Anda di halaman 1dari 16

FIQIH IBADAH

THAHARAH DAN RUANG LINGKUPNYA

Dosen Pengampu : Hasniran, MH.

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Muh Aldi/2022010101100
2. Risdawati /2022010101116
3. Ninis karlina/2022010101098
4. Riska/2022010101132
5. Indri/2022010101099

PRODI PENDIDIKIAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada kepada Allah Swt. Yang telah memberikan nikmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam kita
panjatkan kepada baginda nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman
kebodohan menuju zaman yang penuh dengan hamparan ilmu pengetahuan.

Makalah ini di susun untuk memenuhi mata kuliah Fiqhi Ibadah dengan judul Thaharah dan
Ruang Lingkupnya. Dalam proses penyusunan makalah ini banyak mendapat tantangan dan
hambatan, akan tetapi penulis bisa mengatasi hal tersebut. Saya juga berterimakasih kepada
teman-teman kelompok yang sudah berkontribusi dalam penyelesaian tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan, penulisan, maupun materi. Saran dan kritik sangat
diharapkan bagi penulis untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan manfaat bagi para pembaca.

Kendari 9 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..........………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………................ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………….........………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………...........1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………….........2

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian dan hukum thaharah.................................................................................3


B. Alat-alat yang sah untuk thaharah..............................................................................4
C. Jenis-jenis air dalam Thaharah...................................................................................5
D. Macam-macam najis dan cara mensucikannya..........................................................6
E. Macam-macam hadas dan cara mensucikannya.........................................................8
F. Perbedaan najis dan hadas..........................................................................................9

BAB III: PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………….......11
B. SARAN.....................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................iii

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Idealnya, kita sebagai ummat muslim harus menguasai materi tentang thaharah ini,
tidak hanya menguasai tetapi juga mampu menerapkannya dengan benar dalam
kehidupan sehari-hari. Namun realitanya, dalam pembelajaran thaharoh, rata-rata banyak
kaum muslim mukallaf yang masih keliru dalam menerapakan taharah atau bersuci
dengan benar sesuai syara’.
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat.
Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah
shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah. Dalam kaidah ushul fiqih
dijelaskan bahwa:
‫ما ال يتم الواجب اال به فهو واجب‬
“Suatu kewajiban yang tidak dapat sempurna kecuali dengan adanya
sesuatu(perkara), maka sesuatu(perkara)tersebut juga menjadi wajib.”

Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan
melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui
dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut
ajaran ibadah syar’iah.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dan hukum thaharah ?
2.    Apa saja alat-alat yang sah untuk thaharah (bersuci) ?
3. Apa saja jenis-jenis air dalam thaharah ?
4.    Jelaskan macam-macam najis dan hadas serta cara mensucikannya dalam ilmu fiqih?
5. Jelaskan perbedaan najis dan hadats ?

1
C. Tujuan
1. Memahami pengertian thaharah dan ruang lingkupnya
2. Memahami secara rinci alat-alat yang sah untuk bersuci
3. Memahami jenis-jenis air, hadats, najis dan cara mensucikannya
4. Memahami perbedaan antara najis dan hadats

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah Dan Hukumnya
Dalam hukum Islam, bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan
yang sangat penting, karena di antara syarat-syarat sahnya shalat yang telah ditetapkan bahwa
seseorang yang akan mengerjakan shalat harus suci dari hadats, baik itu suci badan, pakaian, dan
tempat sholatnya dari najis. Bersuci hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dan sunnah Nabi
Saw.
Adapun firman Allah SWT. yakni :

ِ ‫ِإ َّن هّللا ي ُِحبُّ التَّ َّوابِ ْينَ َو ي ُِحبُّ ال ُمتَطَه‬


) ٢٢٢ ‫ ( البقرة‬. َ‫ِّر ْين‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri”. (QS. Al-Baqarah: 222)

Dalam ayat yang lain Allah SWT. Berfirman ( Al-Maidah ayat 6);

‫م َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى‬jْ ‫ بِ ُرءُوْ ِس ُك‬j‫ق َوا ْم َسحُوْ ا‬ ِ ِ‫م َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬jْ ‫يٰٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك‬
‫ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء‬ ٓ ٰ ْ‫ا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬jۗ ْ‫ْال َك ْعبَ ْي ۗ ِن َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُو‬
‫هّٰللا‬
‫ج َّو ٰل ِك ْن‬ٍ ‫م ِّم ْنهُ ۗ َما ي ُِر ْي ُد ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح َر‬jْ ‫طيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك‬ َ j‫ص ِع ْي ًدا‬َ ‫فَلَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا‬
ْ َ‫ي ُِّر ْي ُد لِيُطَه َِّر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ت‬
َ‫ش ُكرُوْ ن‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah
wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu
sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu
bersyukur.”(QS. Al-Maidah : 6) Rasulullah Saw. Juga Bersabda;

ْ ‫الطهُو ُر َش‬
‫ط ُر اِإل ْي َما ِن‬ ُّ
3
“Kesucian (kebersihan) adalah Sebagian dari iman”. (HR.Muslim, Ahmad dan tirmidzi).
Thaharah secara bahasa ialah bersih. Menurut syara’ ialah suci dari hadats atau najis,
dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’ atau menghilangkan najis baik dengan cara mandi,
wudhu dan tayammum. Hakikat thaharah ialah memakai air atau tanah atau salah satunya
menurut sifat yang disyariatkan, untuk menghilangkan najis dan hadats. Bersuci dapat dilakukan
dengan mandi, istinja’, wudhu dan tayammum.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa thaharah adalah membersihkan diri dari
hadats atau najis dengan cara-cara tertentu yang telah ditentukan oleh syara’ dan hukumnya
adalah wajib karena ia menjadi syarat dari sahnya ibadah shalat kita.

B. Alat-alat yang Sah Untuk Thaharah


Alat thaharah adalah sesuatu yang biasa digunakan untuk bersuci. Berdasarkan jenisnya,
alat thaharah dibagi menjadi tiga, yaitu air, batu dan debu.

1. Air

Air yang bisa digunakan untuk thaharah adalah air suci yang menyucikan. Air ini
disebut juga dengan air mutlak.

2. Debu

Jika seorang Muslim hendak bersuci, namun ia tidak bisa menemukan air, atau
karena uzur tertentu yang di permaklumkan maka diperbolehkan baginya untuk thaharah
menggunakan debu yang suci. Bersuci dengan debu dalam Islam disebut juga dengan
istilah tayammum

3. Benda yang Dapat Menyerap Kotoran

Selain air dan debu, alat thaharah selanjutnya adalah benda yang dapat menyerap
kotoran. Benda yang dimaksud dalam hal ini di antaranya batu, tisu, kayu, dan
sejenisnya. Dalam ilmu fiqih, benda ini dikhususkan untuk menghilangkan najis saja,
seperti beristinja’ (cebok).
4
C. Jenis-jenis Air Dalam Thaharah
Dalam fiqih Islam, air merupakan sarana utama untuk membersihkan diri dari berbagai
hadast. Namun, tidak semua air dapat digunakan untuk bersuci. jenis-jenis air untuk bersuci
terbagi menjadi lima, di antaranya air mutlak, air musta’mal, air musyammas, air mudhaf, dan air
mutanajjis.
Pembagian jenis air di atas telah disepakati oleh mayoritas ulama (jumhur al-ulama’).
Masing-masing dari pembagian tersebut berdasarkan pada hadist yang diriwayatkan dari
Rasulullah SAW, salah satunya berikut ini:
َ ‫ فَقَا َل لَهُ ُم النَّبِ ُّي‬، ُ‫ فَتَنَا َولَهُ النَّاس‬،‫ قَا َم َأ ْع َرابِ ٌّي فَبَا َل فِي ال َم ْس ِج ِد‬:‫ال‬
،‫ « َدعُوهُ َوه َِريقُوا َعلَى بَوْ لِ ِه َسجْ اًل ِم ْن َما ٍء‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ق‬
ِ ‫ َولَ ْم تُ ْب َعثُوا ُم َعس‬، َ‫ِّرين‬
َ‫ِّرين‬ ِ ‫ فَِإنَّ َما بُ ِع ْثتُ ْم ُميَس‬،‫َأوْ َذنُوبًا ِم ْن َما ٍء‬
Artinya: “Abu Hurairah berkata: ‘seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid, lalu
orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka, biarkanlah dia
dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba atau seember air, sesungguhnya kalian diutus
untuk memberikan kemudahan bukan untuk memberikan kesulitan.’” (HR. Imam Bukhori).
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kelima jenis air untuk bersuci tersebut, simak
penjelasannya di bawah ini.
1. Air Mutlak
Air mutlak adalah air yang suci dan menyucikan. Artinya, air ini bisa digunakan untuk
bersuci. Jenis-jenis air yang masuk kategori air mutlak adalah air hujan, air sumur, air sungai, air
telaga, air laut, air embun, serta air es atau salju. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut ini:

