Anda di halaman 1dari 6

Nama : Riski Silfiani Zebua

Nim : 855858711

Matkul : Konsep Dasar IPS

Arjun Appadurai dalam tulisannya yang di berikan judul Disjuncture and difference in the
global culture economy menjelaskan, paling tidak besar yang menjadi latar belakang globalisasi,
yaitu : mobilitas penduduk, revolusi transportasi, revolusi teknologi komunikasi, media
massa dan penyebab ideologi. Berikan masing-masing satu contoh dari adanya unsur tersebut.

1. Mobilitas penduduk adalah sebagai pergerakan penduduk dari satu daerah ke daerahyang
lain, baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti
mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas dalam defenisi geografis adalah
ukuran bagaimana populasi, atau lebih sederhana hanya di sebut mobilitas merupakan
statistik yang mengukur migrasi dalam suatu populasi. Umumnya di gunakan dalam
bidang demografi dan geografi manusia, ini juga dapat di gunakan untuk menggambarkan
pergerakkan hewan antar populasi. Penduduk melakukan mobilitasi untuk memperoleh
sesuatu yang tidak tersedia di daearh asalnya. Alasan melakukan mobilitasi sangat
beragam tetapi pada umumnya karena alasan ekonomi. Karakteristik ruang dan sumber
daya yang berbeda pada tiap daerah di indonesia mendorong penduduk untuk melakukan
mobilitasi penduduk. Mobilitasi tersebut mencakup pergerakan sumber daya berupa
barang atau komoditas antar ruang. Mobilitas penduduk dapat di bagi menjadi beberapa
jenis yaitu:
 Mobilitas penduduk permanen, artinya perpindahan penduduk dari suatu tempat
ke tempat lain yang bertujuan untuk menetap.
 Migrasi internasional, artinya perpindahan penduduk melintasi batas negara atau
antar negara dengan tujuan menetap dengan tujuan memeratakan penduduk atau
melaksanakan tugas negara yang harus berpindah tempat tinggal.
 Migrasi nasional, artinya perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang
lain melintasi wilayah provinsi atau kabupaten dalam wilayah negara dengan
tujuan untuk memeratakan semua bidang dan juga memeratakan kesejahteraan.
 Migrasi nonpermanen (sirkuler), artinya perpindahan penduduk dari satu tempat
ke tempat lain dengan tujuan tidak menetap.
Penduduk yang dalam melakukan mobilitas bukanlah semata-mata untuk
berpindah tempat saja, tetapi hal tersebut dilakukan oleh karena dorongan dari 3
faktor yaitu:
 Faktor penarik (pull) yang bersifat sentripetal. Berpindahnya seseorang kedaerah
tujuan (area of destination) di sebabkan oleh adanya beberapa faktor yaitu :
1) Kesempatan untuk bekerja sesuai dengan latar belakang profesinya di
bandingkan jika berada di daerah asal.
2) Kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
3) Kesempatan untuk memperoleh pendidikan atau pelatihan sesuai dengan
spesialisasi yang di kehendaki lebih tinggi.
 Faktor pendorong (push) artinya perpindahan penduduk dari daerah asal (area of
origin) dimungkinkan karena beberapa faktor pendorong yaitu
1) Terjadinya penurunan dalam pengertian sumber daya alam
2) Hilangnya mata pencaharian
3) Diskriminasi yang bersifat penekanan atau penyisihan.

 Contoh mobilitasi penduduk misalnya Pak Raga bekerja di


Jakarta,sedangkan tempat tinggalnya di Tangerang. Berkat kemajuan
sarana transportasi , jarak antara kedua kota tersebut tidak terlalu jauh
sehingga menjadi bagian dari dinamika penduduk. Oleh sebab itu,
terjadi aktivitas pergi pagi hari untuk bekerja dan pulang sore hari tanpa
harus menginap di jakarta.

2. Revolusi transportasi, kehadiran revolusi transportasi di tandai dengan otomatisasi dan


ekonomi digital yang mana akan mengakibatkan pergeseran tren tenaga kerja yang tidak
lagi bergantung pada tenaga manusia, tapi pada mesin. Hal tersebut tentu akan
memberikan tantangan tersendiri bagi negara kita, terlebih pergeseran tren membutuhkan
tenaga kerja jenis middle-higher skilled, bukan lagi low-skilled labour, yang mana tenaga
kerja masih menjadi PR kita saat ini. Menhub mengatakan perekonomian yang bertumpu
pada sumber daya alam akan mudah bergejolak karena rentan terhadap fluktuasi harga.
Karenanya di butuhkan suatu inovasi untuk menggerakkan perekonomian negara yang
maju sudah bergeser, tidak lagi di ukur dari jumlah sumber daya alam yang dimiliki,
namun dari seberapa banyak jumlah inovasi yang mampu dihasilkan yang dapat
menggerakkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kerenanya teknologidan sumber
daya alam harus bisa berjalan beriringan. Dalam revolusi transportasi ini kita harus
memiliki teknologi yang canggih namun tetap mempertahankan sumber daya alam dan
kearifan lokal. Sehingga sumber daya alam tersebut bukannya tersu harus karena
tereksploitasi teknologi, namun justru sebaliknya , teknologi dan sumber daya alam dapat
melesat beriringan. Hal ini di dukung pula bahwa dunia global telah memasuki era
revolusi industri yang menuntut adanya kecepatan fleksibilitas produksi dan peningkatan
layanan kepada konsumen . Era revolusi indudtri ini telah mentransformasi berbagai
sektor menjadi lebih praktis dan kompleks melalui pemanfaatan teknologi yang
terotomatisasi dan terdigitalisasi sehingga akan terjadi disrupsi dalam bernagai aktivitas
manusia, tidak hanya pada bidang teknologi, tetapi juga ekonomi, sosial dan politik.
 Contoh revolusi transportasi , kalau dulu orang-orang akan menunggu
atau berjalan kaki untuk melakukan perjalanan tetapi sekarang sangat
beda, seseorang akan melakukan perjalanan tinggal memesan
transportasi online aja.

3. Revolusi teknologi komunikasi merupakan suatu hal yang merujuk pada semua barang
atau alat yang dapat di gunakan untuk mendukung proses komunikasi (mengirim,
menyampaikan, menerima, memproses, mengedit, mengolah dan memanipulasi
informasi). Perkembangan teknologi komunikasi sudah mempengaruhi hidup umat
manusia hampir semua sektor utama masyrakat. Mulai dari transportasi, bisnis dan juga
komunikasi. Kemajuan ilmu komunikasi dan ilmu pengetahuan sudah memberikan
dampak yang sangat besar terhadap cara kita berkomunikasi. Hal tersebut juga membuat
kita tidak memiliki pilihan selain menjalani perkembangan zaman ini. Selama bertahun-
tahun, cara komunikasi sudah mulai berevolusi dari awalnya pesan teks sederhana
sehingga hingga panggilan audio. Kemudian berkembang lagi dengan munculnya
platform obrolan yang menawarkan fitur canggih yang membuat komunikasi menjadi
lebih efesien. Dampak dari teknologi komunikasi sudah memberikan pengaruh baik,
secara individu maupun bisnis. Dominasi dari teknologi komunikasi sudah memaksa para
pelaku bisnis untuk mulai berinvestasi besar-besaran dalam menyediakan layanan
komunikasi. Baik untuk karyawan arau kliennya. Hal tersebut dapat di buktikan dalam
strategi pemasaran yang terjadu pada penyedia layanan dan juga pelangannya. Selain itu,
platform media sosial juga sudah menyebabkan perubahan drastis terkait cara kita dalam
berkomunikasi. Melalui platform media sosial seperti facebook, instagram, twitter, tiktok
dan lainnya, para pengguna bisa berkomunukasi melalui kolom komentar, suka dan
bahkan profil pengguna. Platform tersebut dapat mendobrak dinding pembatas terkait
perbedaan agama, suku dan ras. Untuk memudahkan segala aktivitas manusia, teknologi
komunikasi mempunyai beberapa fungsi :
 Untuk mempermudah pekerjaan di dalam dunia bisnis dan juga ekonomi. Dengan
menjadi sebuah pilar pendukung di dalam teknologi transportasi pada bidang
industri.
 Teknologi komunikasi juga bisa untuk membantu serta memudahkan dalam
mengirim atau menerima data dari satu perangkat ke perangkat lain. Baik itu dari
jarak dekat maupun dari jarak jauh.
 Bisa berperan dalam mengatur sistem supaya bisa di kelola dengan baik. Dengan
adanya pengelolaan sistem yang baik, maka akan mempengaruhi kinerja sistem
menjadi lebih baik.
 Teknologi komunikasi mampu membawa nilai-nilai dari struktrur sosial,
ekonomi, dan juga politik pada umumnya.
 Teknologi komunikasi adalah bisa meningkatkan kemampuan indera setiap
manusia dalam mendengar dan juga melihat.

4. Media massa dan penyebab ideologi. Media massa sebagai salah satu sub-sistem sosial
secara historis dan filosofis dibangun demi memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
Sebagaimana dalam kajian teori komunikasi massa dimana media massa diposisikan
sebagai agen pembaharuan. Posisi tersebut memang tidak berlebihan karena media massa
memiliki potensi dalam mempengaruhi alam pikiran publik. Dengan demikian publik
merindukan publikasi media massa yang sehat, jujur dan memiliki resposibilitas terhadap
kehidupan social yang lebih baik. Terdapat kesenjangan antara dunia idealitas media
massa dengan realitas operasional media massa. Beberapa pemerhati media massa merasa
pesimis dan skeptis terhadap kembalinya otoritas nilai idealisme media di dunia praksis.
Sebut saja misalnya skeptis dikemukakan oleh Agus Sudibyo dalam bukunya, Politik
Media dan Pertarungan Wacana, bahwa mengidentikkan reformasi media pasca1998
dengan sebuah proses demokratisasi merupakan sebuah kekeliruan. Kini kita
menyaksikan lahirnya pers-pers partisan yang hanya menyeruakan kepentingan dan versi
para pemiliknya dan bernafsu menghabisi lawan-lawan politiknya. Dalam berbagai
literatur yang mengkaji tentang aspek ideologis di balik operasionalitas media massa
tergolong masih langkah. Apa yang sering mengemuka lebih bersifat teoritik akademik
dengan lebih menonjolkan aspek sosiologis dibandingkan aspek filosofis dan ideologis
yang mendalam. Beberapa penulis kontemporer sebut saja misalnya; James Lull, Roland
Barthes, Baudrillard dan beberapa penulis lainnya. Khusus di Indonesia muncul penulis
berbakat seperti Yasraf Amir Piliang yang dengan cerdas dan piawai dalam menyoroti
persoalan fenomena media massa menurut perspektif filsafat Postmodernisme. Dalam
tulisan ini tampaknya banyak merujuk pada pemikiran Yasraf dari berbagai tulisan-
tulisannya, baik melalui jurnal ilmiah maupun melalui buku-bukunya yang secara serius
dan mendalam mengkaji persoalan ini. Menurut Yasraf Amir Piliang, pengkajian tentang
media massa tidak dapat dipisahkan dari kepentingan yang ada di balik media tersebut,
khususnya kepentingan terhadap informasi yang disampaikannya. Di dalam
perkembangan media mutakhir, setidak-tidaknya ada dua kepentingan utama (eksternal
media) yaitu kepentingan ekonomi (economic interest) dan kepentingan kekuasaan
(power interest) yang membentuk isi media (media content) berupa informasi yang
disajikan dan makna yang ditawarkannya. Di antara dua kepentingan utama tersebut, ada
kepentingan yang lebih mendasar yang jsuteru terabaikan, yaitu kepentingan publik.
Media yang seharusnya berperan sebagai ruang publik (publik sphere) sering diabaikan
oleh kuatnya dua kepentingan tersebut. Kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan
politik inilah sesungguhnya menjadikan media tidak dapat bersikap netral, jujur, adil,
obyektif dan terbuka. Akibatnya, informasi yang disuguhkan. oleh media telah
menimbulkan persoalan obyektivitas pengetahuan yang serius pada media itu sendiri.
Kepentingan-kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik akan menentukan apakah
informasi yang disampaikan oleh sebuah media mengandung kebenaran (truth) atau
kebenaran palsu (pseudo-truth), menyampaikan obyektivitas atau subyektivitas, bersifat
netral atau memihak, merepresentasikan fakta atau memelintir fakta, menggambarkan
realitas (reality) atau mensimulasi realitas (simulacrum). Publik pada umumnya berada
diantara dua kepentingan utama media, yang menjadikan mereka sebagai mayoritas yang
diam, yang tidak mempunyai kekuasaan dalam membangun dan menentukan informasi di
ranah publik (public sphere) milik mereka sendiri. Di satu pihak ketika ranah publik
dikuasai oleh politik informasi atau politisasi informasi yang menajdikan informasi
sebagai alat kekuasaan politik, media pun menjadi perpanjangan tangan penguasa dengan
menguasai ruang publik. Di pihak lain ketika media dikuasai oleh kekuatan para pemilik
modal (ekonomi politik informasi), informasi pun menjadi alat kepentingan untuk
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan cara mengeksploitasi publik, sebagai
salah satu prinsip dasar kapitalisme. Perdebatan mengenai media massa sebagai sebuah
wacana (discourse), tidak dapat dipisahkan dari relasi saling keterkaitan antara bahasa
yang digunakan di dalamnya, pengetahuan (knowledge) yangdilepaskan dari berbagai
paradoks pengetahuan yang juga dihasilkannya. Berbagai paradoks pengetahuan yang
muncul ketika media menjadi bagian dari sebuah sistem ideologi (ekonomi atau politik)
dan sistem kekuasaan yang sangat menentukan arah perkembangannya dengan
mengabaikan kepentingan publik yang lebih luas. Apa yang disebut sebagai hiperealitas
media sesungguhnya berkembang ketika media dikendalikan oleh dua kepentingan utama
di atas yang di dalamnya obyektivitas, kebenaran dan keadilan sebagai kepentinga publik
kalah oleh subyektivitas permainan bahasa (language game). Sangatlah mungkin jika
media berusaha untuk selalu merepresentasikan peristiwa secara obyektif, benar dan adil,
namun oleh berbagai tekanan dan kepentingan ideologis tersebut di atas, telah
menyebabkan media terperangkap ke dalam politisasi media yang implikasinya
merugikan publik. Ketika media dikendalikan oleh berbagai kepentingan ideologis di
baliknya maka, ketika menjadi cermin realitas (mirror of reality). Media sering dituduh
sebagai perumus realitas (definer of reality) sesuai dengan ideologi yang melandasinya.
Beroperasinya ideologi di balik media, tidak dapat dipisahkan dari mekanisme
ketersembunyian (invisibility) dan ketidaksadaran yang merupakan kondisi dari
keberhasilan sebuah ideologi. Artinya, sebuah ideologi menyusup dan menanamkan
pengaruhnya lewat media secara tersembunyi (tidak terlihat dan halus), dan ia merubah
pandangan setiap orang secara tidak sadar. Ada berbagai mekanisme beroperasinya
ideologi di dalam media, yang diantaranya adalah sebagai berikut; Pertama, mekanisme
oposisi biner (binary opposition), yaitu mekanisme penciptaan disitribusi makna simbolik
berdasarkan sistem kategori pasangan (binary) yang bersifat polaristik dan kaku. Setiap
hall digeneralisir diredusir sedemikian rupa, sehingga ia hanya mendapat berada pada
satu kutub (makna simbolik) yang ekstrim, kalau tidak pada kutub ekstrim di
seberangnya. Tidak ada pilihan-pilihan tanda, kode, makna, dan bahasa yang beraneka
ragam (polysemi). Yang ada hanya pilihan hitam-putih. Mesin-mesin biner (binery
mecine) ini, menurut Deleuze dan Parnet di dalam dialogue, biasanya digunakan oleh
sistem kekuasaan yang represif dan totaliter. Mesin biner ini hanya memproduksi
berbagai oposisi biner di dalam masyarakat; oposisi biner kelas sosial (penguasa/rakyat);
opsisi biner seks (pria-wanita); oposisi biner idelogi (Pancasilais/antiPancasila); oposisi
biner ras (kulit putih/kulit hitam), dsb. Mesin-mesin biner ini juga diterapkan di dalam
sistem politik media dan politik informasi orde baru.

Anda mungkin juga menyukai