Anda di halaman 1dari 6

Tugas

KIMIA MEDISINAL
“HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT PENEKAN SISTEM
SARAF PUSAT”

Diajukan Untuk Memenuhi tugas Kimia Medisinal Yang Diampu Oleh


Bapak Andi Makkulawu, S.Si., Apt. M.Farm.

OLEH :
KELOMPOK II

1. DICKY P POTUTU 821419025


2. HENDRAWAN D DATUKRAMAT 821419041
3. DEA RAHMATIA SOFYAN 821419024
4. SRILARASATI PANGERAN 821419031
5. NURNOVITA SALEH 821419029
6. RINI FEBRIANI O PANU 821419038
7. ERIKA SANI 821419040

A S1 FARMASI 2019
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
Pertanyaan pertama
1. Bagaimana cara kerja sistem saraf dalam menerima rangsangan dan apa
yang akan terjadi jika salah satu dari jaringan saraf tidak berfungsi?
Jawaban :
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi
yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh
bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan
penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera. Pengolah rangsangan dilakukan
oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang
datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera (Campbell, 2000)
Menurut Sherwood, (2012), Ketika tubuh menerima rangsangan, sel
reseptor akan mengirim informasi ini dalam bentuk impuls berupa arus listrik
untuk diteruskan ke saraf sensorik. Setelah itu, sinyal pesan tersebut akan dibawa
ke otak untuk diproses dan diartikan. Otak kemudian akan memerintahkan
anggota gerak atau organ tubuh untuk merespon sesuai dengan pesan tersebut.
Sebagai contoh bisa dilihat saat seseorang melakukan aktivitas seperti bergerak,
berjalan, berlari dab sebagainya. Gerak pada umumnya terjadi secara sadar
namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada
gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa
ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan otak berupa
tanggapan, dibawa oleh saraf motorik sebagai perintah yang harus dilaksanakan
oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapannya terjadi secara
otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak (Robinson,
2002). Jadi dapat dikatakan gerak refleks terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau
tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin,
atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu
dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori
ke pusat saraf, diterima oleh sel saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam
otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor,
yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks
dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam
otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan
refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam
sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut (Sherwood, 2001).
Kemudian jika sistem saraf tak berfungsi dengan baik, maka impuls tidak
bisa sampai ke tujuan. Dan akhirnya macet, sehingga akan terjadi beberapa
gangguan seperti kelumpuhan, atau anggota tubuuh tidak bisa digerakkan. Sistem
saraf, harus saling terhubung ke seluruh tubuh untuk membawa informasi dari
satu bagian ke bagian lain. Untuk mewujudkan hal ini, saraf, yang termasuk
bagiannya yaitu serat saraf - yang bekerja seperti "kabel listrik" -, memungkinkan
impuls mengalir Jika serat saraf, atau lapisan pelindungnya, terluka atau hancur,
penghantaran pesan listrik yang tepat terganggu, menjadi tidak teratur atau dapat
menimbulkan impuls spontan dan tidak terkontrol. Jika kerusakan ini terjadi pada
saraf perifer, gejala neuropati perifer dapat terjadi. Gejalanya berbeda-beda
tergantung jenis sraf yang rusak.
Gejala umum yang dialami pengidap kerusakan sistem saraf
- Kebas atau mati rasa. Rasanya seperti kesemutan yang menjalar di sekitar
tangan dan kaki
- Kesulitan bergerak. Kondisi ini dipicu oleh aliran darah yang tidak
mencukupi ke area tubuh tertentu, sehingga akan sulit untuk digerakkan
- Nyeri pada kaki. Rasanya seperti kesemutan, sakit terus-menerus, dan
sensasi rasa panas yang menjalar dari punggung bagian bawah ke area kaki.
- Hilang keseimbangan. Kondisi ini ditandai dengan tiba-tiba tersandung atau
terjatuh
- Keluar keringat. Kondisi ini ditandai dengan keluarnya keringat berlebih
atau terlalu sedikit mengeluarkan keringat tanpa alasan yang jelas.
- Melambatnya respon otak. Melambatnya respon otak ditandai dengan saraf
sensorik yang tidak berfungsi, sehingga jika tubuh merasa terancam,
gerakan cepat untuk melindungi tidak dapat dilakukan.
Pertanyaan kedua
2. Stimulan adalah zat, sekaligus golongan obat, yang mampu merangsang
sistem saraf pusat pada serebrum medula dan sumsum tulang belakang.
Konsumsi obat jenis ini dapat membuat Anda lebih waspada, menciptakan
perasaan senang, dan tidak kenal lelah. Salah satu contoh obat golongan
stimulan adalah amphetamin. Obat atau makanan minuman dengan
kandungan kafein juga dapat menimbulkan kecanduan. Bagaimana
mekanisme kerja dari kafein dan amfetamin dalam menstimulasi serebrum
medula dan sumsum tulang belakang yang ada pada sistem ssaraf pusat.
Jawaban :
Mekanisme kerja kafein dapat berefek pada sistem saraf pusat (SSP). Pada
SSP (otak), saraf eferen yang juga disebut saraf motorik, mempengaruhi sistem
saraf otonom bagian simpatis untuk meningkatkan sekresi neurotransmiternya
yaitu norepinefrin, serotonin, dan dopamine, yang kemudian mempengaruhi
Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang terdiri dari neuron
noradrenergik, serotonergik, dopaminergik, dan kolinergik yang bekerja melalui
pelepasan neurotransmiter di otak, dengan cara kafein menggantikan ikatan
adenosin terhadap reseptor adenosin yang dapat menghambat pengeluran
neurotransmiter di otak, oleh karena adenosin terhambat oleh ikatan kafein dengan
reseptor adenosin maka terjadi peningkatan sekresi neurotransmiter yang dapat
mempengaruhi peningkatan fungsi otak, dalam hal ini adalah konsentrasi
(Goodman, 2008).
Amfetamin memiliki struktur yang sangat mirip dengan neurotransmitter
katekolamin yaitu dopamin dan norepinefrin. Kesamaan struktur ini merupakan
dasar cara kerja amfetamin. Amfetamin menyebabkan pelepasan monoamin
melalui sitosol neuronal melalui dopamin transporter, norepinefrin transporter, dan
serotonin transporter. Salah satu mekanisme kerja yang diteliti dari amfetamin
adalah dengan mengganggu aktivitas vesicular monoamine transporter-2 (VMAT-
2). Amfetamin yang diberikan dalam dosis tinggi akan masuk ke dalam sel saraf
melalui dopamin transporter dan berdifusi. Ketika masuk ke dalam sel, amfetamin
akan berdifusi melalui membran vesikel dan terakumulasi di dalam vesikel.
Akumulasi amfetamin di dalam vesikel akan menyebabkan terjadinya gangguan
gradient pH yang diperlukan untuk sekuestrasi dopamin sehingga terjadilah
akumulasi dopamin di dalam sitoplasma. Akumulasi dopamin di dalam sitoplasma
akan mengganggu gradien konsentrasi dopamin sehingga terjadinya transport
balik dopamin melalui dopamin transporter. Setelah dopamin dilepaskan,
neurotransmitter tersebut akan diinaktivasi oleh monoamin oksidase. Amphetamin
memiliki struktur satu cincin benzena dengan 9 atom C, 13 atom H dan 1 atom N
dengan cabang pada gugus pertama sehingga Amphetamin disebut juga Alfa-
metil-fenetilami.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L. G. Mitchell. 2000. Biologi Edisi ke 5 Jilid 2.
(diterjemahkan dari : Biology Fifth Edition, penerjemah : W. Manalu).
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta

Robinson S, 2002. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta :


Bursa Ilmu Karangkajen.
Scott JC, Woods SP, Matt GE, Meyer RA, Heaton RK. Neurocognitive effects of
methamphetamine: A critical review and meta-analysis. Neuropsychol
Rev. 2007;17:275-97.
Sherwood, Lauralee.2012.Fisiologi Manusia.Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Sherwood,Lauralee. 2001. Fisiologi manusia :dari sel ke sistem. Jakarta : EGC


Thanos PK, Kim R, Delis F, Ananth M, Chachati G, Rocco MJ, Dkk. Chronic
methamphetamin effects on brain structure and function in rats. PLoS
ONE. 2016;11(6):1-18. 5.

Anda mungkin juga menyukai