َ ‫اس اَ َمنَةً ِّم ْنهُ َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ال َّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء لِّيُطَهِّ َر ُك ْم بِ ٖه َوي ُْذ ِه‬
‫ب َع ْن ُك ْم ِرجْ َز ال َّشي ْٰط ِن َولِيَرْ بِطَ ع َٰلى قُلُوْ بِ ُك ْم َويُثَبِّتَ بِ ِه‬ َ ‫اِ ْذ يُ َغ ِّش ْي ُك ُم النُّ َع‬
‫ااْل َ ْقدَا ۗ َم‬
Artinya: “(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari-
Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan
(hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan
hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).” (QS. Al-Anfal ayat 11)
Selain itu, Rasulullah juga bersabda yang artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata:
‘Telah bersabda Rasulullah SAW tentang (hukum) air laut itu suci, (dan) halal bangkainya.”
(HR. Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
5
2. Air Musta'mal
Air Musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk bersuci, baik berwudhu atau
mandi wajib. Terkait dengan hukum air musta'mal, para ulama berbeda pendapat. Sebagian
menyatakan bahwa air musta'mal itu suci dan bisa menyucikan, sedangkan sebagian yang lain
menyatakan bahwa air ini suci tapi tidak bisa menyucikan. Selain itu, para ulama juga telah
menetapkan batasan air yang bisa disebut musta'mal dan tidak. Adapun batasannya adalah dua
qullah. Artinya, air yang sudah melebihi volume dua qullah, meskipun sudah digunakan untuk
bersuci, tidak disebut sebagai air musta'mal dan tetap boleh atau sah di gunakan untuk bersuci.
Jika disesuaikan dengan standar besaran yang kita gunakan saat ini, volume dua qullah adalah
sekitar 270 liter.
3. Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang terpapar sinar matahari dalam wadah yang terbuat dari
selain emas dan perak. Air jenis ini dimakruhkan untuk digunakan bersuci.
4. Air Mudhaf
Air mudhaf adalah air yang berasal dari buah dan sejenisnya, misalnya air kelapa, air
perasan jeruk, dan lain-lain. Selain itu, air mutlak yang telah bercampur dengan benda lain,
seperti kopi, teh, atau gula juga masuk kategori air mudhaf. Air ini hukumnya suci tapi tidak
menyucikan sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci.
5. Air Mutanajjis
Air mutanajjis adalah air mutlak yang sudah terkena najis. Air ini tidak bisa digunakan
untuk bersuci jika sudah berubah salah satu sifatnya, yaitu bau, warna, dan rasanya. Jika salah
satu dari ketiga sifat tersebut tidak berubah, para ulama bersepakat bahwa air tersebut bisa
digunakan untuk bersuci.

D. Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya


Najis artinya segala sesuatu yang kotor/ menjijikkan. Menurut pandangan syara’ najis
adalah segala sesuatu yang menjijikkan, baik yang bersifat hissy (indrawi) maupun hukmi
(secara hukum).

6
Najis yang dapat mencegah sahnya shalat ada kemungkinan melekat pada badan,
pakaian, atau tempat yang dipergunakan untuk shalat. Najis-najis itu terbagi menjadi 3 macam,
yaitu:

a. Najis Mukhaffafah (najis yang ringan)


Yaitu berupa kencing bayi laki-laki yang berumur dua tahun dan belum makan apa-apa
kecuali air susu (asi) ibunya. Cara menyucikan najis mukhaffafah ialah dengan
memercikkan air pada benda yang terkena najis mukhaffafah itu.
b. Najis Mutawassitah (najis yang sedang)
Najis mutawassitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Najis ‘Ainiyah (najis yang nampak)
Najis ‘Ainiyah yaitu najis mutawassitah yang masih kelihatan wujud, warna, dan
baunya. Cara mensucikan najis mutawassitah ‘ainiyah yaitu dengan menghilangkan najis
tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna, rasa, dan baunya.
2) Najis Hukmiyah
Najis hukmiyah yaitu naijs mutawassitah yang diyakini ada, tetapi sudah tidak
kelihatan wujud, warna, dan baunya (sudah kering). Cara menyucikannya yaitu dengan
menggenangi air mutlak pada tempat yang di yakini najis tersebut.
c. Najis Mugalladzah (najis yang berat)
Najis mugalladzah ini adalah anjing dan babi serta segala apapun yang berasal dari
keduanya. Cara menyucikan najis mugalladzah yaitu dengan mencuci najis tersebur
sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satu diantaranya dengan memakai debu yang suci.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa najis adalah sesuatu
yang dipandang syara’ menjijikkan yang dapat mencegah sahnya shalat. Najis terbagi tiga
yaitu mukhoffafah, mutawassitah, mugalladzah.

7
E. Macam-macam Hadats dan Cara Mensucikannya
Hadats menurut bahasa adalah sifat yang menurut pandangan hukum seseorang tidak sah
melakukan shalat. Sedangkan menurut istilah, hadats adalah perbuatan atau kejadian yang
menyebabkan seseorang secara hukum, dia itu tidak suci. Bagian ini khusus untuk badan, seperti
mandi, berwudhu, dan tayammum.
Hadats terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Hadats kecil, seperti buang air (besar/kecil) dan buang angin (kentut).
Cara menghilangkan hadats ini dengan berwudhu atau tayammum apabila orang yang
berhadats itu sakit atau tidak mendapatkan air yang cukup untuk berwudhu.
2.      Hadats besar
Hadats besar yaitu kejadian yang menyebabkan seseorang dilarang melakukan ibadah
tertentu, seperti membaca al-Qur’an, shalat, atau thawaf. Hadats besar yang dimaksud
meliputi: haid, nifas, dan keluarnya sperma (mani) bagi laki-laki. Cara menghilangkannya
yaitu dengan mandi besar, atau tayammum jika tidak didapatkan air atau karena sakit.
Tata cara thaharah/bersuci dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan kadar
hadatsnya. Adapun macam-macam cara bersuci dari hadats adalah sebagai berikut:
1.   Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti baik dan bersih. menurut istilah, wudhu adalah
menggunakan air yang suci dan mensucikan pada anggota-anggota badan tertentu dengan
rukun dan syarat tertentu dengan tujuan menghilangkan hadats kecil pada tubuh.
2.    Tayammum
Yaitu mengusapkan debu ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan rukun dan
syarat tertentu, tayamum merupakan cara bersuci untuk menggantikan mandi dan wudhu
apabila tidak menemukan air atau karena uzur tertentu yang di permaklumkan oleh hukum
syara’. Syarat tayamum adalah menggunakan tanah yang suci dan tidak tercampur dengan
benda lain.

8
3. Mandi
Mandi adalah mengalirkan air yang suci ke seluruh tubuh menggunakan air yang suci
dan mensucikan dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan cara tertentu yang dilakukan
untuk menghilangkan hadas besar seperti haid, nifas, dan keluarnya sperma. Sebagaimana
Firman Allah SWT.:
“Dan apabila kamu sekalian dalam keadaan junub, maka mandilah ...” (QS. Al-Maidah: 6)

Hukum mandi adalah wajib bagi orang yang berhadats besar, baik karena haid/nifas bagi
perempuan ataupun karena junub (telah melakukan hubungan suami istri) atau beberapa hal
yang mewajibkan mandi baik bagi laki-laki maupun perempuan yang telah ditentukan oleh
hukum syara’.
F. Perbedaan Najis dan Hadats

Hadats dan najis sekilas mungkin terlihat sama, namun dalam kitab fiqih thaharah telah di
jelaskan perbedaan nyata antara hadats dan najis. Dalam ilmu fiqih najis adalah sesuatu yang
kotor dan menjijikkan. Sedangkan hadats tidak berbentuk benda seperti halnya najis. Hadats
adalah status hukum karena suatu perbuatan atau kejadian tertentu yang menyebabkan seseorang
tidak suci. Contohnya seseorang buang air kecil atau besar, kotoran yang keluar dari tubuhnya di
sebut najis sedangkan orang tersebut statusnya berhadats (hadats kecil).

Adapun Perbedaan hadats dan najis secara rinci adalah sebagai birikut;

1. Perbedaan Wujudnya
Najis adalah segala sesuatu yang di hukumi kotor dalam syariat, yang dapat
terlihat berdasarkan warna, bau, atau rasanya. Sedangkan hadats adalah status hukum
karena suatu perbuatan atau kejadian, sehingga membuat seseorang tidak sah dalam
melakukan ibadah tertentu.
2. Perbedaan Cara Penyuciannya
Seseorang yang berhadats besar ataupun kecil tetap akan berstatus hadats
meskipun telah mengilangkan kotoran yang ada di tubuh atau badannya. Karena hadats
hanya akan dapat di hilangkan dengan cara berwudhu, mandi atau tayammum.

9
Sedangkan untuk menyucikan najis dapat di lakukan dengan cara di basuh atau di
bersihkan dengan air atau alat thaharah lainnya hingga najis dan sifat-sifatnya (warna,
bau, rasa) benar-benar hilang.

10
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.       Thaharah ialah suci dari hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’
atau menghilangkan najasah, mandi dan tayammum.
2. Alat-alat yang sah di gunakan untuk thaharah yaitu air, debu, dan benda yang dapat
menyerap kotoran (batu, tisu, kayu).
3.        Najis adalah segala sesuatu yang menjijikkan, baik yang bersifat hissy (indrawi) maupun
hukmi (secara hukum). Macam-macam najis:
a.    Najis Mukhaffafah (najis yang ringan)
b.    Najis Mutawassitah (najis yang sedang) terbagi menjadi dua:
1)   Najis ‘Ainiyah yang masih terlihat zat najisnya
2)   Najis Hukmiyah yang tidak terlihat najisnya
c.    Najis Mugalladzah (najis yang berat)
4.        Hadats adalah perbuatan atau kejadian yang menyebabkan seseorang secara hukum, dia itu
tidak suci. Adapun macam-macam cara bersuci dari hadats yaitu dengan wudhu, mandi dan
tayammum.
5. Adapun Perbedaan hadats dan najis secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan Wujudnya

Najis adalah segala sesuatu yang di hukumi kotor dalam syariat, yang dapat
terlihat berdasarkan warna, bau, atau rasanya. Sedangkan hadats adalah status hukum
karena suatu perbuatan atau kejadian, sehingga membuat seseorang tidak sah dalam
melakukan ibadah tertentu.
2. Perbedaan Cara Penyuciannya
Seseorang yang berhadats besar ataupun kecil tetap akan berstatus hadats
meskipun telah mengilangkan kotoran yang ada di tubuh atau badannya. Karena hadats
hanya akan dapat di hilangkan dengan cara berwudhu, mandi atau tayammum.
Sedangkan untuk menyucikan najis dapat di lakukan dengan cara di basuh atau di
bersihkan dengan air atau alat thaharah lainnya hingga najis dan sifat-sifatnya (warna,
bau, rasa) benar-benar hilang.
11
B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi
penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami harapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca. Demi kesempurnaan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amir Abyan & Zainal Muttaqin, Pendidikan Agama Islam Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas
VII, Semarang, Thoha Putra, 2008
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajran Inovatif dalam Kurikulum 13,Yogyakarta, Ar-Ruzz Media,
2014
Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas X (Mengacu
Pada Kurikulum 2004/Kurikulum Berbasis Kompetensi), Semarang, CV. Gani & SON, 2004
Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang,Toha Putra,1978
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru, Aalgensindo, 2011
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum
dan Hikmah, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000

iii

Anda mungkin juga menyukai