Anda di halaman 1dari 6

Shabu atau metamfetamin adalah sejenis obat psikosimultan yang bersifat snagat adiktif

dan bekerja secara aktif dalam system saraf pusat. Shabu memiliki efek paling kuat
dibandingkan jenis obat stimulant lainnya seperti amfetamin, kokain, efedrin dan
methylphenidate.1 Shabu pertama kali disentesa di Jepang pada tahun 1893 dan mulai
dikembangkan untuk keperluan medis seperti untuk pengobatan asma, narcolesy, attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan obesitas dengan penggunaan terbatas.1,2
penyalahgunaan shabu pertama kali berkembang setelah akhir perang dunia kedua (1945-1956)
di Jepang. Pada awalnya shabu digunakan oleh para tentara Jepang untuk melawan rasa lapar,
kantuk, dan rasa takut ketika di medan perang, akan tetapi pasca perang, shabu diproduksi
secara illegal dan penyalahgunaannya menyebar ke Amerika Serikat, Asia, Australia dan
belahan dunia lainnya.1,3,4

Metamfetamin mempunyai nama lain ectasy atau shabu. Selama lebih dari 25 tahun
terakhir ini, penggunaan metamfetamin di dunia ini telah meningkat. Metamfetamin dapat
menyebabkan euforia dan efek stimulan, seperti peningkatan atensi dan peningkatan energi.
1,2,3
Metamfetamin dapat digunakan secara oral, intravena, dihisap ataupun dihirup.
Kepopuleran metamfetamin mengalahkan kokain karena sekali memakai metamfetamin, dapat
membuat orang melayang selama 6-12 jam, sedangkan penggunaan kokain hanya membuat
orang yang mengkonsumsinya melayang selama 0,5-1 jam. Metamfetamin mempunyai
beberapa efek samping seperti infark miokard, stroke, kejang, rhabdomiolisis, kardiomiopati,
psikosis dan kematian. Penggunaan amfetamin secara kronis dapat berhubungan dengan gejala
psikiatri dan juga fisik. Penggunaan dengan metamfetamin berhubungan dengan aktivitas
seksual yang tinggi sehingga berhubungan juga dengan penuluran transmisi Human
immunodeficiency virus (HIV). Pada wanita hamil, penggunaan metamfetamin dapat
3,4
menyebabkan abrupsio plasenta, intrauterine growth retardation dan kelahiran prematur.

Populasi di Indonesia mencapai 240 juta penduduk. Estimasi pengguna obat-obatan


mencapai 3,6 juta. Menurut survey Departemen Kesehatan pada tahun 2007, menunjukkan
bahwa penggunaan obat-obatan terlarang dalam 12 bulan terakhir adalah kanabis 25%, ektasi
10%, metamfetamin 9%, heroin 6%, alkohol 5%, dan benzodiazepin 3%. Metamfetamin ini
paling popular dan lebih disukai bila dibandingkan dengan psikotropika lainnya karena efeknya
cepat dirasakan pengguna dan mudah didapatkan. Penggunaan metamfetamin mempunyai nilai
adiksi yang paling tinggi dengan 92% penggunanya mengalami relaps setelah penghentian
penggunaan. Pada sebuah penelitian, didapatkan hasil bahwa penggunaan metamfetamin akan
menyebabkan kerusakan neuron pada otak yang tidak dapat sembuh walaupun penggunaannya
3
telah dihentikan.
Struktur metamfetamin

Metamfetamin merupakan obat sintetik yang bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat.
Nama sistematiknya menurut IUPAC adalah N,α-dimethylbenzeneethanamine, dengan
formula molekul C10H15N dan berat molekul 149,2 gr/mol. Diproduksi pertama kali di Jepang
pada tahun 1919. Dalam kehidupan sehari-hari, metamfetamin dikenal dengan sabu, ubas, blue
5,6
ice, kaca dan mecin.

Metamfetamin tersedia dalam bentuk metamfetamin hidroklorid berupa tepung atau kristal
putih kekuningan yang larut air, tidak berbau dan rasanya pahit. Metamfetamin dapat
digunakan melalui oral. Inhalasi melalui hidung, hisap (smoked/dirokok) maupun intravena,),
5,7
zat ini akan lebih cepat sampai ke otak dan efeknya berlangsung lebih lama.

Penyalahgunaan metamfetamin semakin meningkat disebabkan karena pembuatannya yang


mudah. Metamfetamin berasal dari reduksi efedrin dengan litium dalam ammonia cair maupun
dengan fosfor merah dan iodin sebagai reduktor. Efedrin sebagai bahan dasarnya sendiri dapat
5,6
ditemukan dalam obat-obat warung maupun dari ekstrak tanaman Ephedra vulgaris L.

Struktur metamfetamin menyerupai feniletilamin, zat kimia yang terdapat dalam coklat, keju
dan wine. Saat dikonsumsi, feniletilamin cepat di degradasi oleh enzim monoamine oksidase.
Ketika grup metil (-CH3) berikatan dengan feniletilamin maka akan membentuk amfetamin.
Bila pada amfetamin ditambahkan grup metil (–CH3) di struktur nitrogen dasarnya, maka akan
membentuk metamfetamin. Grup metil memiliki sifat melindungi dari degradasi oleh
monoamine oksidase, karena itu metamfetamin bertahan lebih lama di dalam tubuh
5
dibandingkan feniletilamin.

Keterangan gambar:

1. Struktur efedrin 

2. Struktur feniletilamin 


3. Struktur amfetamin 


4. Struktur metamfetamin 


Sumber : Logan BK. Methamphetamin-Effects on Human Performance and Behavior;


Forensic Sci Rev 14:133; 2002.

Farmakokinetik metamfetamin
Metamfetamin di metabolisme terutama di hati melalui beberapa jalur, antara lain : (i) N-
Demetilasi menghasilkan amfetamin yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 2D6; (ii)
hidroksilasi aromatik oleh sitokrom P450 2D6, menghasilkan 4-hidroksimetamfetamin; dan
(iii) ß-hidroksilasi yang menghasilkan norephedrine. Beberapa metabolit yang dihasilkan dari
beberapa proses yang saling tumpang tindih. Metabolit dari metamfetamin tidak berkontribusi
secara signifikan terhadap gejala klinis. Bila kita mengkonsumsi amfetamin sebanyak 30 mg,
maka kadar puncak dalam plasma akan terjadi dalam waktu 12 jam dengan efek akut yang
timbul minimal. Kadar puncak dalam plasma tersebut lebih rendah dibandingkan jumlah yang
kita konsumsi. Keterlibatan polimorfik sitokrom P450 2D6 dianggap berkontribusi terhadap
metabolisme yang berbeda-beda antar individu. Metabolisme tampak tidak terpengaruh oleh
paparan kronik, oleh karena itu peningkatan dosis yang dibutuhkan diperkirakan terjadi lebih
8
merupakan akibat efek farmakodinamik dibandingkan dengan toleransi farmakokinetik.

Sekitar 70% dari metamfetamin yang diekskresikan melalui urin dalam 24 jam: 30 – 50%
dalam bentuk metamfetamin, 15% dalam bentuk 4-hidroksimetamfetamin dan 10% dalam
bentuk amfetamin. Ekskresi metamfetamin melalui urin dapat meningkat akibat penurunan pH
dengan konsumsi amonium klorida. Konsumsi metamfetamin yang berulang dapat
mengakibatkan akumulasi metamfetamin pada urin, Hal ini terjadi akibat panjangnya waktu
paruh akhir dari metamfetamin (hingga 25 jam) yang diekskresikan melalui urin. Oleh karena
itu, metamfetamin dapat terdeteksi di urin hingga 7 hari setelah konsumsi 10 mg empat kali
sehari. Metamfetamin diharapkan dapat berada di urin dalam waktu yang lama pada kasus
8,9
penyalahgunaan metamfetamin, namun belum ada studi mendukung yang telah dilakukan.

Waktu paruh akhir dari metamfetamin dalam plasma sekitar 10 jam dan tidak bergantung pada
cara penggunaan, namun terdapat variabilitas antar individu. Efek akut dapat bertahan hingga
8 jam setelah pemberian 30 mg metamfetamin. Kadar metamfetamin yang meningkat setelah
pemberian 10 mg IV dapat terdeteksi pada plasma dalam 36 – 48 jam. Pemberian 30 mg
metamfetamin yang diberikan dalam 2 menit menyebabkan peningkatkan puncak konsentrasi
dalam plasma 110 μg/L metamfetamin. Efek kardiovaskular dapat terdeteksi dalam 2 menit
8,9
dan efek subjektif timbul dalam 10 menit setelah pemberian infus metamfetamin.

Inhalasi asap (rokok) metamfetamin memiliki bioavailabilitas yang berkisar antara 67-90%
tergantung pada teknik merokok. Merokok menghasilkan peningkatan kadar metamfetamin
plasma, hal ini menunjukkan transfer obat yang efisien dari alveoli menuju darah. Namun,
kadar plasma puncak tercapai sekitar 2.5 jam setelah merokok, yang dapat terjadi akibat
absorbsi obat yang lebih lambat. Hal ini disebabkan karena terdapat obat yang tersisa di traktus
8,10
respiratori.

Metamfetamin memiliki bioavailabilitas 79% dengan penggunaan intranasal dan kadar puncak
plasma metamfetamin terjadi setelah 4 jam. Namun, puncak efek kardiovaskular dan efek
subjektif terjadi secara cepat (dalam 5-15 menit). Adanya perbedaan antara kadar plasma
puncak dan efek klinis menunjukkan adanya toleransi akut, yang menunjukkan adanya proses
molekular yang cepat seperti redistribusi vesikular monoamin dan internalisasi reseptor
9,10
monoamin dan transporter lainnya.

Efek subjektif akut menghilang setelah 4 jam, sementara efek kardiovaskular cenderung
meningkat. Hal ini penting, seiring terjadinya tachyphylaxis yang bermakna terhadap efek
subjektif cenderung mendorong penggunaan berulang dalam interval 4 jam, sementara risiko
8,9
cardiovaskular terus meningkat.

Metamfetamine adalah sebuah agonis indirek pada reseptor dopamin, noradrenalin, dan
serotonin. Karena kesamaan struktur, metamfetamin dapat menggantikan monoamin pada
membrane-bound transporter yang dikenal sebagai transporter dopamin (DAT), transporter
noreadrenalin (NET), transporter serotonin (SERT) dan transporter-2 vesikuler monoamine
(VMAT-2). VMAT-2 terikat di membran vesikular, sedangkan DAT, NET, dan SERT terikat
pada permukaan sel yang terintegral dengan membran protein. Metamfetamin meredistribusi
monoamin dari tempat penyimpanan menuju sitosol dengan cara membalik fungsi VMAT-2
dan mengganggu gradien pH yang menyebabkan akumulasi monoamin dalam vesikel. Fungsi
endogen dari DAT, NET, dan SERT menyebabkan pelepasan dopamin, noreadrenalin, dan
serotonin menuju sinaps. Monoamin pada sinaps menstimulasi reseptor monoamin posinaps.
Metamfetamin menurunkan metabolisme monoamin dengan menghambat monoamin
8,9
oksidase.

Pada studi in vitro menunjukkan, metamfetamin 2x lebih poten dalam pelepasan noradrenalin
dibandingkan pelepasan dopamin, dan memiliki efek 60x lebih poten dalam pelepasan
noradrenalin dibandingkan dengan pelepasan serotonin. Jalur dopaminergic utama pada sistem
saraf pusat meliputi, mesolimbik, mesokortikal, dan nigrostriatal. Daerah noradrenalin
meliputi, medial basal forebrain yang memediasi kesadaran, hippocampus yang berperan
dalam memori, dan prefrontal cortex (PFC) yang mengatur fungsi kognitif. Neuron serotonin
berdistribusi luas pada otak dan meregulasi berbagai fungsi termasuk reward, hipertermia,
respirasi, persepsi nyeri, perilaku seksual, rasa kenyang, impulsi, kecemasan, dan fungsi
9,10
luhur.

Beberapa faktor menambah kompleksitas efek stimulan dari monoamin: (i) reseptor multiple
subtipe untuk noradrenalin, dopamin, dan serotonin yang memiliki afinitas yang berbeda, efek
second messenger, dan distribusi sistem saraf pusat; (ii) jalur neuronal yang berinteraksi satu
sama lain; dan beberapa efek amfetamin dimediasi secara perifer. Baseline fungsi dopamin
8,9
juga berpengaruh respon terhadap amfetamin.

Metamfetamin akan menyebabkan peningkatan neurotransmitter dopamine, serotonin,


norepinefrin pada sel neurotransmitter pada susunan saraf pusat di otak. Peningkatan
neurotransmitter pada susunan saraf pusat pada otak akan memliki efek α atau β adrenergic
agonis. Norepinefrin banyak terdapat pada ujung saraf dan sel reseptor, dan responsif dengan
metamfetamin, efek dari norepinefrin adalah simpatomimetik, seperti peningkatan denyut
jantung, palpitasi, anoreksia, terjadi relaksasi otot bronkus, kontraksi otot sfingter, mata
mengalami midriasis. Dopamin berlebih akan menstimulasi lokomotor efek, psikosis dan
11,12
gangguan persepsi dan peningkatan kadar 5-HT akan menyebabkan delusi dan psikosis.

Efek dari metamfetamin hampir sama dengan kokain tetapi memiliki efek lebih lama dari
kokain dan memiliki onset lebih lama. Sedangkan metamfetamin memiliki potensi lebih tinggi
dari d- metamfetamin dan racemik amfetamin.

Absorbsi metamfetamin dilakukan secara oral melalui usus halus dan onset dari obat ini adalah
20 menit, dan memiliki durasi selama 8 jam atau lebih, dan di eksresikan melalui ginjal.11,12

Daftar Pustaka :

1. Das-Douglas M, Colfax G, Moss AR, Bangsberg DR, Hahn JA. Tripling of


Methamphetamine/Amphetamine Use among Homeless and Marginally Housed Persons,
1996-2003. J Urban Health. Dec 2008; 85(2):239-49.

2. Richards JR. Amphetamine derivates. In: Cole SM. New research on street drugs. New York:
Nova; 2006:chap 5.
3. Katherine A. Pehl, MD, Denver Health Medical Center, Denver, Colorado Am Fam
Physician. 2007 Oct 15;76(8):1169-74.

4. Nurhidayat A, Amir N, Susami H, Brink W, Metzger D. Drug Abuse and AIDS in


Indonesia : From Research to Drug Policy and Treatment. Addiction. 2013; 429-32.

5. Logan BK. Methamphetamine-Effects on Human Performance and Behavior; Forensic Sci


Rev 14:133; 2002.

6. . The University of Arizona. Methamphetamine chemistry.


www.methoide.fcm.arizona.edu/infocenter/index.cfm?stid=165 . Diakses tanggal : 02
November 2017

7. . European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction. Methamphetamine.


www.emcdda.europa.eu/publications/drug-profiles/methamphetamine . Diakses tanggal : 02
November 2017

8. Cruickshank C.C, Dyer K.R. A review of a clinical pharmacology. Addiction;104:1085–99

9.Amanda Baker. Models of intervention and care for psychostimulant users, 2nd edition -
monograph series no. 51, Available at:
http://www.health.gov.au/internet/publications/publishing.nsf/Content/drugtreat-pubs-
modpsy-toc~drugtreat-pubs-modpsy-2~drugtreat-pubs-modpsy-2-3~drugtreat-pubs- modpsy-
2-3-pamp. (Accessed: 02 November 2017).Bertram G. Katzung (2006) Basic & Clinical
Pharmacology , edisi 7, San Francisco: McGraw-Hill.

10. Bertram G. Katzung (2006) Basic & Clinical Pharmacology , edisi 7., San Francisco:
McGraw-Hill.

11. Lan, KC. (1998) Clinical Manifestations and Prognostic Features of Acute
Methamphetamine Intoxication. Journal of Formosan Medical Association, 8; 528-33.

12. Kaye, S and McKetin, R. (2005). Cardiotoxicity Associated With Methamphetamine Use
and Signs of Cardiovascular Pathology Among Methampetamine Users. Sydney : National
Drug and Alcohol Research Centre.

Anda mungkin juga menyukai