Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang
disebabkan oleh mikroorganisme salmonella enterica serotipe typhi yang
dikenal dengan salmonella typhi (S. typhi). Penyakit infeksi akut pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella typhosa yang khas pada manusia,
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala seperti demam
yang berlangsung lebih dari seminggu, gangguan pencernaan dan kehilangan
kesadaran. Penyakit ini masih sering dijumpai di negara berkembang yang
terletak di subtropis dan daerah tropis seperti Indonesia. (Idrus, 2020).

Menurut WHO demam typoid adalah penyakit demam akut yang mengancam
jiwa. Demam tifoid banyak diderita oleh anak usia 2-19 tahun. Prevalensi
tertinggi pada anak usia 5-9 dengan gejala umum demam, menggigil, dan rasa
sakit diperut, karena pada usia ini anak cenderung memiliki aktifitas fisik yang
banyak, dan kurang memperhatikan pola makan, cenderung memilih makan di
luar rumah (WHO, 2018).

Salah satu penyebab terjadinya peningkatan angka kejadian demam tifoid


disebabkan oleh ketidakseimbangan nutrisi. Kebutuhan nutrisi merupakan
kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan pada anak, Mengingat anak balita adalah kelompok umur yang
rentan terpapar gizi dan kesehatan. Pada usia ini, sistem kekebalan tubuh anak
masih belum kuat, sehingga mudah terkena penyakit menular. Selain itu, anak
sering memiliki kebiasaan makan buruk yaitu anak sering tidak mau makan
atau nafsu makan menurun, sehingga menyebabkan status gizinya menurun
dan mengganggu tumbuh kembang anak. (Hidayat, 2018)
Menurut World Health Organization (WHO), melaporkan prevalensi gizi
kurang di dunia meningkat dari 17,6% pada tahun 2015 menjadi 25,0% pada
tahun 2020. Gangguan pertumbuhan pada anak yang menderita gizi kurang
diperkirakan akan meningkat dari 113,4 juta pada tahun 2015 menjadi 218 juta
pada tahun 2020. Keadaan ini merupakan gambaran besaran masalah gizi pada
anak di dunia saat ini, yang langsung berdampak terhadap terjdinya gangguan
pertumbuhan anak dimasa datang (WHO, 2020).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) yang diselenggarakan oleh


Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa persentase gizi buruk pada balita
di Indonesia adalah 3,8%, sedangkan persentase gizi kurang adalah 11,4%.
Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG)
yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu persentase
gizi buruk pada balita sebesar 3,5% dan persentase gizi kurang sebesar 11,3%.
Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada balita
tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan
persentase terendah adalah Provinsi Jawa Barat (Kemenkes RI, 2020).

Berdasarkan Survey Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Provinsi Jawa Barat
tahun 2021, prevalensi stunting dan wasting pada balita di Jawa Barat
mengalami penurunan sebesar 24,50 % dan 5,3%, dari data sebelumnya
sebesar 26,21% dan 6,6% pada tahun 2019. (Dinkes, 2022)

Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Tahun 2021, prevalensi


data tahun PK21 tahun 2021 sasaran kelurga beresiko stunting sebanyak
175.515 dan Hasil Bulan Penimbangan Balita pada Agustus tahun 2021
sebanyak 653 balita dengan status gizi sangat pendek, dan 3.576 balita dengan
status pendek, dan pada tahun sebelumnya Karawang mengalami angka
penurunan hampir 3,41% dengan posisi hari ini statusnya sedang di angka
20,6% (Dinkes, 2021)
Beberapa istilah kesulitan makan pada balita yang sering umumnya mengarah
pada keadaan suka memilih makanan tertentu seperti food jag dan Pickiness.
Gejala kesulitan makan sering dijumpai pada rentang usia anak 1-3 tahun
sebesar 25% dan akan meningkat sekitar 40-70%. Picky Eater merupakan
salah satu gangguan makan yang biasanya terjadi pada anak-anak dengan
rentang usia 6-59 bulan yang ditandai dengan nafsu makan anak berkurang,
menolak jika disuapi makan, memilih makanan tertentu dan enggan
mengkonsumsi menu yang bervariasi (Rufaida, 2018). Menurut klinik
perkembanganan anak dari Affiliated Program for Children Development di
University George Town mengatakan 6 jenis kesulitan makan pada anak yaitu
hanya mau makan makanan cair atau lumat: 27,3%, kesulitan menghisap,
mengunyah atau menelan: 24,1%, kebiasaan makan yang aneh dan ganjil:
23,4%, tidak menyukai variasi banyak makanan: 11,1%, keterlambatan makan
sendiri: 8,0%, mealing time tantrum: 6,1%. (Simanungkalit, 2019).

Berbagai upaya untuk mengatasi kesulitan makan dapat dilakukan dengan cara
farmakologi (pemberian suplemen/vitamin) maupun non farmakologi (pijat
akupresure, herbal, akupuntur). Saat ini kebanyakan orang tua mengatasi
kesulitan makan anak sebatas pemberian multivitamin tanpa tanpa
memperhatikan penyebabnya. Diantara stimulai pertumbuhan yang saat ini
mulai banyak digunakan adalah pijat bayi. Salah satu jenis pijat bayi yang
mulai banyak dilakukan untuk meningkatkan nafsu makan anak dan dapat
meningkatkan berat badan anak adalah pijat Tui Na. Pijat ini dilakukan
dengan tehnik pemijatan meluncur (Effleurage atau Tui), memijat (Petrissage
atau Nie), mengetuk (Tapotement atau Da), gesekan, menarik, memutar,
menggoyang, dan menggetarkan titik tertentu sehingga akan mempengaruhi
aliran energi tubuh dengan memegang dan menekan tubuh pada bagian tubuh
tertentu.(Wulaningsih, Indah. 2022)

Pijat Tui Na merupakan tehnik pijat yang lebih spesifik untuk mengatasi
kesulitan makan pada balita dengan cara memperlancar peredaran darah pada
limpa dan pencernaan, melalui modifikasi dari akupunktur tanpa jarum, teknik
ini menggunakan penekanan pada titik meridian tubuh atau garis aliran energi
sehingga relatif lebih mudah dilakukan dibandingkan akupuntur. Apabila
kesulitan makan teratasi maka asupan gizi bayi terpenuhi dengan baik
sehinggan berat badan dapat meningkat. (Wijayanti, Titik. 2020)

Dari data diatas menunjukkan bahwa masih terdapat balita dengan gizi kurang
akibat dari kesulitan makan karena proses penyakitnya sehingga nafsu makan
menurun, yang harus mendapatkan perhatian dan perawatan agar tidak terjadi
berbagai macam masalah pada kesehatan yang dapat membahayakan
kesehatan klien, Pencegahan kurang nafsu makan anak diruang rawamerta
RSUD Karawang, perawat melakukan kolaborasi dengan ahli gizi sedangkan
untuk tindakan mandiri seperti pijat Tui Na pada balita belum dengan
masalah gizi kurang akibat sulit makan dilaksanakan di RSUD Karawang.
(ggg, 2020)

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan studi kasus


dengan mengangkat tema "Aplikasi Pijat Tui Na Dalam Mengatasi Kesulitan
Makan Balita Pada Anak R Dengan Demam Typoid Di Ruang Rawamerta
RSUD Karawang Tahun 2022"

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan kepada Anak. R dengan demam thypoid
akibat masalah nutrisi menggunakan pemberian terapi pijat Tui Na
terhadap peningkatan nafsu makan pada Anak. R di Ruang Rawamerta
RSUD Karawang.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak R dengan
demam thypoid akibat kesulitan makan di Ruang Rawamerta RSUD
Karawang
b. Menganalisa masalah keperawatan serta merumuskan diagnosa
keperawatan pada anak R dengan demam thypoid akibat kesulitan
makan di Ruang Rawamerta RSUD Karawang.
c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada anak R dengan
demam thypoid akibat kesulitan makan di Ruang Rawamerta RSUD
Karawang.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan sesuai rencana
keperawatan berdasarkan prioritas masalah yang berbasis evidence
hased practice (EBP) pada anak R dengan demam thypoid akibat
kesulitan makan di Ruang Rawamerta RSUD Karawang.
e. Mampu melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
f. Menelaah kesenjangan antara teori dan kesenjangan berdasarkan EBP
kepada anak R dengan masalah kesehaatan balita dengan kesulitan
makan.

C. Metode Telaah
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini
adalah metode deskriptif dalam bentuk studi kasus yaitu penyajian kasus
sesuai bentuk dan kenyataan yang ada, berupa asuhan keperawatan. Adapun
teknik pengumpulan data yang penulis gunakan sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah melakukan pengawasan langsung terhadap keadaan
umum pasien serta pengembangannya sambil melaksanakan Asuhan
Keperawatan.
2. Wawancara
Wawancara adalah mengadakan tanya jawab langsung dengan orang tua
pasien, dan pasien, merawat serta membandingkan dengan data yang ada.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk mengetahui keadaan fisik
serta kesehatan pasien.
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah mempelajari status pasien dan catatan medis
serta dokumentasi lainnya untuk membandingkan dengan data yang ada
dan memperoleh data yang baru.
5. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah mempelajari dan menganalisis buku-buku artikel
maupun jurnal sebagai referensi sesuai dengan masalah yang dibahas.

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan asuhan Keperawatan ini adalah
sebagai berikut:
1. BAB I Pendahuluan, berisi tentang, latar belakang, tujuan penelitian.
metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. BAB II Landasan Teori yang menguraikan tentang konsep dasar
keperawatan yang besi tentang: definisi demam typhoid, etiologi,
patwsiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, konsep asuhan
keperawatan, pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
3. BAB III Tinjauan Kasus menguraikan pengkajian pada An.R dengan
masalah utama demam typhoid yang terdiri dari: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaanl implementasi, dan evaluasi.
4. BAB IV Pembahasan dapat menguraikan tentang pembahasan dan
perbandingan antara Iandasan teori dan kasus langsung di lapangan, yang
dapat di mulai dari: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaanl
implementasi dan evaluasi.
5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Anda mungkin juga menyukai