Anda di halaman 1dari 4

Nama: Citta Setiarti

NIM: 042973464

1. a. Ayat dan terjemah Q.S. Al-Hajj/22:54


َ ُ َّ َ َ َ َّ َّ َ ْ ُ ُ ُ ُ ُ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ِّ َّ ْ ُ َّ َ َ ْ ْ ُ ُ َ َّ َ َ ْ َ َ
‫ل ِ َى‬
َ‫صط‬ ََ ‫اد ٱل ِذ‬
َ‫ين َء َامن ٓواَ ِإ ى‬ َِ ‫ٱّلل له‬
َ ‫ن‬ َ ‫ت لهۥ قلوب ه َمَۗ و ِإ‬ َ ‫م أن َه ٱل َحقَ ِمن رب‬
َ ‫ك ف ُيؤ ِمنواَ ِب ِه َۦ فتخ ِب‬ َ ‫وا ٱل ِعل‬
َ ‫ين أوت‬
َ ‫م ٱل ِذ‬
َ ‫و ِليعل‬
َ
َ‫م ْست ِقيم‬
Artinya: Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang
hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya
Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.

b. Keterkaitan ilmu dengan iman dan hati yang tunduk adalah orang yang berilmu akan mengetahui
kekuasaan dan kebesaran Allah SWT sehingga iman yang ia miliki meningkat. Ada tiga rangkaian
yang tidak terpisahkan; ilmu pengetahuan, iman yang kokoh dan hati yang tunduk. Dalam Islam
ketiganya tidak boleh dipisahkan dan saling terkait. Artinya bukti seseorang memiliki pengetahuan
adalah imannya yang kokoh, dan sebagai bukti bahwa iman tersebut kokoh maka hatinya selalu
tunduk kepada kebenaran yang bersumber pada petunjuk Allah SWT. Inilah trilogi yang tidak
terpisahkan sehingga budaya akademik yang ingin dibangun oleh Islam bukan sekedar menjadikan
manusia cerdas, tetapi juga manusia yang memiliki kehangatan iman yang disertai kerendahan hati
(tawadzu').

c. Ayat dan terjemah Q.S. Al-Baqarah/2:111


ُ ُ َُ َ ُ َ ْ ُ ْ ُ َ َ َ ْ ‫َ َ ُ َ َ ْ ُ َ ْ َ َّ َ َّ َ َ َ ُ ً َ ْ َ َ ى َ ى‬
ََ ‫م َص ى ِد ِق‬
‫ي‬ َْ ‫وا ُب ْره ى نك‬
َْ ‫م ِإن كنت‬ َ ‫ل هات‬َ ‫ك أم ِانيه َمَۗ ق‬
َ ‫ىَۗ ِتل‬
َ ‫ان هودا أ َو نص ر‬
َ ‫ّل من ك‬
َ ‫ل ٱلجن َة ِإ‬
َ ‫وقالواَ لن يدخ‬
Artinya: Dan mereka (Yahudi dan Nasrani)َberkata:َ“Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali
orang-orangَ(yangَberagama)َYahudiَatauَNasrani”.َDemikianَituَ(hanya)َangan-angan mereka yang
kosongَbelaka.َKatakanlah:َ“Tunjukkanlahَbuktiَkebenaranmuَjikaَkamuَadalahَorangَyangَbenar”.

d. Bukti kebenaran yang diminta oleh ayat pada Surah Al-Baqarah/2:111 tersebut bukan untuk
kepentingan Allah karena Allah tidak perlu bukti apapun atas apa yang dilakukan manusia. Bukti
tersebut diminta oleh Allah untuk manusia, karena yang membutuhkan bukti itu adalah manusia.
Kesan yang dapat ditangkap dari ayat tersebut adalah jangan sampai manusia menyangkut prinsip-
prinsip kehidupannya hanya mendasarkan kepada klaim-klaim yang tidak berdasar, melainkan harus
didasarkan kepada bukti yang jelas dan pemikiran yang rasional dan obyektif.

Dari ayat tersebut terlihat bahwa Islam menuntut kepada manusia untuk mengedepankan
rasionalitas ilmiah dalam setiap tindakannya. Inilah yang dalam era modern disebut dengan budaya
akademik. Termasuk dalam konteks ini Islam tidak mentolerir tindakan pemaksaan dan anarkisme
dalam mengajak manusia menuju jalan Allah. Yang harus dilakukan adalah dengan pendekatan
rasional dengan cara yang bijak.

2. a. Surat An-Nisa Ayat 58


۟ ُ ُ ْ َ َ َّ َ‫َ ٰٓ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُ َ ْ ن‬ َ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ ‫َّ ه‬
َّ ُ ُ َ ‫وا ب ْٱل َع ْدل ۚ إ َّن ه‬
‫ٱَّلل ِن ِع َّما َي ِعظكم ِب ِه ٰٓۦ ۗ ِإن‬ َٰ َ َٰ َ ْ ۟ ُّ َ ُ
ِ ِ ِ ‫اس أن تحكم‬ ِ ‫۞ ِإ َن َٱَّلل يأم ًۢركم أن تؤدوا ٱْلم ن ِت ِإ َٰل أه ِلها و ِإذا حكمتم بي ٱلن‬
َ‫ه‬
‫ٱَّلل كان َس ِميعا َب ِص ًيا‬

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Surat An-Nisa Ayat 58

ُ َّ َ ‫وه إ َل ه‬
ُ ‫شء َف ُر ُّد‬
ْ ََ ‫نك ْم ۖ َفإن َت َن َٰ َز ْع ُت ْم نف‬
ُ َ ْ ۟ ُ َ َ ُ َّ ۟ ُ َ َ َ ‫َ ٰٓ َ ُّ َ ه َ َ َ ُ ٰٓ ۟ َ ُ ۟ ه‬
ْ ‫ٱْل‬
‫ول ِإن‬
ِ ‫ٱَّلل وٱلرس‬
ِ ِ ِ ِ ‫م‬ِ ‫ر‬ِ ْ َ ‫ٱلرسول َ وأو ِل‬
‫م‬ ‫ي َٰ أيها ٱل ِذين ءامنوا أ ِطيعوا ٱَّلل وأ ِطيعوا‬
ُ ْ َ ْ َ َ َ ‫ُ ُ ُْ ُ َ ه‬
ْ ‫ٱَّلل َو ْٱل َي ْوم‬
‫ٱل َء ِاخ ِر ۚ ذ َٰ ِلك خ ٌي وأح َسن تأ ِويل‬ ِ ِ ‫كنت ْم تؤ ِمنون ِب‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

b. Dari dua ayat di atas para ulama kemudian merumuskan empat konsep dasar tentang konsep
politik yang diajarkan oleh Islam (Al-Qur’an)َsebagai berikut:

1. Kewajiban menunaikan amanah

2. Perintah untuk menetapkan hukum dengan adil

3. Perintah taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri

4. Perintah Kembali kepada Al-Qur’anَdanَsunnah.

c. Surat Al-Baqarah Ayat 151

َ َ َ ۟ ُ ُ َ َ ُ ِّ َ ْ ْ َ َٰ َ ْ ُ ُ ُ ِّ َ ُ َ ْ ُ ِّ َ ُ َ َ َٰ َ َ ْ ُ ْ َ َ ۟ ُ ْ َ ْ ُ ِّ ُ َْ َ َ
‫ب َوٱل ِحك َمة َو ُي َعل ُمكم َّما ل ْم تكونوا ت ْعل ُمون‬ ‫ك َما أ ْر َسلنا ِفيك ْم َر ُسول منكم يتلوا عليكم ءاي ِتنا ويزكيكم ويعلمكم ٱل ِكت‬

Artinya: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan
mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
d. Jelaskan secara ringkas amanah-amanah mendasar bagi pemegang kekuasaan politik menurut
QS. Al-Baqarah/2: 151!

Di antara macam-macam amanat tersebut adalah:


a. Amanat anatara manusia dengan Allah SWT;
b. Amanat anatara manusia dengan manusia lainnya;
c. Amanat antara manusia dengan lingkungannya;
d. Amanat anatara manusia dengan dirinya sendiri.

3. a. Surat An-Nisa Ayat 125

َ َ َٰ َ ْ ُ ‫َ َ ْ َ ْ َ ُ ً ِّ َّ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ه َ ُ َ ُ ْ ٌ َ َّ َ َ ه َ ْ َ َٰ َ َ ً َ َّ َ َ ه‬
‫يم خ ِليل‬ ‫َّلل وهو مح ِسن وٱتبع ِملة ِإبر ِهيم ح ِنيفا ۗ وٱتخذ ٱَّلل ِإبر ِه‬
ِ ِ ‫ومن أحسن ِدينا ممن أسلم وجههۥ‬

Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?
Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.

b. Pihak yang menjadi fitrah interaksi manusia pada QS An-Nisaa’َ(4):َ125َadalah:

- Interaksi manusia dengan Allah yaitu manusia berserah diri kepada Allah dalam segala aspek
kehidupan;

- Interaksi manusia dengan manusia lainnya yaitu dalam bentuk mengerjakan amalan kebaikan
seperti menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan dan bersedekah.

c. SuratَAliَ‘ImranَAyatَ67

َ‫ان م َن ٱ ْل ُم َْشك ن‬
َ َ َ َ ً ْ ُّ ً َ َ َ َ َ ًّ َ ْ َ َ َ ًّ ُ َ ُ َ ْ َ َ َ
‫ي‬ ِِ ِ ‫ْصا ِنيا ول َٰ ِكن كان ح ِنيفا مس ِلما وما ك‬ ِ ‫ما كان ِإب َٰر ِهيم يه‬
‫وديا ول ن‬

Artinya: Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan
orang-orang musyrik.

d. Apakah yang dimaksud dengan al-hanafiyyat pada QS. Ali Imran (3): 67 tersebut?

Yang dimaksud dengan al-hanafiyyat pada QS. Ali Imran (3): 67 adalah seseorang yang condong
menjauhi segala agama (kekafiran) seluruhnya, dan mendekat kepada agama yang lurus (Tauhid).
Di dalam Tafsir Jalalain disebutkan ketika menjelaskan hanif,

َْ ِّ َ َ ّ ُ َ ْ َ ْ ْ َ ً َ
‫إل الدين الق ِّيم‬
َ ‫ن اْلديان كلها‬َ ‫لع‬َ ‫ما ِئ‬
“Condong menjauhi segala agama (kekafiran) seluruhnya, dan mendekat kepada agama yang lurus
(tauhid).”

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,


َ
‫ل اإليمان‬
َ ‫الشك قاصدا إ‬ َْ ‫أ‬
‫ي متحنفا عن ر‬
“Yaitu menjauh dari kemusyrikan dan condong mendekat kepada keimanan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2: 49)

Syaikhَ‘AbdurrazaqَAl-BadrَhafidzahullahuَTa’alaَberkata, “Hanifَadalahَcondong menjauh dari


semua kebatilan dan mendekat kepada kebenaran, hidayah, tauhid, dan istiqamah. Condong
menjauh dari kemusyrikan dan mendekat kepada tauhid. Condong menjauh dari kesesatan dan
mendekat kepada hidayah (petunjuk). Condong menjauh dari kebatilan dan mendekat kepada
kebenaran. Juga condong menjauh dari buruknya amal dan mendekat kepada amal yang sesuai
denganَilmuَyangَshahih.َInilahَyangَdimaksudَdenganَhanif.”َ(SyarhَAl-Qawa’idَAl-Arba’,َhal.َ30)َََ

Mereka yang berjiwa hanif pada zaman sekarang ini, mereka sama sekali tidak memiliki minat,
selera, dan keinginan untuk berbuat kemaksiatan atau perbuatan buruk lainnya. Jangankan
keinginan, hanya sekedar mimpi atau angan-angan untuk berbuat maksiat pun tidak. Ketika ajakan
berbuat maksiat itu datang, atau sebetulnya ada kesempatan untuk berbuat maksiat, mereka yang
berjiwa hanif sama sekali tidak tergoda, dan tidak ada dorongan sama sekali dari dalam jiwanya
untuk menyambut ajakan maksiat tersebut. Bahkan jiwanya merasa jijik dan tidak butuh terhadap
ajakan maksiat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai