Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting.
Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari
bahasa Latin asetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa
Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama
diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam ditemukan
dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk
memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan asam tanak
dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit. mineral asam yang lebih kuat
telah dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat)
yang digunakan oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak. Berkaitan
dengan sifat asam dan basa, larutan terlarut dalam tiga golongan yaitu bersifat
asam, basa dan netral.
Titrasi merupakan prosedur analisis suatu larutan asam basa yang belum
diketahui konsentrasinya. Titrasi dilakukan dengan memasukkan sejumlah larutan
asam yang belum diketahui konsentrasinya ke dalam erlenmeyer. Kemudian,
titran (zat pentitrasi) berupa basa ditambahkan sedikit demi sedikit hingga
tercapainya titik ekuivalen. Pencapaian titik ekuivalen akan terjadi saat ini
konsentrasi OH⁻ sama dengan konsentrasi H⁺ atau pH larutannya = 7 (netral).
Setelah itu, kelebihan sedikit saja zat titran akan menyebabkan perubahan Ph
dengan cepat dan mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada indikator
(Sukmariah, 1990).
Pada umumnya, titrasi digunakan untuk mengetahui atau menentukan
konsentrasi suatu larutan baik asam maupun basa serta digunakan untuk
menentukan kadar (kemurnian) suatu zat. Oleh karena itu dilakukan percobaan
titrasi pada larutan HCl dan NaOH untuk mengetahui konsentrasi pada larutan
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan asam basa ?

1
2. Apa yang dimaksud dengan titrasi ?
3. Jelaskan prinsip-prinsip titrasi !
4. Sebutkan jenis-jenis titrasi !
5. Jelaskan faktor yang mempengaruhi indikatornya !

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan asam basa.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan titrasi.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip titrasi.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis titrasi.
5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi indikatornya.

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Asam-Basa


2.1.1 Pengetian Asam
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam
air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam pertahanan
modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat
lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu
basa. Suatu asam bereaksi dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk
membentuk garam. Contoh asam adalah asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan
asam sulfat (yang digunakan dalam baterai atau aki mobil) Asam umumnya beras
masam, meskipun demikian mencicipi rasa asam terutama asam pekat dapat
berbahaya dan tidak dianjurakan (Parning, 2006).
2.1.2 Pengertian Basa
Bila kita mereaksikan dua asam yang berbeda pada logam yang sama,
maka kita akan memperoleh hasil yang berbeda. Hal itu disebabkan perbedaan
kekuatan asam yang kita gunakan. Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia
yang menyerap ion hidronium ketika dilarutkan dalam udara. Basa adalah lawan
dari asam, yaitu ditujukan untuk unsur/ senyawa kimia yang memiliki pH lebih
tinggi 7. Basa merupakan senyawa yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan
ion OH- (Sutresna,2008).
2.1.3 Teori Asam Basa
1. Teori Arrheius
Teori Asam dan Basa ini dikemukakan oleh Svante August Arrhenius
yang merupakan Seorang Ilmuwan Kimia berasal dari Swedia yang lahir pada
tanggal 19 Februari 1859 sampai 02 Oktober 1927 silam. Svante August
Arrhenius pada tahun 1884 Silam menjelaskan bahwa Kekuatan Asam didalam
Air tergantung pd Konsentrasi Ion – Ion Hidrogen didalam-nya.
Menurut Svante August Arrhenius bahwa Asam adalah Zat yang jika
didalam Air dapat melepaskan Ion Hidrogen (H+), sebenarnya Ion – Ion Hidrogen
yang dihasilkan oleh Asam tersebut ketika dilarutkan didalam Air akan terkait
dengan Molekul – Molekul Air (H2O) dalam bentuk Ion Hidronium yakni Ion

3
Positif yg dibentuk atas penambahan sebuah Ion Hidrogen (Proton) pada sebuah
Molekul Air.
Namun tidak semua Senyawa Hidrogen itu Asam misalnya Etanol yang
mempunyai Rumus Kimia C2H5OH, walaupun didalam Etanol terdapat Unsur H
namun Etanol bukanlah Asam. Kemudian Asam berdasarkan Kekuataannya
menurut Svante August Arrhenius ini terdiri dari Asam Kuat dan Asam Lemah,
sedangkan jika dilihat dari Jumlah Ion H+ yang dilepaskannya maka dibedakan
menjadi Asam Monoprotik, Asam Diprotik dan Asam Triprotik.
Lalu Teori Asam Basa Menurut Arrhenius ini bahwa Asam adalah
senyawa yg dalam Air mampu menghasilkan Ion Hidroksida (OH-) dan Basa
berdasarkan pada Ion OH- yang dilepaskan tersebut pada reaksi Ionisasi Basa
maka dibedakan menjadi dua macam yang antara lain Basa Monohidrolik dan
Basa Polihidroksi.
2. Teori bronsted Lowry
Teori Asam Basa Bronsted dan Lowry ini merupakan sebuah Teori yang
melengkapi dari kekurangan Teori Asam dan Basa Arrhenius karena tak semua
Senyawa itu bersifat Asam ataupun Basa dapat menghasilkan sebuah Ion H+ atau
OH- jika dilarutkan didalam Air.
Teori Asam Basa Menurut Bronsted – Lowry bahwa Asam ialah Senyawa
yg bisa menyumbang proton yakni Ion H+ ke Senyawa atau Zat Lain. Sedangkan
Basa ialah Senyawa yg bisa menerima Proton, yakni Ion H+ dari Senyawa
ataupun Zat Lain. Lalu menurut Johannes Nicolaus Bronsted dan Thomas Martin
Lowry bahwa Zat mampu berperan baik sebagai Asam ataupun Basa, jika Zat
tertentu lebih mudah melepas Proton dan Zat tersebut akan berperan sebagai
Asam dan Lawannya berperan sebagai Basa.
Sebaliknya jika Suatu Zat lebih mudah menerima Proton maka Zat
tersebut akan berperan sebagai basa dan dalam suatu Larutan Asam dalam Air,
Air tersebut berperan sebagai Basa. Namun didalam Teori Asam – Basa Bronsted
Lowry ini memiliki kelemahan yakni tak dapat memperlihatkan Sifat Asam
maupun Sifat Basa suatu senyawa jika tidak terdapat proton yang terlibat didalam
Reaksi.

4
3. Teori Asam Basa Lewis
Gilbert Newton Lewis merupakan Ilmuwan Kimia berasal dari Amerika
Serikat yang lahir pada 23 Oktober 1875 dan meninggal pada 23 Maret 1946 yang
terkenal dengan penemuan – penemuannya seperti Ikatan Kovalen, Struktur Lewis
dan Asam Basa Lewis. Menurut Gilbert Newton Lewis bahwa Teori Asam – Basa
merupakan masalah dasar yg harus diselesaikan dengan landasan Teori Struktur
Atom, bukan berdasarkan oleh hasil percobaan.
Adapun Teori Asam Basa Menurut Lewis bahwa Asam ialah Zat yang
dapat menerima Elektron dan menurut Lewis bahwa Basa ialah Zat yang bisa
mendonorkan Pasangan Elektron. Semua Zat yg didefinisikan sebagai Asam
didalam Teori Asam – Basa Arrhenius juga merupakan Asam di dlm Kerangka
Teori Lewis ini karena Proton ialah Aksepator Pasangan Elektron dan didalam
Reaksi Netralis Proton dapat membentuk ikatan koordinat dengan Ion Hidroksida.

2.2 Pengertian Titrasi


Titrasi merupakan suatu proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan
sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis (belum diketahui konsentrasinya).
Prosedur analisis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri.
Titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, yaitu:
1. Titrasi asam-basa
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi penetralan
H+ + OH- H2O
Yang terdiri dari H+ (asam), OH- (basa) dan menjadi H2O (netral)
2. Titrasi redoks (Oksidimetri)
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi reduksi dan oksidasi
O+R Hasil
Yang terdiri dari O (Oksidator) dan R (Reduktor)
3. Titrasi pengendapan
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah Proses pengendapan
L+ (aq) + X-(aq) LX(s)

5
Yang terdiri dari kation dan Ion sehingga membentuk endapan
4. Titrasi pengompleksan
Prinsip dasar dari metode titrasi ini adalah reaksi akseptor-donor pasangan
elektron
Mn+ + :L [M : L]n+
Yang terdiri dari ion logam dan ligan sehingga membentuk ion kompleks
Titrasi asam-basa merupakan suatu proses penentuan kadar/konsentrasi
suatu larutan basa dengan larutan standar asam yang sudah diketahui
konsentrasinya atau sebaliknya. Proses tritrasi dikenal dengan istilah titik
ekivalen dan titik akhir titrasi. Penambahan larutan standar dilakukan sampai
mencapai titik eekivalen, yaitu suatu keadaan pada saat asam dan basa tepat habis
bereaksi. Titik ekivalen dapat ditentukan dengan menggunakan suatu indikator
yang harus berubah warna di sekitar titik tersebut. Titik pada saat perubahan
warna indikator itu terjadi disebut titik akhir titrasi.
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat yang apabila
dilarutkan di dalam air akan mengalami disosiasi dengan pembentukan ion
hidrogen sebagai satu-satunya ion positif. Beberapa asam dan hasil disosiasinya
adalah sebagai berikut:
HCl H+ + Cl-
Asam klorida ion klorida
CH3COOH H+ + CH3COO-
Asam asetat ion asetat
Basa di definisikan sebagai zat yang apabila dilarutkan di dalam air
mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya
ion negatif. Hidroksida-hidroksida yang larut seperti natrium hidroksida atau
kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer.
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan larutan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa. Asidimetri dan alkalimetri
termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari
asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang

6
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton
dengan akseptor proton.

2.3 Prinsip-Prinsip Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen yang artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi,
dalam hal ini biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini
disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik
akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik
akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering
disebut juga sebagai titik ekuivalen.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan,kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk
memperoleh kurvatitrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah
“titik ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum
prosestitrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan,
tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua
hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

7
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warnaindicator
disebut sebagai “titik akhir titrasi”
Dalam titrasi asam basa, zat-zat yang bereaksi umumnya tidak berwarna
sehingga tidak diketahui kapan titik ekuivalen tercapai. Misalnya pada larutan
HCl dan larutan NaOH, keduanya tidak berwarna dan setelah bereaksi, larutan
NaCl yang terbentuk juga tidak berwarna. Untuk mengetahui bahwa titik
ekuivalen pada titrasi telah dicapai, maka digunakan indikator atau penunjuk.
Indikator ini harus berubah warna pada saat titik ekuivalen tercapai. Indikator
asam basa adalah petunjuk tentang perubahan pH dari suatu larutan asam atau
basa. Indikator bekerja berdasarkan perubahan warna indikator pada rentang pH
tertentu. Kertas lakmus merupakan salah satu indikator asam basa. Lakmus merah
berubah warna menjadi biru jika dicelupkan ke dalam larutan basa. Lakmus biru
berubah menjadi merah jika dicelupkan ke dalam larutan asam. Terdapat beberapa
indikator yang memiliki trayek perubahan warna cukup akurat akibat pH larutan
berubah, seperti indikator metil jingga, metil merah, fenolftalein, alizarin kuning,
dan bromtimol biru
Indikator asam basa umumnya berupa molekul organik yang
bersifat asam lemah dengan rumus HIn. Indikator memberikan warna tertentu
ketika ion H+ dari larutan asam terikat pada molekul HIn dan berbeda warna
ketika ion H+ dilepaskan dari molekul HIn menjadi In–. Salah satu indikator asam
basa adalah fenolftalein (PP), indikator ini banyak digunakan karena harganya
murah. Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan berwarna
merah jambu dalam bentuk In– (basa). Berikut struktur fenolftalein:

8
Terdapat berbagai jenis indicator yang dapat digunakan untuk melakukan
titrasi asam basa, diantaranya adalah:
NAMA pH RANGE WARNA TIPE(SIFAT)
Biru timol 1,2-2,8 merah – kuning asam
Kuning metil 2,9-4,0 merah – kuning basa
Jingga metil 3,1 – 4,4 merah – jingga basa
Hijau bromkresol 3,8-5,4 kuning – biru asam
Merah metil 4,2-6,3 merah – kuning basa
Ungu bromkresol 5,2-6,8 kuning – ungu asam
Biru bromtimol 6,2-7,6 kuning – biru asam
Merah fenol 6,8-8,4 kuning – merah asam
Ungu kresol 7,9-9,2 kuning – ungu asam
Fenolftalein 8,3-10,0 t.b. – merah asam
Timolftalein 9,3-10,5 t.b. – biru asam
Kuning alizarin 10,0-12,0 kuning – ungu basa
Contohnya : titrasi HCl menggunakan NaOH dapat menggunakan
indicator yang mempunyai pH sekitar 7 misalnya fenol merah atau fenolftalein.
HCl bereaksi dengan NaOH akan membentuk NaCl dan H2O yang bersifat netral.
Contoh lain titrasi asam asetat menggunakan larutan NaOH dapat menggunakan
indicator dengan pH sesuai garam Natrium Asetat yaitu pH 9-10 dapat
menggunakan indicator pp.
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah jika menggunakan
sistem ekuivalen, sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang
dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar
dibuat definisinya, tergantung dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik
akhir titrasi ditentukan oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa

9
organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi
daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih
rendah.
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan
mol-ekuivalen basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume
maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion
H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N=Normalitas
V = Volume.
Salah satu contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti
natrium hidroksida (NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl), persamaan
reaksinya sebagai berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl (aq) + H2O(l)

Gambar 2.1 set alat titrasi

10
2.4 Jenis-Jenis Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa dibagi menjadi lima jenis tergantung pada jenis asam
dan basa yang direaksikan, jenis asam dan basa yang direaksikan akan
mempengaruhi perubahan pH yang dapat digambarkan sebagai kurva titrasi yang
dihasilkan dari plot antara pH dengan asam atau basa yang ditambahkan. Bentuk
karakteristik dari kurva yang berbeda-beda menggambarkan perbedaan
konsentrasi dan sifat kekuatan asam basanya,berikut ini merupakan jenis titrasi
asam basa beserta kurva titrasinya :
1. Asam kuat - Basa kuat
Titrasi asam kuat-basa kuat contohnya titrasi HCl dengan NaOH.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl (aq) + H2O(l)
Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir titrasi
pada titik ekuvalen PH adalah netral.

Gambar 2.2.1 Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat


2. Asam kuat - Basa lemah
Titrasi ini ini Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari
asam lemah dan basa kuat. Contoh titrasi ini adalah asam asam klorida
sebagai asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.dalam reaksi ini
akan terbentuk garam yang bersifat asam.
NH4OH (aq) + HCl (aq) NH4Cl (aq) + H2O

11
Gambar 2.2.2 Kurva Titrasi Asam kuat – Basa Lemah
3. Asam lemah - Basa kuat
Titrasi Asam lemah-basa kuat contohnya adalah titrasi CH3COOH
sebagai asamlemah dengan NaOH sebagai basa kuat sehingga membentuk
garam yang bersifat basa. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

NaOH + CH3COOH → CH3COONa + H2O

Gambar 2.2.3 Kurva Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat


4. Asam Lemah Basa lemah
Titrasi Asam lemah-basa lemah contohnya adalah titrasi
CH3COOH sebagai asam lemah dengan NH4OH sebagai basa lemah
sehingga membentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.

12
Jika Ka > Kb kelarutan bersifat asam, jika Kb > Ka kelarutan bersifat basa.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O
5. Asam kuat - Garam dari asam lemah
Titrasi Asam kuat-garam dari asam lemah contohnya adalah titrasi
HCl sebagai asam kuat dengan NH4BO2 yang bersifat sebagai garam dari
asam lemah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
HCl + NH4BO2→ HBO2+ NH4Cl
Reaksi ion yang terjadi adalah H++ BO2-→ HBO2
6. Basa kuat - Garam dari basa lemah
Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam
lemah dengan basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan
dari kurva titrasi asam lemah dengan basa kuat. Sebagai contoh disini
adalah titrasi NaOH yang bersifat basa kuat dengan CH3COONH4 yang
merupakan garam dari basa lemah, dimana reaksinya dapat ditulis sebagai:
NaOH + CH3COONH4 → CH3COONa + NH4OH
Reaksi ion yang terjadi OH-+ NH4-→ NH4OH

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Indikatornya


Faktor yang mempengaruhi titrasi asam basa yaitu :
1. Konsentrasi alat dan bahan
Makin besar konsentrasinya, buat perubahan pH dalam daerah titik
ekivalen makin besar sehingga makin besar sehingga makin mudah
penentu indikat atau yang sesuai.
2. Kekuatan asam lemah basa lemah
Reaksi pada asam/ basa lemah dengan basa/ asam kuat ditentukan oleh
harga Ka atau Kb maka reaksi makin besar derah perubahan pH pada titik
ekivalen, sehingga membuat penentu indikator yang sesuai.
3. Pemilihan indikator
Indikator yang digunakan perubahan pH nya harus berada pada daerah pH
titik ekivalen.

13
BAB III
APLIKASI TITRASI ASAM BASA

3.1 Metode Penelitian


3.1.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik,
WalkLAB microcom-puter pH meter TI9000 (Trans Instruments (S) Pte. Ltd.),
spektrofotometer UV mini-1240 (wavelength range: 190-1100 nm; Shimadzu),
Electronic Balance (Switzerland: Mettler Toledo). Bahan yang digunakan etanol,
HCl, NH4OH, FeCl3.6H2O, CH3COOH, H2C2O4.2H2O, NaOH, C6H8O6, Na2CO3
dengan grade pro analyst buatan Merck.
3.1.2 Metode
Preparasi pembuatan ekstrak pekat daun jati dilakukan dengan cara
mengumpulkan daun jati yang berumur 6-8 bulan. Daun tersebut dipotong kecil
kemudian direndam dengan pelarut etanol-HCl. Untuk setiap 100 g daun jati,
digunakan 250 mL pelarut. Dilakukan variasi lama perendaman pada pembuatan
ekstrak daun jati yaitu selama 16, 20, 24 dan 28 jam agar diperoleh ekstrak daun
jati yang optimum. Lama perendaman yang menghasilkan ekstrak daun jati
dengan kondisi optimum tersebut kemudian digunakan sebagai lama perendaman
untuk pembuatan ekstrak daun jati selanjutnya. Ekstrak pekat kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 500-550 nm. Kemudian dilakukan uji
fenolik pada ekstrak dengan menambahkan FeCl 3 pada ekstrak tersebut. Uji
trayek pH dilakukan dengan cara membuat serangkaian larutan pH 1-13. Ekstrak
pekat kemudian diteteskan pada masing-masing larutan tersebut untuk melihat
kondisi perubahan warna pada larutan dengan pH yang berbeda-beda. Uji
stabilitas ekstrak pekat dilakukan dengan cara menambahkan 40 mL indikator
ekstrak pekat pada 10 mL asam askorbat dengan variasi konsentrasi 100, 250, 400
dan 550 ppm, kemudian mengukur absorbansi masing-masing pada panjang
gelombang maksimum pada hari ke-1, 5, 10, 15, 20, 25 (setelah pembuatan).
Aplikasi indikator ekstrak pekat daun jati digunakan pada titrasi asam
kuat-basa kuat (digunakan HCl-NaOH), asam lemah-basa kuat (digunakan
CH3COOH-NaOH), asam kuat-basa lemah (digunakan HCl-NH4OH). Pada titrasi
HCl dengan NaOH, pembuatan kurva titrasi dilakukan dengan cara memipet

14
dengan tepat sebanyak 15 mL HCl 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian
menitrasinya dengan larutan NaOH 0,1 N (atau sesuai hasil standarisasi).
Mencatat pH (diukur dengan pH meter) pada setiap kali penambahan 1 mL NaOH
0,1 N (atau sesuai hasil standarisasi), hingga penambahan 20 mL, kemudian
menggambarkan data dalam bentuk grafik. Untuk proses titrasi dengan indikator
ekstrak pekat daun jati, memipet dengan tepat sebanyak 15 mL HCl 0,1 N ke
dalam erlenmeyer 250 mL.
Kemudian menambahkan 3 tetes indikator zat warna ekstrak pekat daun
jati kedalam larutan dan menitrasinya dengan larutan NaOH 0,1 N (atau sesuai
hasil standarisasi). Mencatat volume NaOH dan mengulangi titrasi sebanyak 5
kali. Melakukan pengulangan pada proses titrasi dengan menggunakan indikator
phenol pthalein. Pada titrasi CH3COOH dengan NaOH, pembuatan kurva titrasi
dilakukan dengan cara memipet dengan tepat sebanyak 15 mL CH3COOH 0,1 N
ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian menitrasinya dengan larutan NaOH 0,1
N (atau sesuai hasil standarisasi). Mencatat pH (diukur dengan pH meter) pada
setiap kali penambahan 1 mL NaOH 0,1 N (atau sesuai hasil standarisasi), hingga
penambahan 20 mL, kemudian menggambarkan data dalam bentuk grafik. Untuk
proses titrasi dengan indikator ekstrak pekat daun jati, memipet dengan tepat
sebanyak 15 mL CH3COOH 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250 mL.
Kemudian menambahkan 3 tetes indikator zat warna ekstrak pekat daun
jati kedalam larutan dan menitrasinya dengan larutan NaOH 0,1 N (atau sesuai
hasil standarisasi). Mencatat volume NaOH dan mengulangi titrasi sebanyak 5
kali. Melakukan pengulangan pada proses titrasi dengan menggunakan indikator
phenol pthalein. Pada titrasi NH4OH dengan HCl, pembuatan kurva titrasi
dilakukan dengan cara memipet dengan tepat sebanyak 15 mL NH 4OH 0,1 N ke
dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian menitrasinya dengan larutan HCl 0,1 N
(atau sesuai hasil standarisasi). Mencatat pH (diukur dengan pH meter) pada
setiap kali penambahan 1 mL HCl 0,1 N (atau sesuai hasil standarisasi), hingga
penambahan 20 mL, kemudian menggambarkan data dalam bentuk grafik. Untuk
proses titrasi dengan indikator ekstrak pekat daun jati, memipet dengan tepat
sebanyak 15 mL NH4OH 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250 mL.

15
Kemudian menambahkan 3 tetes indikator zat warna ekstrak pekat daun
jati kedalam larutan dan menitrasinya dengan larutan HCl 0,1 N (atau sesuai hasil
standarisasi). Mencatat volume HCl dan mengulangi titrasi sebanyak 5 kali.
Melakukan pengulangan pada proses titrasi dengan menggunakan indikator
bromothymol blue.

3.2 Hasil dan Pembahasan


Perendaman daun jati dengan etanol dan HCl, dilakukan variasi lama
perendaman daun jati, yaitu selama 16, 20, 24 dan 28 jam, untuk melihat
perbandingan konsentrasi ekstrak yang dihasilkan. Setelah dilakukan pengamatan,
di- hasilkan data sesuai pada Tabel 1.
Tabel 1. Pembuatan ekstrak pekat daun jati (variasi lama perendaman dengan
pelarut)
No Lama Perendaman (jam) Absorbansi
1 16 0,397
2 20 0,400
3 24 0,401
4 28 0,398
Pengukuran absorbansi masing-masing variasi lama perendaman pada
ekstrak dilakukan pada panjang gelombang maksimum dari ekstrak pekat daun
jati, yaitu 517 nm. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa absorbansi optimum
diperoleh pada lama perendaman 24 jam. Absorbansi ekstrak pekat daun jati
meningkat dari lama perendaman 16, 20 hingga 24 jam, kemudian absorbansinya
menurun setelah 24 jam perendaman, ditunjukkan pada absorbansi pada 28 jam
perendaman. Hal tersebut dapat terjadi dimungkinkan karena setelah 24 jam,
ekstrak pekat akan teroksidasi, dikarenakan ekstrak-ekstrak alami yang diperoleh
dari tumbuhan tidak mampu bertahan lama pada penyimpanannya. Waktu
perendaman selama 24 jam ini kemudian digunakan sebagai waktu optimum
untuk perendaman daun jati, yang kemudian digunakan untuk perlakuan-
perlakuan selanjutnya.
Pada penelitian ini dilakukan uji kestabilan ekstrak pekat daun jati
terhadap keberadaan asam askorbat dengan variasi 100, 250, 400 dan 500 ppm
yang terlihat pada hasil pengukuran absorbansinya pada hari ke-1, 5, 10, 15, 20,

16
dan 25 setelah penambahan asam askorbat. Pada Gambar 1. terlihat bahwa
penambahan asam askorbat akan menurunkan absorbansi ekstrak pekat daun jati.
Penurunan absorbansi ekstrak pekat daun jati juga berbanding lurus terhadap
kadar asam askorbat yang ditambahkan. Sema- kin besar kadar asam askorbat
yang ditambah- kan, maka semakin besar pula penurunan absorbansi dari ekstrak
pekat daun jati.

Gambar 1. Absorbansi ekstrak pekat daun jati pada penambahan asam


askorbat (100, 250, 400 dan 500 ppm)
Gambar 1. menunjukkan penggambaran dari penurunan absorbansi ekstrak
pekat daun jati. Dapat terlihat bahwa terjadi penurunan absorbansi setiap hari,
setelah penambahan asam askorbat. Hal tersebut terjadi karena asam askorbat
akan mendegradasi kadar antosianin yang terkandung di dalam ekstrak pekat daun
jati. Poei-Langston dan Wrolstad (1993), mengemukakan bahwa keberadaan asam
askorbat dapat memudarkan pigmen warna dari antosianin.
Uji kualitatif senyawa fenol pada ekstrakpekat daun jati dilakukan dengan
melakukan penambahan FeCl3 ke dalam ekstrak pekat daun jati, kemudian
dilakukan pengamatan apakah terjadi perubahan warna pada ekstrak tersebut.
Hasil positif pada uji ini akan terindikasi dengan hasil warna hijau, merah-ungu,
biru atau hitam yang kuat, berdasarkan reaksi:
FeCl3 + 6 C6H5OH H3{FeC6H5O)6} + 3 HCl
Setelah dilakukan penambahan FeCl3 1% ke dalam ekstrak pekat daun jati,
larutan yang sebelumnya berwarna orange berubah menjadi hitam pekat.

17
Gambar 2. Ekstrak pekat daun jati sebelum ditambahkan dengan FeCl3 (kiri) dan
setelah penambahan FeCl3 (kanan)
Ekstrak daun jati yang berwarna merah darah telah diindikasikan
mengandung pelargonidin. Pelargonidin merupakan salah satu kelompok
antosianin, yang keberadaannya banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan.
Setelah dilakukan pengamatan pada panjang gelombang 500 hingga 550,
dihasilkanlah data yang tercantum pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3.
diketahui absorbansi dari ekstrak pekat daun jati meningkat dari 0,317 pada 500
ppm, hingga diperoleh serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm.
Kemudian setelah diperoleh serapan maksimum, absorbansi ekstrak pekat daun
jati tersebut kemudian berangsur-angsur turun hingga pada panjang gelombang
550 diperoleh serapan sebesar 0,027.

Gambar 3. Panjang gelombang versus absorbansi dari ekstrak pekat daun jati
Sebelum digunakan untuk titrasi, perlu diketahui daerah perubahan pH
pada ekstrak pekat daun jati. Ekstrak pekat daun jati di teteskan pada larutan
dengan pH 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Warna ekstrak daun jati
tersebut kemudian diamati pada tabung reaksi seperti yang terlihat pada Gambar
4.

18
Gambar 4. Warna ekstrak pekat daun jati pada pH 1-13, secara berurutan dari kiri
ke kanan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, seperti pada Gambar 4. larutan
pH yang sebelumnya tak berwarna, setelah ditetesi dengan 3 tetes indikator
ekstrak pekat daun jati, larutan tersebut menjadi berwarna. Warna larutan pada pH
1-7 berubah menjadi orange, sedangkan pada pH 8-13, warna larutan berubah dari
tak berwarna menjadi hijau. Terjadi perubahan warna dari orange menjadi hijau
pada ekstrak pekat daun jati.
Uji aplikasi indikator ekstrak pekat daunjati pada titrasi asam-basa
dilakukan pada variasi titrasi asam kuat (HCl) dengan basa kuat (NaOH), dengan
indikator phenol ptalein (pp) sebagai indikator pembanding. Titrasi asam lemah
(CH3COOH) dengan basa kuat (NaOH), dengan indikator phenol ptalein (pp)
sebagai indikator pembanding. Titrasi basa lemah (NH 4OH) dengan asam kuat
(HCl), dengan indikator bromothymol blue (BTB) sebagai indikator pembanding.
Tabel 2. Perbandingan volume titran, pH dan % kesalahan titrasi pada titrasi HCl
dengan NaOH menggunakan indikator pp dan ekstrak pekat daun jati
Volume Indikator pp Indikator Daun Jati
HCl NaOH pH Kesalahan NaOH pH Kesalahan
(mL) Titrasi (%) (mL) Titrasi (%)
15,10 8,13 +0,0025 15,10 8,07 +0,0022
15,10 8,13 +0,0025 15,10 8,10 +0,0024
15 mL 15,10 8,09 +0,0023 15,10 8,06 +0,0022
15,20 8,15 +0,0027 15,10 8,07 +0,0022
15,10 8,11 +0,0024 15,10 8,13 +0,0025
Rata-rata 15,12 8,12 +0,0025 15,10 8,09 +0,0023
Rata-rata persentase kesalahan titrasi pada penggunaan ekstrak daun jati
adalah sebesar +0,0023%, lebih kecil 0,0002% jika dibandingkan dengan rata-rata
kesalahan titrasi pada penggunaan indikator pp untuk titrasi asam kuat-basa kuat.

19
Tanda positif menunjukan ke- lebihan titran pada saat titrasi dengan persen
kesalahan untuk titik ekivalen yang terlewati adalah sebesar harga tersebut.
Tabel 3. Perbandingan volume titran, pH dan % kesalahan titrasi pada titrasi C
H3COOH dengan NaOH menggunakan indikator pp dan ekstrak pekat daun jati
Volume Indikator pp Indikator Daun Jati
HCl NaOH pH Kesalahan NaOH pH Kesalahan
(mL) Titrasi (%) (mL) Titrasi (%)
15,40 8,24 -0,0287 15,30 8,13 -0,0387
15,50 8,22 -0,0304 15,30 8,17 -0,0348
15 mL 15,40 8,26 -0,0271 15,30 8,16 -0,0357
15,40 8,27 -0,0263 15,30 8,14 -0,0377
15,50 8,22 -0,0304 15,30 8,14 -0,0377
Rata-rata 15,44 8,24 -0,0286 15,30 8,15 -0,0369
Rata-rata persentase kesalahan titrasi pada penggunaan ekstrak daun jati
adalah sebesar -0,0369%, lebih kecil 0,0083% jika dibandingkan dengan rata-rata
kesalahan titrasi pada penggunaan indikator pp untuk titrasi asam kuat-basa kuat.
Akan tetapi pada hubungannya dengan titik ekivalen, kesalahan titrasi pada
penggunaan indikator daun jati jauh lebih besar dibandingkan dengan penggunaan
indikator pp yang hanya sebesar -0,0286%. Tanda negatif menunjukkan
kekurangan titran pada saat titrasi dengan persen kesalahan untuk titik ekivalen
yang yang belum tercapai adalah sebesar harga tersebut.
Tabel 4. Perbandingan volume titran, pada titrasi NH4OH pH dan % kesalahan
titrasi dengan HCl menggunakan indikator BTB dan ektrak pekat daun jati
Volume Indikator pp Indikator Daun Jati
HCl NaOH pH Kesalahan NaOH pH Kesalahan
(mL) Titrasi (%) (mL) Titrasi (%)
15,5 5,90 -0,0413 15,50 6,96 -0,04987
15,8 5,88 -0,0392 15,50 6,95 -0,04874
15 mL 15,8 5,91 -0,0424 15,60 6,99 -0,05346
15,8 5,95 -0,0469 15,50 6,93 -0,04655
15,7 5,92 -0,0435 15,60 7,01 -0,05592
Rata-rata 15,76 5,91 -0,0427 15,54 6,97 -0,05090
Rata-rata persentase kesalahan titrasi pada penggunaan ekstrak daun jati
adalah sebesar -0,5090%, lebih kecil 0,4663% jika dibanding- kan dengan rata-
rata kesalahan titrasi pada penggunaan indikator bromothymol blue untuk titrasi
basa lemah-asam kuat. Akan tetapi pada hubungannya dengan titik ekivalen,
kesalahan titrasi pada penggunaan indikator daun jati jauh lebih besar
dibandingkan dengan penggunaan indikator bromothymol blue yang hanya

20
sebesar -0,0427%. Tanda negatif menunjukkan keku- rangan titran pada saat
titrasi dengan persen kesalahan untuk titik ekivalen yang yang belum tercapai
adalah sebesar harga tersebut.
Setiap indikator memiliki masa waktu batas penggunaan atau dapat
disebut sebagai batas kadaluarsa penggunaan. Indikator ekstrak pekat daun jati ini
setelah 5 bulan penyimpanan dan digunakan kembali pada masing-masing titrasi
asam-basa, telah menunjukkan penurun- an stabilitas yang sangat jauh. Ketika
digunakan kembali pada titrasi asam kuat-basa kuat, indikator ini menunjukkan
perubahan warna pada titik akhir titrasi pada pH 10,84, pada titrasi asam lemah-
basa kuat, indikator ini menunjukkan perubahan warna pada titik akhir titrasi pada
pH 10,32 dan pada titrasi asam kuat-basa kuat, indikator ini menunjukkan
perubahan warna pada titik akhir titrasi pada pH 2,11. Perubahan warna pada pH
yang sangat jauh tersebut akan menunjukkan persen kesalahan yang jauh lebih
besar pula.

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perendaman selama 24 jam menghasilkan ekstrak pekat yang lebih baik
dibandingkan dengan perendaman selama 16, 20 dan 28 jam. Dengan pengamatan
berturut-turut selang lima hari setelah hari pertama selama 25 hari, menunjukkan
bahwa semakin besar kadar asam askorbat yang tercampur ke dalam ekstrak pekat
daun jati, semakin besar pula pengaruh pada stabilitas ekstrak tersebut, yaitu
semakin besar penurunan absorbansi indikator ekstrak pekat daun jati yang diukur
pada panjang gelombang maksimalnya. Trayek pH perubahan warna indikator
ekstrak pekat daun jati terjadi pada tepat peralihan kondisi asam ke basa, yaitu
dari pH 7 ke pH 8, perubahan warna indikator ekstrak pekat daun jati dimulai
pada pH 7 ke 7,1, dari warna orange ke warna hijau. Indi- kator ekstrak pekat
daun jati, menunjukkan persen kesalahan sebesar +0,002295% pada titrasi HCl -
NaOH (asam kuat - basa kuat), -0,03689% pada titrasi CH3COOH – NaOH (asam
lemah - basa kuat), dan -0,50897% pada titrasi NH4OH - HCl (basa lemah - asam
kuat).

4.2 Saran
Untuk kemajuan makalah ini kedepannya, apabila terdapat kesalahan yang
terjadi, maka penulis mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun guna kelengkapan dan kebutuhan makalah ini kedepannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.Kenkel, John.


2003. Kimia Analitik untuk Teknisi. Penerbit Lewis,Washington.
Marwati, S. 2010. “Aplikasi Beberapa Ekstrak Bunga Berwarna sebagai Indikator
Alami Pada Titrasi Asam Basa”.Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : FMIPA UNY. Parning .
2006. Kimia, Penerbit Yudhistira, Jakarta Rivai, H., 1990, Asas
Pemeriksaan Kimia, UI Press: Jakarta.
Pengertian Titrasi (https://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi) (daiakses tanggal 24
September 2019)
Pengertian, Sifat dan Teori Asam Basa Dalam Kimia
(https://rumusrumus.com/teori-asam-basa/(daiakses tanggal 24 September
2019)
Rocky. 2012. Jenis-Jenis Titrasi.
(http://rockychemistry.blogspot.com/2012/01/jenis-jenis-titrasi.html)
(diakses tanggal 24 September 2019)
Shofyan. 2010. Larutan Baku.(http://forum.um.ac.id) Svehla,G.1985.Vogel Buku
Teks (daiakses tanggal 24 September 2019)
Sumarna, Y. (2004). Budi Daya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya
Ati, N.H., Puji R., Soenarto N. dan Leenawati L. 2006. The Composition and The
content of Pigment some Dyeing Plant for Ikat Weaving in Timoresse
Regency, East Nusa Tenggara. Indo. J. Chem., 6 (3), 325- 331. Tersedia di
http://pdm-mipa.ugm. ac.id/ojs/index.php/ijc/article/view/327 [diakses 14-
09-2012]
Suardi, D. 2005. Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan. Indonesian
Agri- cultural Research and Development Journal, 24(3): 93-100
Rein, M. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry
anthocyanins. Disertasi. Helsinki: University of Helsinki
Supardi, K.I. dan G. Luhbandjono. 2006. Kimia Dasar II. Semarang: UPT
UNNES Press

23

Anda mungkin juga menyukai