Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Metamfetamin merupakan senyawa turunan dari amfetamin dan ephedrine.


Metamfetamin juga disebut sebagai Methylamphetamine ( nama IUPAC; N-methyl-1-
fenilpropan-2-amina; Nama INN: Metamfetamin) dimana N-methyl adalah derivat dari
amfetamin. Di pasar gelap dunia metamfetamin umumnya dijual dalam bentuk bubuk, bubuk
metamfetamin memiliki kemurnian rata – rata 10%. Selain itu terdapat bentuk metamfetamin
yang lembab dan berminyak biasanya kemurniannya 20% (Mcketin, 2004).

Metamfetamin kristalin adalah bentuk kedua dari metamfetamin yang paling umum
digunakan oleh pengguna obat-obatan terlarang. Produk ini hadir sebagai kristal yang tembus
pandang dan besar, biasanya disebut sebagai “Es (ice)” atau “Crystal meth” (Scifano, 2007).
Biasanya kristal metamfetamin memiliki kemurnian 80%. Bentuk metamfetamin kristal ini
cocok digunakan untuk inhalasi uap sebagai uap S-metamphetamine hydrocloride dengan
kemurnian tinggi tanpa pirolisis. Metamfetamin kristal memiliki tingkat ketergantungan yang
tinggi dibandingkan dengan bentuk metamfetamin yang lain yang memiliki tingkat
kemurnian rendah (Macketin, 2006).

Sejarah awal metamfetamin tidak tercatat dalam sastra bahasa inggris, namun
dilaporkan pertama kali metamfetamin telah disintesis pertama dari epedrin di jepang pada
tahun 1883. Efek stimulan dari metamfetamin pertama kali dilaporkan dalam penelitia
terhadap hewan yang dilakukan oleh faramakologi jerman dan ahli kimia Fritz Hauschild
pada tahu 1938.

Pada tahun 1950 – 1960 metamfetamin berkembang di Amerika. Pada saat itu
metamfetamin banyak diresepkan untuk pengobatan depresi dan obesitas. Resep
metamfetamin mencapai puncaknya di Amerika serikat pada tahun 1967 sebesar 31 juta
pengguna (Anglin et al, 2000). Penggunaan obat terlangan metamfetamin terutama pada
penggunaan injeksi intravena menjadi perhatian di beberapa kota di Amerika serikat paa saat
itu karena efek psikotik dari metamfetamin terlihat tidak wajar. Sebuah epidemologi
penggunaan metamfetamin intervena juga dilaporkan terjadi di London pada taun 1968
dengan penjualan di pasar gelap dan beberapa dalam jumlah kecil menggunakan resep dokter.
Ekspansi yang cepat dari obat terlarang metamfetamin di pasar gelap mungkin terkait
dengan adopsi klandestin dimana proses sintesin yang melibatkan metode penggurangan
efedrindan pseudoepedrin ini cenderung secara selektif menghasilkan garam S-
metampetamine denga kemurnian tinggi dan secara relatif biaya yang rendah (Logan, 2002)

Pada tahun 2001-2002 persediaan heroin di Australia menglami penurunan yang


tajam dan metamfetamin kristal muncul sebagai produk dipenting di pasar gelap obat
terlarang lokal. Beberapa tahun terakhir prevalensi ketergantungan metampetamin di australia
menjadi meningkat dan serupa pada saat dimana pada tahun 1990 dulu menjadi puncak
ketergantungan heroin.

Pada tahun 2006 The United Nations Office on Drugs and Crime estimated
memperkirakan bahwa 340 mt metamfetamin disintesis dimana setara dengan 34 milliar obat
dengan dosis 100mg.

Metamfetamin adalah obat terlarang kedua yang paling populer, diperkirakan 15 – 16


juta pengguna diseluruh dunia. menggunakan metamfetamin sangat umum terjadi di Asia,
Oceania, dan Amerika Utara. Pada tahun 2005-2006 prevalensi penggunaan metamfetamin
tertinggi terjadi di filipina, dimana diperkirakan 6% populasi orang dewasa telah
menggunakan obat tersebut.
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Definisi

Metamfetamin merupakan senyawa turunan dari amfetamin dan ephedrine.


Metamfetamin juga disebut sebagai Methylamphetamine ( nama IUPAC; N-methyl-1-
fenilpropan-2-amina; Nama INN: Metamfetamin) dimana N-methyl adalah derivat
dari amfetamin. Rumus molekul metamfetamin C10H15N dan berat molekulnya
149,2 gr/mol.

Gambar II.1 Gambar Molekul Metamfetamin

Dalam kehidupan sehari-hari, metamfetamin dikenal dengan sabu, ubas, blue


ice, kaca dan mecin. Metamfetamin tersedia dalam bentuk metamfetamin hidroklorid
berupa tepung atau kristal putih kekuningan yang larut air, dan tidak bau sehingga sering
disebut “ICE”. Metamfetamin dapat digunakan dalam bentuk oral, inhalasi melalui
hidung, hisap (smoked/rokok) maupun intravena. Zat ini akan lebih cepat masuk ke otak
dan berlangsung lebih lama.

Struktur metamfetamin menyerupai feniletilamin, zat kimia yang terdapat


dalam coklat, keju dan wine. Saat dikonsumsi, feniletilamin cepat di degradasi oleh enzim
monoamine oksidase. Ketika grup metil (-CH3) berikatan dengan feniletilamin maka
akan membentuk metamfetamin. Bila pada metamfetamin ditambahkan grup metil (–
CH3) di struktur nitrogen dasarnya, maka akan membentuk metamfetamin. Grup metil
memiliki sifat melindungi dari degradasi oleh monoamine oksidase, karena itu
metamfetamin bertahan lebih lama di dalam tubuh dibandingkan feniletilamin.

B. Farmokologi Metampetamin
1. Farmakologi molekular
Aktivitas farmakologi metamfetamin muncul dari kesamaan strukturalnya
dengan neurotransmiter monoamina noradrenalin, dopamin dan serotonin.
Metamfetamin adalah agonis indirect dari dopamaine, nonadrenalin dan
serotonin. Reseptor ini menggantikan monoamina terikat pada membran
transporter, yaitu transporter dopamin (DAT), transporter noradrenalin (NET),
transporter serotonin (SERT) dan vasikular monoamine trasnporter-2 (VMAT-2).
VMAT-2 tertanam dalam membran vaskuler, sedangkan DAT aktif, NET dan
SERT adalah permukaan sel intergal membran protein (Sulzer et al, 2005)

Gambar II.2 Struktur metampetamin dan monoamines

Dalam kondisi normal, VMAT-2 mengatur konsentrasi monoamina di sitosol


dengan memediasi transportasi ke dalam penyimpanan vesikula intraseluler.
Dalam sebuah potensial aksi, vesikel monoamina menyatu dengan selaput sel dan
melepaskanny, kemudian isi monoamina masuk kedalam sinaps neuron, proses
ini disebut dengan proses exocytosis.
DAT, NET, dan SERT biasanya melakukan moderasi transmisi sinaptik
monoamina dengan memengahi reuptake monoamina dari sinaps ke neuro
presinaptik, proses reuptake ini menurunkan stimulasi post-sinaptik dari reseptor
monoamina. Kemudian metamfetamin mendistribusikan kembali monoamina dari
penyimpanan vesikula ke dalam sitosol dengan membalikan fungsi VMAT-2 dan
mengganggu gradien PH yang menyediakan energi yang dibutuhkan untuk
mendorong akumulasi monoamina didalam penyimpanan vesikula.
Metamfetamin juga membalikkan fungsi endogen DAT, NET dan SERT yang
mengakibatkan pelepasan dopamin, noradrenalin, dan serotonin dari sitosol ke
sinapsis sehingga terlepas dari potensi aksi. Pada akhirnya, proses ini
memungkinkan monoamina untuk merangsang reseptor monoamina postsinaptik
dengan cara yang tidak teratur. Selanjutnya, metampetamin menurunkan
metabolisme monoamina dengan menghambat oksidasi monoamina. ( Sulzer,
2005). Studi in vitro menunjukkan bahwa metampetamin dua kali lipat lebih kuat
saat melepaskan noradrenalin sebagai dopamin dan pengaruhnya dilaporkan 60
kali lipat lebih besar pada norarenalin dari pada pelepasan serotonin (Rotman et
al, 2001).

Gambar II.3 Mekanisme Metampetamin di Neuron

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kompleksitas substansial pad mekanisme


molekular metamfetamin seperti yang dijelaskan diatas, sebagai contoh ( Berridge,
2006) :
a. Beberapa subtipe reseptor ada untuk noradrenalin, dopamin dan serotonin, dengan
ikatan anifitas yang berbeda, efek messenger, dan distribusi sistem saraf pusat
(SSP)
b. Jalur neuro berinteraksi satu sama lain (misalnya: neuro monoamina yang
menimpa rangsangan neuro glutamat dan neuro inhibitor aminobutyric acid
(GABA))
c. Beberapa efek metamfetamin dimediasi secara perifer

2. Farmakokinetik klinik
Berdasarkan studi klinis dosis metampetamin umunya dalam kisaran rendah
dan sedang yaitu 5-35 mg. Studi farmakokinetik di dosis tinggi dilaporkan untuk
penggunaan terlarang sekitar 50-500 mg per dosis tampaknya belum pernah
dilakukan ( McGregor, 2005; Mcketin et al, 2006)

a. absorbsi Metamfetamin melalui pemberian intravena


Konsentrasi metamfetamin mencapai puncak plasma (Cmax)
tergantung pada dosis yang diberikan. Pada dosis intravena metampetamin
17,5mg/70 kg Cmaks nya kira kira 70 µg/L metampetamin dan dosis intravena
35mg/ 70 kg menghasilkan rata rata Cmaks sekitar 130µg/L (Mendelson et al,
2006). Cmaks kemungkinan besar terjadi mencapai denga cepat melalui
suntikan intravena sekitar 5 menit. Namun, penelitian yang dilakukan oleh
(Newton, 2005) mengatakan metampetamin mencapai konsentrai puncak
sekita 0,3-0,5 jam. Mungkin perbedaan ini tergantung dengan pengambilan
sampel. Daerah dibawah kurva waktu vs konsentrasi metampetamin (AUCO-
∞) adalah secara signifikan R-metampetamin lebih besar dibandingkan S-
metampetamin sehingga menujukkan N-demithylation dari S-enansiomer lebih
luas .

b. Absorbsi metamfetmin melalui inhalasi uap


Penyerapan metamfetamin melaluin inhalasi uap tergantung pada bentuk nya.
Penyerapam metamfetamin yang berbentuk bedak berbeda dengan
metamfetamin yang berbentuk dasar /kristal. Metamfetamin kristal mudah
menguap di ~ 300 C tanpa pirolisa. Obat ini biasanya diisap dengan
menghirup uap dari metafetamin kristal yang dimuat ke dalam pipa kaca dan
dipanaskan menggunakan pematik butana (logan, 2002). Inhalasi uap
mengakibatkan kemunculan cepat metamfetam dalam plasma. Sebuah waktu
paruh penyerapan yang cepat diperkirakan 1.6 menit menunjukkan transfer
obat yang sangat efesien dari aveoli kedalam darah. Namun, penyerapan
waktu paruh yang kedua lebih lambat yaitu 1.4 jam dan kadar puncak plasma
(Cmaks) ~2,5 jam. Komponen penyerapan yang lebih lama ini mungkin
timbul karena penyerapan metamfetamin yang ditahan di saluran pernapasan
bagian atas atau penyerapan dosis yang mungkin dikondensasikan dan ditelan
sebelum mencapai paru-paru. Saat metamfetami dikonsumsi dengan merokok
dengan dosis metamfetamin 40mg menghasilkan penghirupan rata rata dosis
22.2 mg (harris et al, 2003). Penelitia lain mengatakan, saat suhu pengguapan
yang lebih tinggi digunakan dan menggunakan dosis metamfetamin yang lebih
rendh 30 mg menghasilkan dosis inhalasi rata-rata sama seperti saat merokok
yaitu sekitar 21.8 mg.

c. Absorbsi metamfetamin melalui intranasal


Penyerapan metamfetamin melalui jalur intranasal diperkirakan
mencapai 79% . Dimana konsentrasi puncak plasma (Cmax) metamfetamin
kira kira 100µg/L da terjadi sekitar 2,7 jam setelah pemberian. Proses
penyerapan yang mungkin lebih lambat ini mungkin terkain dengan obat yang
ditahan didalam mukosa hidung, bagian atas saluran pernapasan dan atau
sebagian penyerapan metamfetamin tertelan ( Hart et al, 2007) .

d. Absorbsi metamfetamin melalui oral


Penyerapan metampetamin melalui pemberian oral tidak secepat
dengan pemberian secara intravena maupun inhalasi uap. Diamana waktu
paruh penyerapan pral (T1/2) adalah 0.6-0.9 jam dan untuk mecapai waktu
puncak (Cmax) kira-kira 3.5 jam. Cmax ditemukan sedikit tapi secara
signifikan lebih besar setelah pemberian oral berulang (Schepers, 2003) .

e. Metabolisme
Jalur biotransfirmasi yang digunakaan untuk metampetamine meliputi :
1) N-demethylation untuk mengghasilkan amfetamin
2) Hidroksilasi aromatik untuk memproduksi P-hydrixymetamphetamine dan
3) Hydrosilasi untuk menghasilkan norepedrin,

N-demethylation dan hidoksil aromatik dikatalisis oleh sitokrom p450


2D6. Sitokrom p450 2D6 polimorfik ini dapat menyebabkan variabilitas antar
individu pada farmakokinetik metamfetamin. N-demethilation melalui
sitokrom P450 2D6 bersifat stereoselektif dan biotransformasi menjadi
amfetamin lebih besar untuk S-metampetamin dibandingan R-enasiomer. Kira
kira 5 kali lebih besar S-metampetamin dibandingkan R-enasiomer (medelson,
2006)

f. Eliminasi
Paruh waktu plasma metamfetami adalah 8-14 jam. Waktu paruh
eliminasi pada R-metampetamin agak lama dibandingkan dengan S-
enasiomer dikarenakan S-metampetamin dimetabolisme lebih cepa.
Metamfetamin yang ditimbul dari dosis intravena 10 mg dapat deteksi pada
plasma sekitar 36-48 jam dengan batas deteksi 1µg/L. Total eliminasi
metamfetamin sangat bervariasi antara 15 L/h dan 45 L/h . Tingkat ekresi
metamfetamin diginjal tergantung dengan PH urin. Metamfetamin sebagian
besar tergabung dalam urine akali dn dengan mudah diserap kembali dari
tubulus distal kedalam peritubular darah, sehinggi ekresi diginjal terbatas. Bila
PH urine tidak terkontrol eliminasi metampetamin dalam ginjal bervariasi
antara 6L/jam – 10L/jam. Eliminasi metamfetamin diginjal tergantung dengan
dosis yang digunakan. Untuk fraksi dosis yang lebih kecil biasanya diekresi
dalam urin. Metamfetamin mempunyai paruh umur di urine sekitar 25 jam
setelah terakumulasi dalam urin dengan dosis berulang ( Kim, 2004) . Dalam
penelitian lain metampetamin terdeteksi dalam urin 7 hari setelah dosis
tunggal 250 mg per oral (cornell, 2002) . jumlah metamfetamin yang
diekresini dalam urin sangat bervarisi sekitar (15-70%). Dimana 15 %
disekresi sebagai p-hidroksimetamepetamin dn 10% diekresi sebagai
amfetamin bila PH urin tidak terkontrol.
3. Farmakodinamik

Farmakodinamik metamfetamin merupakan aspek farmakologis yang meliputi


cara kerja metamfetamin dan efek metamfetamin terhadap berbagai fungsi organ.
Metamfetamin termasuk obat simpatomimetik yang bekerja secara tidak langsung,
yang artinya metamfetamin dapat menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan
katekolamin endogen yang tersimpan dalam ujung saraf adrenergik.
Katekolamin merupakan golongan neurotransmitter yang memiliki satu cincin
benzen, dua gugus etil dan satu gugus amino, contohnya neurotransmitter
golongan ini adalah dopamine, serotonin, dan norefineprin. Metamfetamin
memiliki kesamaan struktur dengan katekolamin endogen tersebut sehingga
mampu memfasilitasi peningkatan pelepasan katekolamin. Pertama,
metamfetamin penetrasi masuk ke ujung saraf presinaps dengan cara difusi pasif
melewati membran lipid atau melalui tempat ikatan transporter-neurotransmiter
pada membran tersebut. Setelah berada dalam sitosol, metamfetamin menghambat
fungsi kerja vesicular monoamine transporter (VMAT2) menyebabkan
redistribusi katekolamin dari vesikel ke dalam sitosol memungkinkan
meningkatnya konsentrasi katekolamin dalam sitosol.
Kedua, metamfetamin turut serta mengganggu kesetimbangan pH dalam
sitosol akibatnya mempercepat akumulasi molekul-molekul katekolamin ke dalam
vesikel sehingga proses pembentukan katekolamin lebih cepat. Ketiga,
metamfetamin mampu meningkatkan aktivitas enzim tirosin hidroksilase
menyebabkan proses reaksi dari tirosin menjadi L-3,4-dihydroxylphenylalanine
(L-DOPA) dan kemudian proses L-DOPA menjadi dopamin menjadi lebih cepat.
Pada keadaan normal, setelah katekolamin berada pada celah sinaps, maka
katekolamin akan berikatan dengan reseptor masing-masing di ujung saraf
postsinaps baru kemudian katekolamin tersebut di re-uptake dan dimetabolisme
oleh tubuh. Keadaan berbeda ketika seseorang menggunakan metamfetamin,
metamfetamin diketahui memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas
katekolamin di celah sinaps dengan cara menghalangi proses re-uptake oleh saraf
presinaps dan dengan cara mengubah enzim monoamin oksidase (MAO) menjadi
enzim mandelat yang bersifat tidak aktif.

Gambar. Mekanisme kerja metamfetamin dalam ujung saraf: (i) dan (ii) proses penetrasi
metamfetamin ke dalam ujung presinaps, (iii) dan (iv) metamfetamin merangsang pembentukan katekolamin
secara berlebihan, (v) metamfetamin menghambat re-uptake katekolamin dari celah sinaps.
Keterangan: ▲= metamfetamin, ●=katekolamin (dopamin).

Akibat mekanisme metamfetamin tersebut konsentrasi serotonin, dopamin,


dan norepinefrin meningkat di tempat masing-masing neurotransmitter tersebut
dibentuk. Peningkatan pelepasan dopamin di frontal korteks, sistem limbik, basal
ganglia, talamus, hipofisis posterior, medula spinalis akan mempengaruhi fungsi
pergerakan dan koordinasi, emosional, penilaian, motivasi dan efek euforia.
Tetapi dalam jangka panjang akan menyebabkan skizofrenia dan sifat agresif.
Sedangkan peningkatan pelepasan norepinefrin di sistem saraf otonom dan sistem
saraf pusat seperti talamus, sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri
akan sangat mempengaruhi fungsi pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak,
fungsi kardiovaskuler, tidur dan bangun. Serotonin yang dilepaskan berlebihan
pada hipotalamus, talamus, sistem limbik, korteks serebral, serebelum, medula
spinalis akan sangat mempengaruhi fungsi tidur, bangun, libido, nafsu makan,
perasaan nyaman, agresi persepsi nyeri, dan koordinasi. Tetapi dalam jangka
panjang metamfetamin akan menyebabkan munculnya paranoid, hilangnya
percaya diri, putus asa dan kecemasan yang berlebihan.

C. Gejala langsung metamfetamin


1. Gejala subyektif akut .
Gejala langsung utama pada metamfetamin pada dosis rendah hingga sedang (5-
35mg). Sebagai berikut :
a) Gairah ( mis. Adanya penurunan kekuatan tubuh dan selalu merasa cepat
lelah)
b) Euforia ( mis. Elasi dan intoksikasi )
c) Relaksisasi ( mis, kemarahan, keterbukaan dan keyakinan )
d) Nafsu makan menurun
e) Respon subyektif yang tidak menyenangkan seperti kecemasan
f) Paranoid, delusi dan halusinasi diamati pada dosis intravena yang melebihi
55mg metampetamin .

2. Gejala fisiologis akut


Metamfetamin merupakan stimulator kuat pada sistem kardiovaskuler dan
meningkatkan denyut jantung dan tekenan darah . Efek kardiovaskuler dari
metampetamin tergantung pada dosis yang digunakan. Komplikasi jantung berat
dapat terjadi sebagai akibat penggunaan metamfetamin dalam dosis tinggi akut
maupun kronis. Efek fisiologis yaang lain seperti peninggkatan laju respirasi,
peningkatan suhu tubuh, dan pelebaran pupil.

3. Gejala akut pada fungsi kognitif


Pada dosis rendah hingga sedang metamfetamin awalnya dapat meningkatkan
tugas kinerja yang menentang perhatian yang berkelanjutan dan terbagi, seperti
kemampuan penalaran, pengenalan pola, koordinasi motorik, dan kecepatan
reaksi. Namum akurasi respom dapat terganggu.
Pada dosis yang lebih tinggi perbaikan untuk fungsi kognitif dapat disangkal
karena dapat mengakibatkan delusional berfikir, menyebabkan gangguan prilaku
yang tidak wajar/ parah. Dan penggunaan metampetamin kronis dapat
menyebabkan neurotoksisistas dan menyebabkan penurunan fungsi kognitif yang
signifikan dalam jangka panjang. (Scott, 2007)

4. Gejala akut pada dosis besar


Sebuah studi unik yang mempelajari tentang pemberian metamfetamin dengan
intervena dosis tinggi (55-640 mg) menunjungkan adanya gejala membangkitkan
respon subyektif positif dengan diikuti oleh gejala psikotik. Setidaknya ada 5
dari 12 responden yang mengalami hipertensi, 4 dari 12 responden pikirannya
berkembang dan prilakunya menjadi lebih agresif, 8 dari 12 berbicara hampir
terus menerus selama percobaan dan semua melporkan mengalami sakit kepala.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metamfetamin dapat menyebabkan gejala
psikotik akut dengan atau tanpa aadanya sejarah psikotik sebelumnya.
Penelitian lain mengatakan kadar metamfetamin di dalam plasma darah diatas
300g/L dapat mengakibatkan munculnya prilaku kekerasan. Dan pada kadar
metamfetamin dalam plasma darah melebihi 100g/L didapatkan gejala berbicara
cepat atau bingung, pupil melebar, agitasi, paranoid, deyut nadi cepat, berkeringat,
gugup dan gelisah .

5. Waktu gejala
Puncak gejala kardiovaskuler dengan cepat terjadi melalui intravena yaitu
dalam 5-30 menit. Untuk gejala subjektif akut terjadi dalam 15-20 menit dengan
cara intravena dan merokok dan tetap relatif meningkat terhadap plasebo selama
6-7 jam. Gejala metamfetamin melalui cara merokok dan oral puncaknya terjadi
secara sibstansial lebih awal daripada puncak konsentrasi metamfetamin dalam
plasma darah yang dapat mengindikasikan toleransi akut.
D. ADVERSE EFFECTS
1. Overdisis metamfetamin
Berdasarakan laporan kasus, fitur umum overdosis metamfetamin meliputi :
a) Agitasi
b) Pupil melebar
c) Takikardi,
d) Hipertensi dan
e) Respirasi cepat .

Fitur lainya termasuk :

a) Mengigil
b) Dyspnea
c) Nyeri dada
d) Hiperpireksia dan
e) Kerusakan Hati , Jantung dan gagal ginjal .

Untuk koma dan kejang biasanya terjadi relatif jarang. Dan untuk toksisitas
metamfetamin biasanya meliputi takikardi, hipertensi dan perubahan status
mental. Untuk gejala suicide bisa terjadi sekitar (6-12% dari overdosis), psikotik
akut terjadi sekitar (7-12% dari overdosis) dan faktor rabdomyolysis bisa terjadi
sekitar 14% daro overdosis. Kematian akibat metamfetamin paling sering muncul
akibat edem paru, kongesti paru, serebrovaskuler, perdarahan (berkaitan dengan
hipertensi), fibrilasi ventrikal, gagal jantung akut atau hiperpireksia (Gray et al,
2007).

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa proporsi yang signifikan akibat dari
metafentamin timbul dari kecelakaan, bunuh diri dan pembunuhan yang mungkin
menunjukkan gangguan psikologis dan prilaku yang parah pada dosis toksis.
Menurut inoe et al, (2006) konsentrari metamfetamin dalam plasma darah kisaran
200-5000 g/ L merupakan tingkat toksik dan konsentrasi metamfetamin dalam
plasma darah yang melebihi 1000g/L dianggap sebagai tingkat yang fatal. Namun
hal tersebut harus dipertimbangkan karena konsentrasi metamfetamin didalam
plasma darah tidak tergantung pada dosisnya.
2. Psikosis
Psikosis metamfetamin mengacu pada keadaan paranoid-halusinasi yang
disebabkan oleh methamphetamine yang sangat mirip dengan skizofrenia
paranoid akut. Penggunaan metamfetamin secara teratur dikaitkan dengan
tingginya kejadian gejala psikotik kronis. Tanda paling umum dari psikosis
metamfetamin adalah halusinasi, delusi dan ucapan aneh.
Halusinasi yang disebabkan oleh metamfetamin didominasi pendengaran
(dialami pada 85% kasus psikosis metamfetamin), visual (46%) dan taktil (21%).
Delusi penganiayaan (71%), referensi (63%), dan 'pembacaan pikiran' (40%) juga
umum terjadi (Chen et al., 2003). Dosis metamfetamin yang dapat menimbulkan
gejala psikotik kisaran 55 mg – 640 mg dan timbulnya gejala psikotik kisaran 7
menit sampai 34 jam setelah dosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Ujike (2004) mengatakan bahwa di antara
sampel 170 pengguna metamfetamin yang terkena dampak psikosis 59% sembuh
dari psikosis dalam 30 hari, namun gejala berlanjut selama lebih dari satu bulan
pada 41% kasus, dan 28% yang mengungkapkan gejala hilang setelah lebih dari 6
bulan (Ujike & Sato, 2004). Temuan ini menunjukkan bahwa pada lebih dari 50%
kasus, gejala psikotik sembuh secara spontan dan mungkin tidak memerlukan
pengobatan antipsikotik jangka panjang.
Gejala psikotik meningkat dalam tingkat keparahan dengan meningkatnya
durasi dan frekuensi penggunaan metamfetamin. Sensitisasi terhadap psikosis
metamfetamin dapat dikaitkan dengan neurotoksisitas sejak kepadatan DAT pada
striatum dan korteks prefrontal (PFC) telah berkorelasi terbalik dengan gejala
psikotik. Stres lingkungan yang tidak spesifik seperti penahanan, insomnia berat,
dan konsumsi alkohol berat dapat menyebabkan gejala psikotik selama periode
pantangan metamfetamin
Riwayat keluarga penyakit psikotik dapat dikaitkan dengan psikosis
metamfetamin yang persisten. Individu dengan gejala psikotik bertahan lebih dari
satu bulan setelah putus tiga kali lebih mungkin memiliki riwayat skizofrenia
keluarga atau episode psikiatri yang tidak terlalu lama. Komponen genetik
didukung oleh laporan tingkat psikologi metamfetamin yang lebih tinggi terkait
dengan variasi gen tertentu (Barr et al., 2006).
3. Methamphetamine withdrawal syndrome
Ketergantungan obat ditandai dengan timbulnya gejala buruk setelah putus
obat, yang dapat dikurangi dengan penggunaan kembali (Oswald & Thacore,
1963). Putus metamfetamin diklasifikasikan sebagai Sindrom Putus Stimulan Tipe
Metamphetamine pada Edisi Fard dari Manual Diagnostik dan Statistik Mental
Disorders (DSM-IV) (American Psychiatric Association, 2000). Menurut kriteria
DSM-IV, putus methamphetamine muncul setelah berhentinya atau pengurangan
penggunaan obat yang 'berat dan berkepanjangan' (American Psychiatric
Association, 2000). Sindrom ini ditandai dengan gejala mood dysphoric,
kelelahan, mimpi buruk yang tidak menyenangkan, insomnia atau hypersomnia,
peningkatan nafsu makan, dan agitasi psikomotor atau retardasi. Kriteria tersebut
menetapkan bahwa gejala putus terjadi dalam beberapa jam atau hari setelah
pengurangan penggunaan metamfetamin secara mendadak (American Psychiatric
Association, 2000).

Berdasarkan penelitian observasional, gejala putus methamphetamine yang


paling menonjol seperti gangguan tidur, mood dan perasaan cemas dan tertekan,
disertai gejala seperti keinginan dan gangguan kognitif. Durasi penggunaan
metamfetamin yang lebih lama tampaknya terkait dengan tingkat keparahan putus
yang lebih besar (McGregor et al, 2005). Secara umum, gejala putus menunjukkan
perbaikan yang signifikan setelah 7-10 hari tidak menggunakan ethamphetamine,
meskipun gejala sering bertahan selama beberapa bulan (McGregor et al, 2005).

4. Anxiety and depressed mood


Suasana depresi dan kecemasan yang terkait dengan putus methamphetamine
dapat menyebabkan ide bunuh diri dan kepanikan (Connell, 1958; Hawks et al.,
1969; Watson et al., 1972; Zweben et al., 2004). Tingginya insiden trauma
psikologis di kalangan pengguna metamfetamin cenderung memperburuk
kecemasan dan depresi di antara para penggunanya. (Cohen et al., 2003).

Depresi yang terkait dengan putus methamphetamine biasanya memiliki


gambaran mood dysphoric, anhedonia, iritabilitas, tidak aktif dan gangguan
konsentrasi (Gossop et al., 1982; Kalechstein et al., 2003; London et al., 2005;
McGregor et al., 2005; Oswald & Thacore , 1963; Srisurapanont et al., 1999a;
Watson dkk, 1972). Depresi dan kecemasan paling parah setelah 2-3 hari pantang,
dengan peningkatan bertahap setelah 7-10 hari pantang (McGregor et al., 2005;
Watson et al., 1972).

Dalam kebanyakan kasus, mood depresi meningkat secara signifikan setelah


dua minggu pantang. Namun, 24% individu terus melaporkan depresi pada tingkat
sedang hingga parah setelah tiga minggu berpantang (McGregor et al., 2005), dan
beberapa individu terus mengalami depresi signifikan setelah beberapa bulan
berpantang (Watson et al., 1972).

Penipisan monoamina yang disebabkan oleh metamfetamin dapat berperan


dalam depresi, karena konsentrasi 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (metabolit
dan penanda noradrenalin) berkurang secara signifikan selama putus, dan
berkorelasi terbalik dengan tingkat keparahan depresi (Watson et al., 1972). Studi
neuroimaging menunjukkan bahwa depresi persisten dapat dikaitkan dengan
neurotoksisitas akibat methamphetamine (London et al., 2004; Bagian 1.3.5).

5. Disordered Sleep
Studi kasus polysomnolographic awal menunjukkan bahwa putus akut
memiliki periode durasi tidur yang meningkat (terutama tidur dengan gerakan
mata yang cepat (REM)) selama 3-8 hari awal berpantang dari metamfetamin
(Oswald & Thacore, 1963; Watson et al., 1972) . Periode ini kadang-kadang
disebut fase 'tabrakan' (Barr et al., 2002; Lago & Kosten, 1994). McGregor
melaporkan bahwa jumlah tidur selama minggu pertama putus tidak terkait
dengan kurang tidur selama seminggu sebelum putus. Oleh karena itu, fase
hypersomnia yang mencirikan putus dini metamfetamin tampaknya bukan sekadar
fungsi kurang tidur saja (McGregor, 2005).
Insomnia telah dilaporkan sebagai ciri fase putus. (Gossop et al., 1982) namun
ini bukan pengamatan yang konsisten. Setelah periode awal hipersomnolence,
beberapa peneliti melaporkan penurunan kualitas tidur tapi bukan kuantitas
(McGregor et al., 2005) sementara yang lain belum menemukan insomnia sebagai
gejala yang signifikan (Srisurapanont et al., 1999a). Jika diamati, kualitas tidur
yang terganggu selama fase putus methamphetamine kemudian dikaitkan dengan
penurunan kepahitan saat terbangun, menunjukkan adanya hubungan antara tidur,
mood, dan fungsi kognitif selama putus methamphetamine (McGregor et al.,
2005).

Anda mungkin juga menyukai