Anda di halaman 1dari 9

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Jurnal Penelitian dan Kemajuan dalam Pendidikan


Matematika ISSN: 2503-3697, e-ISSN:2541-2590 Vol. 4, No.
1, hal. 57 - 65, Januari 2019 http://journals.ums.ac.id/
index.php/jramathedu

Kemampuan Siswa SMA dalam


Posing Sistem Persamaan Linier
dalam Soal Dua Variabel

Yemima Indah Rachmawati1), Eko Sugandi1), Lydia Lia Prayitno1)


1)Jurusan Pendidikan Matematika Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Penulis yang sesuai:yemimaindahr@gmail.com

Abstrak. Problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang melatih siswa untuk dapat mengolah dan mengkomunikasikan masalah matematika berdasarkan

informasi yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa SMA dalam mengajukan masalah pada topik sistem persamaan linear dua variabel

(SLETV). Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan melibatkan 60 siswa SMA di wilayah Surabaya Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa

mampu mengajukan 60 soal yang terdiri dari 54 soal yang dapat dikategorikan dan 6 soal yang tidak dapat dikategorikan. Berdasarkan struktur semantik matematika, terdapat

sekitar 17 siswa (31,48%) yang mampu mengajukan masalah dengan menggunakan hubungan 1-. Selain itu, sebanyak 13 siswa (24,07%) mampu mengajukan masalah dengan

menggunakan hubungan 2-. Selain itu, 13 siswa (24, 07%) mampu mengajukan masalah menggunakan 3-hubungan sedangkan sisanya 11 siswa (20,37%) mampu mengajukan

masalah menggunakan 4-hubungan. Berdasarkan struktur bahasa (sintaks), sekitar 23 siswa (42,59%) mampu mengajukan masalah menggunakan proposisi tugas. Selanjutnya

sebanyak 17 siswa (31,48%) mampu mengajukan masalah SLETV menggunakan proposisi hubungan sedangkan sisanya 14 siswa (25,93%) mampu mengajukan masalah

menggunakan proposisi praanggapan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan struktur semantik, siswa lebih mudah mengajukan masalah satu hubungan.

Namun, berdasarkan struktur bahasa (sintaks), sebagian besar siswa mampu mengajukan masalah menggunakan proposisi proposisi. Berdasarkan struktur bahasa (sintaks),

sekitar 23 siswa (42,59%) mampu mengajukan masalah menggunakan proposisi tugas. Selanjutnya sebanyak 17 siswa (31,48%) mampu mengajukan masalah SLETV

menggunakan proposisi hubungan sedangkan sisanya 14 siswa (25,93%) mampu mengajukan masalah menggunakan proposisi praanggapan. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa berdasarkan struktur semantik, siswa lebih mudah mengajukan masalah satu hubungan. Namun, berdasarkan struktur bahasa (sintaks), sebagian besar

siswa mampu mengajukan masalah menggunakan proposisi proposisi. Berdasarkan struktur bahasa (sintaks), sekitar 23 siswa (42,59%) mampu mengajukan masalah

menggunakan proposisi tugas. Selanjutnya sebanyak 17 siswa (31,48%) mampu mengajukan masalah SLETV menggunakan proposisi hubungan sedangkan sisanya 14 siswa

(25,93%) mampu mengajukan masalah menggunakan proposisi praanggapan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan struktur semantik, siswa lebih mudah mengajukan masalah satu hubu

Kata kunci:pengajuan masalah, sintaksis, semantik, kemampuan siswa

Diterima:3rdOktober 2018, Diperbaiki:21stJanuari 2019, Diterima: 21stJanuari 2019

pengantar
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam kehidupan kita
sebagaimana Berch dan Mazzocco (2007) menyatakan bahwa pembelajaran matematika memiliki hal yang
penting dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dibutuhkan oleh siswa untuk mempelajari dan memahami
mata pelajaran lain, seperti IPA, ekonomi, dan lain-lain. Namun, saat ini siswa kurang tertarik dengan
matematika karena dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami.
Lebih lanjut Gardiner dan Borovik (2007) menyatakan bahwa setiap orang memiliki kemampuan
matematika yang dimiliki, tetapi beberapa anak mungkin memiliki kemampuan yang lebih dari yang
lain. Setiap siswa memiliki kemampuan matematika, namun beberapa siswa memiliki kemampuan yang
melebihi siswa lainnya. Pada dasarnya setiap siswa memiliki kemampuan matematika yang bergantung
pada sikap siswa tersebut. Perbedaan kemampuan matematika siswa berkaitan dengan pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang telah dikuasai siswa. Perbedaan dalam

57
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

Kemampuan matematika akan mempengaruhi semua tindakan baik dalam hal memahami
soal, menafsirkan soal, dan memecahkan masalah. Perlu dioptimalkan peran guru dalam
proses pembelajaran untuk menggali kemampuan matematis tersebut. Guru harus mampu
menjadi fasilitator yang baik dan benar sehingga diharapkan dapat mengetahui kemampuan
dan potensi siswa.
Kemampuan siswa dalam mengemukakan masalah merupakan salah satu potensi yang
dimiliki siswa yang perlu dipelajari dan dikembangkan. Usulan masalah merupakan pendekatan
pembelajaran yang melatih siswa untuk dapat mengolah dan mengkomunikasikan masalah
matematika berdasarkan informasi yang diperoleh menjadi pertanyaan atau masalah baru.
Mengajukan masalah dapat melatih kemampuan berpikir siswa karena siswa akan berpikir apakah
masalah yang diajukan dapat diselesaikan atau tidak. Mereka juga akan menganalisis apakah
masalah yang diangkat terkait dengan materi yang ada, dapat dipahami oleh orang lain, dan
bagaimana jawaban dari masalah yang diajukan. Hal ini sejalan dengan Brown dan Walter (1990)
yang menyatakan bahwa proses berpikir otonom siswa dapat berkembang melalui problem-
posing. Selain itu, Caidkk., (2015) menyatakan bahwa problem posing memberikan beberapa
manfaat bagi siswa karena membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan matematis mereka
seperti pemahaman konseptual, pemecahan masalah dan kreativitas.
Selain itu, Silver, E. A & Cai (1996) berpendapat bahwa mengajukan masalah
menarik karena beberapa alasan, yaitu hubungan antara kreativitas dan kemampuan
matematika yang luar biasa, mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah, membuka jendela pemahaman siswa tentang matematika, menumbuhkan
minat siswa terhadap matematika, dan membantu siswa menjadi individu yang mandiri.
Lebih lanjut, hasil Silver dan Cai (1996) menginformasikan bahwa siswa dengan
keterampilan pemecahan masalah yang tinggi memiliki kemampuan untuk mengajukan
masalah yang baik, baik dari segi kualitas respon maupun kuantitas hubungan semantik
dan sintaksis. Hal ini diperkuat oleh Tuğrul (2010) yang menjelaskan adanya hubungan
yang signifikan antara keterampilan mengajukan masalah dan memecahkan masalah.
Lebih-lebih lagi,
Silver dan Cai (1996) memberikan istilah problem posing yang diterapkan pada tiga
bentuk aktivitas kognitif matematis yang berbeda, yaitu: 1)berpose pra-solusi, yaitu ketika
siswa mengajukan masalah berdasarkan masalah yang belum terselesaikan sebelumnya, 2)
berpose dalam-solusi, yaitu siswa merumuskan atau membuat kembali masalah seperti yang
sedang diselesaikan, dan 3)berpose pasca-solusi, yaitu siswa memodifikasi tujuan atau
kondisi masalah yang telah diselesaikan untuk membuat masalah baru yang serupa.
Selanjutnya Silver dan Cai (1996) membagi pengajuan masalah menjadi tiga tanggapan, yaitu:

1.pertanyaan matematika, yaitu soal-soal yang mengandung masalah matematika dan yang
berkaitan dengan informasi yang diberikan. Soal matematika ini juga dibagi menjadi dua,
yaitu:
sebuah.Soal matematika yang bisa dipecahkan, yaitu soal-soal yang dibuat siswa memuat
informasi yang cukup dari informasi yang ada untuk diselesaikan. Soal matematika
yang dapat diselesaikan dibagi menjadi dua yaitu soal matematika yang
mengandung informasi baru dan soal matematika yang tidak mengandung informasi
baru.
b.Soal matematika yang tidak bisa dipecahkan, yaitu soal-soal yang dibuat siswa mempunyai
tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang diberikan.
2.Pertanyaan non-matematis, yaitu soal yang tidak mengandung masalah matematika
dan tidak ada hubungannya dengan informasi yang diberikan.
3.Pernyataan, yaitu suatu bentuk soal yang tidak mengandung kalimat tanya
yang mengarah ke soal matematis dan soal non matematis.

58
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

Klasifikasi kerumitan soal yang dibuat siswa menurut Silver dan Cai
(1996) adalah sebagai berikut.
1.Kompleksitas berkaitan dengan struktur bahasa (sintaksis)
Kompleksitas yang terkait dengan struktur bahasa dapat dilihat berdasarkan bentuk
proposisi yang terkandung dalam masalah yang dibuat oleh siswa. Tiga proposisi
dalam soal cerita matematika adalah sebagai berikut.
sebuah.proposisi tugas, yaitu pertanyaan yang berisi tugas yang harus dikerjakan.
b.Proposisi relasional), yaitu pertanyaan yang berisi tugas untuk dibandingkan.
c.Proposisi bersyarat), yaitu pertanyaan yang menggunakan informasi tambahan.
Untuk menunjukkansintaksis, Silver dan Cai (1996) menyatakan bahwa keberadaan
proposisi kondisional atau relasional merupakan indikator dari kompleksitas
masalah. Artinya, keberadaan praanggapan dan proposisi hubungan dapat dijadikan
indikasi kompleksitas masalah yang diajukan siswa.
2.Kompleksitas terkait dengan struktur matematika (semantik)
Silver dan Cai (1996) menggunakan skema klasifikasi masalah untuk mengelompokkan pertanyaan yang
dibuat oleh siswa ditinjau dari struktur semantiknya, yaitu,mengubah,kelompok,membandingkan,
mengemukakan kembali, dan bervariasi.Mengubah, yaitu masalah yang diajukan menggunakan data
yang berbeda dengan informasi yang diberikan.Kelompok, yaitu masalah yang diajukan menggunakan
beberapa informasi yang terdapat dalam informasi yang diberikan atau mampu menggabungkan
beberapa poin pertanyaan dalam suatu pertanyaan.Membandingkan, yaitu masalah yang diajukan
mengandung unsur pembanding dengan informasi awal.Mengemukakan kembali, yaitu masalah yang
disajikan hanya berisi informasi yang sudah ada pada informasi yang diberikan dan jawabannya dapat
ditemukan langsung pada informasi tersebut.Bervariasi, yaitu masalah yang diajukan menggunakan
beberapa informasi yang terdapat pada informasi yang diberikan dan juga mengandung informasi baru
yang berbeda dengan informasi awal yang telah diberikan. Silver dan Cai (1996) menyatakan bahwa
masalah yang diajukan sebaiknya mengandung banyak hubungan semantik sehingga masalah menjadi
lebih kompleks. Artinya masalah yang melibatkan banyak hubungan semantik dapat dikatakan kompleks
daripada masalah yang hanya melibatkan sedikit hubungan semantik.

Banyak peneliti telah menyelidiki kemampuan siswa dalam mengajukan masalah dalam
berbagai topik. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
serupa dimana penelitian yang dilakukan berjudul Kemampuan Siswa SMA untuk
Mengajukan Soal SLETV. Penelitian dilakukan terhadap 60 siswa SMA di wilayah Surabaya
Timur, yaitu dengan memberikan tes berupa lembar tes problem pose. Selain itu, dalam
penelitian ini digunakan salah satu bentuk aktivitas kognitifberpose pra-solusi. Hal ini
dikarenakan untuk mengetahui kemampuan memahami konsep tentang materi yang telah
diperoleh dan dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Padahal, salah satu
bentuk pengajuan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal matematika
yang dapat diselesaikan. Hal ini disebabkan adanya pemahaman konsep, kemampuan
berpikir, dan kemampuan menalar serta menghubungkan keterkaitan antar konsep
matematika dalam mengajukan masalah.
Salah satu mata pelajaran matematika yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
mengajukan masalah adalah SLETV yang merupakan kumpulan persamaan linear yang memiliki solusi
yang sama untuk semua persamaan yang terdiri dari dua variabel. Selanjutnya melalui materi SLETV ini
peneliti dapat mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mengemukakan masalah berdasarkan
informasi yang telah dikuasainya.

Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah
enam puluh dari 10thsiswa kelas VIII di Surabaya Timur tahun ajaran 2017/2018. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Dalam hal ini, tes digunakan untuk mengusulkan

59
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

masalah SLETV. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes berupa
lembar tugas soal (LTPM – Lembar Tes Pengajuan Masalah). LTPM ini diberikan kepada siswa dan
dilakukan secara individu untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengajukan masalah
khususnya pada topik SLETV.
Tugas pengajuan masalah digunakan salah satu bentuk kognitif, yaituberpose pra-solusi.
Dalam hal ini siswa diberikan informasi berupa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan
materi SLETV. Melalui informasi yang tersedia, diharapkan siswa mampu mengajukan masalah
sebanyak mungkin dan kemudian menyelesaikannya dalam waktu 60 menit. Gambar 1
menunjukkan LTPM.

Gambar 1. Lembar pengajuan masalah

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan analisis data yang digunakan oleh
Dwianto & Siswono (2016) sebagai berikut.
1. Klasifikasi masalah
Hasil data dianalisis dengan mengklasifikasikan masalah yang telah diajukan siswa.
Klasifikasi dilakukan dengan memilah-milah masalah yang diajukan siswa berupa
pertanyaan matematis, pertanyaan non-matematis, dan pernyataan. Jika masalah yang
diajukan siswa berupa pernyataan, pertanyaan non matematis, pertanyaan matematis
yang tidak dapat diselesaikan, dan pertanyaan matematis yang jawabannya salah maka
dalam penelitian ini “tidak dikategorikan”. Dalam penelitian ini, soal-soal matematika
yang dapat diselesaikan akan dikategorisasikan.
2. Analisis Berdasarkan Struktur Matematika (Semantik)
Soal matematika yang dapat diselesaikan dianalisis berdasarkan kompleksitas yang terkait
dengan (semantik) struktur matematika. Hal ini didasarkan pada lima hubungan semantik dari
masalah yang diajukan oleh siswa. Masalah dianalisis untuk jumlah hubungan semantik yang
digunakan apakah masalah yang diajukan menggunakan 1-relationship, 2-relationship, 3-
relationship, dan 4-relationship. Adapun hubungan yang dimaksud adalah apakah masalah
yang diajukan siswa meliputi mengubah, mengklasifikasi, membandingkan, menyatakan
kembali, dan memvariasikan.
3. Analisis berdasarkan struktur bahasa (Sintaks)
Soal-soal matematika yang dapat dipecahkan dianalisis berdasarkan kompleksitas
yang terkait dengan struktur bahasa (sintaksis). Hal ini dilakukan dengan melihat
proposisi yang digunakan siswa dalam mengangkat masalah. Proposisi tersebut
meliputi proposisi penugasan, proposisi hubungan, dan proposisi anggapan.

Hasil dan Diskusi


Soal Pose Test Sheet (LTPM) yang disediakan berisi informasi yang berkaitan
dengan materi SLETV. Hasil uraian masalah yang diajukan siswa adalah sebagai
berikut.

Tabel 1. Hasil Klasifikasi yang Diusulkan


Nomor
Dikategorikan Tidak Dikategorikan
dari Masalah
60 54 6

60
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kurang lebih 90% siswa mampu mengajukan masalah
matematis berkategori yaitu soal matematis yang dapat diselesaikan. Sedangkan sisanya (10%)
menimbulkan masalah yang tidak dikategorikan. Selanjutnya, semua masalah yang dikategorikan
akan dianalisis berdasarkan kompleksitas yang terkait dengan struktur matematika (semantik).
Hasil analisis berdasarkan kompleksitas terkait dengansemantikadalah sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Analisis Semantik


Nomor semantik
dari Masalah 1-H 2-H 3-H 4-H
54 17 13 13 11
31,49 24,07 24,07 20,37
Catatan:

1-H: 1 hubungan semantik


2-H: 2 hubungan semantik
3-H: 3 hubungan semantik
4-H: 4 hubungan semantik

Berdasarkan Tabel 2, lebih dari sepertiga siswa hanya mampu mengajukan masalah dengan
menggunakan 1-relationship. Sedangkan siswa yang mampu mengajukan masalah dengan
menggunakan dua atau tiga hubungan sebanyak 24,07%. Sedangkan siswa yang mampu mengajukan
masalah dengan menggunakan empat hubungan memiliki persentase terendah yaitu sebesar 20,37%.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa lebih mudah mengajukan masalah yang melibatkan
satu hubungan. Jadi, mereka harus membaca ulang kalimat relasional untuk menentukan hubungannya
(Pape, 2004) sebelum mengajukan masalah.

Siswa mengajukan masalah menggunakan 1-hubungan

Gambar 2. Soal menggunakan 1-relationship

Berdasarkan Gambar 2, masalah yang diajukan siswa dapat dikategorikan menggunakan


hubungan 1, yaitupengelompokan. Pada soal ini siswa mampu menggabungkan beberapa soal
menjadi satu soal yaitu menghitung luas dan keliling persegi panjang.

Siswa mengajukan masalah menggunakan 2-hubungan

Gambar 3. Soal menggunakan 2-relationship

61
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

Berdasarkan Gambar 3, masalah yang diajukan oleh siswa dapat dikategorikan sebagai:menyatakan
kembali danberubah. Pada soal ini siswa menggunakan data yang sudah ada berupa panjang dan lebar ukuran
semula kemudian diubah panjangnya menjadi dua kali ukuran aslinya dan lebarnya menjadi tiga kali ukuran
aslinya.

Siswa mengajukan masalah menggunakan 3-hubungan

Gambar 4. Soal menggunakan 3-relasi

Berdasarkan Gambar 4, masalah yang diajukan siswa dapat dikategorikan sebagai:menyatakan


kembali, berubahdanperbandingan. Siswa menggunakan data yang ada berupa ukuran panjang dan
lebar aslinya kemudian diubah panjangnya menjadi tiga kali ukuran aslinya dan lebar menjadi seperlima
dari aslinya. Selanjutnya siswa juga membandingkan luas daerah berdasarkan ukurannya masing-
masing.

Siswa mengajukan masalah menggunakan 4-hubungan

Gambar 5. Masalah dengan 4-hubungan

Berdasarkan Gambar 5, masalah yang diajukan oleh siswa dapat dikategorikan sebagai:menyatakan kembali,
pengelompokan,perbandingandanbervariasi. Pada soal ini siswa menggunakan data yang sudah ada berupa panjang
dan lebar aslinya kemudian mengelompokkannya ke dalam daerah-daerah baru untuk jagung.

62
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

taman, kolam ikan, dan sisa area yang akan dipasang ubin. Secara tidak langsung siswa telah
memvariasikan dan membandingkan masalah dari informasi yang telah diberikan. Hal ini terlihat dari
jawabannya yaitu siswa harus menggunakan operasi perkalian untuk mendapatkan biaya yang
diperlukan untuk pemasangan genteng.
Selanjutnya, masalah yang dapat dikategorikan akan dianalisis berdasarkan
struktur bahasa (sintaksis). Hasil analisis sintaksis adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Analisis Berdasarkan Sintaks


Jumlah sintaksis
Masalah P. Tugas P. Con P. Sup
54 23 17 14
% 42,59 31,48 25,93
Catatan:

P. Tugas : Proporsi Penugasan :


P. Con Proporsi Koneksi :
P. Sup Proporsi Anggapan

Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis sintaks, lebih dari empat puluh persen siswa mampu
mengajukan masalah menggunakan proposisi tugas. Selanjutnya, lebih dari sepertiga siswa, mampu
mengajukan masalah menggunakan proposisi relasi. Sedangkan lebih dari seperempat siswa
mengajukan masalah dengan menggunakan proposisi pengandaian. Hal ini menunjukkan bahwa proses
hubungan diperlukan untuk membangun hubungan dengan matematika (Dominguez, Lópezleiva, &
Khisty, 2013) dalam pose masalah. Hal ini dapat berkembang dengan baik jika terdapat interaksi yang
signifikan antara persepsi dan pengetahuan guru (Campbell et al., 2014) yang mempengaruhi
kemampuan problem posing siswa.

Siswa mengajukan masalah menggunakan proposisi tugas

Gambar 6. Soal menggunakan proposisi penugasan

Berdasarkan Gambar 5, masalah yang diajukan siswa berisi tugas menghitung panjang dan
lebar berdasarkan informasi yang telah diberikan. Dengan demikian, masalah dapat dikategorikan
menggunakan proposisi penugasan.

