NEUROSAINS PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Surakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran serta
melimpahkan rahmat-Nya dalam pengerjaan makalah ini sehingga berjalan dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pengampu pada bidang Neurosains Pendidikan dalam prodi Pendidikan Guru Pendidikan
Anak Usia Dini mengenai Otak, Pendidikan dan Emosi. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca meskipun di dalam penyusunan
makalahnya masih banyak kekurangan.
Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .....................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 5
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
C. Tujuan .......................................................................................................................... 5
D. Manfaat ........................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 6
A. Otak, Pendidikan, dan Emosi ....................................................................................... 6
1. Hakikat Otak .......................................................................................................... 6
2. Hakikat Pendidikan ................................................................................................ 6
3. Hakikat Emosi ........................................................................................................ 8
B. Hubungan Antara Otak, Pendidikan, dan Emosi ....................................................... 10
1. Otak Rasional dan Pembelajaran ......................................................................... 11
2. Otak Emosional dan Pembelajaran ...................................................................... 13
3. Otak Spiritual dan Pembelajaran ......................................................................... 15
C. Optimalisasi Otak dalam Sistem Pendidikan ............................................................. 17
D. Perkembangan Emosi Anak Usia Dini ...................................................................... 19
1. Pengertian Perkembangan .................................................................................... 19
2. Pengertian Emosi ................................................................................................. 20
3. Fungsi Emosi pada Anak Usia Dini ..................................................................... 21
4. Karakterisrik Perkembangan Emosi pada Anak Usia Dini .................................. 22
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 26
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 26
B. Saran .......................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... xxvii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut,
yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan Anak
Usia Dini juga merupakan pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing,
mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan
kemampuan dan keterampilan pada anak (kompetensi).
Masa usia dini merupakan masa kritis pekembangan kemampuan emosi dan
sosial. Pada tahap ini anak belajar tentang nilai-nilai dan perilaku yang dapat diterima
oleh masyarakat dilingkungan sekitarnya. Pada usia ini anak juga sedang
mengembangkan konsep diri mereka sebagai pribadi yang berkompeten dan percaya
diri. Pengembangan kecerdasan emosi anak berbasis otak merupakan upaya-upaya
yang dilakukan pendidik, orang tua atau orang dewasa yang bertanggung jawab
terhadap anak dalam mendidik, baik itu mengasah, mengasih dan megasuh anak untuk
mengembangkan kemampuan emosinya berdasar ilmu-ilmu perilaku otak (neuron)
manusia.
Pengembangan emosi anak usia dini berbasis neurosain, merupakan upaya-
upaya pendidikan yang didalamnya mencakup aktifitas mengasah, mengasih dan
mengasuh ( asah, asih asuh) anak yang berpijak dan menggunakan dasar-dasar ilmu
perilaku otak (Neuron). Sangat penting bagi setiap pendidik, baik itu guru, orang tua
dan pengasuh mengerti dan memahami bagaimana otak anak dan otak dirinya bekerja.
Juga bagaimana otak anak tumbuh dan berkembang secara dasar.
Secara umum, seperti otak manusia dewasa, anatomi otak anak terbagi
menjadi 3, yakni otak depan, otak tengah dan otak belakang. Otak depan adalah
wilayah otak yang terletak di bagian atas dan depan otak, ia terdiri atas kulit otak,
ganglia basalis, sistem limbik, talamus dan hipotalamus. Otak bekerja dengan
menggunakan prinsip sirkuit, bukan kerja sendiri. Sebuah fungsi dapat terjadi karena
semua bagian otak bekerja dalam sebuah sirkuit canggih. Setiap bagian menyumbang
kelebihan masing-masing dalam sirkuit itu. Otak yang berhubungan dengan proses
4
emosi disebut sebagai sistem limbik. Sistem limbik terdiri atas area-area, sirkui-sirkuit
dan syaraf-syaraf spesifik yang terlibat dalam segala aspek yang berfungsi memproses
pengalaman emosional seseorang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis tetapkan dalam penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1) Apa hakikat otak, pendidikan dan emosi?
2) Apa hubungan antara otak, pendidikan, dan emosi?
3) Bagaimana optimalisasi otak dalam sistem pendidikan?
4) Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi anak usia dini?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1) Untuk mengetahui tentang tumbuh-kembang otak anak sebagai dasar untuk
perkembangan otak anak.
2) Untuk membentuk kepribadiam yang cakap akan emosi.
3) Untuk mengatahui bagaimana mengendalikan amarah anak sejak usia dini.
D. Manfaat
Manfaat dari penyusanan makalah ini yaitu untuk lebih memotivasi diri sendiri
dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-
lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Otak, Pendidikan, dan Emosi
1. Hakikat Otak
Otak adalah salah satu organ manusia yang sangat vital dan kompleks, karena
otak memiliki kemampuan untuk mengendalikan keseluruhan dari indera manusia.
Menurut Agus Nggermanti (2001), di dalam otak setidaknya terdapat Sembilan sub-
komponen. Neocertex yaitu lapisan paling luar dan hanya dimiliki oleh manusia,
dimana lapisan ini memungkunkan manusia untuk memiliki kemampuan membaca,
menulis, mempelajari bahasa, berhitung, melukis, dan sebagainya. Corpus Callasum
yang menghubungkan belahan kiri dengan belahan kanan neocortex. Cerebellum
(otak kecil) berfungsu untuk mengatur gerakan dan gerakan reflex. Otak reptileter
letak bagian terdalam dan berfungsi untuk merangsang rasa aman, rasa takut, dan
mengendalikan pernapasan, peredaran darah, detak jantung, pencernaan, dan
kesadaran. Hippocampus berhubungan dengan ingatan, amigdala berfungsi untuk
mengatur emosi, pituitary gland mengatur kerja hormone, hypothalamus mengontrol
hormone (seksual, tekanan darah, suhu badan, dan rasa haus) dan thalamus
mengkatifkan sensor indera.
A.M. Rukky Santoso (2011) mengatakan bahwa pada otak terdapat ratusan
miliar neuron yang memiliki tiga puluh miliar sel yang bekerja sama. Otak manusia
diibaratkan computer yang menerima rangsangan dari panca indera lalu disalurkan
melalui saraf sebagai perantara otak dengan bagian tubuh lain. Roger Wolkott Sperry
(dalam Taugada, 2003) meneliti tentang otak kiri yang menjalankan fungsi berpikir
sacara kognitif dan rasional dengan karakteristik yang bersifat logis, matematis,
analitis, realistis, vertical, kuantitatif, intelektual, objektif, dan mengontrol sistem
motorik tubuh bagian kanan. Dan otak kanan yang berfungsi untuk berfikir secara
afektif, dan rasional juga mempunyai karakteristik kualitatif, implusif, spiritualm
holistik, emosional, artistik kreatif, subjektif, simbolis, imajinatif, simultan, intuitif,
dan mengontrol gerak tubuh sebelah kiri. Humphrey (2000) membedakan kerja otak
berdasarkan gelombang elektro, yaitu gelombang alpha, beta, delta, dan tetha.
Sementara itu, Ned Herrmandd (1995) mengemabngkan lebih lanjut fungsi otak
dengan membaginya ke dalam empat kuadran.
2. Hakikat Pendidikan
6
Secara formal pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan
tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir hingga
dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan
anak usia dini yang notabene anak-anak kecil sudah didasari dengan pendidikan yang
mengajarkan nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian dan
potensi diri sesuai dengan perkembangan anak.
Dalam PP 27 tahun 1990 bab 1 pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah
untuk peserta didik yang masih kecil adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah
yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar (Harianti, 1996: 12). Di samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan
(Depdiknas 2004: 4), yaitu:
Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin kepada anak.
Mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.
Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik.
Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
Mengembang ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki anak.
Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.
Dari beberapa uraian di atas inilah, maka pendidikan yang menanamkan nilai-
nilai positif akan tepat dimulai ketika anak usia dini. Dengan demikian pendidikan
bagi peserta didik yang masih kecil merupakan landasan yang tepat sebelum masuk
pada pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan
awal yang sesuai dengan tujuan untuk mengembangkan sosialisasi anak,
menumbuhkan kemampuan sesuai dengan perkembangannya, mengenalkan
lingkungan kepada anak, serta menanamkan disiplin, karena secara tidak langsung
dapat menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral dan nilai sosial kepada anak.
7
Akan tetapi tidak selamanya manusia menuai hasil dari proses yang
diupayakan tersebut. Oleh karena itu, kadang proses itu berhasil atau kadang pun
tidak. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa “keberhasilan” dari proses
pendidikan secara makro tersebut merupakan tujuan. Keberhasilan itu juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal ini mengingat bahwa pendidikan itu ada tiga
pilar yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat.
Dalam pembentukan dan tujuan pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan
watak, maka faktor keluarga sangat penting. Faktor orang tua sangat berpengaruh
pada pendidikan manusia sebagai peserta didik. Kesadaran orang tua makin
meningkat mengenai pentingnya pendidikan sebagai persiapan awal untuk membantu
pencapaian keberhasilan pendidikan selanjutnya. Persiapan awal tersebut menyangkut
pencapaian perkembangan sehat secara mental, emosi, dan sosial. Namun orang tua
juga tidak sama.
3. Hakikat Emosi
Emosi adalah kondisi tergerak (a state of being moved) yang memiliki
komponen penghayatan perasaan subyektif, impuls untuk berbuat dan kesadaran
(awareness) tentang perasaan yang dihayatinya (Semiawan, 1997; 153). Feldman
(1997) mendefinisikan emosi sebagai perasaan-perasaan yang dapat mempengaruhi
perilaku dan pada umumnya mengandung komponen fisiologis dan kognitif. Emosi
sebagai perasaan-perasaan yang dapat mempengaruhi perilaku dan pada umumnya
mengandung komponen fisiologis dan kognitif. Perasaan-perasaan tersebut bisa
sangat kuat sehingga kontrol rasional tidak berfungsi (Winkel, 1983; 151). Perasaan
yang kuat tersebut diikuti oleh ekspresi motoric yang berhubungan dengan suatu
objek atau situasi eksternal (Gunarsa, 1989;156). Goleman (1997) menyatakan bahwa
emosi adalah perasaan dan pikiran khas, yakni suatu keadaan biologik dan psikologik.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan emosi adalah keadaan yang kuat dan kompleks yang diikuti
8
oleh ekspresi motorik serta mengandung unsur afeksi dan pikiran yang khas, yang
mempengaruhi perilaku. Keadaan afeksi yang disadari dapat berupa kegembiraan,
ketakutan, kebencian, cinta dan sebagainya.
Proses perkembangan emosi berlangsung sejak bayi lahir sampai dewasa
melalui pola-pola tertentu. Perkembangan emosi dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
pengaruh lingkungan, yaitu melalui proses pematangan dan proses belajar. Bayi sejak
lahir, gejala pertama perilaku emosionalnya ialah keterangsangan umum terhadap
stimuli-stimuli yang kuat. Setelah berumur 1 tahun, ekspresi emosional mereka
berwujud kegembiraan, ketakutan, kemarahan, dan kebahagiaan. Selanjutnya, dengan
meningkatnya usia anak, reaksi emosional dapat berwujud menjerit dan menangis,
mengadakan perlawanan, melemparkan benda, lari menghindar, bersembunyi, dan
mengeluarkan kata-kata. Makin bertambah usia, maka reaksi yang berwujud bahasa
makin meningkat, dan reaksi gerakan otot makin berkurang. Sekitar 2-4 tahun, reaksi
ledakan marah mencapai puncaknya. Kemudian tampak pola emosi yang lebih
matang, seperti cemberut dan sikap bengal.
Ciri khas penampilan emosi anak adalah sebagai berikut: (a) emosi yang kuat,
yaitu bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh ataupun
yang serius, (b) emosi seringkali tampak, yaitu memperlihatkan emosi mereka
meningkat dan menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali melibatkan hukuman,
(c) emosi bersifat sementara, yaitu peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari
tertawa kemudian menangis, dan sebagainya. Tetapi dengan meningkatnya usia anak,
9
emosi mereka menjadi lebih menetap, (d) reaksi mencerminkan individualitas, yaitu
secara bertahap, dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku
yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan (tiap anak
berbeda reaksinya), (e) emosi berubah kekuatannya, dalam arti dengan meningkatnya
usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya,
sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat, (f) emosi dapat
diketahui melalui gejala perilaku, misalnya: gelisah, menangis, melamun, kesukaran
berbicara, dan bertingkah laku yang gugup seperti menggigit kuku atau mengisap
jempol.
Bahaya perkembangan emosi adalah sebagai berikut:
b. keterlantaran emosional;
c. terlalu banyak kasih sayang;
d. emosionalitas yang tinggi.
12
Pengolahan dan penyimpanan informasi akan sangat efektif apabila tubuh dan
otak dalam keadaan waspada yang relaks. Meditasi dengan bantuan musik dan
aroma yang menenangkan akan mempercepat seseorang untuk masuk kedalam
keadaan waspada yang relaks. Pada keadaan tersebut gelombang di otak menjadi
lambat (gelombang alfa) yang membuka pintu ke bawah sadar. Aribowo (2002)
mengatakan bahwa apa yang kita tanam ke dalam pikiran bawah sadar
memungkinkan diwujudkannya imajinasi menjadi kenyataan. Pikiran bawah sadar
dapat diibaratkan sebagai taman kehidupan, sedangkan pikiran sadar sebagai
tukang kebunnya. Apabila secara sadar kita menanam benih profesionalitas dan
perilaku beradab, maka tumbuhlah benih tersebut dan pada saatnya kita dapat
memanennya. Berbagai penyelesaian permasalahan kehidupan sehari-hari akan
lebih efektif apabila lewat alam bawah sadar.
18
Rekayasa lingkungan belajar yang nyaman dan relas akan memudahkan
pengambilalihan tugas dari otak kiri yang rasional ke otak intuitif yang menerima
asupan informasi dari bawah sadar. Intuisi adalah persepsi yang berada diluar
pancaindra meskipun tetap bukan hal mistik, karena tetap bersifat logis. Menyimpan
informasi dengan pola asosiatif dan tidak linier merupakan langkah pertama menuju
pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan. Belajar melalui praktik
akan melibatkan banyak indra sehingga memori akan lebih mantap. Setiap orang
memiliki dominasi indra secara individual. Apabila guru dapat mengenali dominasi
indra pada masing-masing peserta didiknya maka akan dapat memberi layanan
dengan tepat.
D. Perkembangan Emosi Anak Usia Dini
1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasikan dari sel-sek tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsi, 1995).
Periode penting dalam tubuh kembang anak adalah masa balita, karena pada
masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan adalah proses perubahan dalam
pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan
lingkungan. Dalam perspektif psikologi, perkembangan merupakan perubahan
progresif yang menunjukan cara tingkah laku dan berinterakasi dengan
lingkungannya (Fakhrudin, 2010).
Sedangkan menurut Jamaris dalam (Sujiono, 2009), perkembangan merupakan
suatu proses yang bersifat kumulatif. Artinya, perkembangan terdahulu akan
menjadi dasar bagi perkembangan selanjutya. Oleh sebab itu, lanjut Jumaris,
apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu, maka perkembangan
selanjutnya akan mendapatkan hambatan.
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan
kontinyu (berkesinambungan) dalam bentuk individu dari mulai lahir sampai
mati”. Perngertian lain dari perkembangan adalah perubahan-perubahan yang
19
dialami individu atau organisme menunju tingkat kedewasaannya atau
kematangan (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)
(Yusuf, 2008).
Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari peroses
pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam peredaran waktu tertentu menuju
kedewasaan dari lingkungan yang banyak berpengaruh dalam kehidupan anak
menuju dewasa. Perkembangan menandai maturitas dari organ-organ dan sistem-
sistem, prolehan keterampilan, kemampuan yang lebih siap untuk beradaptasi
terhadap stres dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab maksimal dan
memperoleh kebebasan dalam mengekperesikan kreativitas (Supriyadi, 2010).
2. Pengertian Emosi
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang begejolak dalam diri
individu yang sifatnya didasari. Oxford English Dictionary mengartikan emosi
sebagai sesuatu kegiatan atau pergolakan pikiran, prasaan, nafsu atau setiap
keadaan mental yang hebat. Selain itu, Daniel Goleman merumuskan emosi
sebagai sesuatu yang merujuk pada suatu prasaan dan pikiranpikiran khasnya,
sesuatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecendrungan untuk
bertindak. Emosi dapat dikelompokkan sebagai suatu rasa marah, kesedihan, rasa
takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel atau malu.
Istilah emosi berasal dari kata “emotus” atau “emovere” atau “mencerca” (to
stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi
gembira mendorong untuk tertawa, atau perkataan lain emosi didefinisikan
sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan
melibatkan hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2009).
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi
dapat merupakan motivator perilaku dalam arti menigkatkan, tapi juga dapat
mengganggu perilaku internasional manusia (Prawitasari,1995).
Menurut Crow dan Crow (1958), perngertian emosi adalah ‘An emotion, is an
affective experience that accompanies generalized inner adjustement and mental
and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his
20
evert behavior’. Jadi, emosi adalah pengalaman afektif yang digeneralisasikan
dalam penyesuaian diri dan mental sehingga dapat menerangkan siapa individu
tersebut sesungguhnya dan ditunjukan dalam setiap perilakunya.
Lindsley, berpendapat bahwa emosi disebabkan oleh perkerjaan yang
terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu
mengalami frustasi, susunan saraf berkerja sangat keras yang menimbulkan
sekreasi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi perkerjaan otak,
maka hal itu menimbulkan emosi.
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian diri dalam diri
individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang
tampak. Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah
laku yang tampak. Emosi sering didefinisikan dalam istilah perasaan (feeling),
misalnya pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah terkerjut,
bahagia, sedih dan jijik. Emosi juga sering berhubungan dengan ekspresi tingkah
laku dan respon-respon fidiologis.
3. Fungsi Emosi pada Anak Usia Dini
Pertama, perilaku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian
lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi
dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Contoh: jika seorang anak sering
mengekspresikan ketidaknyamannya dengan menangis, lingkuangan sosialnya
akan menilai ia sebagai anak yang “cengeng”. Kedua, emosi yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui
reaksi-reaksi yang ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial
anak dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima
lingkungannya. Jika anak melemparkan mainannya saat marah, reaksi yang
muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Ketiga,
emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan, artinya jiks ada yang
ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya jika ada
seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok, maka dapat mempengaruhi
kondisi psikologis lingkungannya saat itu. Ketiga, tingkah laku yang sama dan
ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya jika seorang
anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut
dan lingkunganpun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut
21
berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan. Keempat, ketegangan emosi
yang dimiliki anak dapat mengahambat atau mengganggu aktivitas motorik dan
mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi
suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas.
Misalnya, seorang anak akan menolak bermain kreasi dengan cat poster karena
takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tua. Kegiatan kreasi dengan cat
poster ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya.
4. Karakteristik Perkembangan Emosi pada Anak Usia Dini
Masa anak usia dini disebut juga sebagai masa awal kanak-kanak yang
memliki berbagai karakter atau ciri-ciri. Ciri-ciri ini tercermin dalam sebutan-
sebutan yang diberikan oleh para orang tua, pendidik, dan ahli psikologi untuk
anak usia dini (Masher Riana, 2011: 7). Usia lima tahun pertama adalah masa
emas untuk perkembangan anak. Karena pada usia ini anak mengalami masa peka
dan kritis (Masher Riana, 2011: 10). Emosi yang berasal dari bahasa latin movere,
berarti menggerakkan atau bergerak, dari asal kata tersebut emosi dapat diartikan
sebagai dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada suatu perasaan atau
pikiran-pikiran khasnya, emosi dapat berupa perasaan amarah, ketakutan,
kebahagiaan, cinta, rasa terkejut, jijik, dan rasa sedih (Mashar, 2015).
22
melihat kejadian yang menurutnya lucu. Reaksi ini menunjukkan spontanitas
pada diri anak dan menunjukkan kondisi asli (genuine) di mana anak sangat
terbuka dengan pengalaman-pengalaman hatinya.
d) Reaksi emosi bersifat individual, artinya meskipun peristiwa pencetus emosi
sama namun reaksi emosinya dapat berbeda-beda. Hal ini terkait dengan
berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi terutama
pengalaman-pengalamn dari lingkungan yang dialami anak.
e) Keadaan emosi anak dapat dikenali melalui gejala tingkah laku yang
ditampilkan. Anak-anak sering kali mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan emosi secara verbal. Kondisi emosi yang dialami anak lebih
mudah dikenali dari tingkah laku yang ditunjukkan.
Pemahaman mengenali karakteristik emosi anak akan sangat membantu orang
tua dan pendidik dalam memberi stimulasi atau rangsangan emosi yang tepat bagi
anak (Mashar, 2015). Campos mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi
yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting
oleh individu tersebut. Emosi diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan
kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang
dialami. Emosi dapat berbentuk rasa senang, takut, marah, dan sebagainya
(Nurmalitasari, 2015).
Karakteristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik yang terjadi pada
orang dewasa, dimana karakteristik emosi pada anak itu antara lain:
a) berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba,
b) terlihat lebih hebat atau kuat,
c) bersifat sementara atau dangkal,
d) lebih sering terjadi,
e) dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya,
f) reaksi mencerminkan individualitas.
Emosi memiki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik
pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena
memiliki pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson menyebutkan bahwa anak
memiliki kebutuhan emosional, seperti ingin dicintai, dihargai, rasa aman, merasa
kompeten dan mengoptimalkan kompetensinya (Femmi nurmalitasari, 2015: 106).
Terdapat beberapa hal penting dalam perkembangan emosional anak yang
perlu dipahami meliputi: (a)usia berpengaruh pada perbedaan perkembangan
23
emosi, (b)perubahan ekspresi wajah terhadap emosi, (c)menunjukkan emosi yang
kompleks, (d)bahasa tubuh, (e)suara dan kata, (f)representasi simbolik,
(g)pengetahuan emosi,(h)perubahan usia dalam regulasi emosi, (i)respons pada
perasaan lainnya, (j)ikatan emosional dengan yang lain, (k)tahap-tahap
perkembangan emosional (Nurmalitasari, 2015).
Perkembangan ciri khas emosi pada anak adalah emosinya kuat, emosi sering
kali tampak, emosinya bersifat sementara lainil, dan emosi dapat diketahui melalui
perilaku anak (Khairi, 2018). Para psikolog mengemukakan karakteristik
perkembangan sosio emosional bahwa terdapat tiga tipe tempramen anak, yaitu:
a. Pertama, anak yang mudah diatur mudah beradaptasi dengan pengalaman
baru, senang bermain dengan mainan baru, tidur dan makan secara teratur dan
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan di sekitarnya.
b. Kedua, anak yang sulit diatur seperti sering menolak rutinitas sehari-hari,
sering menangis, butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan dan gelisah
saat tidur.
c. Ketiga, anak yang membutuhkan waktu pemanasan yang lama, umumnya
terlihat agak malas dan pasif, jarang berpatisipasi secara aktif dan seringkali
menunggu semua hal diserahkan kepadanya.
Dari pendapat diatas diketahui bahwa kepribadian dan kemampuan anak
berempati dengan orang lain merupakan kombinasi antara bawaan dengan pola
asuh ketika ia masih anak-anak. Ketika anak berusia satu tahun, senang dengan
permainan yang melibatkan interaksi sosial, senang bermain dengan sesama jenis
kelamin jika berada dalam kelompok yang berbeda. Namun, ketika berumurur
antara 1 s/d 1,5 tahun, biasanya menunjukkan keinganan untuk lebih mandiri
yakni melukakan kegiatan sendiri, seperti main sendiri, makan dan berpakaian
sendiri, cemburu, tantrum (marah jika kemauan nya tidak di penuhi).
Sedangkan saat usia 1,5 s/d 2 tahun, ia mulai berintraksi dengan orang lain,
tetapi butuh waktu untuk bersosialisasi, ia masih sulit berbagi dengan orang lain,
sehingga ia akan menangis bila berpisah dengan orang tua nya meski hanya
sesaat. Sedangkan saat usia 2,5 s/d 6 tahun, perkembangan emosi mereka sangat
kuat seperti ledekan amarah, ketakutan yang hebat iri hati yang tidak masuk akal
Karena ingin memiliki barang orang lain dan biasanya terjadi dalam lingkungan
keluarga yang besar. Demikian pula dengan rasa cemburu muncul karena kurang
nya pehatian yang diterima dibanding dengan yang lainnya, dan terjadi dalam
24
keluarga yang kecil. Terjadi sebagai akibat dari lama nya bermain, tidak mau tidur
siang dan makan terlalu sedikit.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan otak anak terus akan tumbuh seiring dengan bertambahnya usia
anak. Otak akan berkembang dengan baik jika mendapatkan stimulasi yang tepat,
namun sebaliknya otak anak tidak akan berkembang secara maksimal jika tidak
mendapatkan stimulasi yang baik. Perkembangan otak yang baik secara anatomis
dapat dilihat dari banyaknya rambatan konektivitas antara satu sel dengan sel
lainnnya, semakin banyak koneksi yang dibuat oleh sel maka akan semakin baik.
Oleh karena itu untuk mencapai pendidikan yang berkualitas sangat
tergantung dari stimulasi dan motivasi pelajar juga kreatifitas pengajar. Anak yang
memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu mengelolah
kecerdasan emosi anak akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar.
Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan anak melalui
proses belajar.
Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah
dengan kreatifitas pengajar, membangun komunikasi yang baik antar pengajar dengan
anak juga akan membuat anak menjadi lebih mudah mencapai target belajar.
Mengembangkan kecerdasan emosional dalam pembelajaran sungguh sangat
diperlukan agar pembelajaran berlangsung optimal dan dapat menghasilkan hasil
belajar yang maksimal. Dengan demikian keutamaan mengenali emosi anak yaitu
melalui cara-cara dan keunggulan motivasi berbasis otak yang akan menjadikan anak
menjadi senang belajar.
B. Saran
Dalam mendidik anak hendaknya ditanamkan kecerdasan emosional sejak usia
dini yaitu mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri,kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan
emosi, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir.
26
DAFTAR PUSTAKA
Mashar, Riana. 2011. Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Jakarta:
Kharisma Putra Utama.
Rini, Yuli S. 2013. Pendidikan: Hakekat, Tujuan, Dan Proses. Yogyakarta: Pendidikan Dan
Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Sukatin, & dkk. (2020). Analisis Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah
Tumbuh Kembang Anak Usia Dini. Vol. 5, No. 2. 77-90.
Suryana, Dadan. 2021. Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Praktik Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
xxvii