Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS WACANA KRITIS MODEL FAIRCLOUGH PADA PIDATO MEGAWATI

SOEKARNOPUTRI DALAM RAKERNAS II PDIP 2022

Artikel ini diajukan untuk memenuhi penilaian Ujian Akhir Semester (UAS)
mata kuliah Analisis Wacana

Dosen pengampu:
Dr. B.R. Suryo Baskoro, M.S.

Oleh:

Citra Dewi Harmia


22/499977/PSA/20163

MAGISTER LINGUISTIK
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
ANALISIS WACANA KRITIS MODEL FAIRCLOUGH PADA PIDATO MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI DALAM RAKERNAS II PDIP 2022

Citra Dewi Harmia


Magister Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
citradewiharmia@mail.ugm.ac.id

ABSTRAK
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) merupakan salah satu agenda rutin partai politik yang
dilaksanakan untuk menentukan serta membahas rancangan, orientasi, serta agenda partai.
Rakernas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) II yang dilaksanakan pada tanggal 21
Juni 2022 menghadirkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri untuk menyampaikan
pidato politik.  Analisis Wacana Kritis dengan model pendekatan Fairclough digunakan untuk
menganalisis dan mengidentifikasi temuan ideologi, serta fenomena sosiokultural yang terbentuk
dari wacana pidato politik Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas PDIP 2022. Tujuan
penelitian ini adalah menemukan jenis ideologi dan isu sosial serta wujudnya dalam unsur-unsur
kebahasaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan subjek
penelitian berupa rekaman pidato lengkap Megawati Soekarnoputri pada Rakernas II PDIP 2022.
Teori Analisis Wacana Kritis yang digunakan adalah teori Norman Fairclough yang mencakup
tiga dimensi; tekstual, praktik wacana, praktik sosiokultural. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya ideologi dan isu sosial yang ditemukan dalam tuturan wacana pidato politik Megawati
dalam Rakernas II PDIP 2022 yang memberi dampak dalam konteks sosial masyarakat.

Kata kunci: Analisis Wacana Kritis, Megawati Soekarnoputri, Rakernas II PDIP 

PENDAHULUAN

Analisis wacana merupakan upaya untuk melihat hubungan antara teks yang dibangun
oleh unsur kebahasaan, dengan konteks sosial yang menyertainya.dalam analisis wacana, teks
dan konteks diposisikan sebagai dua jenis informasi yang memberikan kontribusi isi komunikatif
sebuah tuturan. Stubbs (1983) menyatakan bahwa analisis wacana berkaitan dengan penggunaan
bahasa di atas tataran kalimat, hubungan bahasa dengan masyarakat, serta sifat interaktif atau
dialogis komunikasi sehari-hari. Analisis wacana pada praktiknya memadukan unsur tekstualitas
dengan konteks sosial yang dapat diidentifikasi dari unsur tersebut. Berkembangnya analisis
wacana menjadi analisis wacana kritis dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa bahasa dan
konteks sosial sebenarnya saling terikat dan saling memengaruhi, sehingga dalam praktiknya
dibutuhkan analisis yang lebih spesifik untuk menganalisis isu sosial yang lebih besar dibalik

1
sebuah wacana. Fairclough (1989) mengkombinasikan analisis tekstual dengan konteks sosial
masyarakat yang lebih makro, dengan tujuan untuk mendeteksi ideologi atau ketimpangan yang
muncul dalam masyarakat.

Mendukung pendapapat Fairclough, Schiffrin (2007) menyatakan bahwa fenomena-


fenomena linguistik merupakan fenomena khusus, dan fenomena linguistik sosial merupakan
bagian dari fenomena linguistik pula. Analisis Wacana Kritis akhirnya menjadi salah satu cara
memadukanunsur kebahasaan untuk sebuah tujuan sosial yang lebih besar dan berpengaruh,
yaitu pemberdayaan atau pengangkatan derajat golongan masyarakat tertentu. Jenis wacana yang
dianalisis dalam Analisis Wacana Kritis merupakan wacana apa pun yang baik secara eksplisit
maupun implisit menyiratkan ideologi atau ketimpangan kuasa yang mengakibatkan tertindasnya
suatu kamu. Ideologi dan kuasa yang muncul dalam wacana merupakan fokus dari kajian analisis
wacana kritis. Ideologi sangat erat berkaitan dengan kuasa. Ideologi kelompok yang berkuasa
cenderung dominan; sementara institusi/kelompok yang tidak (sedang) berkuasa berupaya untuk
memengaruhi ideologi sebuah kelompok masyarakat agar makin dekat dengan yang mereka
inginkan (Wodak dan Meyer, 2010: 8).

Penggambaran ideologi ini dapat bervariasi dalam tiap wacana, ada yang sangat tersirat,
ada pula yang lebih jelas. Fairclough (1992) berpendapat bahwa ideologi yang makin tersirat
justru merupakan ideologi yang memiliki daya atau kuasa yang makin besar. Hal ini karena
ketersiratan tersebut membuat penerima atau objek wacana tidak menyadari bahwa mereka
sesungguhnya berada di bawah kuasa pihak lain. Dalam penelitian ini, analisis wacana kritis
dengan model kerangka tiga dimensi Norman Fairclough digunakan untuk mengidentifikasi serta
menemukan jenis ideologi dan isu sosial serta wujudnya dalam unsur-unsur kebahasaan yang
muncul dalam pidato Megawati Soekarnoputri pada Rakernas II PDI Perjuangan 2022.

Rapat kerja nasional, atau yang umum disingkat sebagai Rakernas, merupakan agenda
rutin berupa forum pertemuan yang digunakan untuk membahas rangkaian agenda, orientasi,
evaluasi, atau agenda khusus lainnya dalam suatu badan atau institusi. Rakernas partai politik
umumnya dilaksanakan satu sampai dua kali dalam kurun waktu setahun, menyesuaikan dengan
situasi dan kepentingan partai tersebut. Sebagai negara demokrasi dengan sistem politik
multipartai, terdapat beragam partai politik yang mengusung ideologi dan identitas, serta
orientasi tertentu. Berdasarkan data terbaru dari dari laman Sekretariat Kabinet RI, per tanggal 4

2
Agustus 2022, berdasarkan rilis KPU RI terdapat 51 partai politik yang sudah terdaftar. Meski
mengusung ideologi dan identitas yang beraneka ragam, tujuan besar partai politik adalah
mendapatkan pengaruh yang signifikan di dalam pemerintahan melalui kursi legislatif maupun
eksekutif, serta mendapat dukungan dari masyarakat luas.

PDI Perjuangan, sebagai salah satu partai dengan rekam jejak gemilang dalam kancah
perpolitikan Indonesia, saat ini diketuai oleh Megawati Soekarnoputri, mantan presiden
Indonesia periode 2001 - 2004. Salah satu agenda dalam Rakernas adalah penyampaian pidato
politik dari ketua umum partai tersebut,yang bertujuan untuk membangun solidaritas dan
semangat serta ideologi partai tersebut. PDI Perjuangan memiliki posisi yang cukup signifikan
dalam kancah politik Indonesia saat ini sejak terpilihnya Joko Widodo yang merupakan calon
presiden dari partai PDI Perjuangan, sebagai presiden Republik Indonesia selama dua periode.
Partai dengan ideologi nasionalisme Pancasila ini memiliki kader dan massa pendukung yang
cukup besar tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Penelitian ini akan berfokus pada analisis
indikasi ideologi yang muncul dalam wacana pidato Megawati Soekarnoputri, serta isu atau
representasi sosial yang muncul dalam konteks sosiokultural wacana tersebut. Model analisis
yang digunakan adalah pendekatan dengan model kerangka tiga dimensi yang dijelaskan oleh
Norman Fairclough.

