Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERKULIAHAN

Biopsikologi

Lateralisasi, Bahasa dan Otak


yang Terbelah Dua

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

10
Psikologi Psikologi 61045 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed

Abstract Kompetensi
Dalam bab ini akan dibahas tentang Mahasiswa mampu menjelaskan dan
lateralisasi fungsi serebral, kerusakan mengkomunikasikan tentang
hemisfer kiri pada aphasia dan Lateralisasi, Bahasa dan Otak yang
apraksia, tes-tes lateralisasi serebral, Terbelah Dua
hubungan lateralisasi otak dengan
handedness, perbedaan jenis kelamin
dengan lateralisasi otak dan lokalisasi
kortikal bahasa
Lateralisasi Fungsi Serebral

Meskipun penampilan hemisfer kiri dan kanan tampak serupa, tetapi ada perbedaan-
perbedaan penting di antara keduanya dalam hal fungsi. Modul ini akan membahas tentang
perbedaan-perbedaan ini. Sebuah topic yang lazim disebut lateralisasi fungsi. Studi pasien
yang hemisfer kiri dan kanannya dipisahkan melalui komisurotomi merupakan fokus utama
diskusi. Fokus lain adlah lokalisasi kortikal berbagai kemampuan bahasa di hemisfer kiri;
kemampuan bahasa adalah kemampuan yang paling terlateralisasi dari seluruh kemampuan
kognitif. Lateralisasi adalah lokalisasi pusat kendali untuk sebuah fungsi khusus, misalnya
bicara, pada sisi kanan dan kiri otak.
Dax (1836) menemukan, di antara 40 pasien dengan kerusakan otak dan masalah
bicara yang ditemui selama kariernya, tidak satupun yang mengalami kerusakan yang
terbatas pada hemisfer kanannya. Artinya bagian otak yang bertanggung jawab terhadap
masalah bicara berada pada sebelah kiri.
Paul Broca (1861) mengungkapkan, pada 9 pasien aphasia terdapat lesi hemisfer kiri
yang melibatkan sebuah daerah korteks frontal, tepat di depan wajah korteks motorik primer.
Temuan ini di sebut Broca’s Area. Broca melaporkan pemeriksaannya terhadap dua pasien
aphasia yang merupakan gangguan berupa defisit yang dihasilkan kerusakan otak terhadap
kemampuan menghasilkan atau memahami bahasa. Kedua pasien tadi memiliki kerusakan
pada korteks prefrontal inferior hemisfer kirinya yang di kenal dengan broca’s area.
Hugo-Karl Liepmann (1900) menemukan pada pasien yang menderita apraxia juga
hampir selalu berkaitan dengan kerusakan hemisfer kiri, terlepas dari kenyataan bahwa
gejala-gejalanya bilateral melibatkan kedua sisi tubuh. Apraxia adalah pasien mengalami
kesulitan melakukan berbagai gerakan bila diminta untuk melakukannya di luar konteks.
Dampak dari bukti-bukti bahwa hemisfer kiri memainkan peranan khusus dalam
bahasa dan gerakan yang disengaja memunculkan konsep dominansi serebral. Menurut
konsep ini, salah satu hemisfer-biasanya yang kiri-menjalankan peran dominan dalam
mengontrol proses perilaku kognitif yang kompleks, dan yang lainnya memainkan peranan
kecil. Karena itulah hemisfer kiri disebut dengan hemisfer dominan, dan yang kanan disebut
hemisfer minor.
Tes-tes yang digunakan untuk mengetahui tentang lateralisasi serebral adalah tes
sodium amital, tes pendengaran dikotik dan tes pencitraan otak fungsional. Tes sodium
amital adalah tes yang diberikan sebelum bedah syaraf. Prosedurnya melibatkan suntikan
sejumlah kecil sodium amital ke arteri karotid di salah satu sisi leher.Suntikan itu membius
hemisfer di sisi itu selama beberapa menit, sehingga memungkinkan kapasitas-kapasitas
hemisfer lainnya untuk diperiksa. Bila hemisfer kiri yang dibius, pasien sama sekali tidak

2018 Biopsikologi
2 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bisa bicara selama satu atau dua menit. Lalu ketika kemampuan bicaranya kembali, terjadi
kesalahan urutan dan penamaan. Hal ini tidak terjadi bila hemisfer kanan yang dibius. Pada
tes pendengaran dikotik, tiga pasang digit diucapkan secara lisan diperdengarkan melalui
earphone, digit-digit setiap pasangan dipresentasikan secara simultan, satu pasang untuk
masing-masing telinga. Kimura menemukan bahwa kebanyakan orang melaporkan digit
dengan jumlah yang sedikit lebih banyak untuk digit-digit yang diperdengarkan ke telinga
kanan dari pada telinga kirinya, yang berarti spesialisasi hemisfer kiri untuk bahasa. Dalam
tehnik pencitraan otak fungsional, aktifitas otak dimonitor oleh positron emission
tomography (PET) dan functional magnetic resonance imaging (fMRI) selama subjek terlibat
kegiatan tertentu, seperti membaca. Pada tes-tes bahasa teknik-teknik pencitraan otak
fungsional menemukan aktivitas yang jauh lebih besar di hemisfer kiri dari pada di hemisfer
kanan.
Hubungan lateralisasi otak dengan handedness atau penggunaan salah satu tangan
dari pada tangan yang lainnya adalah sebagai berikut. Hampir semua pasien dekstral
(tangan kanan) tanpa kerusakan hemisfer kiri awal, memiliki spesialisasi hemisfer kiri untuk
bicara (92%). Sebagian besar pasien kidal dan ambidextrous (mampu menggunakan 2
tangan dengan sama baik) tanpa kerusakan hemisfer kiri, memiliki spesialisasi hemisfer kiri
untuk bicara sebesar 69%. Kerusakan hemisfer kiri pada usia dini mengurangi spesialisasi
hemisfer kiri untuk bicara pada pasien kidal dan ambidextrous. Kerusakan otak pada usia
dini dapat menyebabkan lateralisasi bicara pindah ke hemisfer lain (lihat Maratsos &
Mathemy, 1994; Stiles, 1998), dan bahwa jauh lebih banyak orang memiliki spesialisasi
hemisfer kiri untuk bicara.
Dalam perbedaan jenis kelamin dengan lateralisasi otak, otak Laki-laki lebih
terlaterisasi dari pada perempuan. Perempuan dibanding laki-laki menggunakan kedua
hemisfer dalam melakukan tugas-tugas terkait bahasa. Selain itu, meskipun beberapa studi
pencitraan otak fungsional menunjukkan bahwa perempuan, melebihi laki-laki,
menggunakan kedua hemisfer dalam melakukan tugas-tugas terkait bahasa, sebuah meta
analisis terhadap 14 studi pencitraan otak yang dilakukan oleh Sommer (2004) menunjukkan
tidak ditemukan efek signifikan jenis kelamin pada lateralisasi bahasa

Otak yang Terbelah Dua

Corpus callosum adalah bagian otak yang tepat berada di bawah kedua hemisfer.
Pada penelitian tahun 1930-1940 tampaknya corpus callosum tidak memiliki fungsi apa-apa.
Pada eksperimen kucing Myers dan Sperry (1953) diketahui bahwa salah satu fungsi corpus
callosum adalah untuk mentransfer informasi yang dipelajari dari salah satu hemisfer ke

2018 Biopsikologi
3 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hemisfer lainnya. Bila corpus Callosum dipotong, masing-masing hemisfer dapat berfungsi
secara independent (dapat mempelajari tugas-tugas sederhana secepat bila dua hemisfer
bekerja bersama-sama). Pada percobaan yang dilakukan pada tikus, ditemukan bahwa
salah satu hemisfer yang bekerja sendiri dapat mempelajari tugas-tugas sederhana secepat
bila dua hemisfer bekerja bersama-sama.
Awal abad ke-20 diketahui bahwa epileptic discharge sering kali menyebar dari satu
hemisfer ke hemisfer lainnya melalui corpus callosum. Operasi pemotongan corpus
callosum dilakukan untuk mengurangi tingkat keparahan konvulsi dengan membatasi
konvulsi di hemisfer asalnya. Terlepas dari kenyataan bahwa pemotongan dilakukan pada
kasus-kasus yang paling berat, banyak pasien yang dipotong tidak mengalami konvulsi
besar lainnya.
Seperti halnya binatang laboraturium, pasien manusia yang otaknya terbelah dalam
beberapa hal tampaknya memiliki dua otak independen, masing-masing dengan aliran
kesadaran, kemampuan ingatan dan emosinya sendiri (Gazzaniga, 1967; Gazzaniga &
Sperry, 1967; Sperry, 1964). Split-brain patient diibaratkan seperti dua orang subjek yang
terpisah: tuan atau nyonya hemisfer kanan yang dapat memahami instruksi sederhana,
tetapi tidak dapat berbicara, yang menerima informasi sensorik dari medan visual kiri dan
tangan kiri, yang mengontrol respon-respon motorik halus tangan kiri; dan tuan atau nyonya
hemisfer kiri yang mampu secara verbal, yang menerima informasi sesorik dari medan
visual kanan, dan yang mengontrol respon-respon motorik halus tangan kanan.
Bukti hemisfer berfungsi secara independen terlihat dalam berbagai macam
percobaan. Dalam salah satu percobaan, pasien split brain tidak dapat menyebutkan obyek
yang ada di tangan kirinya. Lalu dalam percobaan yang lain terbukti meskipun kedua
hemisfer split-brain subject tidak punya sarana komunikasi neural langsung; mereka dapat
berkomunikasi secara neural melalui jalur-jalur tak langsung melalui batang otak. Mereka
juga bisa berkomunikasi melalui cross-cuing, yaitu rute khusus untuk komunikasi antar
hemisfer, melalui batang otak. Kemampuan istimewa otak yang terbelah untuk melakukan
dua hal sekaligus juga didemonstrasikan dalam tes-tes atensi. Masing-masing hemisfer
pasien split brain mampu mempertahankan sebuah fokus perhatian yang independen (lihat
Gazzaniga, 2005). Pada kebanyakan split-brain patient, hemisfer kanan tampaknya tidak
memiliki keinginanan kuat sendiri, hemisfer kirilah yang tampak mengontrol sebagian besar
aktivitas sehari-hari. Akan tetapi di beberapa split-brain patient, hemisfer kanan mengambil
peran lebih aktif dalam mengontrol perilaku, dan dalam hal ini bisa terjadi konflik serius
antara hemisfer kiri dan hemisfer kanan.
Pada percobaan yang lain, bila tugas-tugas semakin sulit, subjek cenderung
melibatkan kedua hemisfer. Tampaknya tigas-tugas sederhana diproses paling baik di salah
satu hemisfer, yaitu hemisfer yang terspesialisasi untuk tugas tertentu; tapi tugas-tugas

2018 Biopsikologi
4 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kompleks membutuhkan kekuatan kognitif kedua hemisfer. Hal ini meruapakan sebuah
temuan penting karena dua alasan. Pertama, temuan ini memperumit interpretasi studi-studi
pencitraan otak fungsional tentang lateralisasi fungsi; bila tugasnya sulit, kedua hemisfer
dapat menunjukkan aktivitas yang substansial, meskipun salah satu hemisfer terspesialisasi
untuk pengerjaan tugas itu. Kedua, temuan itu menjelaskan mengapa orang lanjut usia
sering kurang memperlihatkan lateralisasi fungsi: ketika sumber daya neural berkurang,
kedua hemisfer perlu dilibatkan di kebanyakan tugas.

Perbedaan Fungsi Hemisfer

Ada pandangan umum yang perlu diperbaiki tentang perbedaan antara hemisfer kiri
dan hemisfer kanan, yaitu untuk banyak fungsi, tidak ada perbedaan substansial di kedua
hemisfer, dan bila ada, perbedaan itu cenderung berupa bias kecil yang condong ke salah
satu hemisfer-bukan perbedaan absolute. Pada tes pendengaran dikotik, subyek yang
dominan hemisfer kiri untuk bahasa cenderung mengidentifikasi lebih banyak digit pada
telinga kanan dari pada telinga kiri. Tapi keunggulannya hanya sedikit saja 55%-45%.
Pada pasien split brain hemisfer kiri dominan untuk bahasa, tetapi hemisfer kanan
dapat memahami banyak kata dan kalimat sederhana yang diucapkan secara lisan maupun
tertulis. Pada pasien split brain, kemampuan bahasa hemisfer kanan mereka sebanding
dengan kemampuan bahasa anak prasekolah
Contoh-contoh fungsi lateralisasi fungsi serebral bisa dilihat sebagai berikut.
Gerakan-gerakan ipsilateral lebih besar di hemisfer kiri dari pada kanan. Hemisfer kanan
lebih unggul dibandingkan hemisfer kiri dalam mengerjakan beberapa tes emosi. Telinga
kanan (hemisfer kiri) unggul dalam persepsi digit, sementara telinga kiri (hemisfer kanan)
superior dalam persepsi melodi. Hemisfer kiri memainkan peran yang lebih besar dalam
ingatan untuk materi verbal, hemisfer kanan untuk materi nonverbal. Hemisfer kiri adalah
interpreter yang berusaha memahami kejadian-kejadian yang dialami seseorang.

2018 Biopsikologi
5 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teori-teori Lateralisasi Fungsi Serebral

Salah satu teori lateralisasi fungsi serebral adalah teori analitis sintesis. Teori ini
mengatakan bahwa ada dua cara dasar berpikir, cara berpikir analitis dan cara berpikir
sintetis, yang telah terpisah selama perjalanan evolusi masing-masing pada hemisfer kiri
dan kanan. Hemisfer kiri beroperasi dengan cara yang lebih logis dan analitis, hemisfer
kanan memproses informasi secara gestalt atau keseluruhan. Teori ini sulit untuk diuji
secara empiris. Teori kedua adalah teori motoris. Menurut teori ini hemisfer kiri
terspesialisasi bukan untuk mengontrol bicara itu sendiri tetapi untuk pengontrolan gerakan-
gerakan halus, yang bicara merupakan salah satu kategorinya. Salah satu kelemahan teori
ini adalah ia tidka menjelaskan mengapa fungsi motoris cenderung lebih terlateralisasi ke
hemisfer kiri (lihat Beaton, 2003). Teori ketiga adalah teori linguistic. Teori ini mengatakan
bahwa peran utama hemisfer kiri adalah untuk bahasa.

Lokalisasi Kortikal Bahasa

Sebuah daerah kecil di porsi interior korteks prefrontal kiri adalah pusat produksi
bicara (Broca’s Area). Broca menghipotesiskan bahwa program-program artikulasi disimpan
di daerah ini, dan bahwa bicara dihasilkan ketika program-program ini mengaktifkan daerah
yang berdekatan di girus prefrontal, yang mengontrol otot-otot wajah dan rongga mulut.
Daerah bahasa kedua adalah daerah kortikal komprehensi bahasa yang disebut Wernicke’s
Area. Area ini adalah daerah bahasa di lobus temporal kiri tepat di posisi posterior terhadap
korteks auditori primer.

Wernicke mengatakan bahwa lesi pada area Broca menghasilkan sindrom afasia
yang gejalanya bersifat Ekspresif, yang ditandai oleh komprehensi normal (tertulis dan lisan)

2018 Biopsikologi
6 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang tetap bermakna, meskipun lamban, berat, terpotong-potong dan diartikulasikan dengan
sangat buruk. Bentuk afasia ini disebut afasia Broca. Lesi pada Area Wernicke
menghasilkan sindrom afasia yang bersifat reseptif yang ditandai dengan komprehensi
bahasa tertulis maupun lisan dan pembicaraan yang tanpa arti tetapi masih
mempertahankan struktur, ritme dan intonasi bicara normal superfisial. Berbunyi normal
namun tanpa makna pada afasia wernicke dikenal sebagai word salad.

Kerusakan pada jalur yang menghubungkan daerah Broca dan Wernicke yang
disebut dengan fasikulus arkuat, akan menghasilkan tipe afasia yang ketiga yang disebut
afasia konduksi. Pada afasia ini, komprehensi dan pembicaraan spontan sebagian besar
masih utuh pada pasien, namun mereka akan mengalami kesulitan untuk mengulangi kata-
kata yang baru saja didengar. Girus anguler kiri yang terdapat di daerah korteks temporal
dan parietal kiri, adalah daerah lain yang telah terimplikasi dalam bahasa. Alexia atau
ketidak mampuan membaca dan agrafia atau ketidak mampuan menulis, merupakan efek
dari kerusakan pada jalur-jalur yang menghubungkan korteks visual dengan angular gyrus
kiri. Meskipun pasien tidak dapat membaca dan menulis, ia tidak mengalami kesulitan untuk
berbicara dan memahami pembicaraan.
Pada model Wernicke-Geschwind, ada tujuh komponen lokalisasi berbagai
kemampuan terkait bahasa dengan daerah-daerah neokortikal tertentu. Tujuh komponen
yang dimaksud adalah: korteks visual primer, girus anguler, korteks auditori primer,
Wernicke’s area, fasikulus arkuat, Broca’s area dan korteks motorik primer yang semuanya
berada di hemisfer kiri.
Saat sedang berbincang, sinyal auditori di terima oleh korteks auditori primer dan
dikonduksikan ke wernicke’s area, tempat sinyal-sinyal dipahami. Sinyal dipahami, respon
siap diberikan, ditransfer ke Broca’s area dan sinyal mengaktifkan program artikulasi yang
sesuai dan mengaktifkan kortek motorik primer dan terakhir di otot-otot artikulasi. Ketika kita
membaca dengan suara keras, isi diterima oleh kortek visual primer lalu diterima girus
angular primer, yang menerjemahkan bentuk visual kata tersebut menjadi kode auditori dan
ditransmisi ke wernicke’s area. Hal ini memicu respon yang tepat masing-masing di broca
area dan kortek motorik untuk memunculkan bunyi bicara yang sesuai.
Disleksia adalah kesulitan patologis dalam membaca, yang bukan diakibatkan oleh
divisit visual, motorik atau intelektual secara umum. Ada dua tipe disleksia yang berbeda
secara mendasar, yaitu developmental dyslexia (disleksia perkembangan) yang menajdi
kasat mata ketika anak belajar membaca dan acquired dyslexia (disleksia yang didapat)
atau disleksia yang disebabkan oleh kerusakan otak pada individu-individu yang sudah bisa
membaca.

2018 Biopsikologi
7 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada disleksia perkembangan, gangguan ini memiliki estimasi heritabilitas sekitar
50%, dan empat genetic sejauh ini telah dikaitan dengannya. Sampai saat ini, tidak
ditemukan satu patologi otakpun yang ditemukan terjadi di semua kasus disleksia
perkembangan. Membaca atau tidak adanya kemampuan membaca itu sendiri dapat
menginduksi perubahan-perubahan besar di otak; jadi sulit untuk menentukan apakah
sebuah keabnormalan di otak seseorang yang mengalami disleksi perkembangan adalah
penyebab atau akibat penyakit itu (lihat Price dan Mechelli, 2005). Ada kesepakatan yang
luas bahwa disleksia merupakan akibat gangguan pemrosesan fonologis (representasi dan
komprehensi bunyi bahasa dan bukan gangguan fungsi sensorimotorik (lihat Roach &
Hoghen, 2004; Shaywitz, Mody & Shaywitz, 2006).
Dua contoh berikut ini menggambarkan bagaimana model Wernicke-Geschwind
diduga bekerja. Pertama, ketika anda sedang berbincang-bincang, sinyal-sinyal auditorik
yang dipicu oleh pembicaraan orang lain diterima oleh korteks auditori primer anda dan
dikonduksikan ke Wernicke’s area, tempat sinyal-sinyal tersebut dipahami. Bila sebuah
respon siap diberikan, wernicke’s area menghasilkan representasi neural pikiran yang
mendasari tanggapan itu, dan ia ditransmisikan oleh broca’s area melalui fasikulus arkuat
kiri. Di Broca’s area, sinyal ini mengaktifkan program artikulasi yang sesuai, yang
menggerakkan neuron-neuron yang sesuai, di korteks motorik primer anda. Kedua, ketika
anda membaca dengan suara yang keras, isinya yang diterima oleh korteks visual
primeranda ditransmisikan ke gyrus angular kiri anda, yang menerjemahkan bentuk visual
kata itu menjadi kode auditorik dan mentransmisikannya ke wernicke’s area, lalu memicu
respon yang tepat masing-masing di fasikulus arkuat, broca’s area, dan korteks motorik
anda untuk memunculkan bunyi bicara yang sesuai.
Model Wernicke-Geschwind pada awalnya didasarkan pada studi-studi kasus
tentang pasien-pasien afasik dengan stroke, tumor, dan cedera-cedera yang mempenetrasi
otak. Kerusakan pada kasus-kasus semacam itu sering kali menyebar dan mau tak mau
mengganggu serabut-serabut subkortikal yang menghubungkan lokasi lesi dengan daerha-
daerah otak lainnya.

Pendekatan Neurosains Kognitif untuk Disleksia

Disleksia adalah kesulitan patologis dalam membaca yang bukan diakibatkan oleh
defisit visual, motorik atau intelektual secara umum. Ada dua tipe disleksia yang berbeda
secara mendasar, disleksia perkembangan, disleksia yang tampak ketika anak belajar
membaca, dan disleksia yang didapat, yaitu disleksia yang didapat seseorang karena
kerusakan otak ketika ia sudah bisa membaca. Ada sebuah komponen genetic penting

2018 Biopsikologi
8 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dalam disleksia perkembangan. Gangguan ini memiliki estimasi heritabilitas sekitar 50% dan
empat genetic sejauh ini telah dikaitkan dengannya (Lihat Fisher & Francks, 2006;
Galaburda et.al., 2006). Sampai sekarang tidak ada satu patologis otakpun yang ditemukan
terjadi di semua kasus disleksia perkembangan. Tugas mengidentifikasi hubungan neural
disleksia semakin sulit karena adanya fakta bahwa gangguan ini terjadi dengan berbagai
bentuk, yang kemungkinan besar memiliki hubungan neural yang berbeda. Masalah lainnya
adalah, membaca-atau tidak adanya kemampuan membaca-itu sendiri dapat menginduksi
perubahan-perubahan besar di otak; jadi sulit untuk menentukan apakah sebuah
keabnormalan di otak seseorang yang memiliki disleksia perkembangan adalah penyebab
atau akibat penyakit itu (lihat Price & Mechelli, 2005). Disleksia perkembangan diatribusikan
pada defisit pemusatan perhatian dan defisit-defisit sensorimotoriklain yang disebabkan oleh
kerusakan pada sirkuit-sirkuit neural yang terkait dengan lapisan-lapisan magnoseluler dari
nuclei genikulat lateral. Saat ini ada kesepakatan yang luas bahwa disleksia merupakan
akibat gangguan pemrosesan fonologis-bukan gangguan fungsi sensorimotorik (lihat Roach
& Hoghen, 2004; Shaywitz, Mody & Shaywitz, 2006). Ramus (2004) berpemndapat bahwa
tahap pertama dalam perkembangan disleksia adalah munculnya berbagai kesalahan
perkembangan di daerah-daerah auditorik di sekitar fisura lateral. Kesalahan-kesalahan
dalam perkembangan ini telah didokumentasikan dengan baik, dan salah satu gen yang
terkait dengan disleksia mengontrol migrasi neural (lihat Galaburda et. al., 2005).
Analisis kognitif sederhana tentang membaca dengan suara keras terbukti berguna
untuk memahami gejala dua macam disleksia (lihat Crisp & Ralph, 2006) yaitu, disleksia
permukaan dan disleksia dalam. Pada kasus-kasus disleksia permukaan, pasien
kehilangan kemampuannya untuk melafalkan kata-kata berdasarkan ingatan spesifiknya
tentang kata-kata itu (artinya mereka kehilangan prosedur leksikalnya), tetapi mereka masih
dapat menerapkan aturan-aturan pelafalan dalam membaca (artinya mereka masih
menggunakan prosedur fonetiknya). Oleh karena itu mereka masih memepertahankan
kemampuannya untuk melafalkan kata-kata yang pelafalannya konsisten dengan aturan
lazim (misalnya fish, river, atau glass), dan kemampuan untuk melafalkan kata-kata yang
bukan kata menurut aturan lazim (misalnya spleemer atau twipple). Namun, mereka sangat
sulit mengikuti kata-kata yang tidak mengikuti aturan lazim pelafalan (misalnya have, lose
atau steak). Pada kasus-kasus disleksia dalam (disebut juga disleksia fonologis), para
pasien kehilangan kemampuannya untuk menerapkan aturan pelafalan dalam kemampuan
membaca (artinya, mereka kehilangan prosedur fonetik) tetapi masih tetap dapat melafalkan
kata-kata kongkret yang sudah sangat dikenalnya berdasarkan ingatan spesifik mereka
tentang kata-kata itu (artinya mereka masih dapat menggunakan prosedur leksikal). Jadi,
mereka sama sekali tidak mampu melafalkan yang bukan-kata dan mengalami kesulitan
dalam melafalkan kata-kata yang tidak lazim dan kata-kata yang artinya abstrak.

2018 Biopsikologi
9 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

Pinel, John PJ. 2013. Biopsikologi Edisi Ketujuh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

2018 Biopsikologi
10 Hifizah Nur, S. Psi, M. Ed
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai