Oleh:
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan bisnis yang semakin pesat dan tingkat persaingan
yang semakin tajam membuat perusahaan harus meningkatkan dan
mengembangkan kinerjanya di semua bidang. Setiap perusahaan memiliki cara
agar perusahaannya dapat bertahan ditengah-tengah persaingan yang ketat, salah
satunya bidang yang harus ditingkatkan ialah sumber daya manusia. Ini dilakukan
agar perusahaan tetap bertahan dalam persaingan global. Karyawan merupakan
aset perusahaan yang diharapkan dapat bekerja secara optimal guna menunjang
kesuksesan perusahaan.
Suatu organisasi atau lembaga harus mampu mengelola sumber daya yang
dimilikinya, termasuk sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan
aset utama yang besar pengaruhnya terhadap kemajuan organisasi. Seperti yang
diketahui selama ini, organisasi lebih banyak menghadapi masalah masalah yang
berhubungan dengan sumber daya manusia apabila dibandingkan dengan sumber
daya ekonomi lainnya, karena dalam mengelola sumber daya manusia tidak bisa
disamakan dengan mesin, material, dan dana yang sifatnya hanya masalah teknis
saja. Hal ini menjadi suatu masalah yang cukup rumit, sehingga organisasi
mengalami kesulitan dalam menetapkan kebijakan terutama yang berhubungan
dengan sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang profesional juga sangat diperlukan dalam suatu
perusahaan. Karena SDM yang pegang kendali, Visi Misi suatu perusahaan akan
dapat tercapai secara efektif, efisien dan produktif. Perusahaan tidak cukup hanya
dengan mempunyai modal besar untuk mencapai tujuannya tetapi harus dibantu
oleh karyawannya. Oleh karena itu, antara perusahaan dengan karyawan harus
mempunyai kerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan yang terwujud
dalam produktivitas perusahaan dan perusahaan harus mampu untuk menjaga,
memelihara dan meningkatkan kualitas sumber daya yang dimiliki.
Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna,
tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan
dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2000, p.22). Kemampuan
tersebut oleh Daniel Goleman disebut dengan kecerdasan emosional. Orang mulai
sadar bahwa saat ini bahwa tidak hanya keunggulan intelektual saja yang
diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi diperlukan sejenis keterampilan
lain untuk menjadi yang terdepan.
Kecerdasan emosi saat ini merupakan hal yang banyak dibicarakan dan
diperdebatkan. Banyak penelitian yang membahas dan menjawab persoalan
mengenai kecerdasan emosi tersebut didalam lingkungan organisasi. Chermiss
(1998, p.1) pernah menulis dalam artikelnya berdasarkan beberapa penelitian
sebelumnya bahwa ada kemungkinan untuk dapat memperbaiki kemampuan
emosional dan sosial seorang karyawan. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga
ditemukan beberapa prinsip dalam mengaplikasikan EQ pada organisasi secara
luas.
Dari hasil analisis Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan (Studi di Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Nusa Tenggara Barat) memperlihatkan
bahwa tidak terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap kinerja.
Artinya, berapapun nilai kecerdasan emosional tidak akan berpengaruh pada
tinggi rendahnya kinerja. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian-
penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Sy, et al. (2006), Tischler, et
al. (2002), Goleman (1996), Wong and Law (2002), Behbahani (2011) dan Shah
and Ellahi (2012). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut menunjukkan
bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja.
Terdapat penelitian, menurut Ari Soeti Yani dan Ayu Istiqomah dalam
penelitian yang berjudul pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional terhadap kinerja karyawan dengan profesionalisme sebagai variabel
intervening menunjukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Goleman
(1996), Wong and Law (2002), Behbahani (2011) dan Shah and Ellahi (2012).
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan
emosional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.
Selain kecerdasan emosional, pada dasarnya tinggi atau rendahnya tingkat
kinerja karyawan juga dipengaruhi oleh budaya organisasi. Budaya organisasi
juga memiliki peran yang cukup penting dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi,
menentukan identitas, suntikan energi, motivator, dan dapat dijadikan pedoman
bagi anggota organisasi. Budaya organisasi merupakan alat perekat yang mampu
membuat kelompok organisasi menjadi lebih dekat, yang dapat menjadi sebuah
energi positif yang mampu membawa organisasi ke arah yang lebih baik.
Kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki hubungan yang sangat erat,
karena setiap pimpinan memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda yang
pada akhirnya dari situlah akan terbentuk budaya organisasi.
Selain faktor faktor tersebut, ada jug faktor kepuasan kerja. Dalam hal
kepuasan kerja, Gilmer (1966) dalam As’ad (2003) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan
kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dan pekerjaan, kondisi
kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas. Sementara itu,
menurut Ranupandojo dan Husnan (2002) mengemukakan beberapa faktor
mengenai kebutuhan dan keingianan karyawan, yakni gaji yang baik, pekerjaan
yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan,
pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan
bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja
yang dihargai oleh masyarakat. Kepuasan kerja atau ketidakpuasan karyawan
tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang
didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan
karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau
ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perilaku yang
adil, keamanan kerja, peluang menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan
kinerja, dan kesempatan bertumbuh.
Menurut Robbins kepuasan kerja merupakan sikap secara umum yang lebih
diwarnai oleh perasaan terhadap situasi dan lingkungan kerja serta merupakan
pencerminan dari kepuasan seorang karyawan terhadap kondisi yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan. Handoko (1996) berpendapat bahwa kepuasan
kerja mempunyai hubungan dengan umur. Ia menyebutkan bahwa semakin tua
umur karyawan, mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaan
mereka. Pengharapan-pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian yang lebih
baik terhadap situasi kerja karena mereka lebih berpengalaman, menjadi alasan
yang melatarbelakangi kepuasan kerja mereka.
Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan dapat dilihat dari
banyaknya jumlah absensi dan jumlah karyawan yang keluar dan masuk yang
terjadi di perusahaan tersebut. Semakin tinggi jumlah karyawan yang keluar
diperusahaan, maka tingkat kepuasan karyawan dalam bekerja rendah, karena
karyawan merasa tidak cocok bekerja di perusahaan. Tingginya jumlah karyawan
yang keluar yang diperusahaan juga dapat disebabkan oleh kebijakan perusahaan
untuk mengurangi jumlah karyawan sehingga dapat terjadi efisiensi dalam proses
produksi. Selain itu, tidak diberikan waktu lembur karena kesalahan salah satu
karyawan juga dapat menjadi penentu kepuasan dan ketidakpuasan dalam bekerja,
hal itu akan memengaruhi kinerja karyawan.
Kinerja dipengaruhi oleh kepuasan kerja yang terdiri faktor pekerjaan itu
sendiri, karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan
dengan kepuasan. Menurut penelitian Erline Kristine, menyatakan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai di
PT. Mitra Karya Jaya Sentosa. Sedangkan menurut penelitian I Wayan Juniantara,
dkk menyatakan bahwa kepuasan kerja yang diukur melalui empat indikator yaitu
kepuasan intrinsik, kepuasan ekstrinsik, pengakuan dan otoritas/utilitas sosial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Hal ini mengandung arti
bahwa semakin meningkat kepusan kerja seorang karyawan maka semakin
meningkat pula kinerja seorang karyawan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya : Martin dan
Proenca (2012), Almigo (2004), Engko(2006) Anthony et al. (2006), Grant (2001)
dalam Martin (2012) Bull (2005), Tadisina et al. ( 2001), Tang et al. (2014),
Pushpakumari (2008) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif
dan signifikant terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi karyawan
3. Bagi akademisi
Dapat menjadi bahan referensi dan pengaplikasian ilmu
pengetahuan di bidang manajemen, khsusunya yang berhubungan dengan
manajemen sumber daya manusia.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kinerja karyawan sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui
seberapa jauh kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Untuk itu duperlukan penentuan kriteria yang jelas
dan terukur serta ditetapkan secara bersama sama yang dijadikan sebagai
acuan. Menurut Simamora (1995), kinerja karyawan adalah tingkat terhadap
mana para karyawan mencapai persyaratan persyaratan pekerjaan. Jadi,
kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan
kegiatan atau menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan
hasil seperti yang diharapkan. Menurut As'ad (1998) kinerja adalah hasil yang
dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan. Menurut withmore (1997) dalam Mahesa (2010)
mengemukakan kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam
memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan standar tertentu. Kinerja
merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja.
Menurut Harsuko (2011), kinerja adalah sejauh mana seseorang telah
memainkan baginya dalam melaksanakan strategi organisasi, baik dalam
mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan dan
atau dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi
organisasi. Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup
tiga aspek yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability), dan prestasi
(accomplishment)
Kriteria-kriteria Kinerja
Menurut Bernandin & Russell (2001 dalam Riani 2011) kriteria yang
digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Variabel individu
2. Variabel situasional
Menurut George dan Jones (2002 dalam Harsuko 2011) bahwa kinerja
dapat dinilai dari kuantitas, kuantitas kerja yang dihasilkan dari sumber daya
manusia dan level dari pelayanan pelanggan. Kuantitas kerja yang dimaksud
adalah jumlah pekerjaan yang terselesaikan, sedangkan kualitas kerja yang
dimaksud adalah mutu dari pekerjaan. Robbins (1994 dalam Harsuko 2011)
menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja
individu yaitu:(1) Tugas individu, (2) Perilaku individu, dan (3) Ciri
individu.
a) Telaah Gaji
b) Kesempatan Promosi
2. Tujuan Pengembangan
Teori Kinerja
Toeri tentang kinerja (job performance) dalam hal ini adalah teori
psikologi tentang proses tingkah laku kerja seseorang sehingga mengahasilkan
sesuatu yang menjadi tujuan dari pekerjaannya. As’ad (2005 dalam Harsuko
2011) mengatakan bahwa perbedaan kinerja antara orang yang satu denga
lainnya dalam situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu.
Disamping itu, orang yang sama dapat menghasilkan kinerja yang berbeda di
dalam situasi yang berbeda pula. Semuanya ini menerangkan bahwa kinerja itu
pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-faktor individu dan
faktor-faktor situasi. Namun pendapat ini masih belum menerangkan tentang
prosesnya. Khusus yang menyangkut proses ada dua teori yaitu:
Teori ini dikemukakan oleh Locke dari dasar teori Lewin’s. Ott (2003
dalam Harsuko 2011) berpendapat bahwa tingkah laku manusia banyak
didasarkan untuk mencapai suatu tujuan. Teori yang lain dikemukakan oleh
Georgepoulos yang disebut Path Goal Theory yang menyebutkan bahwa
kinerja adalah fungsi dari facilitating Process dan Inhibiting process. Prinsip
dasarnya adalah kalau seseorang melihat bahwa kinerja yang tinggi itu
merupakan jalur (Path) untuk memuaskan needs (Goal) tertentu, maka ia akan
berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang
bersangkutan (facilitating process)
2. Teori Attribusi atau Expectancy
Pengertian Emosi
Emosi yaitu suatu perasaan yang mendorong individu untuk merespon atas
rangsangan yang muncul dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya,
sehingga individu dapat merasakan suatu perubahan sistem terhadap fisologis
dan psikologisnya dalam waktu yang cepat. Crow dalam Hartati (2004:90)
menyebutkan bahwa emosi merupakan keadaan pada diri individu yang
bergejolak dimana berfungsi sebagai inner adjustment terhadap suatu
lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
1. Kesadaran diri
2. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah suatu kemampuan untuk mengelola emosi pada diri
sendiri. Semakin baik pengaturan diri dalam emosi maka semakin
terkontrol pula tindakan yang akan dilakukan, sehingga tetap memiliki
hubungan yang baik dengan orang lain.
3. Motivasi
4. Empati
5. Keterampilan sosial
Konsep budaya organisasi masih tergolong baru. Konsep ini diadopsi oleh
pada teoritis dari disiplin antropologi, oleh karena itu keragaman pengertian
budaya pada disiplin antropologi juga akan berpengaruh terhadap keragaman
pengertian budaya pada disiplin organisasi. Konsep budaya organisasi
mendapat perhatian luar biasa pada tahun 1980-1990 ketika para sarjana
mengeksplorasi bagaimana dan mengapa perusahaan Amerika gagal bersaing
dengan perusahaan Jepang. Robbins dalam bukunya Perilaku Organisasi
(1996, h.289) mendefinisikan budaya organisasi adalah sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu
dari organisasi-organisasi lainnya. Definisi lain menurut Kreitner dan Kinicki
(2005, h.79)budaya organisasi adalah suatu wujud anggapan yang dimiliki,
diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok
tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang
beraneka ragam.
b. Norma yang tercermin dalam hal jumlah pekerjaan yang harus dilakukan
dan tingkat kerja sama antara manajemen dan karyawan
b. Berdasarkan Tujuannya
b. Komunikasi terbuka
c. Kepemimpinan yang penuh pertimbangan dan suportif
e. Otonomi pekerja
Lawan dari budaya terbuka dan partisipatif adalah budaya tertutup dan
otokratik. Budaya ini bisa jadi dikarakterisasi oleh tujuan-tujuan dengan
keluaran yang berkualitas tetapi tujuan-tujuan tersebut lebih sering
dideklarasikan dan diterapkan pada organisasi oleh pemimpin otokritik dan
suka mengancam. Makin besar rigiditas dalam organisasi ini, makin ketat pula
keterikatan pada sebuah rantai komando formal, makin sempit ruang gerak
manajemen, dan makin keras tanggung jawab individualnya.
Dari uraian di atas terdapat dua tipe budaya organisasi, yaitu budaya
terbuka (partisipatif) dan budaya tertutup (otokratik). Budaya partisipatif
sering kali untuk memperbaiki moral dan kepuasan karyawan, sedangan
budaya otokratik lebih ketat keterikatan karyawan pada komando formal,
makin sempit ruang gerak manajemen, dan makin keras tanggung jawab
individualnya sehingga karyawan kurang leluasa dalam bekerja dan lebih
fokus pada kerja individu daripada kerja tim.
c. Fase dewasa: pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai penghambat
dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan
menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.
g. Sebagai warisan
2) Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang
menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan
pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan
yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah
kepuasan orang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
2) Perbedaan (Discrepancies)
4) Keadilan (Equity)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk
menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.
Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja.
Diantaranya adalah sebagi berikut :
1) Pekerjaan itu sendiri (work it self) Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar
tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
4) Promosi (promotion)
1) Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan
signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga
mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer
disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka
mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat
meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk
meningkatkan kepuasan kerja.
2) Pelibatan Kerja
4) Organizational commitment
5) Ketidakhadiran (Absenteisme)
6) Perputaran (Turnover)
7) Perasaan stres
8) Prestasi kerja/kinerja
1) Terhadap Produktivitas
2) Ketidakhadiran (Absenteisme)
a) Keluar (Exit)
c) Mengabaikan (Neglect)
d) Kesetiaan (loyality)
Budaya organisasi merupakan cara hidup dan gaya hidup dari suatu organisasi
yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini
dianut oleh anggota organisasi. (Ermawan, 2011). Pengelolaan yang baik atas
budaya akan bisa mempengaruhi tercapainya kinerja tinggi karyawan. Adanya
pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen karyawan dinyatakan oleh
O’Relly (dalam Staw, 1991). Sedangkan Robbins (1996) menyatakan bahwa
pengaruh sosialisasi pada kinerja karyawan seharusnya tidak dilewatkan. Kinerja
bergantung pada pengetahuan akan apa yang harus atau tidak harus ia kerjakan.
Memahami cara yang benar untuk melakukan suatu pekerjaan menunjukkan
sosialisasi yang benar, selain itu penilaian terhadap kinerja seorang karyawan
mencakup pula seberapa cocoknya karyawan di dalam suatu organisasi.
Kecerdasan Emosional
Kepuasan Kerja