Saat ini telah banyak penelitian analisis wacana kritis yang menggunakan model
pendekatan tiga dimensi Fairclough, tetapi belum ditemukan pendekatan Fairclough untuk
analisis pidato Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas II PDI Perjuangan. Salah satu penelitian
terdahulu yang menjadi referensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan pada
tahun 2022 berjudul “Analisis Wacana Kritis Nourman Fairclough terhadap Jokowi yang
Menyentil Menterinya Mengenai Kenaikan Harga Minyak Goreng” yang ditulis oleh Ariska
Erawati, Muhammad Surif, dan Syairal Fahmy Dalimunthe. Penelitian ini membahas serta
membandingkan wacana dalam topik yang sama, yang ditulis oleh beberapa media yang berbeda.
Peneliti menerapkan kerangka tiga dimensi Fairclough untuk menganalisis data. Hasil penelitian
ini menunjukkan adanya kecenderungan-kecenderungan penekanan titik-berat tertentu di tiap
media.

Meski menggunakan kerangka dimensi yang sama, penelitian ini akan lebih fokus pada
penggambaran ideologi dan konteks sosial wacana dari pidato Megawati Soekarnoputri dalam

3
agenda Rakernas II PDI Perjuangan. Ideologi yang digambarkan dianalisis dari keseluruhan isi
pidato, dan dianalisis dengan teknik sampling.

KAJIAN TEORI

A. Analisis Wacana Kritis (AWK)

Sebagai bagian dari analisis wacana, analisis wacana kritis memiliki tujuan yang sama
yaitu menganalisis penggunaan bahasa dan interaksi sosial yang muncul, yang kemudian
diinterpretasikan sebagai sebagai peristiwa komunikatif lengkap dalam sebuah situasi sosial (Van
Dijk, 1990). Perbedaan yang paling mendasar dari analisis wacana dan analisis wacana kritis
adalah paradigma yang melandasi analisis tersebut. Analisis wacana fokus pada paradigma
komunikatif dan kebahasaan, sedangkan analisis wacana kritis menggunakan paradigma kritis.
Analisis Wacana Kritis diprakarsai oleh ahli bahasa dengan mazhab fungsionalis yang percaya
bahwa bahasa tidak dapat disterilkan dari konteks sosialnya. Wodak & Meyer (2010)
menjelaskan bahwa analisis wacana kritis bertujuan untuk menghadirkan social awareness, serta
dilandasi oleh keinginan untuk menghasilkan pencerahan dan emansipasi sosial. Pernyataan
tersebut memberi gambaran tentang fungsi paradigma kritis yang digunakan untuk menganalisis
wacana, dimana paradigma ini adalah pijakan pertama demi memperjuangkan suatu tujuan
spesifik, yang dalam jangka panjang diharapkan mampu membangun kesadaran sosial.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Caldas-Coulthard (1996) menyatakan bahwa analisis


wacana kritis dalam intensinya bersifat politis, dan dalam praktiknya bertindak untuk mengubah
dunia atau menciptakan dunia yang lebih baik dan tidak diskriminatif bagi semua ras, agama,
gender, dan kelas sosial. Bergerak dari tujuan tersebut, analisis wacana kritis kemudian menjadi
disiplin ilmu yang terbuka untuk latar belakang keilmuan, teori dan tujuan yang berbeda-beda
pula, selagi bertujuan untuk menggerakkan kesadaran sosial, sehingga Eriyanto (2009)
menyebutkan bahwa peneliti analisis wacana kritis mengambil peran sebagai aktivis, advokat,
serta transformatif intelektual yang berpihak ke masyarakat bawah.

Besarnya perhatian analisis wacana kritis terhadap isu sosial, mengarahkan fokus AWK
untuk melihat kaitan antara bahasa dan bagaimana proposisi serta elemen di dalamnya
ditempatkan untuk membangun suatu wacana. Fairclough (1992) berpendapat bahwa bahasa
merupakan bentuk nyata dari praktik sosial, dimana bahasa menjadi bagian dari masyarakat,

4
proses sosial, serta dikondisikan secara sosial. Pernyataan Fairclough menjelaskan bahwa pada
dasarnya, bahasa dan fenomena-fenomena sosial akan selalu saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Lebih jauh, Dijk (2001) mengembangkan konsep kekuasaan dan
hubungannya dengan konteks sosial. Dijk (2001) menyatakan bahwa pada praktik sosialnya,
suatu kelompok dapat dikatakan memiliki kuasa atas kelompok lain jika ia dapat mengontrol
tindakan dan pikiran orang lain melalui wacana yang di produksi. Analisis Dijk menekankan
bahwa pembentukan wacana yang langsung bersentuhan dengan fenomena sosial, umumnya
tidak terlepas dari eksistensi pihak yang memiliki kuasa lebih besar, yang disadari atau tidak
memiliki kuasa yang besar bahkan atas kehidupan individu lainnya. Ketimpangan kekuasaan ini
seringkali menjadi penyebab adanya diskriminasi atau marginalisasi kaum-kaum tertentu yang
tertindas dari segi keadilan, disitulah AWK berperan untuk mengkritisi ketimpangan tersebut.

Lebih spesifik, Luke (1996) mengaitkan dampak dari ketimpangan kuasa ini kepada
sektor publik yang vital seperti ekonomi dan politik. Luke (1996) berpendapat bahwa kajian
AWK bermula dari asumsi adanya asimetri sistematis dalam hal kuasa dan sumber-sumber
antara penutur dan pendengar, pembaca dan penulis, dan asimetri tersebut dapat dikaitkan
dengan produksi dan reproduksi kepentingan politik dan ekonomi yang berlapis.  Berdasarkan
pernyataan tersebut, urgensi AWK menjadi semakin jelas bagi kepentingan aktor sosial yang
tertindas. 

Fairclough memiliki pandangan yang kurang lebih mirip dengan analisis Dijk, dimana
hubungan antar sebuah wacana atau teks yang mikro, mencoba dihubungkan dengan konteks
sosial masyarakat secara lebih luas atau makro. Terdapat beberapa pendekatan atau model yang
dapat digunakan dalam menganalisis AWK, model pendekatan ini disesuaikan dengan jenis dan
kebutuhan wacana yang akan dianalisis. Misalnya analisis AWK dengan pendekatan Sara Mills
lebih berfokus kepada penggambaran dan posisi aktor-aktor terlibat dalam suatu wacana. Jager &
Maier (2010) menyebut model pendekatan mereka dengan istilah analisis dispositif, yaitu
melihat sebuah wacana berdasarkan unsur diskursif, non-diskursif, dan materialisasi, ketiga
unsur ini dilihat secara integral. Salah satu metode lainnya yang juga cukup banyak digunakan
dalam AWK adalah model pendekatan aktor sosial oleh Leuween (2010), sejalan dengan
pendekatanh Mills, Leuween (2010) melihat wacana sebagai sebuah rekontekstualisasi praktik-
praktik sosial, sehingga penting untuk mengamati bagaimana aktor sosial yang terlibat

5
direpresentasikan dalam suatu wacana. Model pendekatan Fairclough (1995) mengambil
cakupan yang lebih luas dengan melibatkan unsur tekstual didalamnya, analisis praktik wacana
tersebut, serta situasi sosiokultural yang terjadi. Penelitian ini akan menggunakan analisis
wacana kritis model Fairclough dengan subjek kajian berupa tuturan yang ditemukan dalam
pidato politik Megawati Soekrnoputri pada Rakerenas II PDIP 2022.

B. AWK model Fairclough 

Analisis wacana kritis model Fairclough sering dianggap sebagai salah satu model AWK
yang cukup lengkap memenuhi unsur-unsur wacana, bukan hanya dalam kritik sosial, tetapi juga
elemen tekstual dan kebahasaannya. Fairclough (1995) menyatakan bahwa analisis wacana
adalah analisis terhadap bagaimana teks dalam praktik sosiokultural. Elemen dalam sosiokultural
yang menjadi penting dalam AWK adalah kuasa dan ideologi yang terbangun dari suatu wacana.
Agar dapat menganalisis dan mengidentifikasi kuasa serta ideologi tersebut, Fairclough
memperkenalkan kerangka analisis tiga dimensi yakni tekstual, praktik wacana, dan praktik
sosiokultural (Fairclough, 1995).

Gambar 1: Kerangka tiga dimensi Fairclough

Dimensi teks dalam kerangka Fairclough


mendefinisikan teks sebagai sebuah elemen
multi-semiotis, serta merupakan tuang sosial
yang didalamnya terjadi secara bersamaan dua
proses, yakni proses kognisi dan representasi
dunia, serta proses interaksi sosial. Secara
umum, analisis tekstual dalam Fairclough
mengadaptasi model analisis Systemic Functional Linguistic oleh Halliday. Dalam pandangan
Fairclough, teks senantiasa mengandung unsur representasi, identitas, dan relasi. Dimensi teks
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kosakata, tatabahasa/gramatika, semantik, serta
kohesi. Hasil analisis tersebut kemudian dikategorikan dalam unsur representasi, identitas, serta
relasi yang sesuai. 

Dimensi kedua adalah dimensi praktik wacana, dimensi ini berkaitan dengan proses
produksi dan konsumsi, serta distribusi sebuah wacana. Dimensi praktik wacana sering disebut

6
juga sebagai proses interpretasi dari suatu wacana. Fairclough (1995) menyebutkan terdapat dua
jenis proses yang dapat diamati dari praktik wacana, yaitu proses institusional, dan proses
wacana. Bagian yang juga krusial dalam dimensi praktik wacana adalah analisis
interdiskursivitas atau intertekstualitas. Dalam konsep interdiskursivitas, tidak ada teks yang
benar-benar mandiri, baru serta berdiri sendiri, teks selalu bersifat diferensial dan historis. Dalam
penelitian ini, wacana yang muncul dalam pidato Megawati pada Rakernas II akan dianalisis
untuk menemukan hubungan atau relasi tertentu yang terbangun atau berkaitan dengan teks
terdahulu.

Dimensi terakhir dari analisis Fairclough adalah dimensi praktik sosiokultural. Dalam
dimensi ini, peneliti membangun argumen dan kritik terhadap wacana tersebut, berkaitan dengan
konteks sosiokultural nya. Hubungan antara wacana dengan konteks sosial atau praktik sosial
tertentu mungkin tidak muncul secara langsung, tetapi melalui tahapan dan mediasi dari dimensi
sebelumnya yaitu dimensi praktik wacana. Jenis ideologi atau bentuk kuasa yang ditemukan
dapat dianalisis dalam dimensi ini, untuk secara lebih detail memberikan konteks praktikal
mengapa ideologi atau kuasa tersebut menimbulkan ketimpangan atau ketidakadilan sosial. 

Ketiga dimensi dalam kerangka analisis wacana kritis Fairclough tersebut secara sintesis
akan membangun bentuk analisis yang lengkap mengenai fenomena kebahasaan, dan kritik atas
dampak dari fenomena kebahasaan tersebut yang ternyata merugikan atau menimbulkan
ketimpangan sosial dapat ditunjukkan melalui proses-proses yang dilalui wacana tersebut. 

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk


memenuhi tujuan penelitian, Mahsun (2012) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif digunakan
karena esensinya sebagai sebuah pendekatan yang difungsikan untuk memahami fenomena sosial
dan fenomena kebahasaan yang diteliti. Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tuturan yang muncul dari video rekaman pidato Megawati Soekarnoputri pada Rakernas
PDIP yang tersedia pada kanal Youtube portal berita KOMPAS TV. Data dibatasi dengan hanya
mengambil tuturan yang mengandung pemarkah ujuran rasis dan menyinggung etnis atau
komunitas masyarakat tertentu. Data dianalisis dengan menggunakan teknik simak dan catat oleh
Sudaryanto (1993). Teknik simak adalah teknik pemerolehan data dengan cara menyimak,
mengobservasi, atau mengamati objek kajian bahasa (Sudaryanto, 1993). Langkah-langkah

7
penelitian yang dilakukan adalah (1) Menonton video “Pidato Lengkap Megawati Soekarnoputri
di Rakernas II PDIP”  di kanal Youtube KOMPAS TV; (2) Mengamati dan mencatat tuturan
yang muncul; (3) Mengidentifikasi tuturan berdasarkan tiga elemen wacana kritis model
Fairclough; (4) Menghubungkan hasil temuan dengan konteks sosial masyarakat; (5) Membuat
kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data berupa tuturan dalam pidato Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas
II PDI Perjuangan dilakukan dengan metode sampling untuk menunjukkan fenomena kebahasaan
yang muncul.

A. Analisis Tekstual 

Analisis tekstual dibagi menjadi analisis unsur linguistik dan analisis unsur teks. 

 Unsur Linguistik 

Unsur  Linguistik yang diamati dalam analisis tekstual pada penelitian ini terdiri
dari; kosakata, tata-bahasa/gramatika, semantik, serta kohesi. Penjelasan untuk
sampel tiap unsur dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Analisis Unsur Linguistik

Unsur Tuturan Penjelasan


Linguistik

Kosakata Ndak, ngadepi, wong kecilik, ndelelep, Ditemukan banyak penggunaan


subyo-subyo, urik-urik, opo, piye, iki, kosakata berbahasa jawa yang
rupane, dewean, dewe, mikirno, toh disebutkan untuk menggambarkan
istilah atau maksud tertentu yang
spesifik.  

Enggak, ndak Kosakata yang digunakan juga


menunjukkan penggunaan kosakata
bahasa Indonesia yang tidak baku 

8
saya Kata ganti yang banyak digunakan
adalah kata ganti orang pertama yaitu
“saya” dan memusatkan isi pidato
dengan penutur sebagai pusat wacana

“Maaf ya sekarang dari Papua ya, Secara gramatikal, ditemukan banyak


papua itu kan hitam-hitam kan ya, tapi tuturan yang tidak memenuhi struktur
maksud saya begini…” kalimat S+kata kerja yang sesuai.
DItemukan penggunaan kata “ya” yang
tidak tepat ditengah kalimat.

“.... ibu sudah betul dengan instruksi


mencari makanan, untuk bukannya Terdapat pula tuturan dengan pola
Tata mengganti beras tetapi pendamping kalimat objek+subjek+ kata kerja
Bahasa beras, 10 saya sudah instruksikan…”

“Saya sangat terimakasih sekali bapak


mengizinkan untuk membuat sebuah Terdapat penggunaan kata kerja yang
badan namanya badan pembinaan kurang tepat, yaitu terimakasih yang
ideologi pancasila” seharusnya “berterima-kasih”

“Yang paling sulit adalah Terdapat ambiguitas makna dalam


mengorganisir yang namanya rakyat tuturan, dimana di awal kalimat
itu, karena sebenarnya rakyat itu digunakan kata “paling sulit” yang
sangat mudah asal kita  tahu  dapat menunjukkan tingkat tertinggi dari
Makna
membuka hatinya” sebuah kesulitan, namun diikuti oleh
kata “mudah” setelah koma yang
menimbulkan ambiguitas makna dari
kalimat tersebut.

Pengacuan persona:  Penggunaan kata “saya” menunjukkan


pengacuan kepada identitas penutur,
Kohesi “Saya”, “Kita” yaitu sebagai Ketua Umum partai yang
memiliki kuasa tertinggi dalam partai
tersebut.

9
Pernggunaan “kita” dimaksudkan untuk
menyertakan audiens dan membangun
rasa solidaritas sebagai sesama anggota
partai 

Pengacuan demonstratif: 

a. Waktu  Dalam pengacuan waktu, penutur


menyiratkan kejadian yang telah terjadi
“Dari sejak saya menjadi ketua umum” dimasa lalu dengan pemarkah “dari
sejak..” dan “tahun 97”

“...saya ini ngadepi krisis waktu tahun


97…”

Pengacuan tempat ditemukan dalam


tuturan ketika peniutur secara spesifik
b. Tempat  menyebutkan nama suatu Provinsi yang
di kunjungi.
“permulaan saya ke Papua…”

Penggantian/substitusi: “Ketua DPR” yang merupakan objek


dalam tuturan tersebut mengalami
“Ketua DPR, yaitu putri saya tercinta, substitusi “putri saya tercinta”, untuk
itu galak sekali” menunjukkan bahwa Ketua DPR saat
ini merupakan anak dari sang penutur. 

 Unsur teks (Fairclough, 1995) 

Dalam analisis unsur teks, digunakan tiga kategori teks oleh Fairclough (1995)
yang  menyatakan bahwa setiap teks menjalankan peran spesifik dalam posisi
pada sebuah wacana. Dalam konteks pidato Megawati Soekarnoputri, bentuk
representasi, relasi, dan identitas yang muncul dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Analisis Unsur Teks

10
Unsur Teks Penjelasan

Representasi Berdasarkan analisis elemen linguistik, representasi yang muncul dalam wacana
pidato Megawati dapat dibagi menjadi 2 unsur utama:

1. Hal yang dikuatkan dalam wacana

 Posisi dan latar belakang penutur sebagai ketua umum, dan sejarah
keluarganya untuk menunjukkan kelas sosial:

“Dari sejak saya menjadi ketua umum. Ketika saya teriak merdeka,
banyak media mencemooh saya”

“Ketua DPR, yaitu putri saya tercinta, itu galak sekali”

“Jangan lupa lho saya ini pernah panglima tertinggi”

“Jadi ketika saya mau punya mantu, itu saya udah bilang nih sama
anak saya tiga, awas lho , kalo nyari nya yang kayak tukang bakso”

 Prestasi dan capaian penutur sebagai mantan presiden, dan ketua umum
partai PDIP 

“Ndak usah kuatir, saya ini ngadepi krisis waktu tahun 97, mulai saya
wapres, saya presiden tapi akhirnya saya dapat mengeluarkan krisis itu
dan kita waktu itu sampe saya mendapatkan hadiah award dari
CNBC” 

“Kata Hasto, buk kita dapat ISO, hah dapat ISO, kenapa ya? dari sisi
regulasi administrasinya katanya kita bagus banget”

 Posisi dan ideologi partai PDIP 

“karena saya membentuk partai ini adalah kita bisa mengorganisir


kekuatan rakyat menjadi solid  bersama kita untuk maju kedepan bagi
Indonesia Raya” 

 Kebhinekaan dan persatuan bangsa 

“Kenapa kan Bhinneka Tunggal Ika ya jadikan harusnya kan berpadu


itu bukan hanya dari sisi fisik dan perasaan tapi juga dari apa ya itu
tadi rekayasa genetika itu loh. Maaf ya sekarang dari Papua ya, papua
itu kan hitam-hitam kan ya, tapi maksud saya begini waktu permulaan
saya ke Papua , saya tu mikir lah kok aku dewean yo, makanya waktu
kemarin gunung dengan Pak Wimpi kalau mau sama pak Wimpi deket, 

11
nah itu dia ada kopi susu haha. Itu tu kan benar tapi sudah banyak loh
sekarang yang mulai blending jadi Indonesia banget ya. Betul
rambutnya keriting karena kan Papua itu pesisiran nya itu kan banyak
pendatang sudah berbaur, nah maunya saya begitulah”

2. Hal yang dikesampingkan dalam wacana 

 Fokus terhadap rancangan agenda partai secara spesifik 

Dalam konteks rapat kerja nasional, umumnya akan dilakukan


pembahasan yang mendalam terhadap arah, tujuan atau orientasi partai
tersebut secara lebih spesifik dan praktikal. Namun, dalam wacana
pidato Megawati Soekarnoputri, meskipun terdapat beberapa ujaran
yang bertujuan membangun semangat dan solidaritas serta
mengingatkan kembali akan ideologi partai PDIP, tetapi pembahasan
agenda praktikal tidak menjadi fokus dalam pidato tersebut sehingga
dapat dinyatakan pidato tersebut lebih bersifat menekankan dan
mengukuhkan posisi pembuat pidato sebagai ketua umum partai yang
ingin mempertahankan ideologi demokrasi dan perjuangan.

Pola relasi yang ditampilkan dalam wacana ini melibatkan dua partisipan utama
yaitu Megawati Soekarnoputri sebagai pembuat wacana, dan audiens nya yang
merupakan anggota partai PDIP

Pola relasi yang terbentuk dalam wacana ini adalah pola relasi asimetris antar
ketua dan anggota. Penutur menempatkan diri sebagai individu yang memiliki
kuasa tertinggi dalam konteks forum Rakernas partai PDIP. Audiens berada
dalam posisi subordinat sebagai anggota partai. Bentuk relasi otoritas penutir
dapat ditemukan dalam tuturan berikut:
Relasi
“saya sudah instruksikan dan tentunya dalam Rakernas ini saya ingin
mendapatkan yang namanya laporan Apakah telah dilakukan atau instruksi saya
sama sekali diabaikan”

“saya suka bilang gini, kalo dia nakal biarkan saja tanggung jawab saya, tidak
ada yang boleh mengatakan kamu begini kamu begitu, karena dia sudah ikut
saya dari jaman sususah. Kalian ikut saya setelah jaman enak”

Identitas Identitas pembuat wacana ditampilkan sebagai sentral wacana tersebut, sebagai
orang dengan jabatan tertinggi dalam partai tersebut yang memberikan pidato

12
dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) partai yang dilaksanakan tahunan. 

Peran yang diambil Megawati sebagai pembuat wacana dalam discourse


tersebut adalah sebagai pengontrol wacana, dalam bentuk komunikasi satu arah.
Audiens yang merupakan anggota partai berperan sebagai pendengar, dan
Megawati sebagai ketua Umum, sebagai pembicara tunggal.

B. Analisis Praktik Wacana 

Dalam dimensi praktik wacana, dilakukan analisis terhadap interpretasi dari pidato
Megawati dalam Rakernas PDIP 2022. Fokus dari analisis ini adalah identifikasi proses yang
muncul dalam praktik wacana, yaitu proses institusional dan proses wacana (Fairclough, 1995).
Keterkaitan wacana pidato tersebut akan dibahas dalam Interdiskursivitas dan Intertekstualitas 

 Identifikasi proses dalam praktik wacana 

Proses Institutional

Pidato Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai PDIP disusun sedemikian
rupa untuk memberikan semangat solidaritas sesuai dengan ideologi partai. Sebagai ketua umum
partai tersebut, Megawati secara jelas memasukkan ideologi politiknya sebagai individu, maupun
sebagai perwakilan partai. 

Proses Wacana

Proses transformasi yang dilalui oleh teks pidato tersebut sebelum disampaikan dalam
Rakernas lebih bersifat personal, karena pembuat wacana merupakan orang yang langsung
menyampaikan pidato tersebut di dalam forum yang audiens nya juga spesifik anggota partai itu
sendiri. Namun terdapat tujuan publikasi dari wacana tersebut yang ditujukan untuk
menyebarluaskan eksistensi dan ideologi partai PDIP, hal ini dibuktikan dengan disiarkannya
pidtao tersebut secara daring melalui kanal Youtube, serta diunggah oleh kanal Youtube salah
satu media berita Indonesia, Kompas TV. Sehingga dalam proses wacana, pengkonsumsian

13
wacana ini juga dilakukan oleh masyarakat diluar anggota partai yang hadir dalam rapat tersebut
secara langsung. 

Dalam proses distribusi dan penyebaran wacana, terdapat beberapa cuplikan video yang
diunggah kembali oleh beberapa media daring dan pengguna sosial media Twitter dan Instagram,
khususnya pada bagian ungkapan pembuat wacana mengenai etnis Papua berkulit hitam, serta
profesi tukang bakso. Cuplikan klip video tersebut banyak diunggah dan dibahas serta menuai
banyak kritik masyarakat yang dapat dilihat dari kolom komentar serta trending nya hashtag kata
kunci #Papua dan #TukangBakso  di media sosial Twitter pada tanggal 22 dan 23 Juni 2022. 

 Interdiskursivitas dan Intertekstualitas 

Interdiskursivitas menjelaskan bahwa sejatinya tidaka da teks atau wacana yang benar-
benar berdiri sendiri, independent, dan terbebas dari genre atau bentuk wacana lain. Kristeva
(1986) menjelaskan bahwa setiap kata atau teks adalah bentuk persimpangan dari kata atau teks
dimana setidaknya satu kata atau teks lain dapat dibaca pula. Dalam pidato Megawati
Soekarnoputri, ditemukan beberapa interdiskursivitas, yaitu;

1. Penggambaraan negatif pers dan media

Dalam pidato nya pada Rakenas PDIP 2022, Megawati menyebeutkan tentang betapa
media kerapkali memberikan penggambaran negatif tentang dirinya, yang tampak dalam tuturan
berikut:

“Dari sejak saya menjadi ketua umum. Ketika saya teriak merdeka, banyak media
mencemooh saya” (menit 2.03) 

“Saya mau menggarisbawahi lho, itu media jangan di urik-urik lho saya.  Tolong
omong yang bener, saya tidak pernah menjelekkan partai mana pun..” (menit 30.55)

Wacana mengenai penggambaran media terhadap partai atauoun statement Megawati


bukanlah merupakan isu yang baru, dalam beberapa kesempatan lain, Megawati sudah sering
memberikan pernyataan yang bersangkutan dengan peringatan terhadap pers dan media. Bukti
interdiskursivitas ini dapat dilihat melalui pidato politik Megawati Soekarnoputri ketika masih

14
menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada Juli 2003 yang dibacakan di rumah pribadi
Megawati di Jl. Kebagusan, Lenteng Agung, jakarta Selatan.

Dalam pidato tersebut, Megawati mengatakan bahwa pers sejak dahulu selalu bersikap
anti pada dirinya. Pernyataan ini memberi kesan bahwa Megawati yang saat itu menjabat sebagai
presiden, memiliki prasangka negatif terhadap pers, dan dapat menjurus pada sifat otoriter
(Sjahrir, 2004). Dalam kaitannya dengan interdiskursivitas, dapat disimpulkan bahwa sentimen
media yang dibahas dalam pidato Rakernas 2022, berkorelasi langsung dengan perspektif dan
hubungan Megawati dengan media, yang sudah tergambar negatif sejak tahun 2003.

2. Penanganan krisis ekonomi pada masa jabatan Megawati sebagai presiden 2001-2004

Dalam pidato Rakernas 2022, Megawati menyebutkan mengenai kesuksesan nya


membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi moneter yang dialami Indonesia pada tahun
1997-1998, yang disampaikan dalam tuturan berikut:

  “Ndak usah kuatir, saya ini ngadepi krisis waktu tahun 97, mulai saya wapres, saya
presiden tapi akhirnya saya dapat mengeluarkan krisis itu dan kita waktu itu sampe saya
mendapatkan hadiah award dari CNBC” 

Wacana ini memiliki korelasi dan berkaitan langsung dengan wacana terdahulu terkait
kebijakan ekonomi pada masa reformasi pasca krisis ekonomi moneter tahun 1997. Megawati
selaku presiden pada saat itu mengakhiri program reformasi kerjasama dengan International
Monetary Fund (IMF) dan menerbitkan Instruksi Khusus No. 5/2003 dengan judul Instruksi
Presiden (INPRES) tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya
Program Kerjasama dengan International Monetary Fund. Dalam instruksi tersebut, dijelaskan
instruksi terkait kebijakan ekonomi baru yang akan
dilaksanakan.

Gambar 2. Instruksi Presiden No.5/2003

Instruksi presiden tersebut membuktikan adanya


keterkaitan antara pernyatan Megawati mengenai

15
penanganan krisis ekonomi pada masa jabatannya sebagai presiden. Tuturan “saya ngadepi”
merujuk kepada kebijakan baru yang dibuat, dan tercantum dalam instruksi presiden diatas
sehingga menunjukkan interdiskursivits antara dua wacana tersebut. 

3. Kebinekaan dan persatuan bangsa 

Dalam pidato Rakernas, Megawati juga membahas mengenai kebinekaan bangsa, dan
menyebutkan bahwa sebaiknya etnis dengan tampilan fisik tertentu bisa lebih blending denag
etnis yang disebut sebagai “yang Indonesia banget”, dpaat dilihat dalam tuturan berikut:

“Kenapa kan Bhineka Tunggal Ika ya jadikan haruskan berpadu itu bukan hanya dari
sisi fisik dan perasaan tapi juga dari apa, apa ya itu tadi rekayasa genetika itu loh. Kita
cari cari cari gitu. Maaf ya sekarang dari Papua Ya, papua itu kan hitam-hitam kan
ya,...”

“Itu kan benar,  tapi sudah banyak loh sekarang yang mulai blending jadi Indonesia
banget ya” (menit 43.54)

Tuturan dalam wacana mengenai kebinekaan ini berkaitan dengan wacana terdahulu,
yaitu prinsip Bhineka Tunggal Ika yang merupakan konsep pemersatu etnis, ras, dan agama bagi
masyarakat multikultur di Indonesia yang dijadikan semboyan nasional. Hal ini tercantum dalam
UUD 1945 Pasal 36A yang menerangkan bahwa lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Gambar 3. UUD 1945 Pasal 36

Ini menunjukkan adanya keterkaitan antara


topik persatuan bangsa yang diangkat dalam
pidato Megawati pada Rakernas PDIP 2022,
dengan wacana yang sudah lebih dahulu muncul,
yaitu semboyan nasional Indonesia.

16
C. Analisis Praktik Sosiokultural 
 Konteks situasional

Dalam konteks situasional, wacana berupa pidato Megawati pada Rakernas PDIP 2022
dapat disimpulkan mengusung beberapa tujuan tertentu demi kepentingan partai. Rakernas atau
Rapat Kerja Nasional merupakan agenda penting bagi setiap partai politik, karena dalam rapat
tersebut akan dibahas dan ditetapkan orientasi serta agenda sebuah partai secara makro dalam
cakupan nasional. Melihat konteksnya, pidato Megawati dalam Rakernas PDIP 2022 dipengaruhi
oleh situasi PDIP sebagai partai nasional, serta kontestasi politik yang tengah berlangsung di
Indonesia menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024 yang saat ini sudah mulai
dipersiapkan oleh banyak partai besar di Indonesia. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
disingkat PDIP secara historis merupakan salah satu partai yang cukup berpengaruh. Ideologi
PDIP didasarkan pada filosofi nasional resmi Indonesia, Pancasila.

Latar Belakang ketua umum partai, Megawati Soekarnoputri yang merupakan putri
presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, juga tutur memberi kontribusi atas besarnya
antusiasme dan pendukung partai ini. Sejak pemilu 1999, PDIP mencetak cukup banyak hasil
gemilang, baik untuk pemilu legislatif, maupun pemilihan presiden. Sebagai salah satu partai
politik yang memiliki poisisi cukup strategis dalam pemerintahan, PDIP  memegang jumlah
kursi cukup signifikan dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Presentasi kursi Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipegang oleh PDIP yaitu sebesar 22,26% atau sejumlah 128
dari total 575 kursi  (sumber data: Hasil pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum). Selain itu,
Presiden RI saat ini Joko Widodo, serta Ketua DPR RI, Puan Maharani juga merupakan bagian
dari partai PDIP. Situasi ini mempengaruhi pidato Megawati Soekarnoputri yang terkesan cukup
percaya diri dengan pencapaian partai serta citra partai ditengah masyarakat.

Bentuk kepercayaan diri ini juga tergambar dari cara penutur menggambarkan perjuangan
partainya yang dulu diberi julukan “Partai Wong Cilik” dan “Sendal Jepit” menjadi hingga
sebesar sekarang dan mendapat penghargaan seperti ISO atau penghargaan dari CNBC. Konteks
situasi lainnya yang dapat dianalisis adalah forum dimana pidato ini diberikan. Rakernas ini
berlangsung dengan mengundang kader atau perwakilan partai PDIP dalam skala nasional.
Situasi ini mendukung keberterimaan nya pidato Megawati tersebut, karena dapat diasumsikan

17
audiens yang berada di forum tersbeut menganut ideologi yang sama, yang dibuktikan dengan
keanggotaan mereka dalam partai PDIP. Sehingga informasi dan pernyataan Megawati yang
notabene memegang posisi sebagai ketua umum partai, mendorong adanya bias dalam diri
audiens untuk cenderung lebih mudah menerima atau setuju dengan pidato tersebut secara
keseluruhan. 

 Konteks Institusional 

Dari segi institusional, wacana pidato Megawati dalam Rakernas PDIP 2022 mendapat
pengaruh langsung dari ideologi politik yang dianut oleh partai PDIP. konteks institusional
Fairclough menganalisis pengaruh badan atau institusi yang menaungi pembuat wacana,
sehingga memunculkan adanya nilai tertentu yang ingin disisipkan dalam wacana tersebut.
Bentuk pengaruh institusional ini dapat dibagi menjadi dua kategori dalam pidato Megawati
Soekarnoputri, yaitu pengaruh ideologi partai, serta ideologi Megawati sebagai individu atau
politisi. 

Ideologi PDIP

Dari segi ideologi partai, PDIP merupakan partai yang menganut ideologi nasionalis yang
berdasarkan pada Pancasila. Dalam spektrum politik PDIP berada dalam posisi sentral-kiri, yang
menunjukkan bahwa nilai fundamental yang mereka anut adalah kepentingan dan perjuangan
rakyat. PDIP kerap dikaitkan dengan politik sayap kiri dan nilai-nilai liberal karena filosofi partai
tersebut yang memang bernuansa populis. Pasca pemilu 2014, PDIP mendapat banyak tuduhan
sebagai partai yang mulai membawa nilai-nilai komunisme, hal ini diakibatkan dari banyaknya
kerjasama yang dilakukan PDIP dengan partai politik luar negeri yang menganut paham sosialis
sayap kiri. Misalnya kerjasama PDIP dengan partai Komunis China (PKC) di tahun 2014, atau
partai buruh di Australia, serta partai liberal sosialis di Jepang maupun partai Demokrat Amerika
Serikat. Kedekatan hubungan kerjasama PDIP dengan partai-partai tersebut dijadikan alat
propaganda terutama di masa-masa menjelang pemilu.

Banyak akademisi PDIP yang berupaya memberikan konter-narasi terkait isu tersebut
dengan kembali menekankan bahwa ideologi PDIP adalah nasionalis-pancasila, dimana sila-sila
pancasila tetap menjadi nilai utama yang dijunjung dan dijadikan landasan dalam setiap aktivitas
partai. Dalam pidato Megawati pada Rakernas 2022, semangat ideologi ini coba ditegaskan

18
kembali melalui beberapa tuturan, misal dalam kalimat “karena saya membentuk partai ini
adalah kita bisa mengorganisir kekuatan rakyat menjadi solid  bersama kita untuk maju
kedepan bagi Indonesia Raya.” , tuturan ini menekankan kembali tujuan utama dari PDIP, yaitu
sebagai platform utama rakyat untuk bersatu sebagai satu kekuatan bangsa. Pernyataan ini sesuai
dengan ideologi nasionalis-pancasilais yang dianut oleh PDIP dimana persatuan masyarakat
dianggap menjadi tonggak utama sebuah kemajuan bangsa.

Terdapat pula upaya Megawati untuk menegaskan kembali bahwa PDIP bukanlah partai
yang menganut paham komunis, tetapi murni pancasila dann demokrasi, dapat dilihat dalam
tuturan berikut; “sebenarnya ketika Bung Karno mengatakan demokrasi terpimpin itu selalu
terus dibilang  itu komunis saya heran banget orang yang ngomongin komunis, komunis,
komunis, komunis, komunis, komunis sampai capek dewe itu sebenarnya moco po ora to” . Dari
tuturan tersebut, Megawati mengisyaratkan bahwa ideologi yang dipercayai ayahnya, sangat jauh
dari konsep komunis, sehingga tidak mungkin ideologi komunis tersebut ada dalam tubuh
ideologi partai yang saat ini ia pimpin, yaitu PDIP. 

Ideologi Megawati Soekarnoputri sebagai politisi 

Sebagai putri sulung presiden pertama Republik Indonesia, yang juga merupakan
proklamator kemerdekaan, menempatkan Megawati Soekarnoputri dalam posisi yang cukup
strategis dan menjanjikan dalam politik Indonesia. Terpengaruh oleh ayahnya, dapat dilihat nilai
nasionalisme dan demokrasi juga menjadi ideologi yang nampak dari Megawati sebagai seorang
politisi. Secara historis, latar belakang kehidupan Megawati juga juga dapat dikatakan memiliki
banyak keistimewaan, misalnya akses terhadap pendidikan, posisi dan status sosial, serta akses
ke dunia politik. Meski sempat mengalami benturan internal pada masal awal karir politiknya,
yaitu ketika PDIP yang dulunya bernama PDI (Partai Demokrasi Indonesia) terpecah menjadi
dua kubu, pada akhirnya Megawati mampu membentuk partai PDI Perjuangan dengan dukungan
massa yang cukup besar.

Dalam pidato Rakernas PDI Perjuangan 2022, kehidupan privilege tersebut dianggap
menjadi salah satu faktor munculnya beberapa ujaran yang dirasa kurang menunjukkan empati
terhadap masyarakat marjinal atau minoritas. Misalnya dalam kalimat “jangan lupa lo saya biar
dipanggil ibu saya adalah presiden Panglima tertinggi, artinya apa? bisa kaum perempuan itu
juga menjadi seperti saya,...”, meski bernada memotivasi kaum perempuan, tuturan tersebut

19
mengekspresikan suatu hal yang tidak realistis jika melihat konteks nyata di lapangan. Tidak
semua perempuan Indonesia akan sesederhana itu mencapai posisi politik yang tinggi, terutama
dengan keterbatasan ekonomi, akses pendidikan, juga akses menuju politik seperti yang dimiliki
oleh Megawati. Sedangkan dari segi ideologi nasionalis. Kalimat tersebut akhirnya berkesan
mengesampingkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesia yang cukup beragam, dan
masih didominasi oleh kelas sosial ekonomi menengah dan menengah kebawah. 

 Konteks Sosial 

Dalam konteks sosial, wacana dipandang sebagai sesuatu yang lebih luas dari sekedar
kalimat atau bentuk komunikasi. Konteks sosial menganalisis praktik-praktik sosiokultural yang
mencakup level situasional, institusional, dan sosial (Fairclough, 1995). Ruang lingkung wacana
menjadi lebih luas karena ditinjau dari segi kondisi sosial masyarakat terkait wacana tersebut,
situasi ekonomi, atau bahkan kontestasi politik yang muncul. Dalam wacana pidato Megawati
dalam Rakernas PDIP 2022, analisis sosio kultural yang ditemukan adalah bentuk ekspresi
diskriminatif yang diklasifikasikan  dalam dua kategori, yaitu; (1) Diskriminasi Etnis; (2)
Diskriminasi kelas sosial ekonomi; (3) Ambiguitas makna Bhinneka Tunggal Ika.

1. Diskriminasi Etnis

Dalam praktik sosiokultural, wacana pidato Megawati dalam Rakernas 2022 mengandung
unsur diskriminatif yang cukup ofensif untuk etnis Papua. Dalam tuturan; 

“Kenapa kan Bhineka Tunggal Ika ya jadikan haruskan berpadu itu bukan hanya dari
sisi fisik dan perasaan tapi juga dari apa, apa ya itu tadi rekayasa genetika itu loh. Kita
cari cari cari gitu. Maaf ya sekarang dari Papua ya, Papua itu kan hitam-hitam kan
ya,...”

Megawati menyampaikan bahwa orang ras asli Papua yang berkulit hitam seharusnya
bisa mencoba menggunakan teknologi rekayasa genetika sehingga bisa memiliki warna kulit
yang lebih “Indonesia”. Terlepas dari intensi nya, tuturan ini sudah mengandung pesan yang
sangat diskriminatif untuk warga asli Papua di Indonesia yang memang secara biologis akan
mendapat ciri fisik tertentu, seperti warna kulit dan jenis rambut. Dengan menyebutkan “Papua
itu kan hitam-hitam ya”, terdapat kesan bahwa menjadi individu dengan warna kulit gelap di
Indonesia merupakan suatu hal yang salah dan harus diganti. Terdapat dua isu utama dalam

20
tuturan diskriminatif ini; (1) Indonesia merupakan negara multikultur, multietnis, dan
multiagama yang juga merupakan salah satu negara paling heterogen yang tersusun dari
bermacam-macam warna kulit yang didapatkan dari keturunan ras tersebut.

Dengan mengisyaratkan bahwa ras kulit hitam Papua seharusnya melakukan rekayasa
genetik, berarti sudah merendahkan etnis Papua itu sendiri. Makna pragmatis dari tuturan
tersebut adalah etnis Papua bukanlah etnis Indonesia. Dalam praktik sosiokultural, hal ini
berbahaya karena dalam situasi saat ini pun, dimana sering terjadi ketegangan antara pemerintah
dengan etnis Papua (dibuktikan dengan adanya Organisasi Papua Merdeka, gerakan gerakan
separatis bersenjata) yang menuntut pemenuhan hak dan kemerdekaan, ujaran diskriminatif akan
meningkatkan ketegangan.

Dengan semakin ditekankannya bahwa perbedaan etnis yang ada membuat Papua
bukanlah etnis yang sangat Indonesia, akan semakin mempertebal stigma bahwa pemerintah
tidak memiliki intensi positif dan tidak akan mengabulkan kesetaraaan untuk etnis Papua.
Kemungkinan dampak yang muncul dapat berupa dua hal; (1) Meningkatnya ketegangan dan
ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia, akan mengarah ke semakin
sulitnya negosiasi dan perundingan dilakukan untuk merangkul Papua.

Di situasi terburuk, gerakan separatis juga akan sangat mungkin untuk melakukan
perlawanan yang semakin agresif melalui cara-cara yang lebih radikal dan ekstrem, seperti
penggunaan senjata dan penyerangan terhadap warga atau aparat. (2) Glorifikasi perbedaan etnis
ini dalam konteks sosial masyarakat juga berpotensi menciptakan semakin banyak diskriminasi
terhadap etnis Papua di berbagai sektor. Saat ini, meski masyarakat dirasa sudah mulai cukup
terbuka dan progresif, nyatanya di lapangan masih banyak ditemukan bentuk-bentuk
diskriminasi terhadap orang-orang Papua yang berdomisili di berbagai kota di Indonesia.
Misalnya maish banyak ditemukan perbedaan perlakuan untuk mahasiswa Papua di berbagai
universitas negeri di Indonesia, sulitnya akses kesehatan dan praktik agama, masih banyak pula
stigma negatif yangg melekat di masyarakat yang melabeli orang asli Papua dengan berbagai
sifat negatif, serta sektor publik lain yang kerapkali melakukan diskriminasi dan dilanggengkan
oleh masyarakat mayoritas.

Kedua bentuk dampak praktik ini sangat mungkin terjadi sebagai akibat jangka panjang
dari wacana yang dibangun dalam Rakernas PDIP 2022. Sebagai sebuah partai yang menganut

21
ideologi nasionalisme Pancasila, ungkapan yang disampaikan oleh Ketua Umum partai ini dirasa
bertabrakan dengan ideologi tersebut. Sebuah partai yang seharusnya bisa merangkul berbagai
kalangann masyarakat dalam payung nasionalisme, justru menyudutkan dan merendahkan salah
satu etnis minoritas di negara tersebut.

2. Diskriminasi Kelas Sosial-Ekonomi

Dalam pidato Rakernas PDIP 2022, Megawati menyebutkan satu jenis pekerjaan yang
menurutnya tidak cocok untuk dipilih menjadi menantu. Tuturan tersebut berbunyi “Jadi ketika
saya mau punya mantu, itu saya udah bilang nih sama anak saya tiga, awas lho , kalo nyari
nya yang kayak tukang bakso” . Meski disampaikan dalam intonasi santai yang diikuti dengan
tawa, ujaran ini dianggapp tidak pantas untuk disampaikan dalam sebuah pidato yang dapat
didengar oleh berbagai kalangan masyarakat. Dengan menyebutkan bahwa profesi tukang bakso
adalah profesi yang tidak boleh dipilih oleh anak-anaknya, makna yang tersampaikan adalah
profesi pedagang bakso merupakan profesi yang begitu rendah hingga bahkan tidak boleh
bersentuhan dengan keluarganya. Terdapat dua masalah dalam tuturan ini;

(1) Profesi pedagang dianggap rendah dan diremehkan. Sedangkan dalam konteks
sosial ekonomi, pedagang kecil merupakan salah satu pekerjaan yang banyak ditekuni oleh
masyarakat Indonesia sebagai mata pencaharian utama, terutama untuk masyarakat kelas sosial
menengah dan menengah kebawah. Merendahkan jenis profesi ini sama saja dengan tidak
menghargai kesulitan dan konteks ekonomi yang dihadapi oleh kelas masyarakat tertentu.

(2) Arogansi status sosial yang dimiliki oleh keluarga Megawati Soekarnoputri.
Dengan menunjukkan bahwa anak-anaknya tidak boleh menacari menantu yang seperti tukang
bakso, makna yang didapatkan adalah pemggambaran bahwa keluarga tersebut merupakan
keluarga terhormat dengan status sosial tinggi yang tidak boleh sembarangan dalam memilih
paasangan ataupun lingkungan. Hal ini mengimplikasikan bahwa kelas sosial menjadi sangat
penting dan digunakan untuk mengotak-ngotakkan jenis masyarakat. Hal ini pun akhirnya
menjadi kontradiktif dengan ideologi partai PDIP yang mengusung nasionalisme dan partai
gerakan rakyat. Sebuah partai yang bernafaskan gerakan rakyat pada akhirnya berloaku
diskriminatif dan mengotak-ngotakkan masyarakatnya ke  kelas-kelaas sosial dan membedakan
perlakuan untuk kelas tersebut. 

22
3. Ambiguitas makna kebhinekaan 

Praktik sosiokultural yang juga akan terdampak dari wacana pidato Megawati dalam
Rakernas PDIP 2022 adalah wacana mengenai makna kebhinekaan dan persatuan. Sebagai
negara multikultur, menjaga persatuan sebagai identitas nasional bangsa sama pentingnya
dengan menjaga keberagaman dan identitas dari tiap etnis dan agama. Indonesia yang telah
memiliki banyak catatan kelam terkait perbedaan ras dan agama (contohnya perang Sampit,
kerusuhan Ambon, pengrusakan dan penyerangan terhadap etnis Tionghoa tahun 1998,
kerusuhan etnis Papua dan Maluku di Babarsari, Yogyakarta, serta konflik agama di berbagai
wilayah di Indonesia), mengutamakan terciptanya harmoni dalam masyarakat. Perbedaan dan
identitas dapat disatukan dalam satu identitas nasional, tanpa berusaha menghilangkan atau
melarutkan identitas tersebut.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menciptakan satu identitas
nasional yang dijadikan semboyan bangsa, yang juga dimuat dalam UUD 1945. Semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetap satu jua” memiliki pesan persatuan
sebagai satu bangsa, dengan tetap menjunjung keunikan etnis, budaya, agama, dan perbedaan
lainnya antara masyarakat Indonesia. Tuturan dalam pidato Megawati yang berbunyi; 

“Kenapa kan Bhineka Tunggal Ika ya jadikan haruskan berpadu itu bukan hanya dari
sisi fisik dan perasaan tapi juga dari apa, apa ya itu tadi rekayasa genetika itu loh. Kita
cari cari cari gitu. Maaf ya sekarang dari Papua ya, Papua itu kan hitam-hitam kan
ya,...”

“Itu kan benar,  tapi sudah banyak loh sekarang yang mulai blending jadi Indonesia
banget ya”  

Membuat makna kebhinekaan yang dikandung dalam Bhinneka Tunggal Ika menjadi
ambigu. Tuturan tersebut mengisyaratkan bahwa Indonesia terdiri dari etnis dominan yang
seakan-akan didefinisikan sebagai etnis yang lebih “Indonesia” dari etnis lainnya. Dalam konteks
wacana ini, pelianan etnis ini ditujukan untuk etnis Papua yang memiliki warna kulit gelap.
Ungkapan “mulai blending jadi Indonesia banget ya” membawa makna bahwa saat ini jika
masyarakat yang memiliki warna kulit minoritas, atau kulit gelap, bukanlah bagian masyarakat

23
Indonesia seutuhnya. Masalah dari tuturan ini adalah adanya kemungkinan kesalahpahaman bagi
masyarakat luas dalam memaknai arti sesungguhnya dari Indonesia itu sendiri, dimana Indonesia
hanya diartikan memiliki satu etnis tunggal yang dapat disebut sebagai etnis asli Indonesia.
Ambiguitas ini harus dihindari guna menghindari kemungkinan persepsi yang salah yang
akhirnya tertanam dalam masyarakat. Usaha pemerintah Indonesia sejak dahulu untuk memupuk
harmoni dalam keberagaman juga akan menjadi terganggu jika terdapat dua pemahaman yang
berbeda sebagai akibat dari ujaran tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis pada pidato politik Megawati Soekarnoputri sebagai ketua
umum partai PDI Perjuangan pada Rakernas II 2022, ditemukan indikasi penekanan ideologi
dalam wacana tersebut, ideologi yang ditampilkan terbagi menjadi ideologi PDi Perjuangan
sebagai partai, serat ideologi Megawati Soekarnoputri sebagai politisi. Indikasi ideologi tersebut
menyiratkan ambisi dan orientasi PDI Perjuangan sebagai sebuah partai politik. Dari wacana
tersebut, dapat diidentifikasi adanya ketimpangan kuasa antar pembuat wacana dengan
masyarakat yang lebih luas dalam konteks sosiokultural. Ketimpangan kuasa tersebut
menghasilkan wacana yang menyudutkan identitas etnis masyarakat asli Papua, serta kelas sosial
ekonomi menengah kebawah yang direpresentasikan dalam profesi pedagang. Hasil analisis
dimensi tekstual menunjukkan adanya indikasi pemusatan diri dalam pidato Megawati
Soekarnoputri dengan menonjolkan posisi serta prestasi nya sebagai ketua umum, kosakata yang
digunakan banyak yang mendapat pengaruh dialek dan kosakata berbahasa Jawa yang
mengindikasikan identitas penutur yang datang dari etnis mayoritas di Indonesia, yaitu suku
Jawa.

Dalam analisis dimensi praktik wacana, dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan,
distribusi serta konsumsi terhadap wacana tersebut banyak dipengaruhi oleh ideologi Megawati
Soekarnoputri sebagai politisi, serta ideologi partai PDI Perjuangan. Proses distribusi juga
menunjukkan peran media sosial yang berkontribusi besar dalam penyebaran cuplikan klip
pidato Megawati yang akhirnya banyak menuai respon negatif dari masyarakat. Hasil analisis
dimensi sosiokultural membahas dampak sosial dalam konteks masyarakat terkait wacana
tersebut, reaksi serta identitas golongan yang disudutkan, serta bagaimana diskriminasi tersebut
berpotensi membawa dampak yang lebih besar bahkan bagi negara dan pemerintah Indonesia.

24
Terlepas dari intensi pembuat wacana, berdasarkan analisis tekstual, praktik wacana, serta
sosiokultural, dapat disimpulkan adanya penekanan identitas yang sangat kuat yang ditonjolkan
oleh pembuat wacana, serta indikasi diskriminasi atas ras minoritas yang dapat berakibat fatal
dan berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Hal ini menunjukkan adanya praktik sosial
(pandangan diskriminatif) muncul dalam bentuk wacana, yang juga membuktikan pendapat
Fairclough mengenai keterkaitan praktik sosial dengan kebahasaan. 

DAFTAR PUSTAKA

Caldas-Coulthard, C. R., Caldas-Coulthard, C. R., & Coulthard, M. (1996). Texts and practices:


Readings in Critical Discourse Analysis. London & New York: Routledge.

Eriyanto. (2009). Analisis Framing. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta.

Fairclough, N. (1989). Language and Power. London: Longman.

-----------------. (1992). Language and Power. Fouth impression. London: Longman.

-----------------. (1995a). Critical Discourse Analysis: the Critical Study of Language. London
and New York: Longman.

-----------------. (1995b). Media Discourse. London: Edward Arnold.

Jäger, S., & Maier, F. (2013). Theoretical and methodological aspects of Foucauldian critical
discourse analysis and dispositive analysis. In R. Wodak (Ed.), Critical discourse
analysis (Vol. 4, pp. I165-I165). SAGE Publications Ltd,
https://dx.doi.org/10.4135/9781446286289.n8

Kristeva, J. (1986). The kristeva reader. Columbia University Press.

Mahsun, M. (2012). Metodologi Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan. Tekniknya.
Depok: PT. Rajagrafindo Persada.

Schiffrin, D. (2007). Ancangan Kajian Wacana (Abd. Syukur Ibrahim (Ed.); 1st ed.). Pustaka
PelajarWodak meyer 2010

Sjahrir. (2004). Transisi Menuju Indonesia Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

25
Stubbs, M. (1983). Discourse analysis: The sociolinguistic analysis of natural language.
University of Chicago Press. Stable URL: https://www.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=mfyGkGREWKQC&oi=fnd&pg=PR9&dq=stubbs+discourse+analysis&
ots=g3JBzzhqkC&sig=tJ5S39r77N0_Ye3HfxyREntSneU&redir_esc=y#v=onepage&q=st
ubbs%20discourse%20analysis&f=false Accessed 15/12/2022

Sudaryanto. (1993). Metode dan aneka teknik analisis bahasa: Pengantar penelitian wahana
kebudayaan secara linguistis. Duta Wacana University Press.

UUD 1945. https://www.mpr.go.id/img/sosialisasi/file/1610334013_file_mpr.pdf

Van Dijk, T. A. (1990). Discourse & Society: a new journal for a new research focus. Discourse
& Society, 1(1), 5-16. http://www.jstor.org/stable/42884242

-------------------. (2010). Critical Discourse Studies: A Sosiocognitive Approach, dalam Ruth


Wodak and Michael Meyer (eds.). Methods of Critical Discourse Analysis. Second
edition. Los Angeles: Sage.

Van Leeuwen, T. (2010). Discourse as the Recontextualization of Social Practice: A Guide


dalam Ruth Wodak dan Michael Meyer (eds.). Methods of Critical Discourse Analysis.
London: Sage.

Website

Instruksi Khusus Presiden No. 5/2003. Instruksi Presiden (INPRES) tentang Paket Kebijakan
Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama dengan International
Monetary Fund. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/147279/inpres-no-5-tahun-
2003. Diakses pada tanggal 16 Desember 2022 pukul 10.30 WIB.

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2022). Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai
Politik Peserta Pemilu Serentak Tahun 2024. https://setkab.go.id/pendaftaran-verifikasi-
dan-penetapan-partai-politik-peserta-pemilu-serentak-tahun-2024/. Diakses pada tanggal
16 Desember 2022 pukul 13.45 WIB.

26
Tempo.co. (2003) Berita pidato politik Megawati Juli 2003.
https://nasional.tempo.co/read/1390/malam-ini-mega-sampaikan-pidato-politik. Diakses
pada tanggal 16 Desember 2022 pukul 17.00 WIB.

Visi dan Misi partai PDI Perjuangan. https://www.pdiperjuangan.id/. Diakses pada tanggal 15
Desember 2022 pukul 23.49 WIB.

27

Anda mungkin juga menyukai