Siswa mengajukan masalah menggunakan preposisi hubungan


Gambar 7 menunjukkan bahwa masalah yang diajukan oleh siswa termasuk dalam
kategori proposisi relasional. Soal ini berisi tugas membandingkan dimana siswa
membandingkan luas jika ukuran panjang dan lebarnya diganti dari ukuran semula.

63
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

Gambar 7. Masalah menggunakan proposisi hubungan

Siswa mengajukan masalah menggunakan proposisi pengandaian

Gambar 8. Soal menggunakan proposisi pengandaian

Berdasarkan Gambar 8, masalah yang diajukan siswa termasuk dalam kategori


proposisi bersyarat. Soal ini berisi informasi tambahan dimana siswa mampu
menghubungkan konsep-konsep matematika. Dalam hal ini siswa menghubungkan
informasi yang ada dengan materi matematika lainnya yaitu konsep vektor.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap 60 siswa SMP
se-Surabaya Timur dalam menyampaikan soal SLETV, dapat disimpulkan bahwa siswa mampu
mengajukan soal dapat dikategorikan. Data yang diperoleh bahwa siswa lebih mudah untuk
mengajukan masalah SLETV yang melibatkan hanya satu hubungan di samping hubungan lainnya.
Sedangkan berdasarkan struktur bahasa (sintaksis), sebagian besar siswa mampu mengajukan
masalah menggunakan proposisi hubungan daripada yang lain. Disarankan kepada guru
hendaknya mendorong siswa dengan pengetahuan untuk dapat mengajukan masalah kompleks
yang terkait dalam situasi kehidupan sehari-hari. Selain itu, perlu adanya penelitian tentang
problem posing pada mata pelajaran matematika lainnya.

64
Yemima IR, dkk./Journal of Research and Advances in Mathematics Education,2019,4(1), 57 – 65

Referensi
Berch, DB, & Mazzocco, MMM (2007).Mengapa matematika begitu sulit bagi sebagian anak? Itu
Sifat dan Asal Usul Kesulitan dan Disabilitas Pembelajaran Matematika(Paulus H.Br).
Maryland.
Brown, SI, & Walter, MI (1990).Seni Mengajukan Masalah(Edi Kedua). Jersey baru:
Penerbit Lawrence Erlbaum Associates.
Cai, J., Hwang, S., Jiang, C., & Silber, S. (2015). Penelitian Pengajuan Masalah dalam Matematika
Pendidikan: Beberapa Pertanyaan Terjawab dan Tidak Terjawab. DiPengajuan
Masalah Matematika Dari Penelitian ke Praktik yang Efektif(hlm. 3-29). New York:
Springer. Campbell, PF, Nishio, M., Smith, TM, Clark, LM, Darcy, L., Rust, AH, ... Griffin,
MJ (2014). Hubungan Antara Konten Matematika Guru dan
Pengetahuan Pedagogis, Persepsi Guru, dan Prestasi Belajar Siswa.
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika,45(4), 419–459.
Dominguez, H., Lópezleiva, CA, & Khisty, LL (2013). Keterlibatan relasional:
Penalaran proporsional dengan bilingual Latino/a siswa.Pendidikan Matematika,85(1),
143–160. https://doi.org/10.1007/s10649-013-9501-7
Dwianto, DA, & Siswono, TYE (2016). Profil Komplekitas Soal yang Dibuat Siswa
Dalam Pengajuan Masalah.Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika,3(5), 83–91. Gardiner, AD,
& Borovik, A. (2007).Kemampuan Matematika dan Keterampilan Matematika.
Manchester: Universitas Manchester.
Pape, SJ (2004). Perilaku Pemecahan Masalah Anak Sekolah Menengah: Sebuah Kognitif
Analisis dari Perspektif Pemahaman Membaca.Jurnal Penelitian
Pendidikan Matematika,35(3), 187–219.
Perak, E. A & Cai, J. (1996). Analisis Pengajuan Masalah Aritmatika oleh Middle
Siswa Sekolah.Dewan Nasional Guru Matematika,27(5), 521–539.
Diperoleh dari http://www.jstor.org/stable/749846
Tuğrul, K. (2010). Hubungan antara Problem Posing dan Keterampilan Pemecahan Masalah
Calon Guru Matematika SD.Procedia-Ilmu Sosial dan Perilaku,27(5),
521–539.

65

Anda mungkin juga menyukai