Anda di halaman 1dari 17

Asam traneksamat: sebuah adjuvan penting dalam terapi melasma

Ringkasan

Artikel ini mereview tentang sebuah obat lama, asam traneksamat dengan
kegunaan barunya dalam terapi melasma. Mekanisme yang digunakan
obat ini untuk mencegah aktivasi melanosit yang diakibatkan sinar UV,
hormon, dan keratinosit cacat melalui inhibisi sistem aktivator
plasminogen akan dibahas. Penggunaan indikasi seperti ini secara rinci
dan profil keamanannya juga akan dievaluasi secara menyeluruh.

Kata kunci: asam traneksamat, melasma, hidrokuinon, hiperpigmentasi


pasca-inflamasi.

Latar belakang

Publikasi pada tahun 1979 menunjukkan bahwa asam traneksamat

(TA) memiliki peranan dalam pengobatan melasma.

Selama beberapa dekade, telah ada pemahaman yang lebih besar

tentang hubungan antara unit melanosit/keratinosit, mediator inflamatori,

dan sitokin, dengan fungsi melanosit manusia, dan mekanisme

bagaimana asam-traneksamat mempengaruhi jalur-jalur tersebut.

Melasma merupakan sebuah penyakit pigmentasi kronis yang

sangat prevalen. Artikel kali ini akan mereview tentang dasar pemilihan,

penggunaan, dan profil keamanan asam traneksamat (TA) sebagai terapi

adjuvan pada melasma.

Pada tahun 1979, Nijo Sadako telah menguji coba penggunaan

asam-traneksamat untuk mengobati seorang pasien yang mengalami

urtikaria kronis (karena efek asam-traneksamat telah dilaporkan pada

masa itu). Secara kebetulan, dia menemukan bahwa tingkat keparahan


melasma pasien tersebut berkurang signifikan setelah 2-3 pekan.

Kemudian, dia melakukan trial pertama asam-traneksamat pada beberapa

pasien melasma dan menunjukkan bahwa 1,5 g asam-traneksamat oral

setiap hari bersama dengan suplemen vitamin B, C, dan E selama 5 bulan

memiliki respons yang jelas pada 11/12 pasien yang berusia 30-69 tahun.

Kebanyakan efek dari obat ini ditemukan dalam 4 pekan setelah terapi.

Pada masa itu, mekanisme asam-traneksamat yang mempengaruhi

tingkat keparahan melaskan masih belum diketahui.

Asam traneksamat (asam trans-4-Aminometilsikloheksana-

karboksil) (Gambar 1) merupakan inhibitor plasma yang digunakan untuk

mencegah fibrinolisis abnormal untuk mengurangi kehilangan darah. Obat

ini merupakan turunan sintetik dari asam amino lysin dan menimbulkan

efeknya dengan memblokir tempat-tempat pengikatan lisin pada molekul-

molekul plasminogen, sehingga menghambat aktivator plasminogen (PA)

untuk mengonversi plasminogen menjadi plasmin.

-
Gbr. 1. Struktur kimia asam traneksamat

Karena plasminogen juga ada pada sel basal epidermal manusia

dan keratinosit manusia yang dikulturkan diketahui menghasilkan

aktivator-plasminogen, maka konsekuensinya adalah bahwa asam-

traneksamat akan mempengaruhi fungsi dan interaksi keratinosit.


Faktor etiologi melasma yang terkait dengan sistem aktivator

plasminogen

Patogenesis pasti dari melasma kemungkinan melibatkan banyak

faktor (multi-faktor). Predisposisi genetik, keterpaparan sinar UV, dan

pengaruh hormon merupakan sejumlah faktor yang umum dianggap

sebagai komponen utama.

Pemeriksaan histopatologi terhadap melasma menunjukkan

melanosit epidermal yang lebih aktif dibanding pada kulit normal.

Melanosit-melanosit membesar, dengan dendrit yang menonjol dan

sintesis eumelanin yang meningkat. Melanosit-melanosit juga terisi

dengan lebih banyak mitokondria, aparatus Golgi, dan retikulum

endoplasma kasar dan ribosom pada pemeriksaan mikroskop elektron,

yang mencerminkan peningkatan aktivitas melanositik. Melanosit

hiperaktif ini bisa terkait dengan predisposisi genetika/etnis dari melasma.

Walaupun sejauh ini belum ada gen spesifik yang telah diidentifikasi

dalam patogenesis melasma, namun proses terjadinya melasma

kemungkinan merupakan interaksi multigenik yang melibatkan variasi

respons melanosit atau keratinosit terhadap berbagai faktor penstimulasi,

seperti UV, hormon, AA, PG, dan lain-lain yang bisa menjelaskan

mengapa spektrum pola melasma cukup luas begitu juga dengan

responnya terhadap terapi.

Keterpaparan sinar UV memegang peranan penting dalam

patogenesis melasma. Dari bukti eksperimen-eksperimen yang dilakukan


kemudian, sekarang dipahami bahwa sistem aktivator plasminogen yang

mengarah pada melanogenesis bisa menjelaskan peranannya dalam

melasma.

Melasma yang ditimbulkan oleh terapi penggantian hormon dan pil

kontrasepsi oral telah dilaporkan. Sebenarnya, pil kontrasepsi oral dan

kehamilan telah terbukti meningkatkan aktivator plasminogen serum, yang

kita ketahui bisa mengaktivasi proses melanogenesis.

Dengan demikian, melasma sebenarnya bisa jadi adalah

konsekuensi dari melanosit hiperaktif yang rentan secara genetika, yang

bisa distimulasi oleh sinar UV dan oleh pengaruh hormon sistem aktivator

plasminogen keratinosit. Bukti ini didukung oleh asam-traneksamat, yang

telah terbukti mengurangi tingkat keparahan plasma pada studi-studi klinis

berikutnya.

Mekanisme asam-traneksamat dalam mempengaruhi melanogenesis

Pada tahun 1998, Maeda dan rekan-rekannya menemukan bahwa

pada kulit yang terpapar sinar UV, asam-traneksamat toppikal bisa

memiliki efek preventif terhadap pigmentasi imbas UV mulai dari 7 hari ke

depan. asam-traneksamat tidak memiliki efek terhadap kulit sehat yang

tidak terpapar sinar UV. Mereka juga menunjukkan asam-traneksamat

topikal menyebabkan penurunan pigmentasi imbas asam arachidonat.

Telah diketahui bahwa radiasi UV menginduksi sintesis aktivator

plasminogen dan aktivitas plasmin pada keratinosit yang dikulturkan.

Prekursor fosfolipase A2 sekretori teraktivasi-plasmin, yang berpartisipasi


dalam produksi AA dari fosfolipid membran, merupakan sebuah prekursor

bagi prostaglandin E2 dan leukotriena (LK), yang mana selanjutnya bisa

mengarah pada melanogenesis. Plasmin juga berpartisipasi dalam

pelepasan faktor pertumbuhan fibroblast dasar (FGF), yang lagi-lagi

merupakan sebuah faktor pertumbuhan melanosit potensial.

Dengan demikian, penulis menduga bahwa asam-traneksamat

menghambat aktivitas plasmin imbas-UV pada keratinosit dengan cara

mencegah pengikatan plasminogen ke keratinosit, yang mana

menghasilkan lebih sedikit AA bebas dan berkurangnya kemampuan untuk

memproduksi PG dan selanjutnya mengurangi melanogenesis pada

melanosit.

Pada tahun 2007, Seong dan rekan-rekannya yang melakukan

penelitian dengan menggunakan melanosit yang dikulturkan pada medium

kulup neonatal menunjukkan penurunan jumlah, penurunan aktivitas

tirosinase, protein TRP1/2 terkait tirosinase, dan kandungan melanin

stelah 48 jam disertai peningkatan konsentrasi asam-traneksamat dalam

medium kultur setelah radiasi UVB. Akant etapi, tidak ada perubahan

jumlah dan panjang dendrit melanosit.

Pada tahun yang sama, Maeda dkk menemukan bahwa aktivitas

tirosinase meningkat signifikan ketika melanosit-melanosit dikulturkan

dengan medium yang diberi perlakukan keratinosit (terkondisikan-

keratinosit). Mereka membuktikan bahwa urokinase PA rantai tunggal (Sc-

uPA) dalam keratinosit yang menginduksi aktivitas tirosinase,


meningkatkan luasan sel dan meningkatkan dendrit dengan tergantung

pada dosis yang digunakan.

Lebih lanjut, mereka menunjukkan bahwa asam-traneksamat bisa

menghambat aktivitas penginduksi tirosinase dari medium-terkondisikan-

keratinosit pada melanosit manusia (yang tidak dihambat tanpa medium-

terkondisikan-keratinosit) tanpa mempengaruhi viabilitas. Dengan

demikian, asam-traneksamat hanya bisa menghentikan jalur keratinosit-

aktivasi-melanosit.

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa sc-uPA yang

dihasilkan oleh keratinosit meningkatkan aktivitas melanosit secara in

vitro, dan pemblokiran jalur ini bisa menjadi mekanisme yang digunakan

oleh asam-traneksamat untuk mengurangi hiperpigmentasi.

Pada tahun 2010, Li dkk menggunakan asam-traneksamat

intradermal pada marmut, yang telah dipaparkan terhadap sinar UVB

selama 1 bulan. Injeksi dilakukan setiap hari selama satu bulan

berikutnya. Para peneliti ini menemukan bahwa pada lapisan basal

epidermis yang terpapar, jumlah melanosit tidak berkurang, tetapi

kandungan melanin berkurang signfiikan. Dengan demikian, mereka

berpendapat bahwa asam-traneksamat tidak memiliki efek terhadap

jumlah melanosit, tetapi ada efek terhadap ekspresi melanin. (Lihat Tabel

1 dan Gbr. 2 untuk ringkasan keseluruhan).


Tabel 1. Penelitian-Penelitian yang Menunjukkan Hubungan antara
mekanisme keratinosit-aktivasi-melanosit dengan efek asamt raneksamat

Spesimen/Medium Agen/Molekul penelitian Hasil/Temuan/Efek


Eksperimen
Kulit yang terpapar UV Asam traneksamat Penurunan AA dan
topikal pigmentasi.
Keratinosit yang disinari Sintesis aktivator Plasmin mengaktivasi
UV plasminogen, aktivitas pelepasan FGF dan AA,
plasmin, keduanya mengarah pada
meningkat peningkatan PGE2, LK,
yang meningkatkan
melanogenesis.
Melanosit kultur kulup Dikulturkan dengan Melanosit mengurangi
neonatal yang disinari UV konsentrasi asamt multiplikasi, aktivitas tirosin,
raneksamat yang TRP1/2, dan kandungan
meningkat melanin, tetapi tidak ada
perubahan jumlah dan
panjang dendrit.
Melanosit yang Aktivator plasminogen Peningkatan melanosit,
dikulturkan dalam urokinase rantai tunggal aktivitas tirosinase, area
medium terkondisikan (Sc-uPA) dari sel, dan jumlah dendrit.
keratinosit. keratinosit
Fase tumbuh medium- Kadar mRNA uPA Aktivitas tirosinase
terkondisikan- keratinosit meningkat melanosit yang lebih kuat
(misal: inflamasi, cidera, Plasmin meningkatkan semakin menginduksi
sinar UV) jumlah sc-uPA dari pertumbuhan, keratinosit,
keratinosit diferensiasi, dan migrasi
Melanosit yang Larutan asam Menghambat aktivitas
dikulturkan dalam traneksamat penginduksi tirosinase dari
medium-terkondisikan- medium-terkondisikan-
keratinosit keratinosit,
Kulit marmut yang Asam traneksamat Epidermal basal berkurang
dipaparkan UVB intradermal kandungan melanin, tetapi
tidak berkurang jumlah
melanosit

Gambar 1. Ringkasan mekanisme potensial asam traneksamat untuk


mempengaruhi proses melanogenesis.
Studi-studi klinis tentang penggunaan asam-traneksamat pada

pasien melasma

Setelah penelitian pertama pada tahun 1979, beberapa ilmuwan

Jepang juga telah menunjukkan adanya efek asam-traneksamat terhadap

pengurangan melasma. Pada tahun 1985, Hajime dkk menunjukkan 33/40

pasien yang berusia 24-60 tahun mengalami penurunan tingkat keparahan

plasma dengan 1-1,5 g asam-traneksamat oral per hari dalam waktu 10

pekan.

Pada tahun 1988, 11 pasien yang mengalami melasma diterapi

dengan asam-traneksamat oral 0,75-1,5 g/hari. Semuanya mengalami

penurunan tingkat keparahan dalam beberapa bulan tanpa reaksi

berbahaya. Akan tetapi, pigmentasi kambuh setelah beberapa bulan

menghentikan obat.

Kemudian, sejumlah penelitian serupa telah dilakukan di Asia

beberapa puluh tahun kemudian.

Pada tahun 2001, Zhu dkk menggunakan 250 mg TA, 0,2 g vitamin

C, dan 0,02 g vitamin E oral tiga kali sehari untuk mengobati 128 pasien

melasma, yang dibandingkan dengan 30 kasus kontrol yang hanya

diberikan vitamin C dan E saja. Durasi 6-8 pekan dianggap sebagai satu

durasi terapi.

Pada kelompok perlakuan, 20% pasien menunjukkan lebih dari

95% pengurangan pigmentasi, 30% lebih dari 60% pengurangan

pigmentasi, dan 33% menunjukkan antara 20% hingga 60% pengurangan


pigmentasi (nilai P < 0,01).

Para peneliti ini juga menemukan bahwa peningkatan durasi terapi

(atau jumlah pemberian) lebih efektif dibanding peningkatan dosis TA.

Secara keseluruhan, tidak ada perubahan parameter koagulasi dan hanya

beberapa kasus gangguan gastrointestinal yang dilaporkan selama

penelitian.

Pada tahun 2005, Liu dkk memberikan 250 mg asam-traneksamat

tiga kali sehari, vitamin C 0,3 g, dan vitamin E 0,1 g pral per hari untuk

pasien-pasien melasma selama 2 bulan, yang dibandingkan dengan

sebuah kelompok kontrol yang hanya diberikan vitamin C dan E.

Kelompok perlakuan (176) menunjukkan lebih banyak peraikan kondisi

dibanding kelompok kontrol (70), dengan sekitar 24% yang menunjukkan

90% perbaikan dan 40% yang menunjukkan 60% perbaikan klinis (nilai P

< 0,001).

Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol memiliki sekitar 5%

pasien yang mengalami gejala gastrointestinal ringan. Dari 61 (sekitar

30%) kasus pada kelompok perlakuan yang memeriksa parameter

koagulasi, tidak ada abnormalitas yang ditemukan.

Pada tahun 2008, Wu dan rekan-rekannya menggunakan 250 mg

asam-traneksamat oral dua kali sehari sebagai modalitas tunggal dalam

mengobati 256 pasien melasma (tidak ada kelompok kontrol). Sebanyak

33 persen pasien mulai menunjukkan respon klinis dalam bulan pertama,

dan 33% lebih menunjukkan perbaikan setelah bulan kedua. Setelah 6


bulan terapi, 10,5% pasien menunjukkan 90% pengurangan pigmentasi,

18,8% menunjukkan 60% perbaikan kondisi, dan 51,6% mengalami 30%

pengurangan pigmentasi.

Selama terapi, 4,3% pasien menunjukkan gangguan

gastrointestinal dan 3,5% mengalami penurunan jumlah mensus. Peneliti

telah memeriksa parameter clotting 100 pasien pertama, yang semuanya

normal.

Trial lain pada tahun yang sama oleh Mafune dan rekan-rekannya

menggunakan 750 mg asam-traneksamat oral 2 tab tiga kali sehari

dibandingkan dengan sebuah plasebo selama 8 pekan. Dalam

perbandingan foto-foto klinis, sebanyak 76 dari 99 (76,8%) pada kelompok

asam-traneksamat menunjukkan perbaikan kondisi, sementara hanya 27

dari 100 (27%) yang menunjukkan efek pada kelompok plasebo

(P<0,001). Pada kelompok terapi, ada satu kasus nyeri dada sementara,

tetapi rincian pasien tidak disebutkan.

Pada tahun 2-011, Cho dan rekan-rekannya melakukan trial

terkontrol pertama yang menggunakan 500 mg/hari asam-traneksamat

sebagai terapi adjuvan terhadap 24 klien yang diterapi dengan sinar pulse

intens atau laser Nd:Yag untuk melasma yang dibandingkan dengan 27

klien yang mendapatkan terapi yang sama tanpa TA. Skor MASA secara

statistik lebih rendah pada kelompok adjuvan asam-traneksamat (P <

0,005). Hingga 6 bulan terapi asam-traneksamat tidak mengarah pada

efek samping sistemik yang signifikan.


Dengan demikian, dari studi-studi klinis di atas, dosis asam-

traneksamat efektif yang dianggap lazim adalah 250 mg 2-3 kali sehari,

jauh lebih rendah dari yang biasa digunakan untuk mengurangi

perdarahan eksesif, dan harus dikonsumsi sekurang-kurangnya 1 bulan

untuk melihat ada tidaknya respons klinis. Adalah durasi terapi, bukan

dosis yang lebih tinggi, yang menjadikan resimen terapi lebih efektif (Tabel

2).

Tabel 2. Rangkuman penelitian yang menggunakan asam traneksamat


oral dalam pengobatan melasma

Bentuk-bentuk terapi asam-traneksamat lainnya untuk melasma

pada tahun 2006, Lee dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa 85

pasien yang melengkapi injeksi asam-traneksamat intradermal selama 12

pekan mengalami penurunan area melasma MASI secara signifikan dan

penurunan indeks keparahan mulau dari 8 pekan dan seterusnya. Tidak

ada efek samping signifikan yang ditemukan. Akan tetapi, penelitian ini

bukan merupakan trial kontrol plasebo double-blind.

TA topikal dalam formulasi liposom dikembangkan pada tahun

2002, dan produk-produk asam-traneksamat topikal paten telah tersedia di

pasaran. Kondou dkk menerbitkan sebuah penelitian pada 2007 yang

meneliti efek sebuah emulsi asam-traneksamat 2% topikal yang

diaplikasikan terhadap 25 pasien melasma selama 5-18 pekan. Mereka

menunjukkan bahwa emulsi asam-traneksamat meningkatkan pigmentasi

pada 20 subjek (80%). Tidak ada efek samping yang ditemukan, dan
perbaikan terjadi dalam kurun 8 pekan.

Akan tetapi , pada tahun 2012, sebuah penelitian di Thailand yang

menggunakan asam-traneksamat 5% topikal pada 23 wanita selama

periode 12 pekan tidak menunjukkan manfaat tambahan asam-

traneksamat topikal, tetapi menyebabkan lebih banyak iritas pada area

yang diaplikasikan TA.

TA topikal tidak umum tersedia, tetapi kemungkinan merupakan

modalitas potensial jika infiltrasi asam-traneksamat farmakokinetik melalui

epidermis dikaji secara mendalam dengan wahana-wahana berbeda dan

jika isu iritasi bisa dipecahkan.

Ionotoforesis asam-traneksamat dengan menggunakan enhancer

kimiawi dan arus listrik konstan telah dilaporkan. Modalitas ini juga

tersedia di pasaran, walaupun studi klinis masih diperlukan untuk

membuktikan efikasinya.

TA intravena juga telah dianjurkan untuk "keputihan kulit" di Taiwan

sejak 2007 dan menyebar sampai ke negara-negara Asia. Dosis yang

lazim direkomendasikan adalah 500 mg asam-traneksamat setiap 2-4

pekan bersama dengan asam askorbat, terkadang melalui injeksi

intravena langsung atau dengan infusi larutan saline normal. Belum ada

studi klinis yang dapat membenarkan penggunaan obat ini. Dengan

demikian, penggunaan asam-traneksamat intravena untuk mengurangi

pigmentasi kulit masih harus dibuktikan dalam penelitian lebih lanjut.

Sifat-sifat asam traneksamat dan profil keamanannya


Pada tahun 1999, Dunn dan Goa membuat review yang sangat

rinci tentang sifat farmakodinami dan farmakokinetika asam traneksamat

dan kegunaan klinisnya.

Asam traneksamat membentuk kompleks dengan tempat

pengikatan lysin berafinitas tinggi pada plasminogen sedemikian rupa

sehingga asam ini tidak bisa terikat ke permukaan fibrin, sehingga

menghambat proses fibrinolisis. Penekanan fibrinolisis oleh asam

traneksamat dimanifestasikan pada pasien-pasien bedah melalui

penurunan kadar D-dimer dalam darah, tetapi obat tidak memiliki efek

terhadap parameter-parameter koagulasi darah.

Dosis asam traneksamat yang lazim direkomendasikan untuk

penggunaan klinis adalah 0,5-1,5 g tiga kali sehari. Jika dikonsumsi lewat

oral, asam traneksamat akan mencapai konsentrasi puncak dalam plasma

dalam waktu 3 jam dan tidak dipengaruhi oleh makanan dalam saluran

gastrointestinal. Untuk pemberian secara intravena, 45% dosis ditemukan

kembali dalam urin dalam 3 jam pertama, dan 90% obat dieliminasi

kebanyakan dalam 1 hari. Asam traneksamat terikat lemah ke protein

plasma, plasminogen. Obat ini bisa melewati sawar darah-otak dan

plasenta, tetapi ekskresi ke dalam ASI sangat kecil. Belum ada data yang

tersedia terkait farmakokinetikan asam traneksamat yang diaplikasikan

secara topikal ke epidermis kulit.

Efek samping yang umum dilaporkan dari asam traneksamat

adalah nausea atau diarea dan raksi-reaksi ortostatik. Gangguan


penglihatan warna juga telah dilaporkan. Tidak ada aktivitas mutagenik

atau efek janin berbahaya yang telah dilaporkan. Efek-efek berbahaya

yang telah dilaporkan mencakup syok anafilaksis, reaksi kulit, dan

nekrosis kortikal ginjal akut. Asam Traneksamat tidak memiliki efek

terhadap parameter-parameter koagulasi. Efek-efek trombotik yang terkait

dengan asam traneksamat dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 3. Rangkuman insiden trombotik yang dicurigai terkait dengan asam


traneksamat.

Pada beberapa penelitian terhadap pasien bedah kardiak yang

ditangani dengan bedah bypass kardiopulmonari, tidak ada peningkatan

kejadian efek trombotik yang dilaporkan, dan juga tidak ada

kecenderungan gangguan perdarahan pada 256 wanita hamil yang telah

diteliti. Dalam dua studi kasus-kontrol, penggunaan asam traneksamat

untuk pengobatan menoragia tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan risiko VTE.

Dalam sebuah pertemuan resmi, Prof. Ian Roberts melaporkan

bahwa dalam penelitian yang ia lakukan terhadap lebih 20.000 pasien

trauma, dosis 1 g asam traneksamat yang diikuti dengan infusi asam

traneksamat 1 g selama 8 jam tidak hanya mengurangi mortalitas dalam 4

pekan selanjutnya, tetapi juga mengurangi efek-efek trombostik pada

pasien-pasien ini (walaupun tidak signifikan menurut statistik).

Dengan demikian, asam traneksamat tampak memiliki profil yang

sangat aman dan risiko trombotik teoretis sangat rendah. Risiko bisa lebih
tinggi utamanya jika pasien mengalami penyakit lain, usia sudah tua,

menggunakan obat pro-trombotik lain (misal: pil kontrasepsi oral), atau

menggunakan dosis yang sangat tinggi dan durasi asam traneksamat

yang lama.

Beberapa peneliti bmenganjurkan kontrindikasi lain untuk

penggunaan asam traneksamat, yaitu: kehamilan, menyusui, penyakit

koroner, masalah koagulasi darah, sedang diterapi dengan obat penipis

darah, misal aspirin, Plavix dll, dan terlalu tinggi ekspektasi hasil terapi.

Perbedaan asam traneksamat dengan terapi melasma yang ada

sekarang

Terapi-terapi yang cukup efektif dalam mengurangi plasma antara

lain hidrokuinon, peel asam glikolat, sinar pulse intens, laser Nd:YAG

(1064 nm), dan laser pengelupas fraksional.

Karena tidak ada modalitas tunggal yang secara memuaskan

mengendalikan melasma, maka kosmetik-kosmetik topikal juga sangat

umum digunakan. Komposisi yang paling umum yang telah digunakan

mencakup asam azelaik, asam kojat, asam askorbat, arbutin, ekstrak

likorice, dan ekstrak kedelay. Mekanisme kerjanya juga telah dilaporkan

secara rinci.

Semua terapi melasma yang telah ada bertujuan untuk mengurangi

pembentukan melanin dari melanosit (agen-agen topikal) dan

menghilangkan pigmen melanin yang telah ada (peeling, IPL, laser). Akan

tetapi, terapi-terapi ini justru bisa mengaktivasi melanosit melalui iritasi,


inflamasi, atau melalui cidera keratinosit yang mengarah pada rekurensi

atau hiperpigmentasi pasca-inflamasi (PIH).

Asam traneksamat sekarang merupakan satu-satunya modalitas

yang benar-benar mencegah aktivasi melanosit oleh sinar matahari,

pengaruh hormonal, dan keratinosit yang cacat (setelah UV, peeling, IPL,

laser) melalui inhibisi sistem aktivasi aktivator-plasminogen. Ini tidak

hanya dapat mengurangi pembentukan melasma, tetapi juga mengurangi

kemungkinan rekurensi setelah modalitas terapi lain dengan sendirinya

mengaktivasi melanosit.

Kesimpulan

Seiring dengan semakin banyaknya bukti yang menunjukkan

interaksi antara keratinosit dan melanosit dalam proses melanogenesis

melalui sistem aktivasi aktivator plasminogen, ada banyak alasan dan

pertimbangan untuk menjustifikasi penambahan asam traneksamat,

inhibitor aktivator plasminogen, sebagai sebuah adjuvan dalam terapi

melasma, untuk meningkatkan efikasi terapi-terapi efektif yang diketahui

dan mengurangi peluang rekurensi.

Secara teori, setiap gangguan atau cidera terhadap keratinosit bisa

menimbulkan hiperpigmentasi melalui sistem aktivasi aktivator-

plasminogen ini. Dengan demikian, asam traneksamat bisa memiliki

peranannya dalam pencegahan dan terapi PIH, yang berkontribusi untuk

mengurangi risiko terkait pada terapi laser/prosedur kosmesis.

Profil keamanannya telah diteliti secara menyeluruh dan dengan


panduan-panduan sederhana dan peringatan tentang kontraindikasinya.

Asam traneksamat oral bisa digunakan secara aman dan efektif dalam

pengobatan melasma. Dosis yang direkomendasikan adalah 250 mg dua

kali sehari selama sekurang-kurangnya 1 bulan. Memperpanjang periode

resep akan memberikan efek lebih baik dibanding meningkatkan dosis.

Akan tetapi, belum ada penelitian trial terkontrol yang dilakukan

pada kelompok etnis lain, seperti Kaukasoid atau Afrika, dan

pengumpulan data lebih lanjut serta penilaian risiko sangat diperlukan

pada kelompok-kelompok ini.

Penulis berharap agar review ini bisa memberikan lebih banyak

pengetahuan tentang etiologi melasma yang terkait dengan sistem

keratinosit-PA-aktivasi-melanosit, sehingga lebih banyak studi trial

terkontrol pada berbagai kelompok etis dan penyelidikan termasuk

eksplorasi gen bisa dilakukan untuk membuat lebih banyak terapi target

tersedia di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai