Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN

PENGANTAR ARSITEKTUR
FUNGSI HALTE

DISUSUN OLEH :

SAFANA NADHIRA SYARIF


2215012006

DOSEN PENGAMPU:

Ir. Ar. KELIK HENDRO. B., S.T., M.T.


YUNITA KESUMA., S.T., M.Sc.

PROGRAM STUDI S-1 ARSITEKTUR


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bus kampus merupakan alat transportasi umum yang digunakan oleh


mahasiswa atau dosen maupun masyarakat setempat untuk memudahkan
kegiatan di kampus. Bus kampus dapat dinaiki melalui beberapa titik
perhentian, salah satunya adalah halte kampus. Halte kampus adalah
tempat para penumpang menunggu datangnya bus dengan menggunakan
berbagai fasilitas di halte kampus tersebut. Dengan banyaknya pengguna
yang melakukan berbagai kegiatan di halte kampus, maka halte tersebut
harus memiliki fasilitas yang memadai, memberikan kenyamanan, serta
keamanan bagi pengguna.
Dewasa ini Halte Bus saat ini menjadi kurang tepat fungsi, halte bus lebih
banyak digunakan oleh pedagang, tempat pangkal tukang ojek, maupun
taksi, hal tersebut membuat pengguna yang hendak menggunakan halte
untuk menunggu bus menjadi kurang nyaman dan memilih untuk
memberhentikan bus di pinggir jalan dan dapat menyebabkan kemacetan
yang cukup panjang.

2
2. Rumusan Masalah

I. Bagaimana Halte Dapat Lebih Tepat Guna?

II. Bagaimana Pengguna Dapat Memiliki Rasa Aman di Halte?

III. Apakah Halte Tersebut Dapat Memberikan Kenyamanan Apabila Terjadi


Perubahan Cuaca?

3. Tujuan

I. Menjadikan Halte Sebagai Sarana Umum yang Digunakan Sesuai


Fungsinya.

II. Terciptanya Perasaan Aman Bagi Seluruh Pengguna Halte.

III. Menciptakan Halte yang Tetap Nyaman Bagi Pengguna Disaat Terjadi
Perubahan Cuaca.

4. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Penelitian ini hanya mencakup dua variabel yaitu fungsi
dari halte dan kenyamanan serta keamanan bagi pengguna. Objek utama
dari penelitian ini meliputi pengguna dari halte bus, yakni mahasiswa,
dosen, para staf, maupun masyarakat umum.

5. Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


survey. Metode survey adalah jenis metodologi penelitian yang digunakan
untuk mengetahui dan menganalisis suatu perilaku pada subjeknya. Pada
umumnya, data dari metode ini berupa wawancara ataupun kuesioner.

3
6. Sistematika Penulisan

I. BAB I Pendahuluan

BAB yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan


penelitia, ruang lingkup masalah, metodologi penelitian, dan sistematika
penelitian.

II. BAB II Tinjauan Fungsi Dalam Arsitektur

BAB ini menjelaskan mengenai identifikasi fungsi halte dan identifikasi


factor kebutuhan kenyamanan manusia dari halte bus.

III. BAB III Analisis Perencanaan Halte

BAB ini menjelaskan analisis fungsi halte, analisi sosial ekonomi, analisis
sosial budaya, dan analisis psikologi manusia.

IV. BAB IV Proses Dalam Perencanaan

BAB ini menjelaskan mengenai proses dalam perancangan arsitektur.

V. BAB V Kesimpulan

BAB II
TINJAUAN FUNGSI HALTE DALAM ARSITEKTUR

1. Teori Dasar Fungsi Dalam Arsitektur

Menurut para ahli bahasa, pengertian umum dari fungsi adalah pendekatan
pada studi bahasa yang berkenaan dengan fungsi yang ditunjukkan oleh
bahasa, terutama dalam hal kejadian, ekspresi, dan pengaruh keahlian.

4
Fungsi dalam arsitektural memiliki makna yakni, suatu prinsip dimana
suatu bangunan harus diperoleh dari fungsi yang harus dipenuhinya, yakni
aspek skematis dan teknis dari meodernisasi arsitektural (rasionalisme),
yang pendirian teoritisnya lebih luas juga membentuk pertanyaan
simbolik, filsafat, politik, sosial dan ekonomi. Fungsi ketepatgunaan harus
dipenuhi oleh suatu bangunan, dan pengaruhnya terhadap pengguna
maupun pengamat. Menurut teori Vitruvius, komoditas (commodity),
keteguhan (firmness), dan menyenangkan (delight) adalah tiga dimensi
yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah karya arsitektur memberikan
pengertian bahwa dalam kenyataannya, fungsi tidak bisa ada tanpa bentuk,
material konstruksi, dan teknik.

Dalam menciptakan suatu bangunan tentu saja memiliki tujuan, seperti


bagaimana bangunan tersebut dapat memberikan kenyamanan, keamanan
bagi sang pengguna. Dalam membentuk suatu bangunan, seseorang harus
memikirkan fungsi dari bangunan tersebut, sehingga tidak menjadi
bangunan yang tidak memiliki fungsi. Geoffrey Broadbent mengemukakan
enam fungsi dalam arsitektural yakni :

1) Environmental Filter (Filter Lingkungan)

Bangunan dapat mengontrol filter. Bangunan menjadi filter atau


saringan antara lingkungan luar dengan aktivitas yang akan kita
lakukan. Bangunan juga meningkatkan kualitas sebuah lingkungan.
Tidak hanya lingkungan fisik saja, tetapi juga dalam lingkup sosial.
Hal ini berarti arsitektur dituntut untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Suatu karya arsitektur harus bisa memberi
peningkatan kualitas dari sebuah lingkungan dengan
memanfaatkan aspek positifnya. Kita bisa menentukan lingkungan
dalam bangunan dengan cara menentukan ruangan mana saja yang
harus berdekatan, dan mana yang harus berjauhan.

5
2) Container Of Activities (Wadah Kegiatan)

Karya arsitektur dirancang untuk mewadahi kegiatan masyarakat,


sehingga masyarakat atau pengguna dapat merasa aman dan
nyaman.

3) Capital Investment (Fungsi Investasi Modal)

Arsitektur memiliki tujuan untuk meperoleh manfaat atu nilai


tambah tertentu atau keuntungan. Investasi yang dimaksud yaitu
sebagi suatu upaya pemanfaatan sumber daya, baik modal uang,
alat, dan tenaga untuk mengahasilkan keuntungan tertentu.

4) Symbolic Function (Fungsi Simbolik)

Arsitektur dirancang untuk menghadirkan nilai-nilai simbolik yang


berkaitan dengan keagamaan atau budaya lainnya. Dalam
mendesain sebuah rumah agama maupun rumah adat tentunya
terdapat unsur simbolik yang menjadi makna penting dalam
budayanya.

5) Behaviour Modifier (Pengaruh Perilaku)

Suatu bangunan atau bentuk arsitektur dapat memodifikasi atau


bahkan memanipulasi tingkah laku atau kebiasaan seseorang yang
secara aktif berinteraksi dengan bangunan atau bentuk arsitektur
tersebut.

6) Aesthetic Function (Fungsi Estetika)

Bangunan akan menarik bila bangunan tampak bagus/indah,


sesuai dengan tren atau hal yang banyak di gemari saat ini, sesuai
dengan asas-asas tertentu dari order visual dan lain-lain.

6
2. Klasifikasi Fungsi Dalam Arsitektur Menurut Para Ahli

A. Menurut Geoffrey Boardbent

Ada beberapa gagasan tentang fungsi konsepnya tentang fungsi


arsitektur dikemukakan oleh Broadbent dalam buku “Signs,
Symbols, and Architecture”.  Broadbent memandang bahwa fungsi
arsitektur perlu ditelususri berdasarkan hubungan antara arsitek itu
sendiri dengan penikmat (manusia). Dalam memfomulasikan
konsepnya mengenai fun arsitektur (disebutnya “BUILDING
TASK”), Broadbent mencoba menelusurinya berdasarkan 3 (tiga)
aspek utama dalam kaitan evaluasi suatu karya arsitektur, yaitu :
1. Arsitek (perancangnya)
2. Pemakai, Penikmat dan Pengamat
3. Karya Arsitektur itu sendiri secara otonom
Dari dasar pemikirannya ini Broadbent merumuskan fungsi
arsitektur atau “Building Task” itu dalam sejumlah kategori sebagai
berikut :

Artistik Form (Fungsi Bentuk Arsitektur)


Dalam arsitektur dianggap sebagai bentukan seni, sehingga
arsitektur yang fungsional diartikan sebagai suatu bentukan yang
artisitk dan memiliki nilai-nilai keindahan. Jadi dapat diambil
patokan secara emprikal bahwa suatu bangunan harus
mempunyai fungsi estetika untuk memperindah suatu karya
arsitektur agar dapat dinikmati.

1) Container (Fungsi Perwadahan)


Pengertian Container ini lebih mengacu pada fungi perwadahan
aktifitas. Dalam arti bahwa bentukan arsitektur yang fungsional
secara fisik adalah sesuatu yang mampu mewadahi suatu
kegiatan/aktifitas tertentu, sehingga penikmat dapat merasa
aman dan nyaman.

2)  Climatic Modifier (Fungsi Modifikasi / Kontrol Iklim)


Dalam kategorinya, fungsi ini lebih menunjuk bahwa bentukan
arsitektur yang fungsional itu dapat diartikan sebagai bangunan
yang mampu mengantisipasi, mengontrol, dan beradaptasi
dengan lingkungan fisiknya, dalam hal ini adalah aspek iklim
yang berlaku disekitarnya. Arsitektur harus dapat menyesuaikan
diri secara klimatologis dalam lingkungannya karena
kehadirannya menurut fungsionalisasinya dari berbagai aspek
termasuk iklim.

3)   Environmental Filter (Fungsi Filter Lingkungan)

7
Bangunan mampu beradaptasi dengan mengikutsertakan
karakteristik dominan dan setidak-tidakya dapat memberikan
nilai tambah dalam meningktakan kualitas lingkungan tersebut.

4)   Behaviour Modifier (Fungsi Pembentuk Perilaku)


Dalam kajian perilaku ini arsitektur atau bangunan harus
berfungsi sebagai pembentuk perilaku. Dalam tautan ini
diyakini, bahwa setiap olahan dalam setiap bentukan arsitektur
pada gilirannya akan mampu memodifikasi, membentuk bahkan
memanipulasi tingkah seseorang yang secara aktif berinteraksi
dengan bentukan arsitektur tersebut.

5)   Capital Investment (Fungsi Investasi Modal)


Arsitektur berfungsi sebagai suatu investasi modal yang
mengartikan bahwa adanya semacam tujuan untuk memperoleh
manfaat atau nilai tambah tertentu atau keuntungan. Investasi
yang dimaksud adalah suatu upaya pemanfaatan sumber daya,
baik modal uang, alat dan tenaga untuk menghasilkan
keuntungan tertentu. Keuntungan yang dimaksud dapat
dibedakan menjadi dua keuntungan yaitu keuntungan profit dan
keuntungan benefit.

>  Keuntungan Profit adalah keuntungan dalam hal yang dapat


diukur, misalnya pengembalian modal investasi. Contoh
arsitektur yang bersifat “Profit Oriented” yakni Hotel,
Supermarket, Bioskop, dsb.

>  Keuntungan Benefit adalah keuntungan yang sifatnya tidak


dapat diukur dengan uang karena berhubungan dengan
peningkatan kualitas nilai-nilai atau norma kehidupan tertentu.
Contoh arsitektur “Benefit Oriented” yakni Bangunan Peribatan,
Rumah Sakit, Gedung Pemerintah, dsb.

7)  Cultural Symbolization (Fungsi Simbol Budaya)


Dalam pengertiannya, arsitektur yang berfungsi sebagai simbol
budaya adalah arsitektur yang mampu mengekspresikan
karakteristik suatu budaya tertentu. Pengertian budaya dapat
diartikan sebagai nilai-nilai, norma, gagasan, pola tingkah laku
dan aktivitas, maupun artefaknya. Pengertian simbol atau
lambang bukan berarti lambang yang dikemukakan memiliki
kemiripan rupa atau sama dengan apa yang dilambangakan.

8
B. Menurut Jan Mukarovsky

1) Expressive Function
Fungsi ekspresi memperlihatkan kegunaan dan struktur secara
bersamaan dalam arsitektur, dimana bentuk merupakan hasil
dari kegunaan/fungsi di dalamnya, bentuk secara simbolik
melahirkan fungsi, rancangan bangunan menjabarkan struktur
& konstruksi serta peralatan bangunan secara menonjol.

2) Aesthetic Function
Fungsi Estetik merupakan filsafat keindahan bentuk dan ruang
yang bisa ditonjolkan dari suatu tipe bangunan dan tidak ada
pula batasan diantara struktur dan fungsi itu sendiri.

3) Allusory Function
Fungsi kenangan ini didasarkan pada manifestasi “memori”
sejarah, misalnya dengan mengadopsi secara tegas beberapa
bagian bangunan bernilai sejarah ke dalam bentuk bangunan di
zaman sekarang maupun masa yang akan datang. Fungsi
Dalam Arsitektur, Studi Kasus: Halte. 2021

4) Territorial Function
Fungsi teritori merupakan fungsi yang digunakan untuk
membedakan fungsi ruangan yang ada dengan menggunakan
alat-alat tertentu, tanda-tanda penulian dan alat alat grafis

5) Referential Function
Fungsi referensi ini fokus kepada aspek bahwa arsitektur
berpotensi untuk menginspirasi jenis atau gaya yang diadopsi
pada masa sekarang yang kemungkinan akan digunakan
kembali dimasa yang akan dating.

C. Menurut Larry R. Ligo

9
a) Structure Functional (Fungsi Struktur)

b) Physical Function (Fungsi Fisik)

c) Phsycological Function (Fungsi Psikologis)

d) Social Function (Fungsi Sosial)

e) Culture/Existencial Function (Fungsi Budaya


Masyarakat)

3. Fungsi Halte Sebagai Ruang Publik, Studi Kasus: Halte

a) Halte 1

Letak: Jl. Wolter Monginsidi, Gulak Galik, Kec. Teluk Betung


Utara, Kota Bandar Lampung.

Halte ini awalnya adalah salah satu fasilitas yang sangat membantu
masyarakat yang menunggu datangnya bus selayaknya fungsi halte
pada umumnya, namun seiiring berjalannya waktu halte ini kurang
berfungsi sebagaimana fungsinya karena kerusakan halte tersebut,
yakni halte yang hamper seluruhnya sudah rusak.

b) Halte 2

10
Letak: Jl. ZA. Pagar Alam, Bandar Lampung

Halte di depan Wisma Bandar Lampung ini memang sudah sangat


tidak layak untuk menjadi tempat menunggu angkutan umum
karena atap dari halte ini sudah bolong sera bangunannya penuh
dengan coretan sehingga pengguna merasa tidak nyaman dan
memilih tidak menggunakan halte ini.

c) Halte 3

Letak : Depan RS Advent

Halte didepan Rumah Sakit Advent ini sudah diperbaikin pada


tahun 2019 jelang pengaktifan bus trans, sehingga halte tersebut
lebih nyaman disbanding dengan halte-halte yang lainnya.

11
4. Faktor Kenyamanan Manusia Dari Halte

Menurut peraturan Menteri perhubungan republik Indonesia Nomor 10


tahun 2012 tentang standar pelayanan minimal angkutan masal berbasis
jalan, halte adalah seuah bangunan yang memiliki fungsi sebagai
pemberhentian kendaraan umum dan tempat menaikkan serta menurunkan
penumpang. Dalam membangunan sebuah halte harus memiliki lajur
khusus bagi bus. Standar khusus dari sebuah halte meliputi keamanan,
kenyamanan, keselamatan, keterjangkauan, dan keteraturan, serta meliputi
mutu pelayanan, yakni nilai, dan ukuran atau jumlah.

Standar jenis pelayanan dan mutu sebuah halte

I. Standar keamanan dan keselamatan.

Keamanan di halte merupakan standar minimal terpenting yang


harus dipenuhi demi terciptanya rasa aman bagi pengguna.
Keamanan pada sebuah halte dapat didukung dengan berbagai
fasilitas yang memadai, pertama harus terdapat penerangan yang
menerangi halte dengan baik.

II. Standar Kenyamanan

Standar kenyamanan yang harus dipenuhi ialah halte yang bersih,


indah, dapat melindungi disaat panas ataupun hujan. Kenyamanan
yang harus diperhatikan ialah kenyamanan ruang (Spatial
Comfort), kenyamanan visual (Visual Comfort), kenyamanan
termal (Thermal Comfort), dan kenyamanan suara (Acoustic
Comfort).

a) Kenyamanan Ruang (Spatial Comfort)

12
Kenyamanan ruang mencakup dimensi, luas, dan bentuk
ruang, bentuk ruang mencakup dua aspek, yaitu kepadatan
ruangan dan ergonomi. Pada kepadatan ruangan, dalam
menentukan luas sebuah ruangan yang diperlukan suatu
bangunan telah diputuskan atas ketentuan dari pemerintah.
Ukuran minimum dengan luas efektif halte adalah
panjangnya kurang lebih 4 m dengan lebar kurang lebih 2
m. Dalam aspek ergonomi, terdapat syarat agar seluruh
peralatan dan sarana prasarana sesuai dengan penggunanya,
seperti aspek antropometri, khususnya ukuran tubuh
manusia. Jarak minimal seorang manusia dalam
melaksanakan kegiatan sosial adalah sekitar 1,2 m. Dengan
studi antropometri kita juga dapat menentukan dimensi
manusia yang sedang berdiri, duduk, mengantri, dan duduk
di kursi roda. Selain aspek antropometri, aspek lingkungan
dan psikologis juga menjadi salah satu unsur ergonomi
sebuah kenyamanan ruang. Beberapa fasilitas pendukung
yang dapat digunakan di halte demi mendukung
kenyamanan ruang adalah fasilitas berupa tempat sampah
dan fasilitas kemudahan untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang seperti tinggi lantai halte yang sama dengan
tinggi lantai bus. Luas lantai per orang juga di
perhitungkan, yakni 4 orang/m2 pada waktu puncak serta 2
orang/m2 pada waktu non puncak. Pengukuran luas lantai
per orang berfungsi untuk memberikan kenyamanan ruang
bagi penumpang yang berdiri saat menunggu bus

b) Kenyamanan Visual (Visual Comfort)

13
Kenyamanan Visual / Visual Comfort Kenyamanan visual
yang berupa standar pencahayaan, warna, tekstur, dan pola
merupakan kondisi dimana seorang manusia merasakan
kenyamanan dengan lingkungannya secara visual.
Kenyamanan visual berkaitan erat dengan sistem
pencahayaan suatu ruangan atau bangunan. Dalam sebuah
halte, lampu penerangan merupakan salah satu fasilitas
yang harus dipenuhi karena berfungsi sebagai sumber
cahaya agar memberikan rasa aman dan nyaman bagi
penumpang dan penggunanya. Jumlah lampu setidaknya
minimal 95% berfungsi yang sesuai dengan standar teknis.

c) Kenyamanan Termal (Thermal Comfort)

Kenyamanan termal berhubungan dengan sirkulasi,


temperatur, dan kelembapan udara. Kenyamanan termal
sendiri merupakan suatu kondisi pikiran yang
menghadirkan rasa nyaman akan lingkungan termal yang
dipengaruhi oleh faktor termis, seperti temperatur udara,
kelembapan udara, dan kecepatan angin, serta faktor
subjektif yang berkaitan dengan manusia, seperti suhu
tubuh yang dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan, berat
badan, bentuk tubuh, makanan dan minuman yang
dikonsumsi dan warna kulit. Standar kenyamanan termal di
halte dapat diciptakan dengan atap yang melindungi
pengguana halte dari panas matahari dan hujan.

d) Kenyamanan Suara (Acoustic Comfort)

14
Kenyamanan suara dibuat untuk menciptakan lingkungan
maupun ruangan yang kebisingannya dapat ditoleransi serta
memenuhi kualitas suara yang diinginkan. Kualitas suara
harus ideal, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan
dengan meminimalisir kebisingan. Standar kenyamanan
suara di lingkungan perumahan dan sekolah adalah sekitar

III. Standar Keterjangkauan

Yakni kemudahan akses bagi pengguna halte, baik kemudahan


akses jalan, maupun harga atau tarif yang terjangkau.
Keterjangkauan terdiri atas kemudahan perpindahan penumpang
bus antar koridor, ketersediaan integrasi jaringan trayek
pengumpan, serta tarif perjalanan. Dalam perpindahan penumpang
bus antar koridor, pengguna dapat berpindah maksimal 2 (dua) kali
dalam melakukan perpindahan antar koridor dari halte
keberangkatan sampai dengan halte tujuan. Ketersediaan integrasi
jaringan trayek pengumpan harus memberikan kemudahan bagi
penggunanya untuk memperoleh angkutan dengan trayek yang
berkelanjutan dan massal. Tarif yang diberikan juga harus
terjangkau sesuai dengan SK Penetapan Tarif oleh Pemerintah
Daerah setempat

IV. Standar Kesetaraan

15
Standar minimal dalam memberikan pelayanan yakni setara bagi
seluruh pengguna, dan terdapat pelayanan khusus bagi lansia,
penyandang disabilitas, anak-anak, dan ibu hamil. Fasilitas yang
menjadi fokus dari standar kesetaraan adalah kursi prioritas, ruang
khusus bagi pengguna kursi roda, serta kemiringan dan tekstur
lantai. Kursi prioritas ialah tempat duduk didalam bus yang
ditunjukkan bagi penyandang disabilitas, anak-anak, lansia,
maupun ibu hamil, dalam sebuah bus minimal terdapat 4 buah
kursi prioritas. Didalam sebuah halte baiknya terdapat ruang
khusus bagi pengguna kursi roda, serta memikirkan kemiringan
dan tekstur pada lantai.

V. Standar Keteraturan

Salah satu standar terpenting yang harus dipenuhi untuk


memberikan kepastian waktu keberangkatan dan kedatangan bus
serta adanya fasilitas untuk menunjukkan informasi perjalanan bagi
pengguna halte. Standar keteraturan terdiri atas waktu tunggu,
kecepatan perjalanan, waktu berhenti di halte, informasi pelayanan,
informasi waktu kedatangan mobil bus, akses keluar masuk halte,
ketepatan dan kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan
mobil bus, informasi gangguan perjalanan mobil bus, dan sistem
pembayaran. Dalam menunggu kedatangan bus, pengguna bus
dapat membutuhkan waktu hingga maksimal 7 menit saat waktu
puncak, serta 15 menit waktu non puncak. Kecepatan rata-rata
perjalanan juga diukur maksimal 30 km/jam pada waktu puncak
dan 50 km/jam pada waktu non puncak, sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing. Waktu berhenti bus di setiap halte diukur
dengan maksimal 45 detik pada waktu puncak dan maksimal 60
detik pada waktu non puncak.

16
Informasi pelayanan, seperti nama halte, jadwal keberangkatan
dan kedangan, jurusan/rute dan koridor, tarif dan peta jaringan
koridor juga harus dipenuhi yang dapat dibuat berupa papan
informasi, visual, audio, 19 dan tulisan seperti brosur. Informasi
pelayanan juga harus ditempatkan di tempat yan mudah terbaca,
dengan kondisi baik dan dapat diakses melalui internet. Informasi
waktu kedatangan bus, informasi gangguan perjalanan bus, serta
ketepatan dan kepastian jadwal keberangkatan dan kedatangan bus
harus tersedia di tempat yang strategis dan mudah dibaca,
dibacakan atau ditulis di papan display dan audio terdengar jelas,
serta berfungsi dengan baik. Sistem pembayaran di halte harus
dapat memberi kemudahan bagi pengguna untuk membeli tiket
dengan cepat dan transparan dan adanya bukti pembelian tiket.
Tiket dapat dibeli dengan smart card untuk full BRT, manual
dan/atau smart card untuk sistem transit, dan melalui perangkat
atau mesin pengecekan smart card.

BAB III

Analisis Perencanaan Halte

1. Analisis Fungsi dan Kegiatan dari “Halte”

Halte memiliki fungsi untuk menaikkan dan menurunkan


penumpang yang akan menuju ke suatu tempat dengan
menggunakan transportasi umum bus.

17
Fungsi utama dari sebuah halte adalah sebagai tempat
menunggu kedatangan bus. Definisi halte menurut Keputusan
Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) tentang Pedoman
Teknis Perekayasaan Tempat Pemberhentian Kendaraan
Penumpang Umum (TPKPU) adalah menjamin keselamatan
pengguna angkutan penumpang umum dan menjamin kepastian
keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan
penumpang. Dalam Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Pasal 2
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas
berasaskan kesetaraan. Sehingga pemerintah harus memenuhi
hak penyandang disabilitas salah satu asanya adalah kesetaraan.
Fasilitas yang ada di halte bus memenuhi aktiftas pengguna
dalam saat menunggu di dalam halte berupa fasilitas duduk
serta ruang yang cukup untuk berdiri. Ketinggian dan lebar
dudukan pada fasilitas duduk merupakan standar minimum
ukuran ergonomis manusia dalam beraktiftas duduk. Dimana
sebagai tempat transit, pengguna tidak duduk lama, karena
akan segera beranjak untuk mencapai tujuan lainnya. Bahkan
seringkali pengguna tidak menggunakan fasilitas duduk dalam
menunggu, tapi lebih memilih untuk berdiri saja. Kegiatan
yang dilakukan untuk kepentingan pribadi yang tampak di
lapangan diantaranya menjual makanan, minuman, masker,
aksesoris rambut dan sebagainya. Kegiatan ini dilakukan
dengan memarkir gerobak di depan halte, menggelar
lapak/meja dagangan, ataupun media jual yang digendong oleh
pedangang. Sementara untuk aktiftas kepentingan golongan
yang terjadi di halte adalah transaksi top-up kartu langganan
bus yang dilakukan oleh petugas yang berlangsung dari jam
6.30 – 10.00 pagi setiap harinya. Aktiftas ini membutuhkan
fasilitas kursi,meja dan instalasi listrik untuk mesin EDC
(electronic data capture).

18
2. Analisis Sosial Ekonomi “Halte” (Tingkat Pengahasilan
Pengguna, Efektifitas, Efisiensi, Ekspresi, Dll.)

Pengguna moda angkutan umum saat ini sudah mulai


berkurang, hal ini mengakibatkan fungsi dari halte juga
berubah satu diantaranya adalah dipergunakan sebagai tempat
berjualan oleh pedagang kaki lima. Perubahan fungsi halte ini
perlu dilihat dari hasil identifikasi dan evaluasi halte serta
intensitas penggunaan oleh calon penumpang angkutan umum
yang pada penelitian ini dapat terlihat dari tingkat penghasilan
pengguna, efektifitas dan efisiensi, ekspresi, dan persepsi
masyarakat tentang penggunaan angkutan umum dan
penggunaan halte. Untuk memastikan suatu kebijakan tepat
sasaran maka perlu dilakukan kajian persepsi masyarakat
berkonsep bottom up dari aspirasi masyarakat agar transportasi
dapat menjadi solusi dalam mengatasi kemacetan dan mampu
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan
kendaraan pribadi. Potensi Kebutuhan Halte Penentuan lokasi
dan jumlah halte baru memiliki peran penentuan lokasi dan
jumlah halte baru memiliki peran yang penting dalam
penggunaan moda angkutan umum.

19
Pembangunan halte yang tidak optimal akan menyebabkan
permasalahan transportasi semakin meningkat, karena banyak
masyarakat yang awalnya ingin menggunakan moda ini namun
menjadi malas untuk memanfaatkan moda ini. Hal ini
disebabkan terdapat kesulitan disaat akan menggunakanan
fasilitas yang tersedia. Banyak penumpang yang tidak
menggunakan fasilitas halte sebagai tempat naik dan turun dari
angkutan umum dikarenakan jarak yang harus ditempuh
menuju ke halte terlalu jauh, oleh sebab itu, penentuan lokasi
dan jumlah halte harus optimal. Dengan ditentukannya lokasi
dan jumlah halte yang optimal maka dapat memberi
kemudahan bagi penumpang yang ingin menggunakan
angkutan umum. Jika jumlah halte yang dibangun semakin
banyak maka semakin besar kemudahan yang diperoleh
penumpang.

3. Analisis Sosial Budaya terkait “Halte” (Pola Perilaku


Pengguna “Halte”, Budaya/Tradisi, Dll.)

Pola Perilaku

Perilaku diartikan sebagai aktivitas manusia berupa tindakan-


tindakan memberi reaksi terhadap rangsangan (stimulus) yang
diterimanya, yang dapat berasal dari luar (lingkungan) atau dari
dalam diri manusia itu sendiri.

Secara umum pengguna halte bus terdiri dari berbagai kalangan


mulai dari masyarakat umum, pelajar/mahasiswa, dll. Di dalam
halte terjadi banyak pola perilaku yang dilakukan oleh para
penggunanya. pola perilaku yang terjadi pada halte antara lain
sebagai berikut:

1) Aktivitas jual beli oleh para pedagang kegiatan ini dilakukan


dengan membuka lapak dagang di sekitar halte.

20
2) Aktivitas menunggu bus yang dilakukan oleh para
penumpang bus (masyarakat umum, pelajar/mahasiswa, dll),
kegiatan ini dilakukan dengan menunggu duduk di kursi halte,
ataupun menunggu dengan berdiri.

3) Aktivitas turun dari bus yang dilakukan oleh konsumen


(masyarakat umum, pelajar/mahasiswa, dll), kegiatan ini
dilakukan dengan turun dari bus lalu menuju halte untuk
menunggu jemputan ataupun langsung pergi menuju tujuan.

 Budaya/tradisi Menurut koentjaraningrat budaya adalah


sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah sistem gagasan dan
rasa, sebuah tindakan karya yang dihasilkan oleh manusia yang
di dalam kehidupannya yang bermasyarakat. Dalam
penggunaan halte, budaya/tradisi tercerminkan dari kegiatan
antre. Antre adalah kegiatan memperoleh atau menghadapi
pelayanan publik maupun hal lainnya adalah individu yang
datang lebih duluan berada di bagian depan dan akan mendapat
layanan lebih dulu dari yang lainnya. Kegiatan antre terjadi saat
pengguna menaiki bus dan turun dari bus.

4. Analisis Psikologi Manusia : Persepsi.


Analisis Tapak ; Menjelakan Lokasi Tapak Halte, Dimensi
Tapak Yang Dibutuhkan, Peraturan Daerah, Standarisasi,
Potensi Tapak, Kondisi Iklim, Angin. Aksesibilitas, Arah
Pandang, Konteks Lingkungan, Vegetasi, dan Utilitas Kota,
dll.
 Perencanaan Tapak

Site atau tapak adalah area yang menjadi obyek pengamatan di


dalam suatu perencanaan lansekap dan merupakan kawasan
pekerjaan yang di uraikan dalam kontrak.

21
Dalam (Timoticin Kwanda, 2002), perencanaan tapak adalah
seni dan pengetahuan tentang bagaimana mengatur dan
memanfaatkan bagian-bagian dari suatu tapak. Rencana tapak
adalah pedoman untuk membangun. Rencana yang bagus
belum tentu efisien karena tapak mempunyai masalah dan
potensi yang berbeda-beda. Perencanaan tapak adalah suatu
proses yang menghendaki kemampuankemampuan pengolahan
dari berbagai factor kemungkinan yang ada. Adanya elemen –
elemen tapak yang menjadi factor penentuan lokasi tapak
antara lain tata guna lahan, pedestrian, sirkulasi, parkir,
penandaan, ruang terbuka hijau, preservasi, activity support,
kriteria terukur dan kriteria tidak terukur

 Analisis Tapak

1. Melayani keperluan fungsional manusia

2. Melayani keperluan rekreatif

3. Menjaga proses alam (lingkungan fisik/biologis)

o Kategori:

1. Potensi Tapak: dpt digunakan sebaik mungkin (sumberdaya,


view, dll)

2. Persoalan Tapak: yg diperhatikan, vulnerable, perlu


upgrading improvement

3. Fitur Tapak: keistimewaan yang khas, menyenangkan, harus


dilindungi

4. Tanda Bahaya & Limitasi: harus dihindari, pematangan


lahan mahal.

22
o Faktor Analisis Tapak

1. Analisis terhadap Pemakai, karakteristik pemakai dianalisis


untu menentuan kebutuhan dan aktivitas ruang

2. Analisis terhadap Lingkungan Alamiah, elemen alami dan


keadaan tempat sekitar tapak (iklim, air, tanah, topografi,
vegetasi, dan kehidupan makhluk lainnya)

3. Analisis Lingkungan Binaan, semua data dari elemen buatan


manusia dlm tapak, mis: bangunan, drainase, dll untuk
memahami konsep ruang, sirkulasi, dll.

4. Analisis terhadap Sosial, Budaya dan Lingkungan Sekitar


dijadikan pertimbangan dalam menentukan zoning dan
aktivitas kegiatan yang dirancang Perencanaan tapak
diperlukan agar sebuah kawasan dapat memberi manfaat secara
maksimal pagi para penggunananya terutama dalam mengatasi
kebutuhan di kawasan tersebut, meminimalkan kerugian dan
tercapainya kenyamanan pengguna kawasan dalam (Timoticin
Kwanda, 2002). Sebelum dihasilkan sebuah perencanaan tapak
maka perlu adanya analisis wilayah tapak/analisis tautan.
Menurut (Edward, 1983), Analisis Tautan merupakan suatu
kegiatan riset praperencanaan yang menggambarkan dan
memusat pada kondisi-kondisi yang ada, dekat dan potensial
pada sekitar lokasi tapak. Peran utama dari analisis tautan
dalam suatu perencanaan adalah memberikan informasi
mengenai kondisi tapak sebelum memulai konsepkonsep
perancangan.

Persoalan tapak yang khas dan di anggap penting untuk di


perhatikan yang dapat ditunjukan pada suatu analisis tautan
adalah :

23
1. Tautan Wilayah Tautan wilayah meliputi peta kota atau peta
kawasan yang memperlihatkan lokasi tapak dalam hubungan
dengan kawasan sebagai suatu keseluruhan.

2. Tata Lingkungan Analisis Tata lingkungan menggambarkan


lingkungan sekitar tapak yang langsung berbatasan dengan
kawasan tapak, yang mungkin di gambarkan sebanyak tiga atau
empat blok di luar perbatasan tapak. Ini dapat diperluas lebih
jauh sampai meliputi suatu faktor penting atau dikarenakan
skala proyeksinya. Peta dapat memperlihatkan tata guna yang
ada dan yang di proyeksikan bangunanbangunan tata wilayah
dan kondisi-kondisi lain yang mungkin menimbulkan suatu
dampak pada proyek kita

3. Ukuran dan tata wilayah Mencatat semua aspek-aspek


dimensional tapak, meliputi batas-batas tapak, lokasi dan
dimensi jalur penembusan dan klasifikasi tata wilayah yang ada
dengan semua implikasi-implikasi dimensional (garis sepadan,
batas ketinggian, ketentuan parkir, tata guna yang diizinkan,
dan sebagainya

4. Keistimewaan Fisik Alam Keistimewaan Fisik Alam


meliputi kontur, pola-pola drainase, tipe tanah, pepohonan,
batuan, sungai, puncak, bukit, lembah, kolam dan lainnya.

5. Keistimewaan Buatan Keistimewaan buatan ini mencatat


kondisi pada tapak seperti bangunan, dinding, jalan, bahu jalan,
pipa air kebakaran, tiang listrik dan lain-lain.

6. Sirkulasi Sirkulasi adalah pergerakan atau perputaran keluar


masuk suatu hal. jika ini berkaitan dengan jalan atau lalu lintas
maka sirkulasi lalu lintas adalah pergerakan lalu lintas
kendaraan yang melintasi kawasan tersebut.

24
7. Pancaindra Pancaindra merupakan aspek-aspek
pemandangan-pemandangan dari dan kearah tapak dan
kebisingan yang ditimbulkan disekitar tapak.

8. Iklim Iklim yaitu analisis kondisi-kondisi iklim yang


berhubungan seperti curah hujan, kelembaapan dan variasi
suhu juga termasuk arah angin dan lintasan matahari.

Tata Letak Halte Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral


Perhubungan Darat Tata letak berdasarkan DirJend.
Perhubungan Darat (1996) jarak berjalan yang wajar bagi
penumpang angkutan umum untuk daerah CBD 200-400 m,
untuk daerah pinggiran kota 300500 m. Tempat henti (halte)
ditentukan oleh jarak, kapasitas dan jumlah permintaan yang
dipengaruhi oleh tata guna tanah dan tingkat kepadatan
penduduk. Adapun tata letak halte dan TPB terhadap ruang lalu
lintas, adalah:

1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan


kaki adalah 100 m.

2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 m atau


bergantung pada panjang antrian.

3. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit dan tempat


ibadah) adalah 100 m.

4. Perletakan di persimpangan adalah farside dan nearside Jenis


Kebijakan Operasional Angkutan Kota Tiga jenis kebijakan
operasional angkutan kota berkaitan perhentian yaitu:

 Flag Stop: pengendara atau pengemudi diinstruksikan agar


merespon keinginan penumpang kapan sebaiknya bus berhenti,
baik untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.

25
 Set-Stop: pengemudi diwajibkan untuk berhenti di perhentian
yang sudah ditetapkan sebelumnya, tidak peduli apakah pada
perhentian yang dimaksud ada calon penumpang yang ingin
naik ataupun ingin turun.

 Mixed Stop: merupakan campuran antara flag stops dan set


stops.

Standarisasi

Dalam perencanaan suatu bangunan, harus mengikuti beberapa persyaratan dan


peraturan yang berlaku. Sesuai dengan kaidah dan standarisasi yang telah
ditetapkan, sebagai usaha untuk memaksimalkan sarana halte. Berikut merupakan
aturan dan sistemasi dalam pembangunan di suatu wilayah.

 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu angka


persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/ tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.
 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yaitu angka
persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas
lantai seluruh bangunan yang dapat dibangun dan luas
lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai.
 Garis sempadan Bangunan (GSB) Gris imaginer yang
menentukan jarak terluar bangunan terhadap pinggir
ruas jalan. Besarnya GSB ini tergantung dari besar jalan
yang ada di depannya. Jalan yang lebar tentu saja
mempuyai jarak GSB yang lebih besar dibandingkan
jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil. Biasanya
jarak GSB ini rumusnya adalah setengah lebar jalan.

26
 Koefisien Daerah Hijau (KDH) Angka persentase
perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Adalah area
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.

Potensi Tapak

Wilayah yang berpotensi sebagai tapak / site plane yang


strategis berpeluang menciptakan keharmonisan suatu
rancangan bangunan dalam sudut pandang wilayah.
Secara umum, lokasi tapak halte berada di sekitaran
wilayah kampus dan juga dekat dengan pemukiman
warga.

Alasan pemilihan tapak :

1. Belum optimalnya pembangunan dan pengembangan


wilayah, daya dukung infrastruktur kawasan relatif
terbatas dan pemanfaatan potensi kawasan yang belum
maksimal.

2. Tapak berada di sekitar permukiman penduduk yang


notabene sebagai daerah pendidikan.

3. Area tujuan masyarakat yang sering dan relevan


untuk disinggahi

27
4. Mudahnya fasilitas penunjang berupa dekat dengan
area parkir terpadu, jalan menuju kantin, tidak jauh
menuju gedung/kampus tujuan. Dan mudahnya
aksesibilitas sarana.

Strategi :

1. Menjadikan permukiman sekitar sebagai bagian dari


keberadaan Pusat pergantian/persinggahan
mahasiswa/i/, Dosen, Staff kerja, dan warga sekitar
halte. Hal tersebut, merupakan upaya dalam menjalin
hubungan yang harmonis antara pemerintah daerah,
pihak kampus dan dengan masyarakat sekitar sebagai
bentuk integrasi pengoptimalan lahan setempat.

2. Menghilangkan pembatas yang bersifat masif pada


tapak, sebagai upaya memudahkan masyarakat untuk
mengakses tempat tersebut atau interaksi antara pihak
yang terlibat dengan pengunjung dan masyarakat
sekitarnya.

3. Pembatas visual untuk membedakan antara tapak


dengan kawasan sekitar tapak.

Kondisi iklim

Perencanaan tapak tak luput dari situasi atau kondisi


iklim yang terjadi di area tujuan. Dengan
memperhatikan iklim sekitar, maka pola design
bangunan dan area sekitar juga dapat menyesuaikan dan
beradaptasi dengan mudah.

Angin

28
Arah angin di sekitar tapak didominasi dari arah
selatan, karena di lokasi tapak terletak di pinggir jalan
raya blandongan kecepatan angin cukup kuat. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: lokasi lahan
tapak termasuk kosong, vegetasi masih sedikit,
banyaknya kendaraan yang lalu lalang mulai dari jenis
kendaraan roda dua hingga kendaraan berat, jarak
antara bangunan yang terlalu dekat dan tidak teratur dan
lain-lain.

Aksesibilitas

Sebagai upaya memudahkan aksesibilitas menuju area


halte, perlu diperhatikan beberapa ketentuan seperti
ukuran dan terkait bagaimana lokasi wilayah. Terdapat
3 akses yang dapat memudahkan pengguna untuk
memanfaatkan sarana halte.

a. Pejalan kaki

b. Kendaraan

c. Akses khusus penyandang disabilitas Ketiga akses


tersebut dirancang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan telah memperhitungkan pola pola kegiatan
Masyarakat disekitaran halte

Arah pandang (view)

29
Dalam arsitektur adalah arah pandangan yang dapat
dilihat dari tapak menuju luar tapak. Arah pandang
sangat berpengaruh bagi sebuah bangunan, baik di
dalam maupun di luar bangunan. View adalah
penentuan posisi sebuah bangunan yang ditujukan
untuk mendapat nilai dari arah pandangan terbaik di
lingkungannya. Sebuah pandangan tidak hanya menuju
ke arah tapak, melainkan keluar tapak juga
memengaruhi suatu arah pandang berupa karakteristik
yang menjadi ciri suatu bangunan. Contoh pemilihan
untuk arah pandang dapat dilihat dari pemilihan lokasi
site yang ditujukan sebagai tempat pembangunan.
Dengan adanya view yang menarik, sebuah bangunan
dapat memberikan perasaan nyaman dengan vissualisasi
terbaik bagi para pengunjung. Dari material, nilai arah
pandang dapat menggunakan material bangunan yang
dijadikan daya tarik tersendiri bagi orang-orang.
Contohnya pemilihan ornamen, warna dari bangunan,
penempatan tumbuhan dalam ruangan, desain atap,
bahan kaca, dan lain-lain. Konteks lingkungan pada
arsitektur mengambil lokasi pembangunan dengan
memperhatikan kondisi fisik sumber daya alam suatu
lingkungan berupa air, tanah, udara, cahaya, iklim,
bunyi dan kelembapan. Dalam arsitektur, konteks
lingkungan yang digunakan adalah Green Architecture,
yang merupakan sebuah konsep arsitektur yang
meminimalisir pengaruh buruk terhadap lingkungan
alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup
yang lebih baik dan sehat. Konsep ini dilakukan dengan
cara memanfaatkan sumber daya alam dan sumber
energi secara efesien dan optimal. Terlepas dari hal ini,
terdapat suatu aspek yang masih berhubungan dengan

30
konteks lingkungan yaitu vegetasi. Menurut Arnold
(1993), vegetasi merupakan nama tanaman atau
tumbuhan yang terdiri dari klasifikasi berdasarkan
morfologi seperti pohon, perdu, semak, ground cover
(penutup tanah), dan rumput (elemen pengalas). Fungsi
dari vegetasi sendiri dapat berupa estetika, sebagai
pengendali arah pandangan, pengendali erosi,
pengendali iklim, dan tempat kehidupan habitat (satwa).
Utilitas kota merupakan suatu pelengkapan sarana bagi
kehidupan di pemukiman, berupa PDAM atau
penyediaan air bersih, kepolisian, pengaturan limbah
dan tempat pembuangan sampah, serta pemadam
kebakaran, dan lain sebagainya yang dapat membantu
memudahkan sarana umum kehidupan manusia.

BAB IV

Proses Dalam Perancangan Arsitektur

Arsitektur adalah sebuah karya visual yang ditunjukan untuk


menyelesaikan suatu masalah. Arsitektur juga dapat diartikan
sebagai seni serta ilmu yang merancangserta membuat konstruksi
bangunan..

31
Gambar 1. Konsep bentuk dasar halte

1. Bentuk Dasar

Bentuk dasar dari halte yang telah saya desain adalah persegi panjang,
yang telah saya potong pada bagian atas, sehingga atap halte menjadi
miring.

2. Tekstur

Tekstur disebut juga nilai raba dari suatu permukaan. Sifat permukaan
dapat berupa halus, polos, rata, licin, mengkilap, berkerut, lunak, kasar,
dan lain sebagainya. Tekstur mencakup dua hal yakni tekstur yang
nyata dan tekstur yang semu. Sebuah permukaan bisa saja bila dilihat
kasar, namun ketika dipegang permukaannya halus hal inilah yang
disebut dengan tekstur semu. Tekstur yang saya gunakan pada desain
halte saya adalah tekstur dari semen, kaca, dll.

3. Warna

32
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya
sempurna. Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya
tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460
nanometer. Warna merupakan salah satu elemen penting dalam
arsitektur. Sebuah objek yang serupa tapi diberi sentuhan warna yang
berbeda akan menimbulkan kesan yang berbeda pula. Tiap-tiap warna
dan karakternya mampu memberi efek secara psikologis tersendiri bagi
orang yang melihat.

4. Besaran

Besaran ruang merupakan ukuran dari bangunan dan ruangan yang kita
desain. Besaran ruang pada halte saya adalah 5x8,5 m, di dalam halte
tersebut terdapat ruang gerak, tempat duduk, sirkulasi udara, dsb.

5. Posisi

Halte yang saya desain berada di Kawasan Pendidikan, tepatnya berada


di Kawasan parker terdapadu. Halte ini berada diposisi yang sangat
strategis, yakni berada di bagian depan kampus.

6. Orientasi

Orientasi dalam arsitektur dapat pula disebut dengan “kiblat” yakni


semacam arah atau hadap ruang arsitekturnya. Dalam desain halte ini
saya memberikan halte ke arah jalan sehingga penumpang yang sedang
menunggu dapat langsung melihat kedatangan bus.

7. Inersia Visual

 Proporsi Desain Arsitektur (Proportion)

Prinsip desain arsitektur terakhir adalah proporsi desain. Proporsi


merupakan kesesuaian dimensi dari elemen arsitektur dengan
lingkungan sekitar dan juga fungsi serta aspek arsitektural lainnya
seperti lokasi, posisi, dan juga dimensi obyek lainnya. Ini berlaku pada
semua desain arsitektur bangunan.

 Irama (Accentuation & Rhythm)

33
irama adalah penataan dari sebuah elemen yang harmonis. Elemen
inipun bisa bervariasi mulai dari bentuk, warna, hingga perabot dan
dekor ruangan. Prinsip irama dalam desain arsitektur sendiri dibagi
menjadi dua jenis irama. Pertama adalah irama statis. Dalam desain
arsitektur, irama statis merupakan pengulangan dengan pola yang sama
dan konsisten.

 Komposisi (Sequence)

Komposisi atau sequence dalam desain arsitektur adalah penataan


elemen secara keseluruhan agar alur menjadi lebih nyaman. Dalam
desain arsitektur, setiap ruang umumnya terbagi menjadi tiga fungsi
zona yaitu public, private, dan service. Zona public menyangkut fungsi-
fungsi di mana ruang tersebut lebih mungkin digunakan oleh orang
umum seperti pada halte

 Keseimbangan (Balance)

Desain arsitektur yang baik adalah desain yang seimbang. Untuk itulah
prinsip dalam desain arsitektur selanjutnya adalah balance.
Keseimbangan dalam desain arsitektur sendiri dibagi menjadi dua.
Prinsip keseimbangan desain arsitektur adalah keseimbangan yang
simetris. Menentukan komposisi keseimbangan yang simetris terbilang
cukup mudah. Cukup imajinasikan terdapat garis pada bagian
tengahtengah objek arsitektur dan apakah kedua sisi memilik visual
yang serupa atau seperti reflektif. Hal ini bisa berlaku dalam penataan
perabot dan furnitur, dekorasi dinding, fasad, serta penataan denah
bangunan. Selain desain arsitektur yang simetris, keseimbangan juga
bisa dicapai dengan komposisi desain arsitektur asimetris, di mana
penataan sengaja dibentuk tak seimbang dengan menitikberatkan
kontras pada salah satu titik atau sisi dalam ruang. Prinsip desain
arsitektur asimetris terbilang cukup beresiko karena diperlukan sense of
art yang tinggi untuk bisa membuat komposisi desain arsitektur
asimetris yang terlihat estetis dan baik.

 Skala (Scale)

Skala adalah perbandingan dari ruang atau bangunan dengan lingkungan


atau elemen arsitektural lainnya. Pada dasarnya, skala pada desain

34
arsitektur tak ada aturan khusus karena skala bisa disesuaikan dengan
nuansa atau kesan yang diinginkan. Misalkan untuk mendapatkan kesan
megah, kamu bisa membuat ruangan dengan tinggi yang lebih tinggi
daripada ruang lainnya atau standar pada umumnya.

 Kesatuan Desain (Unity)


Desain arsitektur bisa saja bermacam-macam, namun bagaimana
berbagai elemen arsitektural tersebut bisa terlihat harmonis saat
disatukan menjadi sebuah produk desain arsitektur? Saat itulah
dibutuhkan prinsip kesatuan dalam desain atau unity dalam merancang
sebuah produk. Memberikan keserasian pada setiap unsur dalam desain
arsitektur bisa dilakukan dengan berbagai hal seperti dengan
penggunaan warna, bentuk, pola, material hingga gaya spesifik desain.
Contoh penerapan lain dari prinsip ini dalam desain arsitektur adalah
dengan penggunaan bentuk yang sama. Misalkan pada halte saya
memiliki bentuk 4 kursi/bangku yang sama, dan partisi kaca yang sama
agar memiliki kesatuan desain yang baik.

o Kreativitas Dalam Arsitektur


Kreativitas di bidang Arsitektur secara spesifik ddiartikan sebagai kemampuan
menghasilkan produk desain yang inovatif, estetis, fungsional dan original yang terukur
dan akuntabel (mampu menjawab tuntutan dan kebutuhan) melalui proses desain yang
sistematis, dengan mengolah unsur-unsur desain (titik, garis, bidang) menggunakan
prinsip desain (keseimbangan, pengulangan, kesatuan, proporsi dan vocal point) dan
azas desain (tekstur, warna, dll). Konsep yang saya gunakan pada desain halte kampus
saya adalah "minimalis", desain minimalis merupakan konsep desain yang memberikan
tampilan nyaman yang muncul dari sebuah keseimbangan baik dari warna, bentuk dan
juga kepadatan suatu ruang.

Minimalis memprioritaskan efisiensi

Selain mengutamakan keseimbangan, konsep desain minimalis juga merupakan sebuah


konsep desain yang memprioritaskan efisiensi.

Minimalis menghargai ruang

Hal yang paling utama dari sebuah konsep desain minimalis adalah kemampuan konsep
ini untuk menghargai ruang. Berbeda dengan konsep desain klasik. Di dalam konsep
desain klasik, ruang memiliki manfaat pasif sebagai sebuah tempat untuk meletakkan

35
sesuatu. Berbeda dengan konsep ini. Konsep desain minimalis merupakan konsep yang
menghargai ruang oleh karena itu konsep ini mengutamakan space dibandingkan
dengan detail untuk keindahan. 

36
37
BAB V
KESIMPULAN
Perancangan ini didasarkan pada konsep yang diambil, dimana hal tersebut
menjadi inspirasi untuk membentuk suatu ruang dan suasana yang
semenarik dan seefiesien mungkin bagi pengguna. namun tetap
memperhatikan kenyamanan penggunasehingga dapat memaksimalkan
aktivitas di dalam halte selama menunggu kedatangan bus. Dengan desain
halte yang baik dan fungsional para pengguna dapat menunggu datangnya
bus dengan aman, nyaman, dan tidak terkena efek cuaca.
Pengguna yang memiliki keterbatasan pada kondisi fisiknya, seperti
pengguna kursi roda, pun dapat dengan nyaman menunggu di halte karena
terdapat berbagai fasilitas yang ada. Desain yang diaplikasikan juga
bertujuan untuk membuat ruang fasilitas tunggu transportasi umum yang
unik dan berbeda dengan objek sejenisnya.
Kenyamanan pengguna juga dinilai dari jarak jangkauan ke halte, waktu
tunggu angkutan di halte, penempatan halte dan fasilitas halte, tata guna
lahan, fasilitas pejalan kaki dan kemudahan memproleh angkutan umum.

38

Anda mungkin juga menyukai