Rapid Assesment of Avoidable Blindness Dan Strategi Penurunan Prevalensi Kebutaan Di Jawa Baraterdi
Rapid Assesment of Avoidable Blindness Dan Strategi Penurunan Prevalensi Kebutaan Di Jawa Baraterdi
I. Pendahuluan
Gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah kesehatan yang
signifikan di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organization, WHO) memperkirakan di tahun 2010
terdapat 285 juta orang di seluruh dunia mengalami ganguan penglihatan,
diantaranya terdapat 39 juta orang buta dan 246 juta penduduk mengalami
gangguan penglihatan berat (low vision). Penyebab utama kebutaan di dunia
yaitu katarak (51%) sedangkan penyebab utama gangguan penglihatan
adalah kelainan refraktif yang tidak dikoreksi (43%). Insiden kebutaan di
negara berkembang mencapai sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan insiden di
negara maju. Data yang didapatkan pada tahun 2010 memperlihatkan bahwa
sekitar 80% dari gangguan penglihatan dapat dicegah atau diobati. Sekitar 90%
dari orang yang buta atau mengalami gangguan penglihatan berasal dari negara
dengan tingkat ekonomi rendah hingga menengah bahkan miskin, sehingga akses
ke pelayanan kesehatan mata seringkali sulit dijangkau. Untuk itu, WHO bersama
dengan berbagai kalangan baik pemerintah, organisasi non-pemerintah maupun
sektor swasta berupaya berkerja sama dalam mengentaskan kebutaan dan
gangguan penglihatan melalui beragam program kesehatan mata.1,2
Indonesia adalah negara berkembang dengan tingkat kebutaan yang tinggi.
Berdasarkan survei kebutaan tahun 1993-1996, tingkat kebutaan di Indonesia
mencapai 1,5% dari seluruh penduduk. Dari data tersebut diketahui prevalensi
kebutaan di Jawa Barat adalah 1,1% dimana 56% disebabkan oleh kebutaan
karena katarak. Kebutaan lebih dari 1% penduduk menyebabkan Indonesia
mempunyai masalah sosial terkait kebutaan dan sangat membebani negara.
Gangguan penglihatan lebih banyak terjadi pada kelompok usia yang lebih tua,
sekitar 82% dari populasi tersebut mengalami kebutaan dan 65% populasi
tersebut mengalami kebutaan sedang dan berat berusia lebih tua dari 50 tahun.3,4
Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah kebutaan dan gangguan
penglihatan di seluruh dunia dalam rentang waktu dua puluh tahun terakhir.
Perkiraan tersebut menjadi latar belakang WHO dan International Agency for
Prevention of Blindness (IAPB) pada tahun 1999 mengumumkan program
VISION 2020: The Right to Sight, dengan tujuan utama mengeliminasi kebutaan
2
yang dapat dicegah pada tahun 2020. Target jangka panjang yang ingin dicapai
adalah semua negara di dunia dapat memberikan penglihatan terbaik untuk semua
orang, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Sistem kesehatan mata
nasional yang komprehensif dan terintegrasi mutlak diperlukan untuk
mewujudkan harapan tersebut. Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB)
merupakan standar pengumpulan data Kebutaan dan Gangguan penglihatan yang
telah ditetapkan oleh WHO melalui Global Action Plan 2014-2019. Pelaksanaan
RAAB di Indonesia telah berjalan pada tahun 2014. Terdapat 15 provinsi yang
akan menjadi lokasi RAAB, dan tiga diantaranya telah dilaksanakan pada tahun
2014 di Jawa Barat, NTB dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2015 telah
dilaksanakan RAAB di 4 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Bali; dan akan dilaksanakan di 8 provinsi pada tahun 2016, yaitu di Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Utara,Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua.5,6,
Bacaan kepustaakan ini akan membahas mengenai RAAB Jawa Barat
2014 dan strategi untuk menanggulangi kebutaan dan gangguan penglihatan yang
diperlukan menanggapi hasil tersebut.
wilayah dan telah direkomendasikan oleh WHO. Survei RAAB dianggap survei
cepat karena dilakukan dengan metode epidemiologi standar pada orang berusia
≥50 tahun yang berada dalam kelompok usia dengan prevalensi kebutaan dan
gangguan penglihatan sangat tinggi. Hal ini membuat persyaratan jumlah sampel
cukup rendah. Selain itu, pemeriksaan mata dasar dan pengambilan data pada
RAAB dapat dilakukan pada saat yang sama, sehingga tidak membutuhkan waktu
yang lama. Hasil survei RAAB di Indonesia sangat membantu dalam pemetaan
masalah kebutaan dan gangguan penglihatan di Indonesia, sehingga dapat
menjadi referensi yang berkualitas bagi pemerintah dan pihak terkait untuk
menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menanggulangi masalah
kebutaan dan gangguan penglihatan.
Penelitian survey RAAB di provinsi Jawa Barat telah dilaksanakan pada
Maret hingga Oktober 2014. Subjek penelitian adalah penduduk Jawa Barat yang
berusia ≥ 50 tahun yang terpilih menjadi sampel melalui metode multi-stage
cluster random sampling. Penelitian ini menggunakan data penduduk tahun 2010
karena data yang didapat lebih lengkap dalam memenuhi kriteria dalam
penggunaan piranti lunak Rapid Assesment of Avoidable Blindness Version 6
yang berstandar internasional. Dengan mengggunakan modul seleksi klaster dari
piranti lunak RAAB, terpilih 60 desa dari sampling frame dengan probabiliti
proporsi dari ukuran populasi. Desa didefinisikan unit pemerintahan tingkat
terendah, tempat dimana klaster survei RAAB berada. Klaster adalah sekelompok
orang yang tinggal berdekatan. Satu klaster dalam RAAB berisi 50 orang
penduduk berusia 50 tahun ke atas.
Definisi operasional kebutaan dan gangguan penglihatan yang digunakan
pada penelitian ini sesuai dengan WHO dimana gangguan penglihatan meliputi
gangguan penglihatan ringan, sedang, berat, dan kebutaan. Pemeriksaan
dilakukan oleh lima tim, yang masing-masing tim terdiri dari satu orang dokter
spesialis mata atau dokter umum yang sedang menjalani pendidikan spesialis
mata dan didampingi oleh satu orang perawat mata yang telah mendapatkan
pelatihan khusus oleh instruktur RAAB dan telah melalui penilaian variasi
interobserver. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan menggunakan kartu
5
putar E. Tajam penglihatan dinilai dengan koreksi yang dimiliki dan dilakukan
pemeriksaan dengan pinhole bila tidak dapat melihat 6/12.
Tabel 2.3 : Prevalensi Kebutaan pada umur 50+ disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin 11
IV. Simpulan
Kebutuhan masyarakat Jawa Barat terhadap terapi kebutaan dan gangguan
penglihatan yang dapat diobati cukup tinggi pada kelainan refraksi namun masih
rendah pada katarak. Meningkatkan jumlah bakti sosial katarak ke lokasi terpencil
juga dapat meningkatkan cakupan operasi katarak dan mengurangi angka
kebutaan yang dapat diobati. Perlunya usaha edukasi kesehatan mata pada
masyarakat luas guna meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat
terhadap kesehatan mata.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Mariotti S, Pascolini D. Global estimates of visual impairment, vision loss and blindness
2010. Br J Ophthalmol. 2012 May;96(5):614-8.
2. World Health Organization. Global data on visual impairment. Diunduh
dari:http://www.who.int/entity/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf?ua=1.
[Diakses tanggal 20 Juli 2016].
3. Sirlan F. Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. Depkes RI. Ditjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas.
Jakarta; 1998.
4. InfoDatin, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan. Oktober 2014 : 2-3.
5. International Agency for the Prevention of Blindness. Vision 2020. Diunduh dari:
http://www.iapb.org/vision-2020. [Diakses tanggal 20 Januari 2014].
6. World Health Organization. Action plan for the prevention of avoidable blindness and
visual impairment (document WHA62/2009/REC/1, Annex 1). Geneva,2009. Diunduh
dari : http://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/WHA62-REC1 -en-P4.pdf [Diakses tanggal
20 Juli 2014].
7. Katalog Badan Pusat Statistik. Jawa Barat Dalam Angka. Bada Pusat Statistik Jawa
Barat. 2015
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
9. Ratnaningsih N. Prevalence of blindness and low vision in Sawah Kulon village,
Purwakarta the district, West Java, Indonesia. Community Eye Health. 2007
March;20(61): 9.World Health Organization.
10. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei Kebutaan dan Morbiditas Mata di Jawa Barat
Tahun 2005. Bandung: Fakultas Kedokteran Unpad; 2005.
11. Sovani I, Ratnaningsih N, Syumarti, Rini Mayang, Halim A. Rapid Assessment of
Avoidable Blindness (RAAB) Jawa Barat Tahun 2014. Pusat Mata Nasional RS Mata
Cicendo. Bandung. 2014
12. International Agency of the Prevention of Blindness. Global Action Plan 2014-2019.
Diunduh dari: http://www.iapb.org/advocacy/who-action-plan. [Diakses tanggal 20 Juli
2016].
12
13. World Health Organization. World Health Assembly resolution WHA56.26. Elimination
of avoidable blindness (document WHA56/2003). Geneva 2003. Diunduh dari:
http://apps.who.int/gb/archive/e/e_wha56.html. [Diakses tanggal 20 Juli 2016].
14. Keputusan Menteri Kesehatan. Strategi Nasional Penanggulangan Kebutaan dan
Gangguan Penglihatan untuk Mencapai Vision 2020. Diunduh
dari:http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/ [Diakses tanggal 7 Juli 2016].
15. Resnikoff S, Pararajasegaram R. Blindness prevention programs : past. Present and
future. Bulletin of the World Health Organization, 2001, 79: 222–226.
16. International Agency of the Prevention of Blindness. Report on Universal Eye Health.
Diunduh dari: http://www.iapb.org/news/new-iapb-report-‘universal-eyehealth’-
launched-world-sight-day. [Diakses tanggal 20 Juli 2016].