Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nicolas Sinaga

Nim : 200201019
Prodi : Teologi
Dosen Pengampu : Dr. Elisamark Sitopu, M.Th

KITAB PENGKHOTBAH

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kitab Pengkhotbah merupakan salah satu dari golongan kitab Hikmat. Kitab ini
ditulis oleh Salomo. Kitab ini terdiri dari 12 pasal. Kitab ini merupakan kitab yang unik
dan tidak seperti kitab-kitab lainnya di dalam Alkitab. Kitab ini memiliki tema kesia-
siaan.
Nama kitab ini dalam bahasa inggris adalah “Ecclesiastes” yang diambil dari
Septuaginta Yunani yang secara harfiah berarti "anggota dalam suatu perhimpunan". Kata
ini diturunkan dari kata ἐκκλησία (ekklēsíā, har. "persekutuan, perhimpunan, kongregasi,
jemaat, Gereja") dengan imbuhan pembentuk nomina maskulin -τής. Dalam bahasa
Ibrani adalah “qohelet” yang berasal dari kata benda “qahal” yaitu perkumpulan1.
sehingga “qohelet” berarti orang yang berbicara dalam suatu sidang atau perkumpulan.
Sebenarnya kitab ini tidak berisi khotbah, tetapi lebih kepada sebuah refleksi dari
sang Qohelet atau Pengkhotbah itu sendiri. Itu sebabnya, tidak seperti kitab Amsal, kitab
Pengkhotbah tidak berisi nasihat-nasihat praktis yang dapat langsung diterapkan dalam
kehidupan seperti dalam kitab Amsal tersebut. Qohelet atau Pengkhotbah menyampaikan
sejumlah renungan dalam kehidupan ini sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada
khotbah dalam kitab Pengkhotbah.
Kitab Pengkhotbah dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun
namanya tidak muncul di dalam kitab ini, tetapi pada beberapa bagian mengesankan
Salomo adalah sebagai penulis, yaitu sebagai berikut 2 :
1. Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1 &
1:12).
2. Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16)
dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
3. Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh
2:4-9).
Dari ketiga unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo.
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda,
Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya3.

1
“Kitab Pengkhotbah,” accessed April 17, 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Pengkhotbah.
2
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 1996). 1008.
3
V. Indra Sanjaya, “Pergulatan Hikmat Dalam Kitab Pengkhotbah,” Jurnal Orientasi Baru 19, no. 2 (2010). 102.
Meskipun terdapat dua pandangan yang berbeda tentang siapa penulis kitab
Pengkhotbah, tetapi saat ini orang lebih banyak mengatakan bahwa kitab Pengkhotbah ini
ditulis oleh Raja Salomo. Menurut laporan, salomo menulis Kitab Pengkhotbah pada
masa tuanya, seakan mengungkapkan penderitaan orang lanjut usia. Kitab Pengkhotbah
mungkin saja ditulis antara menjelah kematian Salomo hingga kerajaannya terbagi dua
pada 931 SM.4
Secara umum, kitab ini ditulis dengan tujuan mencatat renungan-renungan
Salomo tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup
terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Pada kitab ini menuliskan juga nasihat-nasihat bagi
orang muda untuk mengejar apa yang menjadi makna hidup sebenarnya yaitu setia, takut
akan Allah, dan berpegang pada perintah-Nya. Dari fakta diataslah sehingga
menyebabkan kitab ini disebut kitab yang rumit dan unik, yang lain dari pada kitab lain
di dalam Alkitab. Banyak orang mengatakan bahwa Firman Allah yang ada di dalam
Alkitab itu memberikan perenungan, motivasi, jawaban dan jalan keluar, serta nasihat
dan penghiburan bagi setiap orang yang membacanya. Sedangkan dalam kitab
Pengkhotbah terjadi hal yang sebaliknya. Hal ini disebabkan karena kitab Penghotbah
memberikan kesan pesimis bagi para pembacanya. Karena bagi sang Pengkhotbah segala
sesuatu adalah sia-sia.
BAB II
PEMBAHASAN

Kesia-siaan menurut Pengkhotbah

Kesia-siaan berasal dari kata sia-sia yang artinya terbuang-buang saja; tidak ada gunanya
atau dapat juga berarti gagal atau tidak berhasil. Dan tema kitab ini adalah kesia-siaan. Di dalam
Alkitab Bahasa Indonesia Terjemahan Baru yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia
(ITB-LAI), kata sia-sia muncul sebanyak 86 kali dan dalam kitab pengkhotbah saja, kata tersebut
muncul sebanyak 15 kali. Dengan demikian, ungkapan kesia-siaan mendominasi dan dapat
ditemukan hampir di seluruh bagian pasal dalam kitab tersebut. Dan segala sesuatu bagi
Pengkhotbah adalah kesia-siaan5.

Kitab Penghkotbah merupakan bagian dari “Kitab-kitab Hikmat”. Tema dari kitab
Pengkotbah ini sangat modern, sama seperti dalam banyak novel dan drama abad 20. Kitab ini
hanya mengamati kehidupan di sekitar kita dan menarik kesimpulankesimpulan yang masuk
akal. Kehidupan “di bawah matahari” ialah kehidupan sebagaimana yang dijalanai manusia.
penulisnya tidak mengetehkan praduga-praduga. Kehidupan sebagaimana yang dijalani manusia,
dimana dalam kitab ini mengatakan bahwa tanpa Allah, adalah sia-sia, tiada arti, tiada tujuan,
kosong, dan merupakan sebuah gambaran yang suram. Kehidupan ini tidak adil; bekerja itu tidak
ada gunanya; kesenangan tidak dapat memberi kepuasan; kehidupan yang baik dan pikiran yang
bijaksana menjadi sia-sia karena pada akhirnya menghadapi kematian. Penulis menyatakan
temanya: kekosongan dan kesia-siaan hidup.

4
Ibid Hlmn 102
5
Yohanes Krismantyo Susanta, "Memahami Kesia-sian dalam Kitab Pengkhotbah." DUNAMIS: Jurnal Teologi dan
Pendidikan Kristiani 2.1 (2017):
Menurut Jarot Hardianto, gagasan kitab Pengkhotbah ini berbeda dengan kitab lainnya,
kitab ini melawan arus dan tampak tidak lazim. Isi kitab ini memberikan suasana yang suram,
murung, dan pesimis. Dalam pasal-pasal pertama kitab Penghotbah, pembaca dibuat
kebingungan dengan pernyataan demi pernyataan dari Penghotbah yang tidak biasa, ia
mengatakan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia (Pkh 1:2). Ungkapan kesia-siaan ini
mendominasi dan dapat ditemukan hampir di seluruh bagian pasal dalam kitab tersebut. Dan
bagi Pengkohtbah segala sesuatu adalah kesia-siaan.

Sebenarnya, kitab Penghotbah ini bukan berisi khotbah agar pembaca menyakini bahwa
hidup, bekerja, dan belajar adalah sia-sia. Tetapi maksud Penghotbah adalah hendak mengajak
manusia untuk merenung dan menimbang secara kritis segala aspek kehidupan ini, mulai dari
tingkah laku manusia, termasuk makna dan tujuan hidup sendiri. Dan pengkotbah juga
sebenarnya hendak memperlihatkan kepada pembacanya kenyataan itu apa adanya, realitas yang
sesungguhnya terjadi dalam kehidupan ini. Penulis kitab Pengkhotbah hendak mengatakan
bahwa pengejaran hikmat adalah sesuatu yang mengecewakan (Pkh 2:15-16; 7:23-29).
Pengkhotbah bergumul lalu menyadari bahwa semakin keras ia berusaha memahami makna
hidup, semakin ia menyadari bahwa hal tersebut adalah sia-sia. Menurut Pengkotbah, ternyata,
tidak semuanya sia-sia. Ada satu yang tidak, yaitu Allah. Pengkhotbah mengajak orang untuk
menikmati hidup pemberian Allah. pengkhotbah mengajak untuk tunduk kepada Allah karena
hanya Allahlah yang tahu segala sesuatu dan hanya Dialah yang tidak sia-sia.

Hikmat Menurut Pengkhotbah

Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia yang
diperkenankan-Nya (2:26). Kitab ini menyebutkan bahwa sedikit kebodohan dapat meniadakan
dampak-dampak hikmat yang besar (10:1). Rencana yang bijaksana dapat dibuat, tetapi seorang
yang membuat kesalahan bodoh dapat merusak seluruhnya.
Ada perbedaan konteks makna “hikmat” dalam kitab ini dan Amsal. Dalam Kitab Amsal,
hikmat begitu dipuja (Amsal 3:13-18). Sementara dalam Kitab Pengkhotbah kita mendapati
gambaran yang seolah sebaliknya. Memiliki hikmat tidak selalu memiliki kebahagiaan (1:17-
18)6. Dalam hal ini Pengkhotbah menggambarkan bahwa tujuan dari kehidupan adalah mengenal
Allah dan hidup taat pada perintah-Nya yang merupakan kebahagiaan yang sesungguhnya yaitu
di dalam Allah. Hikmat yang diperoleh apabila untuk hal dunia semata dan mengabaikan Allah
maka merupakan suatu kesia-siaan belaka.
Kitab Pengkhotbah mengajarkan tentang prinsip umum bahwa orang fasik akan dihukum oleh
Tuhan (3:17). Mereka tidak akan panjang umur (8:13). Meskipun demikian, apa yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari tidak selalu sama dengan prinsip umum ini. Orang benar pun
mengalami kemalangan (7:14). Sebaliknya, orang fasik tidak mengalami hukuman apapun
sehingga jumlah mereka semakin bertambah (8:11-12).

6
Yohanes Krismantyo Susanta, “Memahami Kesia-Sian Dalam Kitab Pengkhotbah,” DUNAMIS: Jurnal
Teologi Dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 (2017): 85.
Harmonisasi terletak pada tiga hal :
1. Kebahagiaan sejati terletak pada takut kepada TUHAN itu sendiri, bukan pada hasil dari
tindakan itu. Walaupun orang fasik tampaknya memiliki “tanda-tanda berkat”, tetapi mereka
bukan orang yang berbahagia (8:12).
Takut kepada TUHAN merupakan bagian seharusnya dari hakekat manusia sebagai ciptaan
(12:13). Allah tidak harus memberi pahala untuk ketaatan kita.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Tema dari kitab Pengkhotbah adalah kesia-siaan. Sang Pengkhotbah mengakan bahwa segala
sesuatu adalah kesia-siaan belaka. Apapun yang dilakukan manusia dalam hidup ini adalah sia-
sia, karena pada akhirnya manusia akan menghadapi kematian. Tetapi sang Pengkhotbah
sebernarnya ingin memberikan penjelasan bahwa sesuatu yang positif dibalik kesia-siaan
kehidupan manusia, yaitu suatu kehidupan yang taat kepada Allah yang adil, berdaulat, dan
dapat disimpulkan bahwa kitab pengkhotbah merupakan kitab yang berisi perenungan dari sang
penulis yaitu Salomo yang menekankan pada hal berikut:

 Hidup yang tanpa takut kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
 Memiliki pengetahuan, harta, tahta, dll dibawah matahari ini jika tanpa disertai takut
kepada Allah adalah kesia-siaan.
 Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunyai waktu dan
perubahannya sendiri, tetapi di dalam setiap masa kehidupan manusia, Tuhan selalu
membuatnya menjadi Indah.
 Kebahagiaan di dalam hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan takut kepada
Allah.
 Di dunia ini keadilan yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadilan tersebut
akan diadili nanti pada masanya.

Anda mungkin juga menyukai