Anda di halaman 1dari 16

Oleh:

Kelompok

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS


PENDIDIKAN GANESHA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
2022
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan penulis berbagai rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “ ”. Penulisan makalah ini digunakan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah ………….Oleh karena itu, kami mengucapkan rasa
terimakasih kepada Dr. Ketut Indra Purnomo, S.ked. M.Kes selaku dosen mata kuliah
ini.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasa. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Om Santih, Santih, Santih Om

Singaraja, 10 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1

BAB II KAJIAN TEORI


2.1 Pengertian Neurosains................................................................................ 3
2.2 Tujuan Neurosains...................................................................................... 3
2.3 Ruang Lingkup Neurosains........................................................................ 4
2.4 Perluasan Wilayah Kajian Neurosains........................................................ 6
2.5 Neurosains dalam Pembelajaran Anak Usia Dini (PAUD)........................ 8

BAB II KAJIAN TEORI


3.1 Simpulan..................................................................................................... 10
3.2 Saran........................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neurosains adalah sistem pendidikan baru yang mempelajari tentang sistim kerja
syaraf. Pendidik umumnya jarang memerhatikan permasalahan ini. Pengabaian
terhadap sistem ini menyebabkan suasana pembelajaran menjadi mati (Hengki, 2018).
Pendidik umumnya jarang memperhatikan permasalahan ini. Pengabaian terhadap
sistim ini menyebabkan suasana pembelajaran menjadi mati. Di dalam dunia
pendidikan, setelah para peneliti meneliti neurosains, muncul perdebatan dua kubu,
memisahkan dan menyatukan tiga elemen (otak-pikiran, jiwabadan, akal-hati) belum
menemukan titik temu. Kebanyakan sistim melarang peserta didik untuk memakai
otak-pikiran dalam pembelajaran yang selama ini peserta didik hanya dituntut untuk
menjaga kemuliaan hati dan akhlak mulia. Sistim dan obyek tidak mampu berjalan
sempurna tanpa ada subyek. Subyek di sini adalah pendidik yang memahami sistim
pembelajaran yang dilakukan. Semakin memahami pembelajaran neurosains maka
tujuan pendidikan akan sampai, sebaliknya tidak memahami pembelajaran neurosains
maka tujuan tidak akan sampai. Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah
membentuk manusia sempurna atau insan kamil dimana manusia yang berkembang
seluruh potensi atau kecerdasannya, baik potensi jasmani, ruhani maupun akal.

Bagian-bagian tertentu otak bertanggung jawab dalam menata jenis-jenis


kecerdasan manusia. Kecerdasan matematika dan bahasa berpusat di otak kiri,
meskipun untuk matematika tidak terpusat secara tegas di otak kiri. Kecerdasan
musik dan spasial berpusat di otak kanan. Kecerdasan kinestetik sebagaimana
dimiliki oleh dahi berpusat di daerah motorik cortex cerebri. Kecerdasan
intrapersonal dan antarpersonal ditata pada sistem limbik dan dihubungkan dengan
lobus prefrontal maupun temporal. Ternyata otak menangkap semua rangsangan
untuk dipahami (dipersepsi) melalui kerja sel saraf, sirkuit saraf, dan

1
nemotransmitter. Sekadar contoh, ketika seseorang mengingat suatu kejadian di masa
lalu, otak akan menanggapi dengan cara yang sama karena bagi otak semua itu terjadi
saat ini. Otak tidak dapat membedakan antara kejadian sesungguhnya dan ingatan
akan suatu kejadian. Oleh sebab itu, makalah ini mengangkat mengenai neurosains
pada anak usia dini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Neurosains

Neurosains secara etimologi adalah ilmu neural (neural science) yang


mempelajari sistim syaraf, terutama mempelajari neuron atau sel syaraf dengan
pendekatan multidisipliner. Secara terminologi neurosains adalah bidang ilmu yang
mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem syaraf (Suyadi, 2014). Ada
beberapa ruang lingkup neurosains diantaranya :1) Selulermolekuler, 2) Sistem saraf
3) Neurosains perilaku dan 4) Neurosains sosial (sosiosains) (Kasmawarni, 2018).
Theory of Hemispheric Specification merupakan teori yang berangkat dari hasil
penelitian dibidang neuroscience yang berkaitan dengan fungsi-fungsi belahan otak
bagian kiri dan belahan otak kanan (Jamaris, 2013).

Jadi dapat disimpulkan bahwa neurosains adalah ilmu yang mempelajari


sistem syaraf dengan ruang lingkup :1) Selulermolekuler, 2) Sistem saraf 3)
Neurosains perilaku dan 4) Neurosains sosial (sosiosains

2.2 Tujuan Neurosains

Tujuan utama dari ilmu ini adalah mempelajari dasar-dasar biologis dari
setiap perilaku. Artinya, tugas utama dari neurosains adalah menjelaskan perilaku
manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di dalam otaknya. Melalui
instrumen Positron Emission Tomography (PET) diketahui bahwa terdapat enam
sistem otak (brain system) yang secara terpadu meregulasi semua perilaku manusia.
Keenam sistem otak tersebut adalah cortex prefrontalis, sistem limbik, gyros
cingulatus, ganglia basalis, lobus temporalis, dan cerebellum. Keenam sistem otak
tersebut mempunyai peranan penting dalam pengaturan kognisi, afeksi, dan
psikomotorik, termasuk IQ, EQ, dan SQ (Suyadi, 2014). Pemisahan jasmani, ruhani
3
dan akal akan berimplikasi pada pengembangan ketiganya (IQ, EQ dan SQ) yang
secara otomatis melanggengkan ketidakseimbangan pada ranah kognisi, afektif dan
psikomotorik dalam pembelajaran (Adi, 2003). Bukti ilmiah ini memberi inspirasi
bahwa pendidikan karakter tidak ubahnya dengan mengembangkan potensi otak.
Semua sistem dalam otak bekerja secara padu untuk membangun sikap dan perilaku
manusia. Oleh karena itu, meregulasi kinerja otak secara normal akan menghasilkan
fungsi optimal sehingga perilaku dapat dikontrol secara sadar dengan melibatkan
dimensi emosional dan spiritual. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat
dijelaskan dalam mekanisme kerja otak pada tingkat molekuler, khususnya enam
sistem di atas. Atas dasar inilah neurosains yang disebut ilmu yang menghubungkan
antara otak dan pikiran (brain-mind connection) atau jiwa dan badan, termasuk hati
dan akal. Contoh di atas menunjukkan bahwa dunia pendidikan selama ini masih
memisahkan (untuk tidak mengatakan mengalami konflik paradigma) antara
otakpikiran, jiwa-badan, dan akal-hati. Menurut Paulin Pasiak, otak hanya bisa
didefinisikan jika dikaitkan dengan pikiran. Tanpa pengertian ini, otak tidak
memberikan makna apa-apa selain sebuah benda yang tidak berbeda dengan benda-
benda biologis lainnya. Demikian pula dengan jiwa-badan dan akal-hati. Semuanya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan otak. Semua entitas itu (pikiran, jiwa,
dan hati/rasa) bersumber (software) pada otak manusia. Di sinilah neuroanatomi
danneurofisiologi menjadi bermakna sebagaimana dimaksudkan sejak pertama
kalinya ilmu itu ditemukan.

2.3 Ruang Lingkup Neurosains

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, neurosains mempelajari manusia


secara utuh atau sains yang mempelajari manusia secara interdisipliner. Neurosains
memiliki beberapa dimensi antara lain (Wathon, 2016):

1. Seluler-Molekuler

4
Lingkup kajian seluler-molekuler ini mempelajari berbagai macam sel saraf
dan bagaimana mereka melakukan fungsi-fungsi spesifik yang berbeda satu dengan
yang lain untuk menghasilkan pelbagai perilaku yang kompleks, seperti emosi,
kognisi, dan tindakan. Lebih singkatnya ketiganya adalah emosi dan rasio yang
menjadi satu kesatuan dalam jaringan neural dari akal sehat (Yusron, 2008). Hal
tersebut memunculkan pengetahuan dan tindakan yang diakibatkannya.

2. Sistem Saraf Biding

sistem saraf mengkaji sel-sel saraf yang berfungsi sama dalam sebuah sistem
yang kompleks. Misalnya, masalah penglihatan dikaji dalam "sistem visual"; masalah
gerakan dikaji dalam "sistem isotonik" atau sistem kinestetik; masalah pendengaran
dikaji dalam "sistem auditori"; dan seterusnya.

3. Neurosains Perilaku

Neurosains perilaku mengkaji bagaimana berbagai sistem syaraf bekerja


sebagaimana disebutkan di atas bekerja sama untuk menghasilkan perilaku tertentu.
Misalnya, bagaimana saraf visual, saraf auditori, saraf motorik memproses informasi
(materi pelajaran) secara simultan (meskipun hanya salah satu yang dominan).

4. Neurosains Sosial (Sosiosains)

Bidang ini mempelajari bagaimana "otak sosial" manusia berperan dalam


membantu manusia membentuk hubungan dengan orang lain. Kemampuan manusia
untuk menjalin hubungan dengan orang lainmerupakan nature-nya yang tersimpan
secara biologis dalam otak. Meskipun bukan merupakan sistem yang terlokalisasi dan
mudah diidentifikasi dengan jelas, "otak sosial" memiliki akar yang kuat dalam
interaksi sosial. Komponen lobus frontal, seperti cortex prefrontal, cortex
orbitofrontal dan cortex ventro medial merupakan komponen utama yang
bertanggung jawab untuk itu. Instrumentasi Teknologi Neurosains dan Implikasinya
dalam Pembelajaran Neurosains kini menjadi satu-satunya bidang ilmu yang
mengalami perkembangan paling pesat. Semakin jelas pengamatan terhadap akivitas

5
otak, semakin mudah mengontrol perilaku seseorang, semakin pesat pula kegiatan
neurosains.

2.4 Perluasan Wilayah Kajian Neurosains

Neurosains mempelajari manusia dalam pengertian seutuhnya, termasuk


perilaku (karakter) melalui pemahaman terhadap cara kerja sel-sel saraf, khususnya
interaksi otak-pikiran, jiwa-badan, dan hati-akal. Tumpuan utama neurosains adalah
neuroatiatonzi dan fletiologi yakni ilmu yang membahasarsitektur dan fungsi khusus
persarafan dengan pendekatan yang lebih makro. Dalam hal ini, termasuk struktur sel
saraf secara mikroskopis dan bagaimana sel saraf tersebut berhubungan satu dengan
yang lain untuk membentuk sebuah sirkuit (wiring diagram) dan masih banyak
cakupan dalam kajian neurosains. INS (Indonesia Neuroscience Society) memetakan
cakupan kajian neurosains sebagai berikut.

1. Clinical Neuroscience: neurosains klinis terdiri dari spesialisasi medis seperti


neurologi, bedah saraf, psikiatri, dan profesi kesehatan terapan non-dokter,
seperti terapi wicara.
2. Educational Neuroscience: neurosains pendidikan dengan menambahkan
perspektif neurosains mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga
Perguruan Tinggi. Bidang ini (neurosains pendidikan) mulai menemukan
bentuknya pada ilmu saraf
3. Cognitive Neuroscience: neurosains kognitif adalah suatu studi kognitif
tentang substrat biologic yang mendasari kognisi dengan lebih spesifik pada
substrat saraf dari proses mental, terutama soal belajar memori, persepsi, dan
berpikir. Neurosains kognitif termasuk salah satu bidang ilmu yang paling
pesat

6
4. Social and Cultural: neurosains sosial-budaya adalah bidang interdisipliner
yang ditujukan untuk memahami bagaimana sistem biologic diwujudkan
dalam perilaku sosial.
5. Developmental Neuroscience: studi neurosains perkembangan adalah
prosesproses yang menghasilkan bentuk dan membentuk kembali sistem saraf
serta berusaha menjelaskan dasar seluler dari perkembangan saraf guna
mengatasi mekanisme yang mendasari sebuah gangguan.
6. Neuroscience, Health and Spirituality: studi tentang hubungan spiritualitas,
kesehatan spiritual dengan kesehatan fisik terutama kesehatan otak.
7. Cellular and Molecular Neuroscience: studi neurosains pada tingkatan
molekuler dan genetic untuk mendapatkan pemahaman lebih jelas dan utuh
tentang gangguan penyakit, atau seluk beluk perilaku manusia.
8. Nutritional Neuroscience: studi tentang hubungan nutrisi dengan otak, baik
untuk pencegahan, pengobatan maupun peningkatan kemampuan otak. Nutrisi
diketahui merupakan bagian penting bagi otak. Artinya, terdapat jenis-jenis
nutrisi yang secara spesifik sangat bergizi bagi otak sehingga otak dapat
bekerja lebih optimal.
9. Neurotica and Criminical Neuroscience: studi tentang hubungan otak dan
kekerasan.
10. Drugs Addiction and Neuroscience: studi gangguan otak yang difokuskan
pada obat. Studi ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan mencari jalan keluar
bagi penyalahgunaan obat pada level individu dan kolektif. Sejak
ditemukannya bahwa otak dapat memproduksi zat endorfin, banyak terapis
yang memanfaatkannya untuk terapi kasus narkoba.
11. Psychoneuroimmunology: studi tentang hubungan otak, jiwa, dan sistem
kekebalan tubuh. Titik tekan studi ini adalah kekebalan tubuh kaitannya
dengan jiwa dan otak.
12. Neuroscience Computational, Neuro-bioinformatics dan neuroengineering:
studi tentang pemanfaatan neurosains dalam hiding komputer, seperti robot
dan kecerdasan artificial, termasuk juga peranti-peranti teknis dan elektronik
7
yang digunakan untuk meningkatkan fungsi otak atau mengatasi gangguan
otak.

2.5 Neurosains dalam Pembelajaran Anak Usia Dini (PAUD)

Perkembangan neurosains sebagai sebuah pengetahuan mengenai sistem


syaraf atau tentang otak manusia saat ini mengalami kemajuan yang signifikan. Para
pakar terus melakukan penelitian mengenai hubungannya dengan kehidupan manusia
termasuk dunia pendidikan dimana keunikan dari perkembangan kemampuan otak
sangat terkait dengan output capaian dari sebuah proses pendidikan. Namun,
terkadang manusia berpikir seperti teknologiteknologi tersebut dimana otak
digunakan sebagai tempat penyimpanan semata. Padahal kenyataannya, otak belajar
dengan campuran berbagai emosi, ingatan, niat, dan sebagainya yang membentuk
kehidupan mentalnya. Untuk itulah, dalam proses pembelajaran, sebenarnya otaklah
yang memasukkan informasi ke dalam wadah yang sebelumnya telah berisi
informasiinformasi yang berkaitan sehingga membutuhkan restrukturisasi,
penyusunan, dan penilaian kembali (Yusmaliana & Suyadi, 2019)

Pada usia keemasan golden ages (0-6 tahun), orangtua dan guru PAUD bijak
memberikan beragam stimulan. Pada masa ini anak tidak hanya diberikan
pengalaman tapi yang lebih utama difasilitasi dan distimulan untuk mengoptimalkan
perkembangan kapasitas kecerdasannya (Uce, 2015). Pengalaman awal anak
memiliki dampak besar pada perkembangan otak dan pembelajaran. Semakin banyak
anak mendapatkan pengalaman semakin banyak tumbuh neuron-neuron (sel syaraf,
sel dasar yang membangun otak dan sistem syaraf).

8
Peran orangtua dan guru berdasarkan tahapan kecerdasan (Susanti, 2021),
yaitu sebagai berikut:

1. Penglihatan, mendekatkan benda ke dekat mata bayi, terus menggerakkan


benda tersebut ke kiri, ke kanan, ke atas, dan ke bawah bahkan melingkar.
2. Berbicara, memperkenalkan beragam bunyi yang indah, menarik, dan spesifik
seperti lantunan ayat suci, musik, lagu, suara dan bunyi (binatang dan
lingkungan sekitar). Perhatikan respon bayi melalui mata, telinga, dan gerakan
tubuhnya. Anak dapat meniru, dang mengucapkan seperti yang didengar.
3. Emosi, untuk mengontrol emosi anak ciptakan suasana yang nyaman dan
menyenangkan. Mengarahkan memotivasi emosi anak ke hal yang positif,
berupa bujukan, ajakan, dan penjelasan logika sederhana.
4. Berpikir, melatih berpikir logika sederhana, berpikir kritis (sebab akibat),
menghitung dengan angka-angka rendah dan melatih daya ingat dengan
pengulangan.
5. Keterikatan dan keterampilan sosial, memfasilitasi dan memotivasi anak
belajar keterampilan soft dan hard skill seperti menari, berenang, melukis,
memainkan alat musik, melakukan permainan yang melatih daya pikir.
Melibatkan anak dalam kegiatan rumah yang tidak membahayakan.
6. Motorik, kecerdasan motorik sudah terjadi sejak bayi dalam kandungan.
Untuk memfasilitasi motorik anak agar lebih terampil dan cekatan dengan
membawa mereka ke arena yang lebih luas agar bebas bergerak sambil
mengingatkan bahaya yang mungkin mereka temui.
7. Keterampilan sosial sebaya, berikan contoh yang membangun karakter,
bekerjasama, bertoleransi bersikap, disiplin dan saling menghargai.
8. Berbahasa, melatih bicara mulai dari kata sampai kalimat yang sederhana.
Kalimat sebab akibat dengan logika sederhana. Memotivasi dan menumbuh
kembangkan minat membaca, bercerita dan menulis. Perkenalkan anak
dengan beragam objek dan minta mereka bercerita. Orang tua khususnya

9
bapak yang rajin berbicara kepada anaknya akan mempercepat peningkatan
kosakata anaknya secara signifikan (Rivalina, 2020)

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Neurosains secara etimologi adalah ilmu neural (neural science) yang


mempelajari sistim syaraf, terutama mempelajari neuron atau sel syaraf dengan
pendekatan multidisipliner. Secara terminologi neurosains adalah bidang ilmu yang
mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem syaraf. Ada beberapa ruang
lingkup neurosains diantaranya :1) Selulermolekuler, 2) Sistem saraf 3) Neurosains
perilaku dan 4) Neurosains sosial (sosiosains). Perluasan wilayah kajian neurosains
adalah:Clinical Neuroscience, Educational Neuroscience, Cognitive Neuroscience,
Social and Cultural, Developmental Neuroscience Neuroscience, Health and
Spirituality, Cellular and Molecular Neuroscience, Nutritional Neuroscience,
Neurotica and Criminical Neuroscience, Drugs Addiction and Neuroscience,
Psychoneuroimmunology, dan Neuroscience Computational, Neuro-bioinformatics
dan neuroengineering. Pada usia keemasan golden ages (0-6 tahun), orangtua dan
guru PAUD bijak memberikan beragam stimulan. Pada masa ini anak tidak hanya
diberikan pengalaman tapi yang lebih utama difasilitasi dan distimulan untuk
mengoptimalkan perkembangan kapasitas kecerdasannya.
10
3.2 Saran

Saran agar orangtua dan guru mengoptimalkan pencapaian hasil belajar bagi
anak usia dini yaitu melalui beberapa tahapan, antara lain sebagai berikut : 1)
diharapkan orangtua dan guru PAUD bijak memberikan beragam stimulan. Pada
masa ini anak tidak hanya diberikan pengalaman tapi yang lebih utama difasilitasi
dan distimulan untuk mengoptimalkan perkembangan kapasitas kecerdasannya; 2)
Potensi kecerdasan berkembang dengan pesat apabila orangtua, guru, dan lingkungan
memahami neurosains dan memberikan stimulan secara optimal. Stimulan tersebut
dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi kualitas anak dan memantau proses
perkembangan kemampuan anak; 3) para ahli menyarankan para orang tua agar siswa
mengikuti kegiatan seni musik, karena seni musik dapat merangsang otak,
meningkatkan kemampuan bersosialisasi, meningkatkan rasa empati, dan seterusnya.
Semakin banyak anak mendapatkan stimulus melalui seni, maka semakin cerdaslah
anak tersebut.

11
Daftar Rujukan

Adi, G. W. (2003). Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis


Menerapkan Accelerated Learning,. Gramedia.
Hengki, W. (2018). Pendidikan Neurosains Dan Implikasinya Dalam
Pendidikan Masa Kini. Pendidikan Dasar, 2(March), 1–19.
323114055_Pendidikan_Neurosains_Dan_Implikasinya_Dalam_Pen
didikan_Masa_Kini
Jamaris, M. (2013). Psikologi Pendidikan (G. Indonesia (ed.)).
Kasmawarni. (2018). Peningkatan Kedisiplinan Anak Melalui Penerapan
Teori Neurosains Di Taman Kanak-Kanak Al Hidayah Aia Tabik.
Jurnal Ilmiah Pesona PAUD, 5(2), 85–98.
https://doi.org/10.24036/103739
Rivalina, R. (2020). Pendekatan Neurosains Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi Guru Pendidikan Dasar. Kwangsan: Jurnal
Teknologi Pendidikan, 8(1), 83.
https://doi.org/10.31800/jtp.kw.v8n1.p83--109
Susanti, S. E. (2021). Pembelajaran Anak Usia Dini dalam Kajian
Neurosains. TRILOGI: Jurnal Ilmu Teknologi, Kesehatan, Dan
Humaniora, 2(1), 53–60. https://doi.org/10.33650/trilogi.v2i1.2785
Suyadi. (2014). Teori Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian
Neurosains. Remaja Rosda Karya.
Uce, L. (2015). The golden age. International Journal, 1(2), 205–221.
12
https://doi.org/10.1177/002070200906400118
Wathon, A. (2016). Neurosains dalam pendidikan. Jurnal Lentera:
Kajian Keagamaan, Keilmuan Dan Teknologi, 14(1), 284–294.
https://www.neliti.com/publications/177272/neurosains-dalam-
pendidikan
Yusmaliana, D., & Suyadi, S. (2019). Pengembangan Imajinasi Kreatif
Berbasis Neurosains dalam Pembelajaran Keagamaan Islam.
Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 14(2), 267.
https://doi.org/10.21043/edukasia.v14i2.4213
Yusron, N. (2008). Eric Jensen, Brain Based Learning, Pembelajaran
Berbasis Kemampuan Otak, Cara Baru dalam Pengajaran dan
Pelatihan. Pustaka Pelajar.

13

Anda mungkin juga menyukai