Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MANAJEMEN PELAYANAN UMUM

AKUNTABILITAS BIROKRASI

Disusun oleh :

SANTI ANIS ( 041076902)

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ PANGKAL PINANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,

hidayah dan inayah-Nya serta ditambah dengan semangat dan kerja keras sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “AKUNTABILITAS

BIROKRASI”.

Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Manajemen

Pelayanan Umum. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat

bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari berbagai pihak demi

kesempurnaan makalah ini.

Bangka, 21 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Penulisan
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

BAB II

A. Teori Akuntabilitas Publik


1. Pengertian Akuntabilitas Publik
2. Prinsip-prinsip Akuntabilitas Publik
3. Fungsi dan Jenis Akuntabilitas Publik

BAB III

A. Hambatan dalam pelaksanaan dan mengembangkan


akuntabilitas pelayanan publik
B. Upaya meningkatkan pelaksanaan dan mengembangkan
akuntabilitas pelayanan publik
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)
terletak pada seberapa jauh kolaborasi dan sinegritas antara tiga pilar bernegara
yaitu rakyat, pemerintah dan pengusah secaar kohesif, selaras dan seimbang.
Untuk itu akuntabilitas pelayanan public akan menjadi titik krusial bagi arah
perkembangan demokrasi di Indonesia dalam waktu sekarang ini. Akuntabilitas
(accountability) merupakan ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi
publik atau pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai
dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan
public tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.
Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good
Governance dalam kaitan dengan penggunaan otoritas dan manajemen sektor
publik, adalah pervasifnya korupsi yang cenderung menjadi karakter tipikal yang
melekat. Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa budaya korupsi telah begitu
melekat di dalam birokrasi pemerintah yang justru ditandai oleh kelangkaan
sumber daya. Dalam konteks itu, absennya akuntabilitas sangat menonjol dan
menjadi satu karakter dominan budaya administrasi selama periode tertentu.
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai
masalah seperti pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit
ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas, serta
terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya
kualitas pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga sebagai akibat dari
berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan eksistensinya oleh
rakyat. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan adanya ketidakadilan dalam
pelayanan publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit
mendapatkan
pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki "uang", dengan sangat mudah
bisa mendapatkan segala yang diinginkan.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka
pelayanan yang diskriminatif ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten
dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain kemungkinan terjadinya
disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam
konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu
dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan
yang masih belum mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan
konvensional. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara
di lingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, dan
bukannya untuk melayani (to serve). Padahal pemerintah menurut paradigma
pelayanan prima seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah lebih baik, dalam
era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlu
menyadari bahwa hakikat pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang
mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang
dimanifestasikan antara lain dalam perilaku "melayani, bukan dilayani",
"mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit",
"sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk
segelintir orang(Mustopadidjaja AR, 2002)."

B. Ruang Lingkup Penulisan


1. Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas ?
2. Apa yang dimaksud dengan pelayanan publik?
3. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan dan pengembangan
akuntabilitas pelayanan publik?
4. Bagaimana upaya meningkatkan pelaksanaan dan pengembangan
akuntabilitas pelayanan publik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi dari akuntabilitas.
2. Untuk mengetahui definisi dari pelayanan publik.
3. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan dan pengembangan
akuntabilitas pelayanan publik.
4. Untuk mengetahui upaya meningkatkan pelaksanaan dan
pengembangan akuntabilitas pelayanan publik.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Akuntabilitas Publik


1. Pengertian Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas merupakan salah satu pilar good government yang
merupakan pertanggung jawaban pemerintah dalam mengambil suatu
keputusan untuk kepentingan publik, dalam hal ini sebagaimana pertanggung
jawaban pemerintah terhadao pelayanan public yangdiberikan.
Menurut Mardiasmo, akuntabilitas adalah bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yabg dilaksanakan
secara periodik.
Menurut Menurut Mahmudi, akuntabilitas adalah kewajiban agen
(pemerintah) untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan
penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (prinsipal).
Dari pengertian diatas secara umum akuntabilitas publik dapat
diartikan sebagai suatu upaya untuk memberikan pertanggung jawaban yang
dilakukan oleh unit organisasi atau pihak-pihak yang berekpentingan secara
terbuka kepada pihak-pihak yang memberikanpertanggungjawaban tersebut.

2. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu kemampuan dalam
menjawab, dan konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang bermula dari
responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk
menjawab secara periodik setiap pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan
dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana
sumber daya yang telah
dipergunakan, dan apa yang telah tercapai dengan menggunakan sumber daya
tersebut.
Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah,
seperti dikutip oleh LAN dan BPKP perlu memperhatikan prinsip- prinsip
sebagai berikut :
1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk
melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan
sumber daya-sumber daya secara konsisten dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Harus dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan
manfaat yang diperoleh.
5) Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator
perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran
metode dan pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

3. Fungsi dan Jenis Akuntabilitas Publik


a. Fungsi akuntabilitas Publik
Menurut Mardiasmo (2004:69) agar dapat berfungsi dengan baik,
dalam menerapkan suatu sistem akuntabilitas perluditerapkan :

1) Pernyataan yang jelas mengenai tujuan dan sasaran dari kebijakan


dan program. Hal terpenting dalam membentuk suatu sistem
akuntabilitas adalah mengembangkan suatu pernyataan dengan cara
yang konsisten. Pada dasarnya, tujuan dari suatu kebijakan dan
program dapat dinilai, akan tetapi kebanyakan dari pernyataan
tujuan dibuat terlalu luas sehingga terlalu sulit pengukurannya.
Untuk itu diperlukan suatu pernyataan yang realistis dan dapat
diukur.
2) Pola pengukuran tujuan; setelah tujuan dibuat dan hasil
dapat diidentifikasi, perlu ditetapkan suatu indikator kemajuan
yang mengarah pada pencapaian tujuan dan hasil. Memilih
indicator untuk mengukur sutau arah kemajuan pencapaian tujuan
ktujuan dan hasil. Memilih indikator untuk mengukur suatu arah
kemajuan pencapaian tujuan kebijakan dan sasaran program
memerlukan cara dan metede tertentu agar indikator terpilih dapat
mencapai hal yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
3) Pengakomodasian sistem intensif; suatu sistem intensif perlu
disertakan dalam sistem akuntabilitas. Penerapan sistem intensif
harus diterapkan dengan hati-hati, karena adakalanya sistem
insentif akan mengakibatkan hasil yang berlawanan dengan yang
direncanakan.
4) Pelaporan dan penggunaan data; suatu sistem akuntabilitas kinerja
akan dapat menghasilkan data yang cukup banyak. Informasi yang
dihasilkan tidak akan berguna kecuali dirancang dengan hati-hati,
dalam arti informasi yang disajikan benar-benar berguna bagi
pemimpin, pembuat keputusan dan program serta masyarakat.
5) Pengembangan kebijakan dan manajemen program yang
dikoordinasikan untuk mendorong akuntabilitas.
b. Jenis Akuntabilitas Publik
Menurut Mardiasmo, Akuntabilitas terdiri dari dua macam yaitu :
1) Akuntabilitas vertikal (internal)
Setiap pejabat atau petugas publik baik individub maupun kelompok
secara hierarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan
kepada atasan langsungnya mengenai perkembangan kinerja atau
hasil pelaksanaan kegiatan secara periodik maupun sewaktu-waktu
bila diperlukan.
2) Akuntabilitas Horizontal (eksternal)
Akuntabilitas horizontal (eksternal) melekat pada setiap lembaga
negara sebagai suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan
semua amanat yang telah
diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk
dikomunikasikan kepada pihak ekternal (masyarakat luas) dan
lingkungannya (public or external accountability and environment).
PEMBAHASAN

A. Hambatan Dalam Pelaksanaan dan Pengembangan Akuntabilitas Pelayanan


Publik

Usaha-usaha pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam rangka mewujudkan prinsip
akuntabilitas publik selama ini telah diupayakan, namun masih banyak kekurangan yang
tercermin dalam bentuk- bentuk aksi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih
teliti dalam mencari penyebabnya apakah dalam rumusan bentuk pertanggungjawaban
atau mekanisme pertanggungjawaban serta komitmen pelaksananya. Artinya,
pemerintah harus terus mencari suatu formula yang baik, sehingga akuntabilitas publik
ini dapat berjalan efektif, dan ketidakpuasan masyarakat yang muncul dalam bentuk aksi-
aksi demonstrasi dapat diredam atau setidaknya diminimalkan.
Selama ini, bentuk pertanggungjawaban atau akuntabilitas publik (seperti laporan
pertanggungjawaban) dari pemerintah terus diupayakan penyempurnaannya. Sedangkan
mekanisme pertanggungjawaban yang masih dikembangkan adalah menggunakan
mekanisme pertanggungjawaban melalui DPR/DPRD. Sementara mekanisme
akuntabilitas publik kepada masyarakat secara langsung belum dikembangkan,
meskipun di masa-masa yang akan datang hal ini mungkin saja dilakukan.
Terkait dengan mekanisme akuntabilitas publik tersebut, model yang dapat diterapkan
adalah model “Manajemen Interaksi 4 pilar dan 6 lini”. Keempat pilar tersebut adalah
pemda, DPRD, masyarakat dan kelompok mediasi. Interaksi yang ingin dibangun di
antara 4 pilar tersebut adalah adanya sinergitas di antara keempat pilar tersebut dalam
domain hukum. Ini berarti bahwa setiap pihak dalam melakukan interaksi harus
mendasarkan diri dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Jika ini
dapat dilakukan dengan baik, maka masing- masing pihak memiliki kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukan dalam penyelenggaraan
pembangunan.
Dalam konteks pembangunan daerah, akuntabilitas publik mencakup hal-hal sebagai
berikut: penyusunan regulasi, kebijakan publik, Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ)
kepala daerah yang berbasis Renstra, mekanisme temu publik, sistem informasi
pembangunan, unit pengaduan masyarakat, standar pelayanan, sistem perencanaan
program pembangunan, pola pembiayaan dalam APBD, resolusi konflik dan manajemen
interaksi pembangunan. Sedangkan indikator yang dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh penyelenggara pemerintahan antara
lain meliputi meningkatnya kepercayaan dan keterpuasan masyarakat terhadap
pemerintahannya, tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan program-
program pemerintah, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan
masyarakat, serta berkurangnya kasus-kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dengan demikian, hambatan utama bagi terselenggaranya akuntabilitas publik adalah
ada tidaknya political will dari pemerintah.
B. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan dan Mengembangkan Akuntabilitas
Pelayanan Publik
Dalam pelaksanaan akuntabilitas di instansi pemerintah, harus memegang teguh tiga
prinsip yaitu pertama, Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang
bersangkutan; kedua, Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan
sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku ; ketiga, menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
Beberapa metode untuk menegakan akuntabilitas antara lain :
 Kontrol Legislatif
Legislatif melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan
sejumlah komisi di dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara
efektif, maka mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan
responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi
penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja.

 Akuntabilitas Legal
Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum. Pemerintah dituntut untuk
menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada badan peradilan yang independen.
Aturan hukum yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan,
dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung jawabannya di depan pengadilan
atas semua tindakannya.
 Desentralisasi dan Partisipasi
Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah
yang terdesentralisasi dan partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai
tugas pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal
yang bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga
menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan
akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi
otonomi di tingkat lokal.
 Kontrol Administratif Internal
Pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan dalam menjalankan
tugas pemerintahan karena relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis.
Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat
mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan
regulasi administratif dan finansial dan sistem inspeksi.
 Media massa dan Opini Publik
Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas
sebagaimana diuraikan di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta
opini publik. Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauh mana masyarakat
mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan
dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak aktual
dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus
diterima dan dihormati. Di
banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan
rasa hormat umumnya dapat diukur dari peran media massa (termasuk perhatian
terhadap pola kepemilikan) dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi
dagang, organisasi wanita, lembaga konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional.
Kedua, pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah
adanya akses masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi
(misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan pertimbangan
keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap individu. Informasi
yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat diakses secara luas antara lain
meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragam
informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan
dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa akan sedikit dibatasi.
Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara, pemahaman
mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya.

Di sisi yang lain, agar sistem ini berjalan efektif ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Salah satu syaratnya adalah adanya political will yang kuat dari para
pelaksananya termasuk dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah agar bersedia
mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada publik. Disamping itu, oleh
karena good governance diharapkan dapat menjadi suatu gerakan berpikir, berucap, dan
bertindak dari segenap lapisan masyarakat, terutama jajaran pemerintah dalam aktifitas
kesehariannya dengan didukung oleh komitmen politik yang kuat dan kepastian hukum,
maka hal ini menjadi tantangan berikutnya dalam menjalankan akuntabilitas publik.
Persoalan selanjutnya adalah bagaimana memahamkan good governance ini kepada
semua pihak sehinga tujuan-tujuan di atas dapat dicapai. Selanjutnya, dalam rangka
mewujudkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi pemerintah dituntut
untuk dapat memenuhi harapan-harapan ideal masyarakat. Karena eksistensi birokrasi
pemerintah pada dasarnya diadakan dalam rangka memenuhi tujuan masyarakat, tujuan
demokrasi dan tujuan negara pada umumnya, sehingga birokrasi memang seharusnya
memerlukan ciri-ciri ideal dan mekanisme pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Aktualisasi dari pertanggungjawaban tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang ada dengan komitmen politik maupun
mekanisme pertanggungjawabannya. Sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya
adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara
pemerintahan serta sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Dengan
demikian, prinsip akuntabilitas publik seharusnya merujuk pada ada atau tidaknya
prosedur, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang secara
hukum dapat diandalkan dalam rangka menjamin berjalannya prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik sebagaiinstrumen dasar akuntabilitas publik.
DAFTAR PUSTAKA

Kiran. 2016. 8 Pelayanan Publik Yang Bermutu Merupakan Wujud Good


Governance. www.coursehero.com/file/p7
Maidin Zulkifli. 2019. Beginikah Wujud Akuntabilitas Publik di Indonesia?.
http://rakyatku.com/kolom/116/beginikah-wujud-akuntabilitas-di-indonesia-
Sangkala Rewa. 2015. Akuntabilitas Dalam Perspektif Governance.
https://www.researchgate.net/publication/281318998_Akuntabilitas_Dalam_Perspekt
if_Governance
BHP UMY. 2010. Perlunya Manajemen Pelayanan Publik Dalam Pemerintahan.
https://www.umy.ac.id/perlunya-manajemen-pelayanan-publik-dalam- pemerintahan.html
Jufri. 2019. Birokrasi dan Upaya Meningkatkan Pelayanan Publik.
https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/314-birokrasi-dan-upaya-meningkatkan- pelayanan-
publik

Anda mungkin juga menyukai