PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seperti yang telah diketahui bahwa Otak terdiri atas beberapa bagian yang
masing-masing mempunyai peran atau fungsi dan lokasinya masing-masing. Gangguan
pada masing-masing bagian otak akan menyebabkan fungsi organ tubuh lainnya menjadi
terganggu, termasuk kemampuan berbahasanya. Untuk itu, dalam makalah ini akan
dibahas tentang otak dan perkembangannya, peranan hemisfer kiri dan kanan, cara
penelitian otak serta gangguan atau penyakit yang ada di otak yang berhubungan dengan
kemampuan berkomunikasi (kebahasaan) seseorang
Oleh sebab itu, pada makalah ini penulis akan berusaha memaparkan tentang
lateralisasi, bahasa dan otak terbelah dua yang membahas tentang lateralisasi fungsi
serebral, otak yang terbelah dua, perbedaan antara hemsifer kiri dan kanan, lokalisasi
kortikal bahasa, evaluasi model wernicke geschwind, pendekatan neurosains kognitif
tentang bahasa, pendekatan neurosains kognitif disleksia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu lateralisasi fungsi serebral?
2. Apa itu otak terbelah dua ?
3. Apa saja perbedaan antara hemisfer kiri dan kanan ?
4. Apa itu lokalisasi kortikal bahasa ?
5. Apa itu evaluasi model wernicke geschwind ?
6. Apa saja pendekatan neurosains kognitif tentang bahasa ?
7. Apa itu pendekatan neurosains kognitif disleksia ?
C. MANFAAT MASALAH
1. Mengetahui lateralisasi fungsi serebral
2. Mengetahui otak yang terbelah dua
3. Mengetahui perbedaan hemisfer kiri dan kanan
4. Mengetahui lokalisasi kortikal bahasa
5. Mengetahui evaluasi model wernicke geschwind
6. Mengetahui pendekatan neurosains kognitif tentang bahasa
7. Mengetahui pendekatan neurosains kognitif dan disleksia
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Tes-Tes Lateralisasi serebral
Penelitian awal tentang lateralisasi fungsi serebral membangdingkan efek-efek lesi
hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Akan tetapi pada saat ini teknik lain juga digunakan seperti Tes
Sodium Amital, Tes Pendengaran Dikotik, dan Pencitraan Otak Fungsional.
1. Tes Sodium Amital
Untuk lateralisai bahasa sering diberikan kepada pasien sebelum menjalani bedah saraf.
Dokter bedah saraf menggunakan hasil tes itu untuk merencanakan operasinya. Segala upaya
dilakukan untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada daerah korteks yang
bwerpengaruh dalam kemampuan bahasa. Tes ini di lakukan dengan menyuntikan sejumlah
kecil yodium amital ke salah satu arteri carotid di salah satu leher, yodium tersebut akan
membius hemisfer di sisi itu selama beberapa menit. Bila hemisfer kiri , dianestesi, pasien
sama sekali bisu selama satu atau dua menit, lalu ketika kemampuan bicaranya kembali terjadi
kesalahan penamaan dan urutan. Kebaliknya, bilahemisfer minor untuk bicara, biasanya yang
kanan, dianestesi kebisuan itu sama sekali tidak terjadi. $an hanya sedikit kesalahan urutan dan
penamaan terjadi.
3
Hubungan Antara Lareralitas Bicara dan Kesukaan Menggunakan Salah Satu Tangan
daripada Tangan Lainnya
Dua penelitian lesi berskala besar mengklarifikasikan huungan antara literalisasi sebral
bicara dan handedness. Objek penelitian mereka ada dua orang, yaitu personal militer yang
mengalami kerusakan otak dalam perang dunia II (Russel & Espir, 1961) dan yang satunya pasien
neurologis yang menjalani unilateral untuk menangani gangguan neurologi.
Hasil dari peneltian tersebut menunjukkan bahwa hemisfer kiri dominan untuk kemampuan
yang berkaitan dengan bahasa di hamper semua dekstral dan mayoritas sinetral.Dalam
menginterpretasikan angka-angka Milner, bahwa tes sodium amital hanya diadministrasikan
kepada orang yang mengalami disfungsi otak, bahwa keruskan otak pada usia dini dapat
menyebabkan lateralisasi bicara pindah ke hemisfer yang lain.
Perbedaan Jenis Kelamin dalam Lateralisasi Otak
Otak perempuan dan laki-laki memiliki derajat lateralisasi yang berbeda distimulasi oleh
studi-studi McGlone terhadap para korban stroke unilateral. McGlone menyimpulkan bahwa otak
laki-laki lebih terlateralisasi daripada otak perempuan.
Meskipun beberapa studi pencitraan otak fungsional menunjukkan bahwa perempuan
melebihi laki-laki, menggunkana kedua hemisfer dalam melakukan tugas-tugas terkait bahasa.
Sebuah meta analisis terhadap 14 studi pencitraan otak fungsional tidak menemukan efek
signifikan jenis kelamain paada lateralisasi bahasa.
Otak yang Terbelah Dua
Pada awal 1950-an, corpus callosum-komisura serebral terbesar adalah sebuah paradoks.
Ukurannya yang diperkirakan 200 juta akson dan posisi sentralnya tepat diantara kedua hemisfer
serebral, mengimplikasikan bahwa corpus collosum menjalankan fungsi yang sangat penting itu,
tetapi penelitian pada 1930an dan 1940an tampaknya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak
melakukan apapun.
Eksperimen Perintis dari Myers dan Sperry
Solusi untuk teka-teki corpus calosum diberikan pada 1953 oleh sebuah eksperimen
terhadap kucinng oeleh Myers dan Sperry. Eksperimen itu menujukkan dua poin. Pertama, salah
satu fungsi corpus callomsum adalah untuk mentransfer informasi yang dipelajari dari salah satu
hemisfer ke hemisfer yang lain. Kedua, bila corpus callosum dipotong, masing-masing hemisfer
dapat berfungsi secara independen.
Dalam eksperimen mereka Myers dan Sperry melatih kucing-kucing untuk melakukan
diskriminasi visual sederhana. Pada setiap percobaan, setiap kucing dihadapkan pada dua panel,
yang satu dengan lingkaran diatasnya, dan yang satu persegi diatasnya. Kucing itu harus belajar
tentang tombol mana yang akan ditekan untuk mendapatkan makanan.
Hasil dari fase pertama, semua kucing mempelajari tugas itu dengan patch di salah satu
matanya. Kucing dalam kelompok ekperimental mempelajari deskriminasi sederhana itu sama
cepatnhya dengan kucing control yang tidak dilesi atau kucing yang corpus caloosumnya
ditranseksi. Hasil ini menunjukkan bahwa salah satu hemisfer yang bekerja sendiri dapat
mempelajari tugas-tugas sederhana secepat bila dua hemisfer bekerja bersama-sama.
4
Yang lebih mengejutkan lagi, hasil pada fase kedua, patch-nya ditransfer ke mata yang
lain. Transfer itu tidak memiliki efek pada kinerja kucing-kucing kontrol yang utuh maupun
kucing-kucing kontrol yang optic chiasm atau corpus callosum-nya ditranseksi. Dengan begini
tetap menjalankan tugas itu dengan keakuratan yang sangat baik. Sebaliknya, memindahkan patch
ke mata lain akan memiliki efek merusak pada kinerja kucing-kucing eksperimentalnya. Patch itu
menutup hemisfer yang sudah mempelajari tugas itu dan menguji pengetahuan hemisfer lainnya,
yang telah ditutup selama latihan pertama. Ketika patch itu dipindahkan, kinerja tikus-tikus
eksperimental itu serta-merta anjlok ke garis-basal (yakni 50% ).
Setelah itu kucing-kucing itu mempelajari ulang tugas itu tanpa bekal apa pun, seakan akan
kucing itu belum pernah melihatnya sama sekali. Myers dan Sperry menyimpulkan bahwa otak
kucing memiliki kapasitas untuk bekerja sebagai dua otak yang ter- pisah dan bahwa fungsi corpus
callosum adalah untuk mentransmisikan informasi di antara ke-duanya.
Komisurotomi pada Penderita Epilepsi
Di paruh pertama abad ke-20, ketika fungsi normal corpus callesum masih menjadi misteri,
saat itu diketahui bahwaepileptic discharges sering kali menyebar dari satu hemister ke hemisfer
lain melalui corpus calosum. Fakta ini, bahwa di sejumlah studi memotong corpus callosum
terbukti tidak memiliki efek yang nyata pada kinerja di luar kondisi-kondisi dibuat seperti pada
eksperimen Sperry.
Dasar pemikiran yang mendasari komisurotomi terapeutik yang biasanya melibatkan
transeksi corpus callosum dan membiarkan komi komisura yang lebih kecil tetap utuh-adalah
tingkau keparahan konvulsi pasien dapat dikurangi charges itu dapat dibatasi ke hemisfer asalnya
Manfaat terapeutik ko besar daripada yang diantisipasi: Terlepas dari ke nyataan bahwa
komisurotomi dilakukan hanya pads kasus-kasus yang paling berat, banyak pasien yang
dikomisurotomi yang tidak mengalami konvulsi besar lain.
Brain patient terletak di tangan Sperry dan rekan sejawatnya Gazzaniga (penelitian
berikutnya merupakan aktor utama yang membuat Sperry dianugerahi hadiah Nobel pada 1981.
Mereka mulai dengan mengembangkan sebuah baterai tes yang didasarkan pada strategi
metodologis yang sama telah terbukti sangat informatif dalam studimereka terhadap binatang-
binatang laboratorium, yaakni: memberikan informasi kepada salah satu hemisfer sementara
hemisfer yang lain tidak dimungkinkan mndapatkan informasi tersebut.
Mereka tidak dapat menggunakan prosedur disinasi-visual yang sama yang telah
digunakan dalam studi-studi binatang laboratorium yang otaknya terbelah (misalnya, memotong
optic chiasm dan menutup salah satu mata) karena memotong optic chiasm menghasilkan scotoma.
Setiap pasien diminta menatap bagian tengah layar, setelah itu stimuli visual disorotkan ke sisi kiri
atau kanan layar selama 0,1 detik. Waktu tersebut digunakan untuk memersepsi stimuli
tetapicukup pendek untuk menghindari efek-efek confounding gerakan mata.Semua stimuli yang
dipresentasikan di medan visual kiri ditransmisikan ke korteks visual kanan, dan semua stimuli
yang dipresentasikan di medan visual kanan ditransmisikan ke korteks visual kiri.
Hemisfer otak-terbelah pasien tidak sama dalam kemampuannya dengan hewan untuk
menjalankan tugas-tugas tertentu. Hemisfer-kiri beberapa split-brain patient mampu berbicara,
sementara hemisfer-kanan tidak belum saya menuliskan kembali beberapa hasil kunci dari tes-tes
terhadap manusia yang otaknya-terbelah.
5
setiap split brain patient sebagai dua orang subjek yang terpisah: Tuan atau Nyonya Hemisfer-
Kanan, yang memahami beberapa instruksi sederhana,tetapi tidak dapat berbicara, yang menerima
informasi sensorik dari medan visual kiri dan tangan kiri, dan yang mengontrol respons-respons
motorik halus tangan kiri dan Tuan atau Nyonya Hemisfer-Kiri, yang mampu secara verbal, yang
menerima informasi sensorik dari medan visual kanan, dan yang mengontrol respons-respons
motorik halus tangan kanan. Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku split-brain subject cukup
normal karena kedua otak mereka menjalani kehidupan bersama-sama dan menerima banyak
informasi yang sama.
6
Melakukan Dua Hal Sekaligus
Sebagai contoh, di salah satu tes, dua stimuli visual yang berbeda muncul secara simultan
katakanlah sebatang pensil di medan visual sebutir apel di medan visual kanan. Split-brain ,diminta
memasukkan tangannya secara simultan ke dalam dua kantong, satu untuk masing-masingandan
memegang benda itu di masing-masing lainnya, tetapi sebelum menarik tangannya dari dalam
kantong, subjek diminta mengatakan kepada eksperimenter benda apa yangdi kedua tangannya.
Subjek (yakni hemisfer-kiri) tang menjawab,"Dua butir jeruk." Si hemisfer-kiri barang akan sangat
bingung ketika kedua tangan itu kali ditarık keluar, ternyata ada sebutir jeruk di tangan kanannya
dan sebatang pensil di tangan kirinya. Kedua hemisfer split-brain subject telah mempelajari dua
hal yang berbeda pada waktu yang tepat sama.
Kemampuan istimewa otak yang terbelah untuk melakukan dua hal sekaligus juga
didemonstrasikan dalam tes-tes atensi. Masing-masing hemisfer split braim patient tampaknya
mampu mempertahankan se- buah fokus perhatian yang independen (lihat Gazzaniga, 2005). Hal
ini memunculkan sebuah pola hasil yang ironis: Split-brain patient dapat mencari, dan meng-
identifikasi, pernyataan target visual di antara sejumlah pernyataan yang serupa dengan lebih cepat
dibanding objek kontrol yang sehat. Mungkin karena kedua hemisfer yang terbelah menjalankan
dua pencarian secara independen.
Lensa Z
Begitu ditetapkan bahwa kedua hemisfer setiap split brain patient dapat berfungsi secara
independen, menjadi jelas bahwa studi terhadap split-brain patient memberikan kesempatan yang
unik untuk membandingkan kemampuan hemisfer-kiri dan kanan. Akan tetapi, studi-studi awal
tentang lateralisasi fungsi pada split- brain patient dibatasi oleh kenyataan bahwa stimuli visual
yang membutuhkan waktu lebih dari 0,1 detik untuk dipersepsi tidak dapat diteliti dengan
menggunakan metode konvensional yang membatasi input visual ke salah satu hemisfer.
Kendala metodologis ini dieliminasi oleh Zaidel pada 1975. Zaidel mengembangkan
sebuah lenso, yang disebut lensa Z, yang membatasi input visual ke salah satu hemister split brain
patient sementara si pasien memindai materi visual kompleks seperti halaman-halaman buku.
Lensa Z adalah lensa kontak yang opaque (kedap cahaya) di salah satu sisi (kiri atau kanan). Oleh
karena lensa itu bergerak bersama mata, lensa itu memungkinkan input visual untuk memasuki
salah satu hemisfer saja, ke mana pun mata bergerak.
Zaidel menggunakan lensa Z untuk membandingkan kemampuan hemisfer-kiri dan kanan
split- brain patient untuk mengerjakan berbagai macam tes. Kegunaan lensa Z bukan hanya
terbatas untuk tes-tes visual. Ia juga digunakan untuk membandingkan kemampuan hemister-kiri
dan kanan untuk memahami bahasa. Oleh kairena itu masing-masing telinga berproyeksi ke kedua
hemisfer mungkin untuk mempresentasikan kata-ata dalam diucapkan secara lisan ke salah satu
hemisfer.
Jadi, untuk mengases kemampuan salah sat h untuk memahami kata-kata atau kalimat v
ucapkan secara lisan, Zaidel memperdengarkan ke kedua telinga, dan setelah itu ia meminta subiets
untuk melakukan respons yang tepat di bawah arahan input visual hanya ke hemisfer itu sabagai
contoh, untuk menguji kemampuan hemisfer-kanan untuk memahami perintah lisan, subjek diberi
instruksi lisan (misalnya, "Letakkan persegi enpa hijau di bawah lingkaran merah"), lalu
kemampuan hemisfer-kanan untuk memahami perintah itu diui hanya dengan memberi
kemungkinan kepada hemisfer-kanan saja untuk mengobservasi loken-token wana-warni
sementara tugas itu sedang dikerjakan.
7
Dwifungsi Mental dan Konflik yang Dialami Para Split-Brain Patient
Pada kebanyakan split-brain patient, hemisferkanan tampaknya tidak memiliki keinginan
kuat sendiri hemisferkirilah yang tampaknya mengontrol sebagian besar aktivitas sehari-hari.
Akan tetapi, di beberapa splil-brain patient, hemisferkanan mengambil peran yang lebih aktif
dalam mengontrol perilaku, dan dalam kasus ini bisa terjadi konflik serius antara hemisfer kiri dan
kanan.
Independensi Hemisfer yang Terbelah : Perspektif Mutakhir
Studi klasik Sperry, Zaidel, dan Zaidel (1979) memberikan bukti awal bahwa beberapa tipe
informasi lebih berkemungkinan untuk dibagi di antara kedua hemisfer yang terbelah. Para peneliti
menggunakan lensa Z untuk mengases reaksi behavioral hemisfer-kanan split-brain patient untuk
berbagai gambar yang memancing-emosi: foto-foto keluarga, binatang piaraan yang disayangi,
atau dirinya sendiri, dan gambar-gambar yang bersifat politis, bersejarah, dan religius.
Reaksi behavioral subjek secara emosional sesuai, sehingga menunjukkan bahwa
hemisferkanan mampu menunjukkan ekspresi emusional. Selain itu, ada sebuah temuan di luar
dugaan: Kandungan emosional gambar-gambar yang dipresentasikanhemisferkanan direfleksikan
dalam pembicaraan pasien maupun dalam perilaku nonverbal mereka Hal ini menunjukkan bahwa
informasi emosionalentah bagaimana diteruskan dari hemisferkanan ke hemisferkiri, yang verbal
itu pada subjeksplittrain subject.
Kemampuan menunjukkan reaksi emosional, tetapi bukan informasi visual, untuk dapat
dengan mudah diteruskan dari hemisferkanan ke hemisferkiri ini menciptakan sebuah situasi
yanganeh. Hemisferkiri seorang subjek sering bereaksi dengan respons emosional verbal yang
sesuai terhadap sebuah gambar yang sudah dipresentasikan ke hemisferkanan, meskipun ia tidak
tahu itu gambar apa.
Bila tugas itu semakin sulit, mereka semakin cenderung melibatkan kedua hemisfer.
Tampaknya tugas-tugas sederhana diproses dengan paling baik di salah satu hemisfer, yaitu
hemisfer yang terspesialisasi untuk tugas tertentu; tetapi, tugas-tugas kompleks membutuhkan
kekuatan kognitif kedua hemisfer. Hal ini merupakan sebuah temuan penting karena dua alasan.
Pertama, temuan ini memperumit interpretasi studi-studi pencitraan otak fungsional tentang
lateralisasi fungsi: Bila tugasnya sulit. kedua hemisfer dapat menunjukkan aktivitas yang
substansial, meskipun salah satu hemisfer terspesialisasi untuk pengerjaan tugas itu. Kedua temuan
itu menjelaskan mengapa orang lanjut usia sering kurang memperlihatkan lateralisasi fungsi
Ketika sumber daya neural berkurang, kedua hemisfer perlu dilibatkan di kebanyakan tugas.
8
Akibatnya, secara luas diyakini bahwa berbagai kemampuan secara eksklusif terletak pada salah
satu hemisfer. Sebagai contoh, secara luas diyakini bahwa hemisfer-kiri memiliki control eksklusif
untuk emosi dan kreativitas. Kemampuan-kemampuan terkait-bahasa memberikan ilustrasi yang
sangat baik untuk kenyataan bahwa lateralisasi fungsi lebih bersifat statistic dazipada absolut.
Bahasa adalah kemampuan yang paling terlateralisasi di antara semua kemampuan kognitif Akan
tetapi, bahkan dalam kasus ekstrem sekalipun lateralisasi jauh dan total; ada aktivitas terkait
bahasa yang substansial di hemisfe’r-kanan.
Berikut adalah tiga ilustrasi. Pertama, pada tes pendengaran dikotik, subjek yang dominan
hemisfer‘ untuk bahasa cenderung mengidentifikasi lebih banyak digit dengan telinga kanan dari
pada dengan telinga kiri, tetapi keunggulan telinga-kanan ini hanya sedikit saja, antara 55% sarnpai
45%. Kedua, kehanyakan split -brain patient, hemisIer-klri dominan untuk bahasa, tetapi
hemisfer-kanan dapat memahami banyak kata dan kalimat-kalimat sederhana yang diucapkan
secara lisan maupun tertulis (lihatBaynes&Gazzaniga, 1997; Zaidel, 1987). Ketiga, meskipun ada
variabilitas yang cukup besar di kalangan split-brain patient dalam hal kinerja hemisfer-kanannya
pada tes-tes komprehensi bahasa (Gazzaniga, 1998), kemampuan bahasa hemisfer kanan mereka
cenderung sebanding dengan kemampuan bahasa anak prasekolah.
Ketika gerakan kompleks yang dikemudikan secara kognitif dilakukan oleh salah satu tangan,
maka, sesuai dugaan, scbagian besar aktivasinya terobservasi di hemisfer kontralateral-nya.
Akan tetapi, aktivasi tertentu juga terobservasi di hemisfer ipsilaferal-nya, dan efek-efek
ipsilateral ini secara substansial lebih besar di hemister-kiri dari pada di hemisfer-kanan (Kim et
al., 1993).
9
Konsisten dengan observasi ini, sebuah temuan menunjukkan bahwa lesi hemisfer-kiri lebih
berkemungkinan untuk menghasilkan masalah-masalah motorik ipsilateral daripada lesi hemisfer
kanan — sebagai contoh lesi hemisfer kiri lebih berkemungkinan mengurangi keakuratan gerakan
tangan-kiri dari pada kemungkinan lesi hemisfer kanan untuk mengurangi keakurtan gerakan
tangan-kanan.
Dalam studi awal klasik, Levy (1969) meletakkan tiga balok tiga-dimensi dengan bentuk tertentu
di tangan kanan atau di tangan kiri split-brain subject. Setelah itu setelah mereka mempalpatasi
(meneliti secara taktual) benda itu, ia meminta mereka menunjuk stimulus tes dua dimensional
yang mempresentasikan balok tiga-dimensional itu bila balok itu dibuat dan kardus dan dibuka. Ia
menemukan superionitas hemisfer-kanan pada tugas ini, dan ia menemukan bahwa kedua hemisfer
tampaknyá menjalankan tugas itu dengan cara yang berbeda. Kinerja tangan kiri dan hemisfer-
kanan lebih cepat dan tanpa suara, sementara kinerja tangan kanan dan hemisfer kiri tampak penuh
keragu-raguan dan seririg disertai dengan komentar verbal yang sulit dicegah oleh subjek. Levy
menyimpulkan bahwa hemisfer-kanan lebih unggul dibanding hemisfer-kiri dalam tugas-tugas
spasial. Kesimpulan mi telah sering dikonfirmasikan.(misalnya, Funnell, Corballis, & Gazzaniga,
1999; Kaiser et al., 2000), dan konsisten dengan temuan bahwa gangguan-gangguan persepsi
spasial cenderung berhubungan dengan kerusakan hemisfer’-kanan.
Kirnura (1964) membandingkan kinerja 20 right-handers (bukan-kidal) pada versi digit standar
tes pendengaran dikotik dengan kinerja mereka pada versi tes pendengaran dikotik yang
melibatkan presentasi dikotik berbagai melodi. Dalam versi melodi tes itu, Kimura memainkan
dua melodi yang berbeda secara simultan satu untuk masing-masing telinga dan kemudian
merninta subjek utuk mengidentifikasi kedua melodi yang baru saja mereka dengar di antara empat
melodi yang diperdengarkan setelahnya rnelalui kedua telinga. Telinga kanan (yakni, hemisfer –
kiri) unggul dalam persepsi digit, sementara telinga kiri (yakni hemisfer kanan) superior dalam
persepsi melodi. Hal ini konsisten dengan observasi bahwa lesi lobus temporal kanan lebih
berkemungkinan untuk mendisrupsi diskriminasi dari pada lesi lobus pemporal kiri.
10
E. Pendekatan Hemisferik dalam ingatan
Ada dua pendekatan untuk mengatasi diskreparsi temuan-temuan penelitian tentang lateralisasi
serebral dalam ingatan. Salah satu pendekatan mencoba menghubungkan proses-proses ingatan
tertentu dengan hemisfer tertentu—misalnya, ada pendapat bahwa hemisfer-kiri terspesialisasi
untuk mengode ingatan episodik . Pendekatan lainnya (misalnya, Wolford, Miller, & Gazzaniga,
2004) menghubungkan proses-proses ingatan masing masing hemisfer untuk materi-materi
tertentu dan bukan dengan proses-proses ingatan tertentu. Secara umum, hemisfer-kiri ditemukan
memainkari peran yang lebih dalam ingatan untuk rnateri verbal, sementara hemisfer-kanan
ditemukan memainkan peran yang lebih besar dalam ingatan untuk materi nonverbal ( Kelley et
al., 2002). Di antara kedua pendekatan ini yang mana pun, yang Jebih berguna barangkali duanya
memiliki beberapa keunggulan keduanya mempresentasikan kemajuan atas kecenderungan tuk
berpikir bahwa ingatan terlateralisasi disalah satu hemisfer
F. Interpreter Hemisfer-kiri
Pendekatan kognitif yang tipikal hemisfer-kiri dapat distribusikan pada sebuah mekanisme yang
secara metaforik disebut interpreter – mekanisme neuronal hipotetik yang terus menerus
mengases berbagai pola kejadian dan berusaha memahaminya eksperimen berikut
mengilustrasikan jenis bukti yang mendukung keberadaan interpreter hernjsfer. kiri. Hemisfer-kiri
atau —kanan dan split -brain patient dites secara terpisah. Tugasnya adalah menebak di antara dua
cahaya —dari atas atau bawah-...yang berikutnya akan datang. Cahaya atas datang sebanyak 80%
dan sekuensi acak, tetapi subjek tidak diberi informasi itu. Subjek kontrol yang otaknya utuh
dengan cepat menemukan bahwa cahaya atas datang !ebih sering dibanding cahaya bawah; tetapi.
karena mereka mencoba menemukan aturan, yang tidak-ada, yang memprediksi sekuensi tepatnya,
maka tebakan mereka hanya 68% benar—meskipun mereka mestinya bisa mendapatkan skor 80%
bila mereka selalu mernilih cahaya atas. Hemisfér-kiri dan split-brain subject yang mengerjakan
tugas ini seperti subjek kontrol yang utuh. Mereka berusaha menemukan makna yang Iebih dalam
dan akibatnya mendapatkan skor buruk. Sebaliknya, hemisfer-kanan,
seperti tikus atau merpati yang otaknya utuh, tidak berusaha menginterpretasikan berbagai
kejadian dan dapat dengan mudah belajar memaksimalkan respons yang benar dengan selalu
memilth cahaya atas (lihat Metc alfe, Funnel’, & zzaflhga 1995; Roser & Gazzaniga, 2004).
11
Asimetri Anatomis Otak
12
planum ternporale yang berkembang-baik cenderung merniliki fungsi bahasa yang lebih
terlateralisasi (lihat Dos Sant os Sequeira et al., 2006; Eckert et al., 2006; Jancke & Steinmetz,
2003). Selain itu, fakta bahwa asimetria simetri otak struktural serupa telah dilaporkan pada
manusia menunjukkan bahwa fungsi mereka tid ak terkait dengan bahasa (lihat DehaemeLambe,
Hertz Pannier, & Dubois, 2006). Teknjk-teknik mencifrakan otak manusia hidup mempermudah
kita untuk mencari korelasi antara asimeti asimetri neuroanatomis tertent dan ukuran-ukuran
perforrna terterttu. Studi-studi semacam itu penting karena berpotensi untuk mengungkap
keunggulan fungsional lateralisasi serebral. Salah satu studi jtu adalah studi Schlaug dan rekan-
rekan sejawatnya 1995. Mereka menggunakan magnetic resonance imaging MR1 struktural untuk
mengukur asimetri planum temporale dan mengaitkannya dengan keberadaan perfect pitch
(kemampuan untuk mengidentifikasi pitch not-not musik individual). Planum temporale
cenderung lebih besar di hemisfer-kiri pada musisi dengan perfect pitch danp ada pada nonmusisi
atau pada musisi tanpa perfect pitch (lihat Gambar 16.8). Kebanyakan studi tentang asimetri
anatomis otak mengukur perbedaan-perbedaan neuro anatomi besar, dengan membandingkan
ukuran struktur besar tertentu di hemisfer-kiri dan kanan. Akan tetapi, para ahli anatomi telah
mulai mempelajani perbedaan struktur tingkat-seluler antara daerah-daerah yang
berkorespondensi di kedua hemisfer yang telah ditemukan berbeda dalam fungsinya (lihat
Gazzaniga, 2000; Hutsier & Galuske, 2003). Salah satu studi itu dilaksanakan oleh Galuske dan
rekan-rekan sejawatnya (2000). Mereka membandingkan organisasi neuron-neuron di bagian
Wernicke’s area dengan organis asinYa di bagian yang sama di hemisfer-kanan Mereka
menemtkan bahwa daerah-daerah di kedua hemisfer diorganisasikan menjadi kolom kolom di
neuron-neuron yang saling berhubungan dan bahwa kolom kolom itu saling dihubungkan oleh
akson-akson berjarak medium. Kolom-kolom itu memiliki diameter yang sama di kedua hemisfer,
tetapi, di hemisfer kiri, mereka berjarak kira-kira 20% lebih jauh dan saling dihubungkan oleh
akson-akson yang lebih panjang. Diduga, bagaimana kolom-kolom ini diorgarus asikan di
Wernicke’s area merupakan adaptasi pemrosesan sinyal-sinyal bahasa.
Sebuah pola temuan yang serupa muncul dan penelitian tentang asimetri di daerah tangan di
korteks motorik primer manusia (lihat Hammond, 2002). Daerah tangan di hemisfer yang
kontralateral dengan tangan yang lebih disukai orang itu cenderung lebih besar dan memiliki lebih
banyak koneksi1atera1.
13
Teori Teori Lateralisasi Fungsi Serebral
Salah satu teori asimetri serebral adalah teori analitis-sintetis. AnalytiCSyflthet1c theory of
cerebral asymmetry mengatakan bahwa ada dua cara dasar berpikir, cara berpikir analitis dan cara
berpikir sintetis, yang telah menjadi tersegregasi selama perjalanan evolusi masing-masing pada.
Hemisfer kiri dan kánan. Menurut teori ini, hernisfer-kiri beroperasi dengan cara yang lebih logis,
analitis, mirip komputer, yang menganalisis stimulus input informasi secara sekuensial dan
mengabstraksikan detail-detail yang relevan, yang ditempelinya dengan label-label verbal;
.hemisfer.-kanan terutama berfungsi sebagai pesintesis, lebih peduli dengan konfigurasi stimulus
secara keseluruhan, dan mengorganisasik an serta memproses informasi secara gestalt, atau
keseluruhan (Harris, 1978, him. 463). Meskipun teori analitis sintetis telah menjadi anak
kesayangan psikologi populer, ketidak jelasannya menjadi masalah. Oleh karena tidak rnungkii
rnenetapkan seberapa jauh sebuah tuga rnembutuhkan pemrosesan analitis atau sintesis, sulit untuk
menguji teori analitis-sintetis secara empiris.
Teori motoris
Teori kedua tentang asimetri Serebral adalah teori motoris (lihat Kimura, 1979). Menurut motor
theory of cerebral asymmetry, hemisfer-kiri terspesialisasi bukan untuk mengontrol bicara itu
sendiri tetap untuk pengontrolan gerakan-gerakan halus, Yang bicara hanya merupakan salah satu
kategorinya Dukungan untuk teori ini datang dan laporan.1aporan bahwa lesi yang menghasilkan
afasia juga menghasilkan defisit-defisit motorik lainnya (lihat Serrien, Ivry, & Swinnen, 2006).
Sebagai contoh, Kimura dit Watson (1989) menemukan bahwa lesi trontal kin menghasilkan
defisit dalam kemampuan untuk membuat bunyi bicara individual maupun gerakan wajah
individual, sementara lesi temporal dan parietal kin menghasilkan defisit di dalam kemampuan
membuat sekuensi bunyi bicara dan sekuensi gerakan wajah. Salah satu kelemahan teori motoris
untuk asimetri serebral adalah ia tidak menjelaskan mengapa fungsi motoris cenderung menjadi
terlateralisasi ke hemisferkiri (lihat Beaton, 2003).
Teori Linguistik
Teori asimetri serebral yang ketiga adalah teori linguistik. Linguistic theory of cerebra! asymmet
mengatakan bahwa peran utama hemisfer kanan adalah bahasa—berlawanan dengan teori analitis
sintetis dan teori motoris yang melihat bahasa sebagai spesialisasi sekunder yang terletak di
hemisfer kiri karena spesialisasi primer hemisfer masing..masing adalah untuk pemikiran analitis
dan aktivitas motoris. Teori linguistik untuk asimetri serebral didasarkan cukup jauh pada studi
terhadap orang tuna rungu yang menggunakan American Sign Language (Bahasa Isyarat Amerika,
bahasa isyarat dengan struktur yang serupa dengan bahasa lisan) dan yang mengala i kerusakan
otak unilateral (lihat Hickok, Bellugi, & Klima, 2001).
14
Lokalisasi Kortikal Bahasa: Model Wernicke-Geschwind
Sejarah lokalisasi bahasa dan sejarah lateralisasi fungsi dimulai di titik yang sarna, yakni dengan
pendapat Broca bahwa sebuah daerah kecil di Porsi inferior korteks prefrontal kin (Brocas area)
adalab Pusat produksi bicara. Broca menghipotesiskan bahwa program-program artikulasi
disimpan di daerah ini dan bahwa bicara dihasilkan ketika Program-program mi mengaktifkan
daerah yang berdekatan di girus prefrontal, yang mengontrol otot-otot wajah d rongga mulut.
Menurut Broca, kerusakan yang tebatas pada Broca’s area mendisrupsi produksi bicara tanpa
menghasilkan defisit dalam komprehensi bahasa. Peristiwa penting berikutriya dalam studi
lokalisasi bahasa terjadi pada 1874, ketika Carl Wernicke menyimpulkan berdasarkan 10 kasus
klinis bahwa ada daerah bahasa di lobus temporal kiri tepat di posisi posterior terhadap korteks
auditorik primer (yaitu di planum temporale kin). Daerah bahasa kedua ini menurut wernicke
adalah daerah kortikal komprehensi bahasa yang kemudian dikenal wernicke”s area.
Wernicke mengatakan bahwa lesi-lesi selektif pada Brocas area rnenghasilkañ sebuah sindroma
afasia yang gejalanya terutama bersifat ekspresif ditandai oleh komprehensi normal tentang
bahasa tertulis maupun lisan dan oleh pembicaraan yang tetap bermakna meskipun lamban, berat,
terpotong potong’ dan diartikulasikan dengan buruk. Bentuk hipotetis afasia in kemudian dikenal
sebagai Broca’s aphasia (afasia Broca). Sebaliknya, Wernicke mengatakan bahwa lesi-lesi selektif
terhadap Wernicke’s area menghasilkan sebuah sindroma afasia yang defisit efisitnya terutarna
bersifat reseptif—ditandai oleh komprehensi bahasa tertulis maupun lisan dan pembicara yang
tanpa arti tetapi masih mempertahankan struktur, ritme, dan intonasi bicara normal superfisial.
Bentuk hipotetik afasia ini kemudian dikenal sebagai Wernicke’s aphasia (afasia Wernicke), dan
pernicaraan yang berbunyi-normal namun tanpa-makna dada afasia Wernicke dikenal sebagai
word salad
15
Afasia Broca: Seorang pasien yang ditanyai tentang Janji untuk bertemu dengan dokter gigi
menjawab terbata-bata dan tidak jelas, “Ya ... Senin Ayah dan Dick ... Rabu jam sembilan ....jam
10 . . ,, dokter ... dan .... gigi’..
Afasia Wernjcke: Seorang pasien yang dirninta untuk mendeskripsikan sebuah gambar yang
rnernperlihatkan dua anak laki-laki yang sedang rnencuri kue melaporkan dengan lancar2: “Mot
her is away here working her work to get her better, but when she’s looking the two boys looki ng
in the other part. She’s working another time.
” Wernicke berpendapat bahwa bahwa kerusakan pada jalur yang menghubungkan daerah Broca
dan Wernicke — arcuate fasciculus (fasikulus arkuat) akan menghasilkan tipe afasia yang ketiga,
tipe yang disebutnya conduction aphasia (afasia konduksi). Ia mengatakan bahwa komprehensi
dan pembicaraan Spontan sebagian besar masih utuh pada pasien dengan kerusakan pada fasikulus
arkuat, tetapi mereka akan mengalai kesuliatan untuk mengulangi kata kata yang baru saja di
dengar.
Angular gyrus (girus anguler) kiri daerah korteks temporal dan parietal kiri adalah daerah kortikal
lain yang telah terimplikasi dalam bahasa. Perannya dalam bahasa ditengarai pada 1892 oleh
Dejerine berdasarkan pemeriksaan posmortem terhadap seorang pasien istimewa. Pasien itu
mengalami alexia (aleksia, ketidakmampuan membaca) dan agraphia (agrafia, ketidakmampuan
menulis). Yang membuat kasus ini istirnewa adalah aleksia dan agrafia itu luar biasa murni:
Meskipun pasien alami kesulítan untuk membaca atau menulis, ia tidak mengalami kesulitan
untuk berbicara atau memahami pembicaraan. Pemeriksaan posmortem Dajerine menemukan
kerusakan pada jalur-jalur yang menghubungkan korteks visual dengan girus anguler kiri. Ia
menyimpulkan bahwa girus anguler kirilah yang bertangung jawab untuk mernahami input visual
terkait bahasa, yang diterima secara langsung dan korteks visual kiri yang berdekatan dan secara
la korteks visual kanan rnelalui corpus callosum.
18
Kerusakan otak yang tidak masuk daerah-daerah Wernicke Geschwind dapat
menghasilkan afasia
Afasia Broca dan Wernicke jarang dalam bentuk murni seperti diimplikasikan oleh
model Wernicke Geschwind afasia hampir selalu melibatkan gejala-gejala
ekspresif maupun reseptif
Ada perbedaan penting dalam lokalisasi daerah daerah bahasa pada individu-
individu yang beda.
20
Disleksia adalah kesulitan patologis dalam membaca, yang bukan diakibatkan oleh
defisivisual, motorik, atau intelektual secara umum. Dua tipe fundamental: Develop mental
dyslexia (dislesia perkembangan), dileksia yang menjadi kasat mata ketika anak belajar
membaca dan Aquired Dyslexia (disleksia yang didapat).
a. Disleksia perkembangan: Penyebab mekanisme Neuralnya
Adasebuah genetik penting dalam disleksia perkembangan. Gangguan ini memilii
estimasi heritabilitas sekitar 50% dan empat genetik sejauh ini telah dikaitkan
dengannya.
Masalah dalam mengidentifikasi mekanisme neural disleksia perkembangan bukan
terletak bagaimana menemukan perubahan patologis di otak individu yang mengalami
disleksia perkembangan. Masalahnya adalah begitu banyak perubahan yang telah
teridentifikasi sehingga sulit untuk menyortirnya. Sampai sekaang tidk ada satupun
patologi otakpun yang ditemukan terjadi disemua kasus disleksia perkembangan.
Disleksia pekembangan diatribusikan pada defisit pemusatan perhatian dan defisit-
deisit sensorimotorik lain yang disebabkan oleh kerusakan pada sirkuit-sirkut neural
yang terkait dengan lapisan-lapisan magnoseluler. Ramus berpendapat pada tahap
pertama disleksia perkembangan di daerah auditorik disekitar fisura lateral kesalahan-
kesalahan dalam perkembangan neural ini telah didokumentasi dengan baik, dan salah
satu gen yang terkait dengan disleksia mengontrol migrasi neural. Peneliti dimasa
mendatang perlu mendidentivikasi apa tepatnya hubungan antara gen-gen tertentu,
lokasi kesalahan perkembanan neural, dan defisit-defisit kignitif dan sensorimotorik
yang dihasilkannya
21
Pada kasus-kasus dileksia permukaan, pasien kehilangan kemampuannya untuk
melafalkan kata-kata berdasrkan ingatan spesifiknya tentang kata itu. oleh sebab itu
mereka mempertahankan kemampuannya untuk melafalkan kata-kata yang
pelafalannya konsisten aturan lazim. Kesalahan yang sering mereka buat melibatkan
kesalahan dalam menerapkan aturan pelafalan lazim.
Pada kasus-kasus dileksi dalam para pasien kehilangan kemampuannya untuk
memerapkan aturan pelafalan alam membaca tetapi masih tetap dapat melafalkan kata
kata konkret yang sudah sangat dikenalnya berdasarkan ingatan spesifik mereka tentng
kata-kata itu, mereka sussah melafalkan kata-kata yang abstrak.
Salah satu teori adalah kemampuan leksia yang masih bertahan pada penderita
dileksia dalam dimediasi oleh aktivitas dibagian-bagian yang masih selamat daerah-
daerah bahasa hemister-kiri. Bukti-bukti ini datang dari observasi aktivitas semacam
itu selama membaca.
22
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dan dari referensi yang telah di dapat, dominasi otak terjadi
berdasarkan seberapa besar kita mengembangkan salah satu hemisfer kita tersebut, dan
sebenarnya masing masing hemisfer memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda, contohnya
hemisfer kanan, walaupun bukan hemisfer yang mendominasi Bahasa, namun ketika hemisfer
kanan di gunakan untuk memahami suatu benda atau obyek masih bisa menyimpulkan dan
membedakan. Kedua hemisfer tersebut saling bekerja sama dengan saling menyampaikan
informasi yang di bantu oleh corpus collosum.
B. SARAN
Tentunya dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca terutama Dosen mata
kuliah Biopsikologi, serta sahabat-sahabat seperjuangan untuk perbaikan kedepannya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi penulisan, dan
umumnya bagi para pembaca.
23
DAFTAR PUSTAKA
Pinel,J.P.2009.Biopsikologi.Pustaka Pelajar
24
25
26
27
28
29