Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seperti yang telah diketahui bahwa Otak terdiri atas beberapa bagian yang
masing-masing mempunyai peran atau fungsi dan lokasinya masing-masing. Gangguan
pada masing-masing bagian otak akan menyebabkan fungsi organ tubuh lainnya menjadi
terganggu, termasuk kemampuan berbahasanya. Untuk itu, dalam makalah ini akan
dibahas tentang otak dan perkembangannya, peranan hemisfer kiri dan kanan, cara
penelitian otak serta gangguan atau penyakit yang ada di otak yang berhubungan dengan
kemampuan berkomunikasi (kebahasaan) seseorang

Oleh sebab itu, pada makalah ini penulis akan berusaha memaparkan tentang
lateralisasi, bahasa dan otak terbelah dua yang membahas tentang lateralisasi fungsi
serebral, otak yang terbelah dua, perbedaan antara hemsifer kiri dan kanan, lokalisasi
kortikal bahasa, evaluasi model wernicke geschwind, pendekatan neurosains kognitif
tentang bahasa, pendekatan neurosains kognitif disleksia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu lateralisasi fungsi serebral?
2. Apa itu otak terbelah dua ?
3. Apa saja perbedaan antara hemisfer kiri dan kanan ?
4. Apa itu lokalisasi kortikal bahasa ?
5. Apa itu evaluasi model wernicke geschwind ?
6. Apa saja pendekatan neurosains kognitif tentang bahasa ?
7. Apa itu pendekatan neurosains kognitif disleksia ?

C. MANFAAT MASALAH
1. Mengetahui lateralisasi fungsi serebral
2. Mengetahui otak yang terbelah dua
3. Mengetahui perbedaan hemisfer kiri dan kanan
4. Mengetahui lokalisasi kortikal bahasa
5. Mengetahui evaluasi model wernicke geschwind
6. Mengetahui pendekatan neurosains kognitif tentang bahasa
7. Mengetahui pendekatan neurosains kognitif dan disleksia

1
BAB II

PEMBAHASAN

Lateralisasi, Bahasa, dan Otak yang Terbelah Dua


Lateralisasi merupakan proses penghkusussan fungsi dari dua belah otak yang terjadi
karena penyebelahan menjeadi dua bagian, yakni hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Lokasi pusat
kendali untuk sebuah fungsi khusus misalnya yaitu bicara, pada sisi kanan atau kiri dari otak.
Hemisfer kanan dan hemisfer kiri dipisahkan melalui komisurotomi.
Komisurotomi adalah tindakan pemotongan komisura serebral melalui operasi, yang sering
dilakukan adalah kolosotomi (hanya korpus kolosum saja yang dibelah).
Lateralisasi Fungsi Serebral: Pengantar
Pada 1836, seorang dokter yang bernama Marc dax mempresentasikan sebuah laporan
medis di Prancis. Presentasi ilmiah itu merupakan yang pertama dan satu-satunya. Isi dari
presentesi itu adalah 40% dari pasiennya yang mengalami kerusakan otak dan masalah bicara tidak
satupun yang mengalami kerusakan yang terbatas pada hemisfer. Namun hal itu tidak banyak
mengundang perhatian dan dax meninggal dunia pada tahun berikutnya. Tanpa disadari ia telah
mengantisipasi salah satu bidang paling penting dalam penelitian neuropsikologis modern.
Penemuan Kontribusi Spesifik Kerusakan Hemisfer-Kiri pada Afasia dan Apraksia
Salah satu alasan Dax hanya memberikan dampak yang begitu kecil adalah karena
kebanyakan orang pada saat itu percaya bahwa otak bekerja keseluruhan dan fungsi-fungsi spesifik
tidak dapat diatribusikan pada bagian-bagian tertentu otak. Pandangan ini mulai berubah 25 tahun
kemudian ketika Paul Broca melaporkan pemeriksaan posmortemnya terhadap dua pasien aphasia.
Aphasia adalah deficit yang dihasilkan kerusakan otak terhadap kemampuan menghasilkan atau
memahami bahasa.
Pada tahun 1864, Broca pernah melakukan pemeriksaan postmortem terhadap tujuh pasien
afaksia lain dan hasilnya dua pasien yang pertama tadi, mereka semuanya memiliki kerusakan
pada korteks prefrontal inferior hemisfer kirinya yang kemudian dikenal dengan Broca’s area.
Pada tahun 1900-an, lateralisasi fungsi sebral lain juga ditemukan. Hugo-Karl Liepmann
menemukan bahwa apraxia, seperti halnya afasia hamper selali berkaitan dengan karusakan
hemisfer-kirinya, terlepas dari kenyataan bahwa gejala-gejalanya bilateral(melibatkan kedua sisi
tubuh).
Dampak dari hemisfer-kiri memainkan peran khusus dalam bahasa dan gerakan yang
disengaja telah memunculkan konsep dominansi serebral. Menurut konsdep ini, salah satu
hemisfer biasaynya yang kiri menjalankan peran dominan dalm mengontrol proses perilaku dan
kognitif yang kompleks. Maka dari itu hemisfer kiri disebut sebagai hemisfer dominan dan
hemisfer kananya sebagai hemisfer minor.

2
Tes-Tes Lateralisasi serebral
Penelitian awal tentang lateralisasi fungsi serebral membangdingkan efek-efek lesi
hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Akan tetapi pada saat ini teknik lain juga digunakan seperti Tes
Sodium Amital, Tes Pendengaran Dikotik, dan Pencitraan Otak Fungsional.
1. Tes Sodium Amital
Untuk lateralisai bahasa sering diberikan kepada pasien sebelum menjalani bedah saraf.
Dokter bedah saraf menggunakan hasil tes itu untuk merencanakan operasinya. Segala upaya
dilakukan untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada daerah korteks yang
bwerpengaruh dalam kemampuan bahasa. Tes ini di lakukan dengan menyuntikan sejumlah
kecil yodium amital ke salah satu arteri carotid di salah satu leher, yodium tersebut akan
membius hemisfer di sisi itu selama beberapa menit. Bila hemisfer kiri , dianestesi, pasien
sama sekali bisu selama satu atau dua menit, lalu ketika kemampuan bicaranya kembali terjadi
kesalahan penamaan dan urutan. Kebaliknya, bilahemisfer minor untuk bicara, biasanya yang
kanan, dianestesi kebisuan itu sama sekali tidak terjadi. $an hanya sedikit kesalahan urutan dan
penamaan terjadi.

2. Tes Pendengaran Dikotik


Berbeda dengan tes sodium amital tes ini bisa di lakukan kepada orang yang normal karena
tidak bersifat invasif. Dalam tes pendengaran dikoatik digit-digit angka di pedengarkan pada
kedua telinga, digit-digit tersebut berbeda antara telinga satu dengan telinga lain, setelah
beberapa menit pasien di minta untuk melaporkan digit-digit yang baru dipedengarkan,
dilaporkan bah'a kebanykan orang melaporkan digit yang diperdengarkan ketelinga kanan
lebih banyak ketimbang digit yang di perdengarkan ketelinga kiri. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa hemisfer kiri lebih mendominasi soal bahasa.
Telinga yang lebih unggul pada tes pendengaran dikotik mengindikasikan speasialisasi
bahasa dari hemisfer kontrarelnya karaena meskipun suara –suara dari masing-masing telinga
diproyeksikan ke kedua hemisfer, tetapi koneksi kontrarelnya lebih kuat dan mendahului
ketika dua suara yang berbeda berlomba secara simultan untuk mnendapatkan akses ke pusat
auditorik(pendengaran) kartikal yangs sama.

3. Pencitraan otak funngsional


Lateralisasi fungsi juga telah dipelajari dengan teknik-teknik pencitraan otak fungsional,
seperti obyek sedang mengalami kegiatan kegiatan tertentu seperti membaca. Aktivitas otak di
monitori dengan positron emission tomography (PET) atau fungsiona magnetic resonance
tomography ( FMRI) Pada tes-tes bahasa, teknik-teknik pencitraan otak fungsional
menemukan akti0itas yang jauh lebih besar di hemisfer kiri dari pada di hemisfer kanan.

3
Hubungan Antara Lareralitas Bicara dan Kesukaan Menggunakan Salah Satu Tangan
daripada Tangan Lainnya
Dua penelitian lesi berskala besar mengklarifikasikan huungan antara literalisasi sebral
bicara dan handedness. Objek penelitian mereka ada dua orang, yaitu personal militer yang
mengalami kerusakan otak dalam perang dunia II (Russel & Espir, 1961) dan yang satunya pasien
neurologis yang menjalani unilateral untuk menangani gangguan neurologi.
Hasil dari peneltian tersebut menunjukkan bahwa hemisfer kiri dominan untuk kemampuan
yang berkaitan dengan bahasa di hamper semua dekstral dan mayoritas sinetral.Dalam
menginterpretasikan angka-angka Milner, bahwa tes sodium amital hanya diadministrasikan
kepada orang yang mengalami disfungsi otak, bahwa keruskan otak pada usia dini dapat
menyebabkan lateralisasi bicara pindah ke hemisfer yang lain.
Perbedaan Jenis Kelamin dalam Lateralisasi Otak
Otak perempuan dan laki-laki memiliki derajat lateralisasi yang berbeda distimulasi oleh
studi-studi McGlone terhadap para korban stroke unilateral. McGlone menyimpulkan bahwa otak
laki-laki lebih terlateralisasi daripada otak perempuan.
Meskipun beberapa studi pencitraan otak fungsional menunjukkan bahwa perempuan
melebihi laki-laki, menggunkana kedua hemisfer dalam melakukan tugas-tugas terkait bahasa.
Sebuah meta analisis terhadap 14 studi pencitraan otak fungsional tidak menemukan efek
signifikan jenis kelamain paada lateralisasi bahasa.
Otak yang Terbelah Dua
Pada awal 1950-an, corpus callosum-komisura serebral terbesar adalah sebuah paradoks.
Ukurannya yang diperkirakan 200 juta akson dan posisi sentralnya tepat diantara kedua hemisfer
serebral, mengimplikasikan bahwa corpus collosum menjalankan fungsi yang sangat penting itu,
tetapi penelitian pada 1930an dan 1940an tampaknya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak
melakukan apapun.
Eksperimen Perintis dari Myers dan Sperry
Solusi untuk teka-teki corpus calosum diberikan pada 1953 oleh sebuah eksperimen
terhadap kucinng oeleh Myers dan Sperry. Eksperimen itu menujukkan dua poin. Pertama, salah
satu fungsi corpus callomsum adalah untuk mentransfer informasi yang dipelajari dari salah satu
hemisfer ke hemisfer yang lain. Kedua, bila corpus callosum dipotong, masing-masing hemisfer
dapat berfungsi secara independen.
Dalam eksperimen mereka Myers dan Sperry melatih kucing-kucing untuk melakukan
diskriminasi visual sederhana. Pada setiap percobaan, setiap kucing dihadapkan pada dua panel,
yang satu dengan lingkaran diatasnya, dan yang satu persegi diatasnya. Kucing itu harus belajar
tentang tombol mana yang akan ditekan untuk mendapatkan makanan.
Hasil dari fase pertama, semua kucing mempelajari tugas itu dengan patch di salah satu
matanya. Kucing dalam kelompok ekperimental mempelajari deskriminasi sederhana itu sama
cepatnhya dengan kucing control yang tidak dilesi atau kucing yang corpus caloosumnya
ditranseksi. Hasil ini menunjukkan bahwa salah satu hemisfer yang bekerja sendiri dapat
mempelajari tugas-tugas sederhana secepat bila dua hemisfer bekerja bersama-sama.

4
Yang lebih mengejutkan lagi, hasil pada fase kedua, patch-nya ditransfer ke mata yang
lain. Transfer itu tidak memiliki efek pada kinerja kucing-kucing kontrol yang utuh maupun
kucing-kucing kontrol yang optic chiasm atau corpus callosum-nya ditranseksi. Dengan begini
tetap menjalankan tugas itu dengan keakuratan yang sangat baik. Sebaliknya, memindahkan patch
ke mata lain akan memiliki efek merusak pada kinerja kucing-kucing eksperimentalnya. Patch itu
menutup hemisfer yang sudah mempelajari tugas itu dan menguji pengetahuan hemisfer lainnya,
yang telah ditutup selama latihan pertama. Ketika patch itu dipindahkan, kinerja tikus-tikus
eksperimental itu serta-merta anjlok ke garis-basal (yakni 50% ).
Setelah itu kucing-kucing itu mempelajari ulang tugas itu tanpa bekal apa pun, seakan akan
kucing itu belum pernah melihatnya sama sekali. Myers dan Sperry menyimpulkan bahwa otak
kucing memiliki kapasitas untuk bekerja sebagai dua otak yang ter- pisah dan bahwa fungsi corpus
callosum adalah untuk mentransmisikan informasi di antara ke-duanya.
Komisurotomi pada Penderita Epilepsi
Di paruh pertama abad ke-20, ketika fungsi normal corpus callesum masih menjadi misteri,
saat itu diketahui bahwaepileptic discharges sering kali menyebar dari satu hemister ke hemisfer
lain melalui corpus calosum. Fakta ini, bahwa di sejumlah studi memotong corpus callosum
terbukti tidak memiliki efek yang nyata pada kinerja di luar kondisi-kondisi dibuat seperti pada
eksperimen Sperry.
Dasar pemikiran yang mendasari komisurotomi terapeutik yang biasanya melibatkan
transeksi corpus callosum dan membiarkan komi komisura yang lebih kecil tetap utuh-adalah
tingkau keparahan konvulsi pasien dapat dikurangi charges itu dapat dibatasi ke hemisfer asalnya
Manfaat terapeutik ko besar daripada yang diantisipasi: Terlepas dari ke nyataan bahwa
komisurotomi dilakukan hanya pads kasus-kasus yang paling berat, banyak pasien yang
dikomisurotomi yang tidak mengalami konvulsi besar lain.
Brain patient terletak di tangan Sperry dan rekan sejawatnya Gazzaniga (penelitian
berikutnya merupakan aktor utama yang membuat Sperry dianugerahi hadiah Nobel pada 1981.
Mereka mulai dengan mengembangkan sebuah baterai tes yang didasarkan pada strategi
metodologis yang sama telah terbukti sangat informatif dalam studimereka terhadap binatang-
binatang laboratorium, yaakni: memberikan informasi kepada salah satu hemisfer sementara
hemisfer yang lain tidak dimungkinkan mndapatkan informasi tersebut.
Mereka tidak dapat menggunakan prosedur disinasi-visual yang sama yang telah
digunakan dalam studi-studi binatang laboratorium yang otaknya terbelah (misalnya, memotong
optic chiasm dan menutup salah satu mata) karena memotong optic chiasm menghasilkan scotoma.
Setiap pasien diminta menatap bagian tengah layar, setelah itu stimuli visual disorotkan ke sisi kiri
atau kanan layar selama 0,1 detik. Waktu tersebut digunakan untuk memersepsi stimuli
tetapicukup pendek untuk menghindari efek-efek confounding gerakan mata.Semua stimuli yang
dipresentasikan di medan visual kiri ditransmisikan ke korteks visual kanan, dan semua stimuli
yang dipresentasikan di medan visual kanan ditransmisikan ke korteks visual kiri.
Hemisfer otak-terbelah pasien tidak sama dalam kemampuannya dengan hewan untuk
menjalankan tugas-tugas tertentu. Hemisfer-kiri beberapa split-brain patient mampu berbicara,
sementara hemisfer-kanan tidak belum saya menuliskan kembali beberapa hasil kunci dari tes-tes
terhadap manusia yang otaknya-terbelah.

5
setiap split brain patient sebagai dua orang subjek yang terpisah: Tuan atau Nyonya Hemisfer-
Kanan, yang memahami beberapa instruksi sederhana,tetapi tidak dapat berbicara, yang menerima
informasi sensorik dari medan visual kiri dan tangan kiri, dan yang mengontrol respons-respons
motorik halus tangan kiri dan Tuan atau Nyonya Hemisfer-Kiri, yang mampu secara verbal, yang
menerima informasi sensorik dari medan visual kanan, dan yang mengontrol respons-respons
motorik halus tangan kanan. Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku split-brain subject cukup
normal karena kedua otak mereka menjalani kehidupan bersama-sama dan menerima banyak
informasi yang sama.

Bukti Hemisfer Seorang Split-Brain Patient Dapat Berfungsi Secara Independen


Bila gambar sebutir apel disorotkan ke medan visual kanan seorang split brain patient,
hemisfer-kiri dapat mengerjakan salah satu di antara dua hal untuk menunjukkan bahwa ia sudah
menerima dan menyimpan informasi itu. Oleh karena hemisfer inilah yang berbicara, hemisfer-
kiri dapat memberi tahu eksperimen terbahwa ia melihat gambar sebutir apel. Atau si pasien dapat
menjangkau di bawah birai dengan tangan kanannya, merasakan objek tes yang ada di sana, dan
memungut apel. Serupa dengan itu, bila apel itu dipresentasikan ke hemisfer-kiri dengan
meletakkannya di tangan kanan pasien, hemisfer-kiri dapat mengatakan kepada eksperimenter
bahwa hal itu adalah apel baik dengan mengatakan atau meletakkan apel itu dan memungut apel
lain dengan tangan kanannya dari objek-objek tes yang ada di bawah birai itu.
Akantetapi bila hemisfer-kanan yang tidak berbicara diminta mengatakan identitas sebuah
objek yang sebelumnya telah dipresentasikan ke hemisfer-kiri, ia tidak dapat melakukannya.
Meskipun objek-objelk yang sudah dipresentasikan ke hemisfer-kiri dapat diidentifikasi dengan
akurat dengan tangan kanan, kinerjanya tidak lebih dari kinerja kebetulan/untung-untungan dengan
tangan kiri Bila objek-objek tersebut dipresentasikan ke he- misfer-kanan baik secara visual (di
medan visual kiri) atau taktual (di tangan kanan), pola responsnya sama sekali berbeda. Seorang
split train patient yang diminta menyebutkan nama sebuah objek yang disorotkan kekemungkinan
akan mengatakan bahwa tidak ada yang tampak di layar.
Cross-Cuing
Meskipun kedua hemisfer split-brain subject tidak punya sarana komunikasi neural
langsung; mereka dapat berkomunikasi secara neural melalui jalur-jalur tak- langsung melalui
batang otak. Tes yang dirancang untuk menentukan apakah hemisfer- kiri dapat merespons warna-
warna yang dipresentasikan di medan visual kiri. Untuk menguji kemungkinan ini, sebuah
stimulus berwarna merah atau hijau dipresentasikan di medan visual kiri, dan spl subject diminta
melaporkan secara verbal merah atau hijau.
Pada awalnya pasien mengerjakan tugas itu dengan tingkat untung untungan/(50% benar)
tetapi setelah sekian lama, kinerjan ningkat cukup tajam, sehingga menunjukkan informasi warna
itu entah bagaimana ditralalui jalur-jalur neural dari hemisfer-kanan ke k hemisfer-kiri. Akan
tetapi, terbukti bahwa bukan itu yang terjadi.Menyadani bahwa pasien neurologis memiliki
beragam strateg yang dikuasainya menggarisbawahi betapa sulitnya mendapatkan deskripsi
neurologis yang jelas tentang seorang manusia yang mengalami kerusakan otak. (Gazzaniga, 1967,
hlm. 27).

6
Melakukan Dua Hal Sekaligus
Sebagai contoh, di salah satu tes, dua stimuli visual yang berbeda muncul secara simultan
katakanlah sebatang pensil di medan visual sebutir apel di medan visual kanan. Split-brain ,diminta
memasukkan tangannya secara simultan ke dalam dua kantong, satu untuk masing-masingandan
memegang benda itu di masing-masing lainnya, tetapi sebelum menarik tangannya dari dalam
kantong, subjek diminta mengatakan kepada eksperimenter benda apa yangdi kedua tangannya.
Subjek (yakni hemisfer-kiri) tang menjawab,"Dua butir jeruk." Si hemisfer-kiri barang akan sangat
bingung ketika kedua tangan itu kali ditarık keluar, ternyata ada sebutir jeruk di tangan kanannya
dan sebatang pensil di tangan kirinya. Kedua hemisfer split-brain subject telah mempelajari dua
hal yang berbeda pada waktu yang tepat sama.
Kemampuan istimewa otak yang terbelah untuk melakukan dua hal sekaligus juga
didemonstrasikan dalam tes-tes atensi. Masing-masing hemisfer split braim patient tampaknya
mampu mempertahankan se- buah fokus perhatian yang independen (lihat Gazzaniga, 2005). Hal
ini memunculkan sebuah pola hasil yang ironis: Split-brain patient dapat mencari, dan meng-
identifikasi, pernyataan target visual di antara sejumlah pernyataan yang serupa dengan lebih cepat
dibanding objek kontrol yang sehat. Mungkin karena kedua hemisfer yang terbelah menjalankan
dua pencarian secara independen.
Lensa Z
Begitu ditetapkan bahwa kedua hemisfer setiap split brain patient dapat berfungsi secara
independen, menjadi jelas bahwa studi terhadap split-brain patient memberikan kesempatan yang
unik untuk membandingkan kemampuan hemisfer-kiri dan kanan. Akan tetapi, studi-studi awal
tentang lateralisasi fungsi pada split- brain patient dibatasi oleh kenyataan bahwa stimuli visual
yang membutuhkan waktu lebih dari 0,1 detik untuk dipersepsi tidak dapat diteliti dengan
menggunakan metode konvensional yang membatasi input visual ke salah satu hemisfer.
Kendala metodologis ini dieliminasi oleh Zaidel pada 1975. Zaidel mengembangkan
sebuah lenso, yang disebut lensa Z, yang membatasi input visual ke salah satu hemister split brain
patient sementara si pasien memindai materi visual kompleks seperti halaman-halaman buku.
Lensa Z adalah lensa kontak yang opaque (kedap cahaya) di salah satu sisi (kiri atau kanan). Oleh
karena lensa itu bergerak bersama mata, lensa itu memungkinkan input visual untuk memasuki
salah satu hemisfer saja, ke mana pun mata bergerak.
Zaidel menggunakan lensa Z untuk membandingkan kemampuan hemisfer-kiri dan kanan
split- brain patient untuk mengerjakan berbagai macam tes. Kegunaan lensa Z bukan hanya
terbatas untuk tes-tes visual. Ia juga digunakan untuk membandingkan kemampuan hemister-kiri
dan kanan untuk memahami bahasa. Oleh kairena itu masing-masing telinga berproyeksi ke kedua
hemisfer mungkin untuk mempresentasikan kata-ata dalam diucapkan secara lisan ke salah satu
hemisfer.
Jadi, untuk mengases kemampuan salah sat h untuk memahami kata-kata atau kalimat v
ucapkan secara lisan, Zaidel memperdengarkan ke kedua telinga, dan setelah itu ia meminta subiets
untuk melakukan respons yang tepat di bawah arahan input visual hanya ke hemisfer itu sabagai
contoh, untuk menguji kemampuan hemisfer-kanan untuk memahami perintah lisan, subjek diberi
instruksi lisan (misalnya, "Letakkan persegi enpa hijau di bawah lingkaran merah"), lalu
kemampuan hemisfer-kanan untuk memahami perintah itu diui hanya dengan memberi
kemungkinan kepada hemisfer-kanan saja untuk mengobservasi loken-token wana-warni
sementara tugas itu sedang dikerjakan.

7
Dwifungsi Mental dan Konflik yang Dialami Para Split-Brain Patient
Pada kebanyakan split-brain patient, hemisferkanan tampaknya tidak memiliki keinginan
kuat sendiri hemisferkirilah yang tampaknya mengontrol sebagian besar aktivitas sehari-hari.
Akan tetapi, di beberapa splil-brain patient, hemisferkanan mengambil peran yang lebih aktif
dalam mengontrol perilaku, dan dalam kasus ini bisa terjadi konflik serius antara hemisfer kiri dan
kanan.
Independensi Hemisfer yang Terbelah : Perspektif Mutakhir
Studi klasik Sperry, Zaidel, dan Zaidel (1979) memberikan bukti awal bahwa beberapa tipe
informasi lebih berkemungkinan untuk dibagi di antara kedua hemisfer yang terbelah. Para peneliti
menggunakan lensa Z untuk mengases reaksi behavioral hemisfer-kanan split-brain patient untuk
berbagai gambar yang memancing-emosi: foto-foto keluarga, binatang piaraan yang disayangi,
atau dirinya sendiri, dan gambar-gambar yang bersifat politis, bersejarah, dan religius.
Reaksi behavioral subjek secara emosional sesuai, sehingga menunjukkan bahwa
hemisferkanan mampu menunjukkan ekspresi emusional. Selain itu, ada sebuah temuan di luar
dugaan: Kandungan emosional gambar-gambar yang dipresentasikanhemisferkanan direfleksikan
dalam pembicaraan pasien maupun dalam perilaku nonverbal mereka Hal ini menunjukkan bahwa
informasi emosionalentah bagaimana diteruskan dari hemisferkanan ke hemisferkiri, yang verbal
itu pada subjeksplittrain subject.
Kemampuan menunjukkan reaksi emosional, tetapi bukan informasi visual, untuk dapat
dengan mudah diteruskan dari hemisferkanan ke hemisferkiri ini menciptakan sebuah situasi
yanganeh. Hemisferkiri seorang subjek sering bereaksi dengan respons emosional verbal yang
sesuai terhadap sebuah gambar yang sudah dipresentasikan ke hemisferkanan, meskipun ia tidak
tahu itu gambar apa.
Bila tugas itu semakin sulit, mereka semakin cenderung melibatkan kedua hemisfer.
Tampaknya tugas-tugas sederhana diproses dengan paling baik di salah satu hemisfer, yaitu
hemisfer yang terspesialisasi untuk tugas tertentu; tetapi, tugas-tugas kompleks membutuhkan
kekuatan kognitif kedua hemisfer. Hal ini merupakan sebuah temuan penting karena dua alasan.
Pertama, temuan ini memperumit interpretasi studi-studi pencitraan otak fungsional tentang
lateralisasi fungsi: Bila tugasnya sulit. kedua hemisfer dapat menunjukkan aktivitas yang
substansial, meskipun salah satu hemisfer terspesialisasi untuk pengerjaan tugas itu. Kedua temuan
itu menjelaskan mengapa orang lanjut usia sering kurang memperlihatkan lateralisasi fungsi
Ketika sumber daya neural berkurang, kedua hemisfer perlu dilibatkan di kebanyakan tugas.

Perbedaan Antara Hemisfer Kiri dan Hemisfer Kanan


Tidak ada perbedaan substansial di antara kedua hemisfer dan bila perbedaan fungsional itu ada,
perbedaan itu cenderung berupa bias kecil yang condong kesalah satu hemisfer .bukan perbedaan
absolut (lihat Brown &Kosslyn, 1993).

8
Akibatnya, secara luas diyakini bahwa berbagai kemampuan secara eksklusif terletak pada salah
satu hemisfer. Sebagai contoh, secara luas diyakini bahwa hemisfer-kiri memiliki control eksklusif
untuk emosi dan kreativitas. Kemampuan-kemampuan terkait-bahasa memberikan ilustrasi yang
sangat baik untuk kenyataan bahwa lateralisasi fungsi lebih bersifat statistic dazipada absolut.
Bahasa adalah kemampuan yang paling terlateralisasi di antara semua kemampuan kognitif Akan
tetapi, bahkan dalam kasus ekstrem sekalipun lateralisasi jauh dan total; ada aktivitas terkait
bahasa yang substansial di hemisfe’r-kanan.
Berikut adalah tiga ilustrasi. Pertama, pada tes pendengaran dikotik, subjek yang dominan
hemisfer‘ untuk bahasa cenderung mengidentifikasi lebih banyak digit dengan telinga kanan dari
pada dengan telinga kiri, tetapi keunggulan telinga-kanan ini hanya sedikit saja, antara 55% sarnpai
45%. Kedua, kehanyakan split -brain patient, hemisIer-klri dominan untuk bahasa, tetapi
hemisfer-kanan dapat memahami banyak kata dan kalimat-kalimat sederhana yang diucapkan
secara lisan maupun tertulis (lihatBaynes&Gazzaniga, 1997; Zaidel, 1987). Ketiga, meskipun ada
variabilitas yang cukup besar di kalangan split-brain patient dalam hal kinerja hemisfer-kanannya
pada tes-tes komprehensi bahasa (Gazzaniga, 1998), kemampuan bahasa hemisfer kanan mereka
cenderung sebanding dengan kemampuan bahasa anak prasekolah.

Contoh contoh lateralisasi fungsi serebral

A. Superioritas hemisfer-kiri dalam Mengontrol Gerakan ilpsilateral

Ketika gerakan kompleks yang dikemudikan secara kognitif dilakukan oleh salah satu tangan,
maka, sesuai dugaan, scbagian besar aktivasinya terobservasi di hemisfer kontralateral-nya.
Akan tetapi, aktivasi tertentu juga terobservasi di hemisfer ipsilaferal-nya, dan efek-efek
ipsilateral ini secara substansial lebih besar di hemister-kiri dari pada di hemisfer-kanan (Kim et
al., 1993).

9
Konsisten dengan observasi ini, sebuah temuan menunjukkan bahwa lesi hemisfer-kiri lebih
berkemungkinan untuk menghasilkan masalah-masalah motorik ipsilateral daripada lesi hemisfer
kanan — sebagai contoh lesi hemisfer kiri lebih berkemungkinan mengurangi keakuratan gerakan
tangan-kiri dari pada kemungkinan lesi hemisfer kanan untuk mengurangi keakurtan gerakan
tangan-kanan.

B. Superioritas Hemisfer Kanan dalam Kemampuan Spasial

Dalam studi awal klasik, Levy (1969) meletakkan tiga balok tiga-dimensi dengan bentuk tertentu
di tangan kanan atau di tangan kiri split-brain subject. Setelah itu setelah mereka mempalpatasi
(meneliti secara taktual) benda itu, ia meminta mereka menunjuk stimulus tes dua dimensional
yang mempresentasikan balok tiga-dimensional itu bila balok itu dibuat dan kardus dan dibuka. Ia
menemukan superionitas hemisfer-kanan pada tugas ini, dan ia menemukan bahwa kedua hemisfer
tampaknyá menjalankan tugas itu dengan cara yang berbeda. Kinerja tangan kiri dan hemisfer-
kanan lebih cepat dan tanpa suara, sementara kinerja tangan kanan dan hemisfer kiri tampak penuh
keragu-raguan dan seririg disertai dengan komentar verbal yang sulit dicegah oleh subjek. Levy
menyimpulkan bahwa hemisfer-kanan lebih unggul dibanding hemisfer-kiri dalam tugas-tugas
spasial. Kesimpulan mi telah sering dikonfirmasikan.(misalnya, Funnell, Corballis, & Gazzaniga,
1999; Kaiser et al., 2000), dan konsisten dengan temuan bahwa gangguan-gangguan persepsi
spasial cenderung berhubungan dengan kerusakan hemisfer’-kanan.

C. Superioritas Hemisfer-Kanan untuk Emosi


Menurut konsep lama tentang dominasi hemisfer-kiri, hemisfer-kanan tidak terlibat dalam emosi.
Presumsi ini terbukti keliru. Bahkan, analisis tentang efek-efek lesi otak unilateral meñunjukkan
bahwa hemisfer-kanan Iebih unggul dibanding hemisfer-kiri dalam mengerjakan beberapa tes
emosi -- misalnya, dalarn mengidentifikasi secara akurat berbagai ekspresifasial (wajah) emosi
(Bowers et al., 1985).

D. Kemampuan Musikal Superior Hemisfer-Kanan

Kirnura (1964) membandingkan kinerja 20 right-handers (bukan-kidal) pada versi digit standar
tes pendengaran dikotik dengan kinerja mereka pada versi tes pendengaran dikotik yang
melibatkan presentasi dikotik berbagai melodi. Dalam versi melodi tes itu, Kimura memainkan
dua melodi yang berbeda secara simultan satu untuk masing-masing telinga dan kemudian
merninta subjek utuk mengidentifikasi kedua melodi yang baru saja mereka dengar di antara empat
melodi yang diperdengarkan setelahnya rnelalui kedua telinga. Telinga kanan (yakni, hemisfer –
kiri) unggul dalam persepsi digit, sementara telinga kiri (yakni hemisfer kanan) superior dalam
persepsi melodi. Hal ini konsisten dengan observasi bahwa lesi lobus temporal kanan lebih
berkemungkinan untuk mendisrupsi diskriminasi dari pada lesi lobus pemporal kiri.

10
E. Pendekatan Hemisferik dalam ingatan
Ada dua pendekatan untuk mengatasi diskreparsi temuan-temuan penelitian tentang lateralisasi
serebral dalam ingatan. Salah satu pendekatan mencoba menghubungkan proses-proses ingatan
tertentu dengan hemisfer tertentu—misalnya, ada pendapat bahwa hemisfer-kiri terspesialisasi
untuk mengode ingatan episodik . Pendekatan lainnya (misalnya, Wolford, Miller, & Gazzaniga,
2004) menghubungkan proses-proses ingatan masing masing hemisfer untuk materi-materi
tertentu dan bukan dengan proses-proses ingatan tertentu. Secara umum, hemisfer-kiri ditemukan
memainkari peran yang lebih dalam ingatan untuk rnateri verbal, sementara hemisfer-kanan
ditemukan memainkan peran yang lebih besar dalam ingatan untuk materi nonverbal ( Kelley et
al., 2002). Di antara kedua pendekatan ini yang mana pun, yang Jebih berguna barangkali duanya
memiliki beberapa keunggulan keduanya mempresentasikan kemajuan atas kecenderungan tuk
berpikir bahwa ingatan terlateralisasi disalah satu hemisfer

F. Interpreter Hemisfer-kiri

Pendekatan kognitif yang tipikal hemisfer-kiri dapat distribusikan pada sebuah mekanisme yang
secara metaforik disebut interpreter – mekanisme neuronal hipotetik yang terus menerus
mengases berbagai pola kejadian dan berusaha memahaminya eksperimen berikut
mengilustrasikan jenis bukti yang mendukung keberadaan interpreter hernjsfer. kiri. Hemisfer-kiri
atau —kanan dan split -brain patient dites secara terpisah. Tugasnya adalah menebak di antara dua
cahaya —dari atas atau bawah-...yang berikutnya akan datang. Cahaya atas datang sebanyak 80%
dan sekuensi acak, tetapi subjek tidak diberi informasi itu. Subjek kontrol yang otaknya utuh
dengan cepat menemukan bahwa cahaya atas datang !ebih sering dibanding cahaya bawah; tetapi.
karena mereka mencoba menemukan aturan, yang tidak-ada, yang memprediksi sekuensi tepatnya,
maka tebakan mereka hanya 68% benar—meskipun mereka mestinya bisa mendapatkan skor 80%
bila mereka selalu mernilih cahaya atas. Hemisfér-kiri dan split-brain subject yang mengerjakan
tugas ini seperti subjek kontrol yang utuh. Mereka berusaha menemukan makna yang Iebih dalam
dan akibatnya mendapatkan skor buruk. Sebaliknya, hemisfer-kanan,
seperti tikus atau merpati yang otaknya utuh, tidak berusaha menginterpretasikan berbagai
kejadian dan dapat dengan mudah belajar memaksimalkan respons yang benar dengan selalu
memilth cahaya atas (lihat Metc alfe, Funnel’, & zzaflhga 1995; Roser & Gazzaniga, 2004).

11
Asimetri Anatomis Otak

Banyak perbedaan anatomis di antara kedua hemisfer yang telah didokumentasikan.


Diduga,hal ini merupakan akibat perbedaan interhemisfer dalam ekspresi gen; sebagian di
antaranya telah didokumentasikan (Sun et al., 2005). Sebagian besar upaya penelitian difokuskan
pada usaha mendokumentasikan asimetri anatomis di daerah-daerah korteks yang penting untuk
bahasa. Tiga di antaranya adalah: frontal operculum, pianum termporale, dan Heschl’s gyrus.
Frontal operculum (operkulum frontal) adalah sebuah daerah di korteks lobus frontal yang terletak
tepat di depan daerah wajah korteks motorik primer; di hemisfer kiri, itulah lokasi Broca’s area.
Planum temporale dan girus Heschl adalah daerah daerah di korteks lobus temporal. Planum
temporale terletak di daerah posterior fisura lateral; diduga berperan dalam komprehensi bahasa
dan sering disebut Wernicke’s area. Heschl’s gyrus (girus Heschl) berlokasi di fisura lateral tepat
di posisi anterior terhadap planum temporale di lobus temporal. Hal ini merupakan lokasi korteks
auditori primer. Oleh karena planurn temporale, girus Heschl, dan operkulum frontal sernuanya
terlibat dalam kegiatan kegiatan terkait-bahasa, orang mungkin mengira bahwa tak diragukan lagi
mereka semuanya pasti lebih besar di hemisfer-kiri daripada di hemisfer kanan’’ pada kebanyakan
subjek; tetapi kenyataanya tidak demikian. Planum temporale memang cenderung lebih besar di
hemisfer-kiri, tetapi hanya di sekitar 65% otak manusia (Geschwind & Levitsky, 1968).
Sebaliknya, korteks girus Heschl cenderung lebih besar di hemisfer-kanan, terutama karena sering
terdapat dua girus Heschl di hemisfer-kanan dan hanya ada satu di hemisfer-kiri. Daerah
operkulum frontal yang dapat diihat di permukaan otak cenderung lebih besar di hemisfer-kanan,
tetapi bila korteks yang terkubur dalam sulci operkulum frontal diperhitungkan, cenderung ada
volume korteks operkulum frontal yang lebih besar di hemisfer-kiri (Faizi, Perrone, & Vignolo,
1982). Di sini saya merasa perlu memperingatkan. Memang sangat menggoda untuk
menyimpulkan bahwa kecenderurigan planum temporale untuk lebih besar di hemisfer-kiri
mempredisposisi hemisfer itu untuk dominan dalam bahasa. Akan tetapi, hanya ada sedikit bukti
bahwa orang dengan asimetri

12
planum ternporale yang berkembang-baik cenderung merniliki fungsi bahasa yang lebih
terlateralisasi (lihat Dos Sant os Sequeira et al., 2006; Eckert et al., 2006; Jancke & Steinmetz,
2003). Selain itu, fakta bahwa asimetria simetri otak struktural serupa telah dilaporkan pada
manusia menunjukkan bahwa fungsi mereka tid ak terkait dengan bahasa (lihat DehaemeLambe,
Hertz Pannier, & Dubois, 2006). Teknjk-teknik mencifrakan otak manusia hidup mempermudah
kita untuk mencari korelasi antara asimeti asimetri neuroanatomis tertent dan ukuran-ukuran
perforrna terterttu. Studi-studi semacam itu penting karena berpotensi untuk mengungkap
keunggulan fungsional lateralisasi serebral. Salah satu studi jtu adalah studi Schlaug dan rekan-
rekan sejawatnya 1995. Mereka menggunakan magnetic resonance imaging MR1 struktural untuk
mengukur asimetri planum temporale dan mengaitkannya dengan keberadaan perfect pitch
(kemampuan untuk mengidentifikasi pitch not-not musik individual). Planum temporale
cenderung lebih besar di hemisfer-kiri pada musisi dengan perfect pitch danp ada pada nonmusisi
atau pada musisi tanpa perfect pitch (lihat Gambar 16.8). Kebanyakan studi tentang asimetri
anatomis otak mengukur perbedaan-perbedaan neuro anatomi besar, dengan membandingkan
ukuran struktur besar tertentu di hemisfer-kiri dan kanan. Akan tetapi, para ahli anatomi telah
mulai mempelajani perbedaan struktur tingkat-seluler antara daerah-daerah yang
berkorespondensi di kedua hemisfer yang telah ditemukan berbeda dalam fungsinya (lihat
Gazzaniga, 2000; Hutsier & Galuske, 2003). Salah satu studi itu dilaksanakan oleh Galuske dan
rekan-rekan sejawatnya (2000). Mereka membandingkan organisasi neuron-neuron di bagian
Wernicke’s area dengan organis asinYa di bagian yang sama di hemisfer-kanan Mereka
menemtkan bahwa daerah-daerah di kedua hemisfer diorganisasikan menjadi kolom kolom di
neuron-neuron yang saling berhubungan dan bahwa kolom kolom itu saling dihubungkan oleh
akson-akson berjarak medium. Kolom-kolom itu memiliki diameter yang sama di kedua hemisfer,
tetapi, di hemisfer kiri, mereka berjarak kira-kira 20% lebih jauh dan saling dihubungkan oleh
akson-akson yang lebih panjang. Diduga, bagaimana kolom-kolom ini diorgarus asikan di
Wernicke’s area merupakan adaptasi pemrosesan sinyal-sinyal bahasa.
Sebuah pola temuan yang serupa muncul dan penelitian tentang asimetri di daerah tangan di
korteks motorik primer manusia (lihat Hammond, 2002). Daerah tangan di hemisfer yang
kontralateral dengan tangan yang lebih disukai orang itu cenderung lebih besar dan memiliki lebih
banyak koneksi1atera1.

13
Teori Teori Lateralisasi Fungsi Serebral

Teori Analitis Sintetis

Salah satu teori asimetri serebral adalah teori analitis-sintetis. AnalytiCSyflthet1c theory of
cerebral asymmetry mengatakan bahwa ada dua cara dasar berpikir, cara berpikir analitis dan cara
berpikir sintetis, yang telah menjadi tersegregasi selama perjalanan evolusi masing-masing pada.
Hemisfer kiri dan kánan. Menurut teori ini, hernisfer-kiri beroperasi dengan cara yang lebih logis,
analitis, mirip komputer, yang menganalisis stimulus input informasi secara sekuensial dan
mengabstraksikan detail-detail yang relevan, yang ditempelinya dengan label-label verbal;
.hemisfer.-kanan terutama berfungsi sebagai pesintesis, lebih peduli dengan konfigurasi stimulus
secara keseluruhan, dan mengorganisasik an serta memproses informasi secara gestalt, atau
keseluruhan (Harris, 1978, him. 463). Meskipun teori analitis sintetis telah menjadi anak
kesayangan psikologi populer, ketidak jelasannya menjadi masalah. Oleh karena tidak rnungkii
rnenetapkan seberapa jauh sebuah tuga rnembutuhkan pemrosesan analitis atau sintesis, sulit untuk
menguji teori analitis-sintetis secara empiris.

Teori motoris

Teori kedua tentang asimetri Serebral adalah teori motoris (lihat Kimura, 1979). Menurut motor
theory of cerebral asymmetry, hemisfer-kiri terspesialisasi bukan untuk mengontrol bicara itu
sendiri tetap untuk pengontrolan gerakan-gerakan halus, Yang bicara hanya merupakan salah satu
kategorinya Dukungan untuk teori ini datang dan laporan.1aporan bahwa lesi yang menghasilkan
afasia juga menghasilkan defisit-defisit motorik lainnya (lihat Serrien, Ivry, & Swinnen, 2006).
Sebagai contoh, Kimura dit Watson (1989) menemukan bahwa lesi trontal kin menghasilkan
defisit dalam kemampuan untuk membuat bunyi bicara individual maupun gerakan wajah
individual, sementara lesi temporal dan parietal kin menghasilkan defisit di dalam kemampuan
membuat sekuensi bunyi bicara dan sekuensi gerakan wajah. Salah satu kelemahan teori motoris
untuk asimetri serebral adalah ia tidak menjelaskan mengapa fungsi motoris cenderung menjadi
terlateralisasi ke hemisferkiri (lihat Beaton, 2003).

Teori Linguistik

Teori asimetri serebral yang ketiga adalah teori linguistik. Linguistic theory of cerebra! asymmet
mengatakan bahwa peran utama hemisfer kanan adalah bahasa—berlawanan dengan teori analitis
sintetis dan teori motoris yang melihat bahasa sebagai spesialisasi sekunder yang terletak di
hemisfer kiri karena spesialisasi primer hemisfer masing..masing adalah untuk pemikiran analitis
dan aktivitas motoris. Teori linguistik untuk asimetri serebral didasarkan cukup jauh pada studi
terhadap orang tuna rungu yang menggunakan American Sign Language (Bahasa Isyarat Amerika,
bahasa isyarat dengan struktur yang serupa dengan bahasa lisan) dan yang mengala i kerusakan
otak unilateral (lihat Hickok, Bellugi, & Klima, 2001).

14
Lokalisasi Kortikal Bahasa: Model Wernicke-Geschwind

Atensenden-Atensenden historis model wenicke-Geschwind

Sejarah lokalisasi bahasa dan sejarah lateralisasi fungsi dimulai di titik yang sarna, yakni dengan
pendapat Broca bahwa sebuah daerah kecil di Porsi inferior korteks prefrontal kin (Brocas area)
adalab Pusat produksi bicara. Broca menghipotesiskan bahwa program-program artikulasi
disimpan di daerah ini dan bahwa bicara dihasilkan ketika Program-program mi mengaktifkan
daerah yang berdekatan di girus prefrontal, yang mengontrol otot-otot wajah d rongga mulut.
Menurut Broca, kerusakan yang tebatas pada Broca’s area mendisrupsi produksi bicara tanpa
menghasilkan defisit dalam komprehensi bahasa. Peristiwa penting berikutriya dalam studi
lokalisasi bahasa terjadi pada 1874, ketika Carl Wernicke menyimpulkan berdasarkan 10 kasus
klinis bahwa ada daerah bahasa di lobus temporal kiri tepat di posisi posterior terhadap korteks
auditorik primer (yaitu di planum temporale kin). Daerah bahasa kedua ini menurut wernicke
adalah daerah kortikal komprehensi bahasa yang kemudian dikenal wernicke”s area.

Wernicke mengatakan bahwa lesi-lesi selektif pada Brocas area rnenghasilkañ sebuah sindroma
afasia yang gejalanya terutama bersifat ekspresif ditandai oleh komprehensi normal tentang
bahasa tertulis maupun lisan dan oleh pembicaraan yang tetap bermakna meskipun lamban, berat,
terpotong potong’ dan diartikulasikan dengan buruk. Bentuk hipotetis afasia in kemudian dikenal
sebagai Broca’s aphasia (afasia Broca). Sebaliknya, Wernicke mengatakan bahwa lesi-lesi selektif
terhadap Wernicke’s area menghasilkan sebuah sindroma afasia yang defisit efisitnya terutarna
bersifat reseptif—ditandai oleh komprehensi bahasa tertulis maupun lisan dan pembicara yang
tanpa arti tetapi masih mempertahankan struktur, ritme, dan intonasi bicara normal superfisial.
Bentuk hipotetik afasia ini kemudian dikenal sebagai Wernicke’s aphasia (afasia Wernicke), dan
pernicaraan yang berbunyi-normal namun tanpa-makna dada afasia Wernicke dikenal sebagai
word salad

15
Afasia Broca: Seorang pasien yang ditanyai tentang Janji untuk bertemu dengan dokter gigi
menjawab terbata-bata dan tidak jelas, “Ya ... Senin Ayah dan Dick ... Rabu jam sembilan ....jam
10 . . ,, dokter ... dan .... gigi’..

Afasia Wernjcke: Seorang pasien yang dirninta untuk mendeskripsikan sebuah gambar yang
rnernperlihatkan dua anak laki-laki yang sedang rnencuri kue melaporkan dengan lancar2: “Mot
her is away here working her work to get her better, but when she’s looking the two boys looki ng
in the other part. She’s working another time.

” Wernicke berpendapat bahwa bahwa kerusakan pada jalur yang menghubungkan daerah Broca
dan Wernicke — arcuate fasciculus (fasikulus arkuat) akan menghasilkan tipe afasia yang ketiga,
tipe yang disebutnya conduction aphasia (afasia konduksi). Ia mengatakan bahwa komprehensi
dan pembicaraan Spontan sebagian besar masih utuh pada pasien dengan kerusakan pada fasikulus
arkuat, tetapi mereka akan mengalai kesuliatan untuk mengulangi kata kata yang baru saja di
dengar.

Angular gyrus (girus anguler) kiri daerah korteks temporal dan parietal kiri adalah daerah kortikal
lain yang telah terimplikasi dalam bahasa. Perannya dalam bahasa ditengarai pada 1892 oleh
Dejerine berdasarkan pemeriksaan posmortem terhadap seorang pasien istimewa. Pasien itu
mengalami alexia (aleksia, ketidakmampuan membaca) dan agraphia (agrafia, ketidakmampuan
menulis). Yang membuat kasus ini istirnewa adalah aleksia dan agrafia itu luar biasa murni:
Meskipun pasien alami kesulítan untuk membaca atau menulis, ia tidak mengalami kesulitan
untuk berbicara atau memahami pembicaraan. Pemeriksaan posmortem Dajerine menemukan
kerusakan pada jalur-jalur yang menghubungkan korteks visual dengan girus anguler kiri. Ia
menyimpulkan bahwa girus anguler kirilah yang bertangung jawab untuk mernahami input visual
terkait bahasa, yang diterima secara langsung dan korteks visual kiri yang berdekatan dan secara
la korteks visual kanan rnelalui corpus callosum.

1. Evaluasi Model Wernicke-Geschwind


Model ini pada awalnya didasarkan pada studi-studi kasus tentang pasien-pasien afasik
dengan stroke, tumor, dan cedera-cedera yang mempenetrasi otalk. Kerusakan pada kasusus-
kasus seperti itu seringkali menyebar, dan mau tak mau mengganggu serabut-serabut saraf
subkortikal yang menghubungkan lokasi lesi dengan daerah-daerah otak lainnya.
Efek-efek kerusakan Berbagai Daerah Korteks pada Kemampuan-kemampuan Terkait
Bahasa
Mengingat fakta bahwa model Wernicke-Geschwind berkembang dari studi terhadap pasien-
pasien dengan kerusakan kortikal, kirana tepat untuk mulai mengevaluasi dengan mengakses
kemampuannya untuk memprediksi defisit-defisit terhait-bahasa yang dihasilakan oleh kerusakan
diberbagai korteks
a. Pemotongan jaringan Kortikal Melalui operasi
Studi terhadap paras pasien yang daerah-daerah diskrit dikorteksnya telah diambil
melalui operasi ternyata sangat informatif dalam pemahaman tentang lokalisasi kortikal
bahasa. Hal ini karena informasi tentang lokasi dan bebeapa jauh lesi pasien dapat diambil
dari laporan dokter bedahnya. Studi terhadap para pasien operasi saraf belum
menginformasikan predisi prediksi model Wernicke Geschwind dengan imajinasi yang
ditarik yang ditarik sejauh apapun. Operasi yang merusak seluruh Broca’s Area tetapi
16
hanya sedikit jaringan disekitarnya biasanya tidak memiliki efek pada bicara (Penfield &
Roberts, 1959, Rasmussen & Milner, 1975 Zangwill, 1975). Beberapa masalah bicara
terobservasi setelah pembuangan Broca’s Area, tetapi masalah yang hanya berlangsung
temporal itu menunjukkan bahwa mereka adalah produk edema (pembengkakan) pasca
operasi di jaringan saraf disekitarnya dari pada akibat excison ( pemotongan) Broca’s area
it sendiri.
Sebelum penggunaan obat-obatan anti-inflasi, pasien broca’s areanya telah telah
dipotong sering mendapatkan kesadarannya kembali dengn kemampuan bahasa yang
sepenuhnya utuh dan hanya mengalami masalah terkait bahasa serius yang berkembang
selama beberapa jam setelah operasi dan setelah itu merda di minggu-minggu setelanya.
Serupa dengan itu, kesulitan berbicara permanen tidak dihasilkan oleh lesi diskrit melalui
operasi pada fasikulus akurat
b. Kerusakan Otak Karena Kecelakaan Terkait Penyakit
Hecan dan Angelergues menemukan lesi bahwa lesi –lesi kecil pada Broca’s area
jarang yang menghasilkan defisit bahasa permanen dan lesi yang terbatas pada Wernicke’s
area kadang-kadang tidak menghasilkan defisit semacam itu.
Lesi dengan ukuran sedang memang menghasilkan beberapa defisit, tetapi
berlawanan denga prediksi model Wernicke’s-Geschwind, masalah-masalah artikulasi
hanya cenderung terjadi setelah lesi paritalatau temporal berukuran sedang karena mereka
mengikuti lesi sebanding disekitar Broca’s area. Semua gejala lain yang dihasilkan oleh
lesi berukuran sedang lebih mungkin terjadi setelah lesi parietal atau temporal dari
padasetelah kerusakan trontal.

c. Memindai pasien-pasien Afasik dengan CT Scan dan MRI Struktural


Sejak dikembangkannya computed tomography (CT) dan magnetic resonance
imging (MRI) struktural, lita dimungkinkan untuk memvisualisasikan kerusakan otak
pasien afsik yang masih hidup.
Pada studi-studi CT awal oleh Mazzocchi dan Vignolo (1979), tidak seorangpun
diantara pasien yang memiliki kerusakan kortikal yang terbatas pada Broca’s area dan
Wernieke’s area, dan semuanya memiliki kerusakan ekstensif pada white matter
subkortikal. Secara umum, konsisten dengan model Wernicke’s-Geschwind, lesi anterior
besar pada hemisfer-kiri lebih mungkin menghasilkan defisit dalam komperehensi bahasa
dibanding lesi anterior besar. Selain itu, ditemuan studi, afasi global dissrupsi berat pada
seluruh kemampuan terkait bahasa denga lesi-lesi hemisfer-kiri yang besar, yang
mengakibatkan korteks anterior dan inferior maupun lesi dengan porsi subtansi pada white
watter subtkortikal.
d. Stimulus Elektrik Korteks dan Lokalisasi Bahasa
Studi-studi stimulus otak elektrikberkala besar paa manusia dilaksanakan oleh
Wilder Penfiel dan rekan-rekan sejawatnya pada 1940-an di Montreal Neurogicl Institute.
Salah satu maksud studi-studi itu adalah untuk memetakan daerah-daerah bahasa di otak
setiap pasien sedemikian rupa sehingga jaringan terlihat dalam bahasa dapat dihindari
selama operasi, pemetaan itu dilakukan dengan mengases respons-respons para pasien
sadar yang dibius lokal selama stimulus yang diterapkan keberbagai titik dipermukaan
kortikalnya. Deskripsi efek-efek setiap stimulus didiktekan kepada seorang stenographer-
17
sebelum ada perekaman denga tape recorder dan setelah itu sebuah kartu mungil bernomor
dijatuhkan padalokasi stimulus an setelah itu difoto.
Gambar 16.14 mengilustrasikan respons-respons stimulasikanrespons stimulus
seorang pasien epileptik right-handel yang berusia 37. Ia sudah mengalami seizure sekitar
3 bulan setelah mengalami benturan kepala, pada waktu operasinya, yang dilakukan pada
1948, a sudah mengalami seizure selama 6 bulan, terlepas dari berbagai upaya
mengontrolnya melalui obat-obatan. Dalam memikirkan tentang respons-responsya, ingat
bahwa korteks yang terdapat diposisi posterior terhadap fisura sentral adalah korteks
somatosensori primer dan bahwa korteks yang berada tepatdi posisi anterior terhadap fisura
adalah korteks motorik primer.
Oleh karena stimulus elektrik korteks jauh lebih terlokalisasi daripada sebuab
lesinotak, stimulasi itu merupakan metode yang berguna untuk mengukur prediksi-prediksi
model Wernicke’s-Geschwind . Penfield dan Robert (1959) memublikasikan studi skala
besar pertama dengan efek-efek stimulasi kortikal pada bahasa.
Tempat tempat yang distimulasinya menghasilkan gangguan pelafalan,
kebingungan dalam menghitung, ketidak mamuan menyebutkan nama-nama objek, atau
keliru menyebutkan nama-nama objek tampak campur baur. Stimulasi hemisfer-kanan
hampir tidak pernah mendistrupsi bicara.
Ojemann dan ekan-rekan sejawatnya mengases penyebutan nama, membaca
kalimat-kalimat sederhana , ingatan verbal jangka pendek, kemampuan meniru gerakan
gerakan wajah dan mulut, dan kemampuan mengenali fonem selama stimulasi kortikal.
Fonem adalah unit bunyi terkecil yang membedakan kata-kata didalam bahasa. Pelafalan
setiap fonem bervariasi tergatung bunyi setelahnya. Mereka menemukan (1) bahwa daerah
korteks dimana stimulus dapat mendristrupsi meluar jauh keluar batas-batas bahasa daerah
bahasa Wernicke’s Geschwind, (2) bahwa setiap tes bahasa terdistrupsi oleh stimulasi di
tempat tempat yang terpencar, dan (3) bahwa ada perbedaan perbedaan besar antar subjek
dalam pengorganisasian kemampuan bahasa
Oleh karena efek-efek disruptif stimulasi ditempat tentu sering kali cukup spesifik,
maka Ojemann mengatakan bahwa korteks bahasa diorganisasikan seperti mosaik, dengan
kolom-kolom jaringan diskrit yang menjalankan fungsi tertentu yang terdistribusi secara
luas disekujur daerah-daerah bahasa dikorteks.
e. Status model Wernicke- Geschwind Saat ini
Bukti-bukti empiris elah mendukung model Wernicke’s-Geschwind dalam
kaitannya dengan dua hal pertama, bukti-bukti mengonfirmasikan bahwa daerah Broca dan
Wernicke berperan penting dalam bahasa, banyak penderita afasia memiliki kerusakan
kortikal yang menyebar, yang melibatkan salah satu atau kedua daerah ini. Kedua, ada
kecenderungan bahwa afasia yang berhubungan dengan kerusakan anterior untuk
melibatkan defisit-defisit yang lebih ekspresif dan yang berhubungan dengan kerusakan
posterior melibatkan defisit-defisit yang lebih reseptif.
Akan tetapi, bukti buktinya belu mendukung prediksi-predisksi spesifik model
Wernicke- Geschwind.
 Kerusakan yang terbatas pada batas-batas daerah kortikah Wernicke Geschwind
deringkali memiliki efek permanen yang kecil pada penggunaan bahasa.

18
 Kerusakan otak yang tidak masuk daerah-daerah Wernicke Geschwind dapat
menghasilkan afasia
 Afasia Broca dan Wernicke jarang dalam bentuk murni seperti diimplikasikan oleh
model Wernicke Geschwind afasia hampir selalu melibatkan gejala-gejala
ekspresif maupun reseptif
 Ada perbedaan penting dalam lokalisasi daerah daerah bahasa pada individu-
individu yang beda.

2. Pendekatan Neurosains Kognitif untuk bahasa


Pendekatan neurosains kognitif saat ini mendominasi peneletian tentang bahasa dan
gangguan-gangguannya. Apa yang dimksud dengan pendekatan ini, dan bagaimana perbedaannya
dengan prespektif tradisional? Berikut ini adalah tiga ide mengenai pendekatan neurosains untuk
bahasa. Meskipu ide-ide ini pada awalnya adalah premis, atau asumsi ide ini di dukung oleh cukup
banyak bukti (lihat Patterson & Ralph, 1999, Saffran, 1997).
 Premis 1 : perilaku-perilaku terkait bahasa dimediasi oleh aktivitas di daerah-daerah
tertentu di otak yang terlihat dalam proses-proses kognitif spesifik yang dibutuhkan untuk
perilaku-perilaku itu.teorisasi dari model Wernicke’geschwind bahwa daerah-daerah
tertentu diotak yang terlibat dalam bahasa masing-masing di dedisasikan ke sebuah aktivits
spesifik, namun kompleks seperti bicara, komprehensi/ pemahaman, atau membaca, akan
tetapi peneletian neurosains kognitif telah menemukan bahwa masing-masing aktivitas itu
sendiri dapat diperinci menjadi proses-proses kognitif konstituen, yang mungkin
diorganisasikan sebagai bagian yang berbeda di otak (Neville& Bevelier, 1998) oleh sebab
itu, proses-proses kongnitif kostituen, dan bukan aktivitas-aktivitas Wernicke geschwind
lah yang tampaknya merupakan tingkat yang tepat melakukan analisis. Pakar neurosain
biasanya membagi proses-proses kognitif yang terlibat dalam bahasa menjadi tiga kategori
aktovitas: analisis fonologis (analisis bunyi bahasa), analisi gramatikal (analisi struktur
bahasa), dan analisis sematik (analisis arti bahasa).
 Premis 2: Wernicke Geschwind daerah-daerah besarkorteks serebral kiri diduga
didedikasikan untuk bahasa semata, sementara pendekatan neurosains mengasumsikan
bahwa banyak proses kognitif konstituen yang terlibat dalam bahasa juga berperan dalam
perilaku-perilaku lainnya. Contoh, beberapa daerah otak berpartisipasi dalam ingatan
jangka pendek dan rekognisi pola visual jelas, juga terlibat dalam membaca.
 Premis 3: daerah otak banyak menjalankan fungsi bahasa tertentu yang juga menjadi
bagian sistem-sistem fungsional lain, maka daerah-daerah ini cenderung kecil,
tertrrisdibusi luas, dan terspesialisasi (Neville & Bevelier, 1998). Sebaliknya model
Wernike Geshwind diasumsikan besar, terbatas dan homogen.
Model Wernicke Geschwind banyak menyadarkan diri pada analisis terhadap para pasien
yang otaknya rusak, sementara para peneliti yang mengunakan pendekatan neurosains
kognitif juga banyak bersandar pada tekni yang paling enting, pencitraan otak fungsional
untuk mempelajari lokalisasi bahasa pada subjek-subjek sehat.

Pencitraan otak Fungsional dan Lokalisasi bahasa


Pertama adalah studi (MRI tntang membaca hati yang dilaksanakan oleh Bavelier dan
rekan rekan sejawatnya (1997) kedua adalah studi PET tentang penyebutan nama objek
oleh Damasio dan rekan-rekan sejawatnya (1996).
19
a. Studi fMRI Bavelier tentang membaca
Mengukur aktivitas otak subjek sehat sementara mereka membaca dalam
hati. maksudnya bukan untuk memperinci kegiatan membaca menjadi proses-
proses kognisi konstituen atau elemen-eemennya, tetapi untuk mendapatkan
pemahaman tentang sejauhmana keterlibatan kortikal dalam membaca.
Metodologi ini tercatat dalam kegiatannya dua hal. Pertama, mereka
menggunakan f MRI sangat sensitif, memungkinkan mereka identifikasi. Kedua,
selama membaca kalimat arlih-alih selama aktivitas-aktivitas yang lebih sederhana,
dapat dikontrol, dan tidak alamiah yang paling sering digunakan dalam studi-studi
pencitraan otak fungsional tentang bahasa (misalnya, mendengarkan kata-kata
individual).
Subjek dalam studi Bevelier dan rekan-rekan sejawatnya melihat kalimat-
kalimat yang ditayangkan dilayar. Jeda diantara priode-priode kontrol berfungsi
sebagai dasar untuk mengalkulasi daerah daerah kortiakal yang berhubungan dengn
membaca. Oleh karena masalah kekuatan kalkulasi yang dibutuhkan untuk analisis
terperinci, hanya permukaan kortikal lateral yang dimonitor.
Tiga poin penting muncul dari analisis ini. Pertama, daerah aktivitas yang
sangat kecil yang dipisahkan oleh daerah-daerah tanpa aktivitas. Kedua, daerah
daerah yang aktivitasnya brbeda dari subjek ke subjek dan bahkan dari percobaan
pada subjek yang sama. Ketiga, meskipun aktivitas tertentu terobservasi di daerah-
daerah klasik Wernicke Geschwind aktivitas itu menyebar luas diata permukaan
lateral otak. Aktivitas spotly dan tersebar luas di korteks kiri itu konsisten dengan
premis-premis pendekatan neurosains kognitif dengan penelitian sebelumnya
khusunya denga studi-studi stimulasi otak entang bahasa.
b. Studi PET Damasio tentang pemyebutan Nama
Perekaman aktivitas PET di lobus temporal kiri subjek-subjek sehat sementara
mereka sedang menyebut nama gambar-gambar yang ditayangkan dilayar.
Gambargambar itu memiliki tiga tipe yang berbeda: wajah-wajah yang terkenal,
hewan-hewan, dan alat-alat.untuk mendapatkan sebuah ukuran aktivitas lobus
temporal tertentu yang telibat dalam penyebutan nama, para peneliti mengurangi
akativitas yang direkam selama tugas ini selama subjek menetapkan orientasi
gambar-gambar PET-nya ke lobus temporal kiri subjek meungkinkan analisis PET
yang lebih halus.penamaan objek mengaktifkan daerah daerah tempa kiri diluar
daerah bahasa klasik Wernicke. Defisit tertentubdalam penyebutan nama wajah-
wajah yang tekenal, binatang, dan benda-benda yang sudah diperlihatkan
berkorspondasi dengan tiga daerah lobus temporal kiri yang oleh studi PET telah
diidentifikasi berkores pondasi dngn kategori-kategori ini (Damasio et al,. 1996)
Sebuah poin terakhir tentang pendekatan neurosains kognitif untu bahasa:
ada begitu banyak antusiasme bagi penggunaan teknologi pencitraan otak
fungsional untuk memahami bahasa sehingga ada kecenderungan di kalangan
peneliti untuk mengabaikan pengetahuan yang diperoleh dari studi tentang lesi-lesi
otak.
3. Pendekatan Neurosains Kognitif untuk Disleksia

20
Disleksia adalah kesulitan patologis dalam membaca, yang bukan diakibatkan oleh
defisivisual, motorik, atau intelektual secara umum. Dua tipe fundamental: Develop mental
dyslexia (dislesia perkembangan), dileksia yang menjadi kasat mata ketika anak belajar
membaca dan Aquired Dyslexia (disleksia yang didapat).
a. Disleksia perkembangan: Penyebab mekanisme Neuralnya
Adasebuah genetik penting dalam disleksia perkembangan. Gangguan ini memilii
estimasi heritabilitas sekitar 50% dan empat genetik sejauh ini telah dikaitkan
dengannya.
Masalah dalam mengidentifikasi mekanisme neural disleksia perkembangan bukan
terletak bagaimana menemukan perubahan patologis di otak individu yang mengalami
disleksia perkembangan. Masalahnya adalah begitu banyak perubahan yang telah
teridentifikasi sehingga sulit untuk menyortirnya. Sampai sekaang tidk ada satupun
patologi otakpun yang ditemukan terjadi disemua kasus disleksia perkembangan.
Disleksia pekembangan diatribusikan pada defisit pemusatan perhatian dan defisit-
deisit sensorimotorik lain yang disebabkan oleh kerusakan pada sirkuit-sirkut neural
yang terkait dengan lapisan-lapisan magnoseluler. Ramus berpendapat pada tahap
pertama disleksia perkembangan di daerah auditorik disekitar fisura lateral kesalahan-
kesalahan dalam perkembangan neural ini telah didokumentasi dengan baik, dan salah
satu gen yang terkait dengan disleksia mengontrol migrasi neural. Peneliti dimasa
mendatang perlu mendidentivikasi apa tepatnya hubungan antara gen-gen tertentu,
lokasi kesalahan perkembanan neural, dan defisit-defisit kignitif dan sensorimotorik
yang dihasilkannya

b. Disleksia perkembangan: Keanekaragaman Kultral dan kesatuan Biologis


Hasil kerja paulesu dan rekan rekan sejawatnya itu didasarkan pada temuan bahwa
jumblah penutur bahasa inggris yang didiagnosa disleksia sekitar dua kali lebih banyak
dibanding penutur bahasa italia. Bahas inggris terdiri atas fonm, yang dapat di eja
dengan 1120 cara yang berbeda. Sebaliknya itali trdiri atas 25 fonem, yang dapat dieja
dengan 33 cara yang berbeda. Akibatnya anak anak yang berbahasa italia itu dalam
belajar membaca jauh lebih cepat dibanding anak-anak yang berbahasa inggris dan
mempunyai sedikit kemungkinan engalami berbagai gangguan membaca.
Palesu dan rekan-rekan sejawatnya (2000) mulai dengan membandingkan aktvitas
PET diotak dewasa normal yang berbahasa inggris dan italia. (2001) mengalihkan
perhatiannya ke disleksia pekembangan. Mereka merekam dan memindai PET otak
kepada mahasiswa inggris, Pranis dan Italia yang normal dan yang menderita disleksia
selama mereka membaca kata-kata individual dengan bahasanya sendiri. Penderita
disleksia itali tidak mempunyai masalah membaca yang berat. Ketiga kelompok
aktivitas PET abnormal yang sama-sama selama membaca.
c. Analisis neurosains Kognitif membaca dengan suara keras: Disleksia dalam disleksia
Permukaan
Menurut psikologikognitif membaca dengan suara keras dapat dilakukan dengan dua
cara yang berbeda. lainnya Membaca Prosedur fonetik, pembaca melihat katanya,
mengenal huruf-hurunya , menyuarakannya, mengucapkan katanya.

21
Pada kasus-kasus dileksia permukaan, pasien kehilangan kemampuannya untuk
melafalkan kata-kata berdasrkan ingatan spesifiknya tentang kata itu. oleh sebab itu
mereka mempertahankan kemampuannya untuk melafalkan kata-kata yang
pelafalannya konsisten aturan lazim. Kesalahan yang sering mereka buat melibatkan
kesalahan dalam menerapkan aturan pelafalan lazim.
Pada kasus-kasus dileksi dalam para pasien kehilangan kemampuannya untuk
memerapkan aturan pelafalan alam membaca tetapi masih tetap dapat melafalkan kata
kata konkret yang sudah sangat dikenalnya berdasarkan ingatan spesifik mereka tentng
kata-kata itu, mereka sussah melafalkan kata-kata yang abstrak.
Salah satu teori adalah kemampuan leksia yang masih bertahan pada penderita
dileksia dalam dimediasi oleh aktivitas dibagian-bagian yang masih selamat daerah-
daerah bahasa hemister-kiri. Bukti-bukti ini datang dari observasi aktivitas semacam
itu selama membaca.

22
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dan dari referensi yang telah di dapat, dominasi otak terjadi
berdasarkan seberapa besar kita mengembangkan salah satu hemisfer kita tersebut, dan
sebenarnya masing masing hemisfer memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda, contohnya
hemisfer kanan, walaupun bukan hemisfer yang mendominasi Bahasa, namun ketika hemisfer
kanan di gunakan untuk memahami suatu benda atau obyek masih bisa menyimpulkan dan
membedakan. Kedua hemisfer tersebut saling bekerja sama dengan saling menyampaikan
informasi yang di bantu oleh corpus collosum.

B. SARAN

Tentunya dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca terutama Dosen mata
kuliah Biopsikologi, serta sahabat-sahabat seperjuangan untuk perbaikan kedepannya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi penulisan, dan
umumnya bagi para pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA

Pinel,J.P.2009.Biopsikologi.Pustaka Pelajar

24
25
26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai