Anda di halaman 1dari 17

FUNGSI KOGNITIF

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah "psikologi"
Dosen pengampu :
DR. Rahayu Ginintasasi, S. Psi., M.Si

Disusun oleh :
Farhan Rayya (10522013)
Aulia Selomita Chaerani (10522019)
Nisa Nuraini (10522022)
Taufiq Qurrahman (10522027)

JURUSAN : Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU CIUMBULEUIT


Jl.Ciumbuleuit No.203, Ciumbuleuit Kec Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat, 40142
TAHUN AJARAN 2022 – 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas rahmat dan karunia nya kami
dapat menyusun makalah yang berjudul FUNGSI KOGNITIF.

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami mengalami banyak permasalahan. Namun berkat
arahan dan dukungan dari berbagai pihak makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah PSIKOLOGI yaitu Ibu Rahayu yang telah membimbing kami
dalam proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna baik dari isi maupun sistematika
penulisannya, maka dari itu kami berterimakasih apabila ada kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi
rekan – rekan seperjuangan khususnya Program Diploma III Keperawatan.

Bandung, 18 oktober 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I..............................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..........................................................................................................................iii
1.2 Tujuan.....................................................................................................................iii
1.1 Latar belakang........................................................................................................iii
BAB II..............................................................................................................................................1
PEMBAHASAN..............................................................................................................................1
LATERALISASI FUNGSI..............................................................................................................1
2.1 Handedness dan genetikanya...................................................................................1
2.2 Belahan otak kiri dan kanan.....................................................................................1
2.3 Hubungan visual dan auditori ke belahan otak........................................................1
2.4 Pemotongan korpus kalosum...................................................................................2
2.5 Perkembangan lateralisasi dan handedness.............................................................2
2.6 Bahasan penutup......................................................................................................3
2.7 Kesimpulan..............................................................................................................3

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses belajar,
mengingat menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Indha, Herdi & Kandou, 2013).
Fungsi kognitif ialah proses mental dalam pemperoleh pengetahuan atau kemampuan
kecerdasan, yang meliputi cara berfikir, daya ingat, pengertian perencanaan, dan pelaksanaan
(Hanna & Andar, 2009).
Fungsi kognitif memungkinkan seseorang untuk berpikir, mengingat, menganalisis, belajar, dan
secara umum melakukan aktivitas mental yang lebih tinggi (Higher mental processes) (Monty &
Roswlyani, 2010).
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat,
belajar dan menggunakan bahasa.
Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah,
serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi
(Strub dkk. 2000:)

1.2 Tujuan
1. Mengetahui isi point tentang lateralisasi fungsi
2. Mengetahui isi point tentang evolusi dan fisiologi bahasa

iii
BAB II
PEMBAHASAN
LATERALISASI FUNGSI

2.1 Handedness dan Genetiknya

Lebih dari 90% dari seluruh manusia dengan sedikit perbedaan antar kelompok etnis
merupakan manusia kinan. Mereka lebih memilih menggunakan tangan kanan untuk
menulis, menyuap, melempar, menjahit, menggergaji, memotong, dan lain sebagianya.
Sementara sisanya, sekitar 9-10% dari seluruh manusia merupakan manusia kidal, tetapu
sebagian besar manusia merupakan ambidekstrus yang dapat menggunakan tangan kiri
untuk sebagian kegiatan dan menggunakan tangan kanan untuk kegiatan lain. Peneliti
membedakan antara manusia kinan dan kidal atau manusia "bukan kinan sepenuhnya". Apa
pun cara pembedaanya, manusia yang bukan kinan akan membentuk sebuah kelonpok
heterogen.
2.2 Belahan otak kiri dan kanan

Kontreks serebrum belahan otak kiri terutama terhubung dengan reseptor pada kulit
dan otot sisi tubuh bagian kanan, kecuali otot-otot batang tubuh dan wajah yang diatur oleh
kedua belahan otak. Belahan otak kiri hanya melihat sisi kanan dunia. Belahan otak kanan
terhubung dengan reseptor sensoris dan otot sisi kiri tubuh. Belahan otak kanan hanya
melihat sisi kiri dunia. Tiap belahan otak mendapat informasi auditori dari kedua telinga,
tetapk informasi auditori dari kedua telinga, tetapi informasi yang lebih besar berasal dari
telinga pada sisi kontralateral (berlawanan). Pengecualian dari pola input bersilang ini
adalah input pengecapan dan penciuman. Tiap belahan otak menerima informasi cita rasa
dari sisi lidah yang sesuai dan mendapat informasi penciuman dari sisi lubang hidung yang
sesuai.
2.3 Hubungan visual dan auditori ke belahan otak

Artinya, belahan otak kanan melihat sisi kiri dunia dan belahan otak kiri melihat sisi
kanan dunia. Pada kelinci dan hewan lain yang memiliki mata di kedua sisi tubuh, hubungan
dari mata ke otak dapat dengan mudah digambarkan. Mata kiri terhubung dengan belahan
otak kanan dan mata kanan terhubung dengan belahan otak kiri. Mata mahysia tidak
terhubung dengan otak dengan cara seperti ini.kedua mata kita menghadap ke depan.
Sistem auditori tersusun dengan cara yang berbeda. Tiap telinga mengirimkan informasu ke
kedua belahan otak, karena tiap bagian otak yang berperan dalam melokalisasi suara harus
menerima input dari kedua telinga. Akan tetapi, apabila kedua telinga menerima informasj
yang berbeda, tiap belahan otak memberikan perhatian yang lebih terhadap telingan pada sisi
yang berlawanan.
1

2.4 Pemotongan korpus kalosum

Kerusakan pada korpus kolsum mencegah terjadinya pertukaran informasi antar kedua
belahan otak. Terkadang dokter berah merusak korpus kalosum sebagai bagian terapi epilepsi
parah, sebuah kondisi yang ditandai dengan adanya episode aktivitas neuron berlebih yang
tersinkronisasi dan berulang, karena penurunan pelepasan neurontransmiter inhibitor GABA.
Hal tersebut di sebabkan adanya mutasi pada gen yang mengode reseptor.
2.5 Perkembangan lateralisasi dan Handedneses

A. Perbedaan anatomi antar belahan otak


65% populasi memiliki ukuran planum temporal lebih besar pada belahan otak kiri.
Planum temporal adalah suatu bagian dari korteks temporal
B. Pendewasaan korpus kolosum
Korpus kolosum mengalami perkembangan secara bertahap selama 5-10 tahun awal
kehidupan manusia. Proses perkembangan bukan tarkait dengan pertumbuhan akson-akson
yang baru, tetapi menyeleksi akson-akson tertentu dan meyingkirkan sisanya. Tahap awal
perkembangan, otak memiliki jumlah akson yang lebih banyak pada korpus kolosum
dibanding ketika korpus kolosum telah mengalami pendewasaan. Hal tersebut terjadi karena
dua neuron yang dihuungkan oleh korpus kolosum harus memiliki fungsi yang berkaitan.
Banyak hubungan yang dibentuk pada korpus kalosum, tetapi yang bertahan adalah akson-
akson yang menghubungkan sel-sel yang sangat mirip.
C. Perkembangan Tanpa korpus kalosum
Akan mempengaruhi perkembangan otak dan akan memicu area otak lain
mengembangkan abnormalits. Mereka dapat memberi deskripsi verbal mengenai objek yang
idraba dan dilihat pada medan penglihatan kiri atau kanan dan dapat meraba suatu obejk
dengan tangan kiri dan meraba objek lain dengan tangan kanan, dan menyatakan apakah
dua objek tersebut sama atau berbeda. Belahan otak kanan kananya tidak untuk kemampuan
bicara, melainkan tiap belahan otak mengembangkan lintasan yang menghubungkannya
dengan kedua sisi tubuh.
Selain korpus kalousum, manusia memiliki komisura anterior yang menghubungkan bagian-
bagian anterior korteks serebrum, komisura hipokampus yang mengubungkan hipokampus
kiri dan kanan. Fungsi dari komisura adalah untuk mengompensasi sebagian peran korpus
kalosum yang tidak ada atau tidak berkembang sempurna.
2
D. Belahan Otak, Handedness dan Dominasi untuk Bahasa
Lebih dari 95% belahan otak kiri orang yang menggunakan tangan kanan
memperlihatkan adanya dominasi yang kuat untuk kemampuan berbicara. Sedangkan
sebagian individu yang kidal, dominasi kemampuan berbicara ada dibelahan otak kiri,
sebagian lagi berada di belahan otak kanan, atau campuran kiri dan kanan.
E. Pemulihan bicara setelah kerusakan otak kiri
Otak lebih plastis pada masa awal perkembangan daripada masa perkembangan selanjutnya
dan remaja lebih cepat pulih daripada orang tua. Namun, generalisasi tersebut memiliki
pengecualian. Sebagai contoh; kerusakan amigdala mengganggu pengolahan informasi
emosi, terlepas dari berapa pun umur penderita. Akan tetapi, ketika kerusakan terjadi pada
awal masa kanak-kanak akan menyebabkan kekurangan lain yang tidak tampak pada
individu dewasa, seperti terganggunya pemahaman ironi dan metafora (Shaw dkk., 2004).

2.6 Bahasa penutup (satu otak dua belahan)

Sering kita membayangkan bagaimana perasaan orang lain. Kita mungkin sering
bertanya-tanya bagaimana rasanya menjadi anjing, kelelawar, atau bahkan serangga. kita
ingin masuk kedalam pikiran orang lain. Untuk penderita split-brain , hal tersebut berarti
masuk ke dalam pikiran dua orang.

2.7 Kesimpulan

1. Sebagian besar manusia adalah individu kinan.


2. Korpus kalosum adalah sekelompok akson yang menghubungkan kedua belahan otak.
3. Pada sebagian besar individu, belahan otak kiri mengendalikan bicara.
4. Pada manusia, medan penglihatan kiri terproyeksi ke dalam sisi kanan retina kedua
mata yang memiliki akson memanjakng ke belahan otak kanan.
5. Setelah terjadi kerusakan pada korpus kalosum, tiap belahan otak dapat memberikan
respons yang cepat dan akurat terhadap pertanyaan mengenai informasi yang
mencapai tiap belahan otak secara langsung.
6. Pada penderita split-brain, walaupun terkadang kedua belahan otak konflik, keduanya
dapat menemukan cara untuk bekerja sama dan saling memberikan petunjuk.
7. Belahan otak kanan dominan untuk mengetahui emosi dalam pembicaraan dan
penginterpretasian emosi orang lain dalam bentuk bicara atau ekspresi wajah.
8. Secara anatomis, belahan itak kiri dan kanan berbeda, bahkan sejak masa bayi.
9. Pada anak yang di lahirkan tanpa korpus kalosum, area-area otak lainnya berkembang
dengan tidak normal.
10. Otak dari individu kidal bukan hanya bayangan cermin dari otak individu kinan.
11. Kedua belahan otak berkontribusi untuk semua perilaku, kecuali yang sangat
sederhana.
3
DAFTAR ISI

BAB III............................................................................................................................................5
EVOLUSI DAN FISIOLOGI BAHASA.........................................................................................5
3.1 prekursor bahasa pada spesies bukan manusia....................................................................5
3.2 Bagaimana manusia mengevolusikan bahasa......................................................................5
3.3 Bahasa sebagai produk kecerdasan secara keseluruhan.......................................................5
3.4 Kerusakan otak dan bahasa.................................................................................................6
3.5 Disleksia...............................................................................................................................7
3.6 Bahasan penutup..................................................................................................................8
3.7 Kesimpulan..........................................................................................................................8
4
BAB III
EVOLUSI DAN FISIOLOGI BAHASA

3.1 Prekursor bahasa pada spesies bukan manusia


1. Simpanse : jarang menggunakan simbol dengan kombinasi yang sepenuhnya baru,
berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh anak-anak yang masih kecil. Artinya,
penggunaan simbol oleh simpanse tidak memiliki produktifitas.
2. Bonobo : hierarki sosial bonobo mirip dengan hierarki sosial manusia dalam
beberapa hal. Bonobo sering kali melakukan kopulasi berhadapan. Hewan betina
responsif secara seksual hampir sepanjang hari dan tidak terbatas pada masa
suburnya saja
3. Bukan primata : Gajah belajar meniru suara yang mereka dengar, termasuk
vokalisasi gajah lain. Gajah mempertahankan ikatan sosial dengan melakukan hal
tersebut (Poole, Tyack, Stoeger-Horwath & Watwood, 2005).

3.2 Bagaimana manusia mengevolusikan bahasa

Bagaimana caranya manusia mengevolusikan kemampuan untuk mempelajari bahasa


lebih mudah daripada spesies lain? Sebagian besar teori dapat dibagi menjadi dua
kategori;
a. Manusia mengevolusikan bahasa sebagai produk sampingan perkembangan otak
secara keseluruhan.
b. Manusia mengevolusikan bahasa sebagai bagian tambahan dari otak.

3.3 Bahasa sebagai produk kecerdasan secara keseluruhan

Manusia memiliki otak yang tinggi dan bahasa merupakan produkk sampingan
dari peningkatan kecerdasan yang tidak disengaja. Hipotesis yang disajikan dalam bentuk
paling sederhana ini menghadapi banyak problem :

1. Problem pertama: Manusia dengan ukuran otak normal dan gangguan bahasa
Jika bahasa merupakan produk dari ukuran otak secara keseluruhan, maka
individu yang memiliki ukuran otak dan kecerdasan normal seharusnya memiliki
kemampuan bahasa normal. Akan tetapi, tidak semua manusia seperti itu. Pada
sebuah keluarga yang terdiri dari tiga generasi, 16 dari 30 orang anggota keluarga
memperlihatkan defisiensi bahasa yang parah, meskipun dalam aspek lain memiliki
kecerdasan normal. Hal tersebut disebabkan adanya gen dominan yang telah berhasil
di identifikasi. Penderita sangat kesulitan untuk mengucapkan bahasa dan aspek-
aspek bahasa lain (Fisher, Vargha-Khadem, Watkins, Monaco, & Pembrey, 1998).
2. Problem kedua: Sindrom Williams
Psikolog menemukan sebuah kondisi yang sangat jarang. Kondisi tersebut
memengaruhi 1 dari 25.000 orang dan disebut dengan sindrom Williams.

5
Sindrom williams ditandai dengan adanya keterbelakangan mental disebagian
besar aspek hidup penderita, tetapi pada banyak kasus, penderita memiliki
keterampilan bahasa yang baik.
Penyebab sindrom williams adalah adanya lepasan beberapa gen pada kromosom
nomor 7 (Korenberg dkk., 2000).

3.4 Kerusakan otak dan bahasa

Hampir setiap anak yang sehat dapat mengembangkan bahasa sehingga kita
berkesimpulan bahwa otak manusia terspesialisasi untuk pembelajaran bahasa. Sebagian
besar pengetahuan kita mengenai mekanisme otak untuk bahasa berasal dari studi
terhadap penderita kerusakan otak.

1. Afasia Broca (Afasia tidak lancar)


Pada tahun 1861, seorang ahli bedah prancis bernama paul Broca mengobati
gangren, seorang pasien yang telah menjadi bisu selama 30 tahun. Ketika pasien
tersebut meninggal 5 hari kemudian, Broca melakukan autopsi dan menemukan
adanya balur pada korteks frontal pasien tersebut. Beberapa tahun kemudian, Broca
memeriksa otak pasien-pasien lain penderita afasia (gangguan bahasa parah). Pada
hampir semua kasus, Broca menemukan adanya kerusakan pada area yang sama,
yaitu bagian dari lobus frontal pada korteks serebrum sebelah kiri di dekat korteks
motor, yang dikenal dengan nama area Broca.

Penyebab kerusakan yang umum adalah serangan stroke (gangguan aliran darah ke
otak tertentu). Menerbitkan hasil penelitiannya pada tahun 1865 sedikit lebih lambat
daripada hasil penelitian yang diterbitkan oleh dua dokter Prancis bernama Mark dan
gustave dax.
Kedua dokter tersebut juga menekankan bahwa belahan otak kiri bertanggung jawab
terhadap kemampuan bahasa (Finger & Roe, 1996).

6
Kita sekarang tahu bahwa bicara akan mengaktivasi suatu area otak yang besar,
sebagian besar terletak di belahan otak kiri dan bukan saja area broca. (Wallesch,
Henriksen, Kornhuber, & Paulson, 1985).

2. Afasia Wernicke (Afasia Lancar)


Pada tahun 1874, Carl Wernicke yang berumur 26 tahun adalah seorang asisten
muda di sebuah rumah sakit di Jerman. Wernicke mengungkapkan bahwa kerusakan
pada bagian korteks temporal belahan otak kiri menyebabkan gangguan bahasa yang
berbeda (dari afasia broca). Walaupun pasien dapat bicara atau menulis, pemahaman
bahasa mereka buruk.
Kerusakan pada dan di sekitar area Wernicke yang terletak di dekat bagian auditori
cortex cerebrum menyebabkan afasia Wernicke, yang ditandai dengan adanya
gangguan pada kemampuan untuk mengingat nama objek dan pemahaman bahasa.
Afasia Wernicke dikenal juga dengan afasia lancar karena penderita masih dapat
berbicara dengan lancar. Sama seperti afasia broca, gejala dan kerusakan otak yang
terjadi amat bervariasi tanpa adanya korelasi yang jelas. Oleh sebab itu, kita
menggunakan istilah afasia Wernicke atau afasia lancar untuk mendeskripsikan pola
perilaku tertentu, terlepas dari lokasi terjadinya kerusakan otak. Ada beberapa
karakteristik umum afasia Wernicke:
1. Berbicara dengan artikulasi yang baik.
2. Kesulitan mencari kata yang tepat.
3. Pemahaman bahasa yang buruk.

3.5 Disleksia

Disleksia adalah gangguan Spesifik terhadap kemampuan membaca


seseorang,walaupun ia memiliki penglihatan yang mencukupi dan keterampilan akademis
yang mencukupi di bidang lain. Disleksia lebih banyak terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan walaupun tidak ada gen yang berkaitan dengan semua kasus
disleksia (Fisher & DeFries, 2002; Kaplan dkk., 2002). Disleksia lebih mudah ditemukan
pada pembaca berbahasa Inggris daripada pembaca berbahasa Italia dan bahasa lain
dengan pengejaan fonetik. Bahkan, antar penduduk Italia, baca lebih baik daripada yang
lain. Penduduk Italia yang membaca lebih lambat mengalami kesulitan dalam
mengerjakan uji-uji bahasa, sama seperti pembaca bahasa Inggris penderita disleksia
(Paulesu dkkk., 2001).

Banyak penderita disleksia yang menderita abnormalitas ringan pada struktur


sejumlah area otak, termasuk detail mikroskopik (Klingberg dkk., 2000). Sebagai
kesepakatan, penderita disleksia lebih mungkin memiliki korteks cerebrum yang bilateral
simetris, sementara orang normal lainnya memiliki plannum temporal berukuran lebih
besar pada belahan otak kiri (Galaburda, Sherman, Rosen, Aboitiz, & Geschwind).

7
3.6 Bahasan penutup (bahasa dan otak)

Mungkin kesimpulan terbaik mengenai disleksia juga merupakan kesimpulan terbaik bagi
gangguan bahasa secara umum. Bahasa dan membaca adalah proses yang cukup rumit
sehingga individu dapat menderita banyak bentuk gangguan yang ditimbulkan oleh
berbagai penyebab. Bahasa bukan hanya merupakan produk sampingan dari kecerdasan
secara keseluruhan, tetapi juga dipengaruhi oleh fungsi kecerdasan lainnya.

3.7 Kesimpulan

1. Simpanse dapat belajar untuk berkomunikasi melalui bahasa tubuh dan simbol-simbol
non vokal, walaupun outputnya tidak menyerupai bahasa manusia. Bonobo
memperlihatkan adanya kemajuan yang lebih besar daripada simpanse biasa karena
perbedaan spesies, pelatihan yang dimulai sejak dini, dan perbedaan metode
pelatihan.

2. Penderita afasia broca (afasia tidak lancar) mengalami kesulitan berbicara dan
menulis. Mereka menghadapi kesulitan terutama ketika menghadapi preposisi
konjungtor dan kata penghubung dalam tata bahasa lainnya. Mereka juga tidak dapat
memahami pembicaraan apabila artinya tergantung pada tata bahasa yang kompleks.

3. Penderita afasia Wernicke memiliki kesulitan memahami pembicaraan dan mengingat


nama objek.

4. Disleksia gangguan membaca memiliki beragam bentuk dan tentunya penjelasan dari
bentuk-bentuk tersebut. Sumber masalah mungkin tidak terletak hanya pada
penglihatan atau pendengaran, tetapi berkaitan dengan perubahan sinyal penglihatan
menjadi informasi auditori atau memperhatikan aspek yang tepat dari tampilan
penglihatan.
8
DAFTAR ISI

BAB IIII........................................................................................................................................10
PERHATIAN.................................................................................................................................10
4.1 Perubahan respons otak......................................................................................................10
4.2 Pengabaian.........................................................................................................................10
4.3 Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas............................................................10
4.4 Bahasan penutup................................................................................................................10
4.5 Kesimpulan........................................................................................................................11
9
BAB IIII
PERHATIAN

4.1 Perubahan respon otak

Perhatian berkaitan erat dengan kesadaran. Sepeti yang telah di diskusikan pada bab 1
dan 6 kita menyadari oenglihatan dan pendengaran yang menghasilkan respon kuat pada
korteks serta kita tidak menyadari stimulus yang menghasilkan respon lemak. Pada
banyak kasus stimulus yang akan menjadi stimulus sadar atau tak sadar pada 200-250 ml
sekond (ms) pertama, akan menghasilkan aktivitas otak yang sama. Akan tetapi, pada
beberapa ratus ml sekond setelahnya, otak akan meningkatkan respon terhadap stimulus
sadar. (Sergent, Baillet, & Dehaene, 2005). Individu dengan sengaja mengalihkan
perhatian mereka terkadang sebagai bentuk respon dari intruksi. Dalam sebuah studi,
pemberian perintah kepada kelompok orang untuk memperhatikan bau, akan
meningkatkan aktivitas area yang peka terhadap bau pada korteks bahkan sebelum
kemunculan bau tersebut. (Zelano dkk, 2005).

4.2 Pengabaian

Penderita kerusakan belahan otak kanan memperlihatkan adanya pengabaian spasial yang
lebih meluas, yaitu kecenderungan untuk mengabaikan sisi kiri tubuh dan sekitarnya atau
sisi kiri sebuah objek (kerusakan pada belahan otak kiri tidak menimbulkan pengabaian
yang besar terhadap siis kanan tubuh).

4.3 Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas

Gangguan pemusatan dan hiperaktivitas (attention-deficit hyperactivity disorder-ADHD)


ditandai dengan adanya kurangnya perhatian (mudah teralihkan), hiperaktivitas (tidak
tenang), karakter impulsif, suasana hati mudah berubah, mudah tersinggung, sensitifitas
tinggi terhadap stress, serta terganggunya kemampuan membuat dan menyusun rencana
(wender wolf, dan wesserstein, 2001).

4.4 Bahasan memfokuskan perhatian

Pada tahun 1960 banyak peneliti bidang psikologi, terutama yang mempelajari
pelajaran pada tikus yakin bahwa konsep perhatian memiliki manfaat. Mereka berasumsi
bahwa semua stimulus sensoris memengaruhi prilaku sepanjang waktu. Metode
penelitian yang baru telah membuat kita mendapatkan pemahaman yang berbeda, tetapi
masih banyak hal yang masih harus diungkapkan. Ketika anda duduk di dalam ruangan
yang tidak berubah, anda mengalihkan perhatian dari satu benda ke benda lainnya, maka
anda meningkatkan representasi otak terhadap satu stimulus ke stimulus lainnya.
Bagaimana tepatnya anda melakukan hal tersebut? Peneliti masih berusaha menjawab
pertanyaan tersebut dan jawabannya mungkin bukan saja merupakan aplikasi praktis,
10
tetapi juga merupakan pengaruh mendalam dari segi teori karakteristik
kesadaran.
4.5 Kesimpulan
1. Perhatian terhadap sebuah stimulus hampir bersinonim dengan sadar akan
stimulus tersebut. perhatian atau kesadaran berkaitan dengan peningkatan
aktivitas otak pada area yang resnponsif terhadap stimulus tersebut.
2. Kerusakan pada bagian belahan otak kanan menimbulkan pengabaian
spasial terhadap sisi kiri tubuh atau sisi kiri objek.
3. Pengabaian sensoris di timbulkan oleh kurangnya perhatian dan bukan
kurangnya sensasi. Sebagai contoh, seseorang penderita pengabaian dapat melihat
huruf secara keseluruhan sehingga dapat menyebutkan huruf tersebut, tetapi
ketika diminta untuk menyilang elemen penyusun huruf tersebut, ia mengabaikan
sisi kiri huruf tersebut
4. Penderita pengabaian sensoris mengalami kesulitan dalam hal memori
kerja mereka dan pengalihan perhatian dari satu stimulus ke stimulus lain.
Bahkan, ketika stimulus di sisi kanan tidak berbeda dengan stimulus di sisi kiri.
5. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas attention-deficit
hyperactivity disorder-ADHD merupakan diagnosis yang umum ditemui di
Amerika serikat, walaupun diagnosis tersebut pada banyak kasus bermakna
ambigu. Karakateristik gangguan tersebut adalah adanya prilaku impulsif dan
gangguan perhatian. Gangguan tersebut dapat di ukur menggunakan uji
penundaan pemilihan, uji sinyal berhenti, dan uji kedip perhatian.
6. Uji penundaan pilihan mengukur permasalahan yang berbeda dengan
permasalahan yang diukur oleh uji sinyal berhenti dan uji kedip perhatian.
Seseorang dapat menjadi impulsif dengan cara dan alasan yang berbeda.
7. Gangguan ADHD mungkin ditimbulkan oleh sejumlah gen dan juga
pengaruh lingkungan.
Banyak penderita ADHD yang memiliki abnormalitas otak, tetapi pola
abnormalitasnya kecil dan konsistensinya rendah.
8. Obat-obatan stimulan meningkatkan performa koginitif penderita ADHD
dan juga manusia normal. oleh karena itu, manfaat yang ditimbulkan oleh obat
tersebut sebaiknya tidak digunakan sebagai penentu apakah seseorang mengidap
ADHD atau tidak.

11
DAFTAR PUSTAKA
Academia.cengange.com
12

Anda mungkin juga menyukai