanggal 29 desember 1972. Dari pernikahannya yang pertama, Asrul dikaruniai tiga anak
perempuan dan dari pernikahannya yang kedua Asrul dikaruniai tiga anak laki-laki
Pada masa akhir hidupnya, istrinya, Mutiara Sarumpaet, tetap setia mendampinginya. Asrul yang
mulai renta dan sudah harus duduk di kursi roda tidak menghalangi keduanya untuk tampil di
depan umum dengan mesra. Ketika menghadiri acara pelantikan Prof. Riris K. Toha Sarumpaet,
Ph.D. (adik kandung Mutiara) menjadi guru besar di Universitas Indonesia (3 September 2003),
Mutiara dengan mesra menyuapi Asrul di atas kursi rodanya. Makanan dan minuman yang
sesekali meluncur dari bibir dan mengotori dagunya, dilap oleh Mutiara dengan lembut.

Karya-Karya Asrul Sani


I. Karya Asli
a) puisi
b) cerita pendek
c) drama
d) esai
II. Karya Terjemahan
a) puisi
b) cerita pendek
c) novel (masih berupa naskah)
d) drama (sebagian besar masih berupa naskah)

MAKNA PUISI
Analisis kebahasaan dan makna
Puisi Surat dari Ibu, karya  Asrul Sani

NO Larik Puisi Makna


1 Pergi ke laut lepas, anakku mencari pengalaman dan menambah wawasan
sayang laut lepas = kata simbol (=dunia / masyarakat / ilmu
pengetahuan / kehidupan)
2 pergi ke alam bebas! Alam bebas = kt. Simbol (=membebaskan pikiran;
menambah wawasan agar pergaulan dan pengetahuannya
luas)
3 Selama hari belum petang Selama sang anak belum menadi tua
Petang = kiasan; simbol (=tua)
4 dan warna senja belum kemerah- Dan pemikirannya belum penuh dengan beban pemikiran
merahan tentang hidup
Senja belum kemerah-merahan = suasana suram /
pekat;menggambarkan pikiran orang tua yang penuh
dengan permasalahan hidup
5 menutup pintu waktu lampau Kita tak mungkin kembali ke masa lalu
Ket :
baris 4-5 mengandung majaspersonifikasi; karena hari
diandaikan berlaku seperti manusia (menutup pintu)
baris 3-5 mengandung citraan / imaji visual
6 Jika bayang telah pudar Jika pengalaman yang didapat telah banyak ;
digambarkan dengan kata-kata konkret pada baris 1-2
yang menggambarkan hari sudah senja. (Jika bayang
telah pudar berarti hari sudah mulai senja / dan elang laut
pulang ke sarang juga pada waktu senja). Artinya,
pengalaman dan pengetahuan yang didapat sang anak
sudah banyak / sudah mencukupi.
7 dan elang laut pulang ke sarang
8 angin bertiup ke benua Angin bertiup ke benua / daratan saatnya para nelayan
kembali pulang ke darat; artinya saatnya sang anak
kembali pulang.
9 Tiang-tiang akan kering sendiri Tiang-tiang akan kering sendiri artinya kedewasaan dan
jiwa sang anak sudah kokoh oleh pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh
10 dan nakhoda sudah tahu pedoman Nakhoda simbol seorang pemimpin yang memimpin
kapalnya.
Kapal simbol kehidupan / perjalanan hidup seseorang
Jadi, nakhoda sudah tahu pedoman = pemimpin yang
sudah tahu tujuan hidupnya. Sang anak diharapkan sudah
tahu tujuan hidupnya
11 boleh engkau datang padaku! Maka sang anak boleh menceritakan seluruh pengalaman
dan kesuksesannya kepada sang ibu.
12 Kembali pulang, anakku sayang Sang ibu meminta anaknya pulang
13 kembali ke balik malam! Kembali untuk menenangkan diri dan beristirahat /
berkumpul dengan keluarga
Malam menggambarkan keadaan; saatnya seluruh
anggota keluarga berkumpul dan beristirahat bersama
14 Jika kapalmu telah rapat ke tepi Jika perjalanan hidup; tujuan hidup sang anak telah
tercapai
Digambarkan dengan kapal telah merapat ke tepi
(biasanya kapal akan sandar / merapat ke tepi / pelabuhan
jika telah sampai tujuan)
15 Kita akan bercerita Kita (=sang ibu dan sang anak) saling menceritakan
pengalamannya; melepas kerinduan
16 “Tentang cinta dan hidupmu pagi Menceritakan hal-hal yang baik (tentang kesuksesan sang
hari” anak dan bukan tentang keluhan atau kegagalan yang
menyebabkan sang ibu bersedih) digambarkan dengan
menceritakan tentang cinta; dan menceritakan rencana
hidup sang anak di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai