Anda di halaman 1dari 6

Tafsir dan Pelajaran Surah Yaasiin Ayat 55 – 

68
 Pendahuluan
Setiap manusia yang melakukan suatu perbuatan pasti akan menemui hasilnya, amalan baik
hasilnya baik dan amalan buruk hasilnya buruk. Untuk itu jangan sampai ada seorang pun
merasa aneh terhadap hasil perbuatan yang mengiringi setiap amal, dan itulah yang menjadi
tujuannya. Orang yang berbuat baik dan orang saleh akan mendapatkan pahala baik dari
Allah Ta’ala sebagai wujud karunia, kemuliaan dan rahmat-Nya. Orang yang berbuat
keburukan dan kerusakan diberi balasan berdasarkan perbuatan buruk, perkataan buruk dan
kerusakan yang dilakukan sebagai kebenaran dan keadilan. Ini sama seperti pelajar yang
mempersiapkan diri menghadapi ujian.
Bila bersungguh-sungguh dan belajar dengan benar, mengerti, memahami dan menerapkan
yang dibaca, memperbaiki kondisi dan bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam segala urusan, ia
pasti berhasil dan bangga di hadapan banyak orang. Namun bila bermalas-malasan, tidur,
membuang-buang waktu untuk permainan dan kerusakan, tidak mempelajari buku secara
menyeluruh, ia akan gagal, hina dan rendah di hadapan banyak orang. Inilah peraturan di
dunia dan akhirat. Allah Ta’ala menggambarkan dua kondisi manusia di akhirat kelak,
penghuni surga dan penghuni neraka dalam ayat-ayat berikut,
 
Penjelasan tentang Penghuni Surga (Ayat 55 – 58)
ِ ‫) هُ ْم َوَأ ْز َوا ُجهُ ْم فِي ِظال ٍل َعلَى األ َراِئ‬٥٥( َ‫اب ْال َجنَّ ِة ْاليَوْ َم فِي ُش ُغ ٍل فَا ِكهُون‬
‫) لَهُ ْم فِيهَا فَا ِكهَةٌ َولَهُ ْم َما‬٥٦( َ‫ك ُمتَّ ِكُئون‬ َ ‫ِإ َّن َأصْ َح‬
‫) َسال ٌم قَوْ ال ِم ْن َربٍّ َر ِح ٍيم‬٥٧( َ‫يَ َّد ُعون‬
Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan
(mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di
atas dipan-dipan. Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang
mereka minta. (Kepada mereka dikatakan): “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Tuhan
yang Maha Penyayang.
 Tafsir[1]
Orang-orang yang berbuat baik yaitu mereka yang beriman dan beramal saleh berada di
taman-taman surga pada hari kiamat, sibuk dengan beragam kenikmatan yang mereka
rasakan dan merenungkan siksa yang menimpa penduduk neraka. “Bersenang-senang,” (QS.
Yaasiin: 55) mereka senang dan gembira.
Bersenang-senang tidak sebatas pada diri mereka semata, tapi bersama-sama para istri di
surga di bawah naungan yang luas terbentang, bersandar di atas dipan; bantal, kasur dan
permadani lembut. (‫ك‬
ِ ‫)األ َراِئ‬ Araa’ik adalah kasur yang bertilam permadani. Mereka disuguhi
beragam buah-buahan dan apa pun yang mereka inginkan. Allah Ta’ala, Rabb Yang Maha
Penyayang memberi ucapan penghormatan salam, yaitu aman dari semua yang tidak disuka.
Allah Ta’ala berfirman kepada mereka, “Sejahteralah kalian, wahai penghuni surga.”
 
Pelajaran dari ayat 55 – 58
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[2] dalam tafsirnya menjelaskan pelajaran dari
ayat-ayat ini:
1. Sesungguhnya manusia pada hari kiamat terbagi menjadi dua golongan; orang-orang
yang menjadi penghuni surga, dan orang-orang yang menjadi penghuni neraka.
2. Firman Allah, “Bersenang-senang”, menunjukkan tentang kesempurnaan kenikmatan
surga. Karena setiap sesuatu yang sempurna kenikmatannya, maka akan sempurna
pula kesenangan terhadap kenikmatan yang dirasakan oleh seseorang.
3. Sesungguhnya para penghuni surga memiliki istri-istri. Allah Ta’ala mensifati istri-
istri mereka dengan sifat-sifat yang beragam, seperti dijelaskan Allah dalam ayat lain:
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi
suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar-Rahman: 56)
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik- baik lagi cantik-cantik.” (QS. Ar-
Rahman: 70)
4. Kesempurnaan kebahagiaan para penghuni surga. Firman-Nya, “Bertelekan di atas
dipan-dipan.” Karena sesungguhnya orang yang bertelekan biasanya dalam kondisi
santai dan tenteram. Setiap kali seseorang merasa tenteram, maka akan bertambah
ketenangannya. Tidak diragukan bahwa bertelekan di atas dipan-dipan adalah bukti
akan ketenangan pikiran dan ketiadaan kesibukan.
5. Terdapat isyarat bahwa para penghuni surga sampai pada kedudukan itu dengan
rahmat Allah. Firman-Nya, “sebagai  ucapan selamat dari Tuhan yang Maha
Penyayang.”  Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah saw., bahwa tidak
akan ada seorangpun yang masuk surga karena amalannya, melainkan karena rahmat
Allah Ta’ala.
Penjelasan tentang Penghuni Neraka
a.   Pemisahan Orang-orang Mukmin dari Orang-orang Kafir (Jahat) di Hari Kiamat
(Ayat 59 – 62)
 ‫) َوَأ ِن ا ْعبُدُونِي‬٦٠( ‫ين‬
ٌ ِ‫) َألَ ْم َأ ْعهَ ْد ِإلَ ْي ُك ْم يَا بَنِي آ َد َم َأ ْن ال تَ ْعبُدُوا ال َّش ْيطَانَ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُمب‬٥٩( َ‫َوا ْمتَا ُزوا ْاليَوْ َم َأيُّهَا ْال ُمجْ ِر ُمون‬
َ‫ض َّل ِم ْن ُك ْم ِجبِال َكثِيرًا َأفَلَ ْم تَ ُكونُوا تَ ْعقِلُون‬ َ ‫) َولَقَ ْد َأ‬٦١( ‫ص َراطٌ ُم ْستَقِي ٌم‬ ِ ‫هَ َذا‬
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin)
pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat. Bukankah aku telah memerintahkan
kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagi kamu,” dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan
yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu,
maka Apakah kamu tidak memikirkan?
Tafsir[3]
Sementara itu orang-orang yang berbuat keburukan, mereka adalah orang-orang celaka
penghuni neraka. Dikatakan kepada mereka, “Tetaplah berada di tempat kalian dan
berpisahlah dari orang-orang mukmin, wahai para pelaku dosa.” Ini berbanding terbalik
dengan firman Allah Ta’ala untuk penghuni surga: “Salam.” Ucapan itu sebagai celaan bagi
mereka atas perintah yang mereka tantang. Sebagai akibatnya, mereka dibedakan seperti yang
dituturkan Al-Qur’an, bukankah Kami telah memerintah kalian melalui para rasul wahai
manusia, jangan turuti bisikan syaitan untuk melakukan kemaksiatan dan pembangkangan,
sebab syaitan adalah musuh nyata bagi kalian sejak masa ayah kalian, Adam a.s.
Aku perintahkan kalian untuk menyembah dan taat pada-Ku semata dalam perintah dan
larangan. Inilah jalan yang lurus, agama Islam. Syaitan menyesatkan banyak sekali manusia,
memperindah perbuatan-perbuatan buruk mereka, menghadang mereka untuk taat dan
mengesakan Allah Ta’ala. Apa kalian tidak tahu syaitan memusuhi kalian?
 
Pelajaran dari ayat 59 – 62
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[4] dalam tafsirnya menjelaskan pelajaran dari
ayat-ayat ini:
1. Sesungguhnya orang-orang yang jahat akan dihinakan pada hari kiamat, mereka akan
dipisahkan dari kalangan-kalangan orang mukmin dengan lafaz pengusiran,
“Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini,”  yakni menyendirilah
dan menjauhlah kalian.
2. Sesungguhnya Allah Ta’ala akan memisahkan antara orang-orang yang jahat dengan
orang-orang yang baik pada hari Kiamat, sebagaimana Allah memisahkan di antara
mereka ketika di dunia.
3. Sesungguhnya mentaati syaitan untuk bermaksiat kepada Allah dan mentaati syaitan
hanya terjadi pada kemaksiatan terhadap Allah adalah salah satu bentuk
penyembahan. Karena ketaatan mengandung bentuk ketundukan, dan penyembahan
adalah ketundukan. Maka, barangsiapa yang mentaati syaitan dalam kemaksiatan
terhadap Allah, maka dia telah menyembahnya.
4. Sesungguhnya jalan yang lurus itu adalah tauhid. Jalan itu terkadang lurus dan
terkadang bengkok, seperti yang Allah firmankan, “Dan bahwa (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu
dari jalanNya.” (QS. Al-An’aam: 153). Jadi, masing-masing orang memiliki jalannya
sendiri-sendiri. Jika ia berada di atas syariat Allah, maka dia lurus. Namun jika dia
berada di atas yang lain, maka dia menyimpang.
5. Berita tentang permusuhan syaitan kepada anak Adam, dimana dia telah menyesatkan
banyak orang dari mereka. Dan, ancaman terhadap syaitan dan kesesatannya, karena
dia tidak mungkin berusaha untuk memberi petunjuk kepada anak Adam melainkan
dia berusaha untuk menyesatkan mereka.
 b.   Akibat atau Balasan bagi Orang-orang yang Ingkar (Ayat 63 – 68)
 ‫) ْاليَوْ َم ن َْختِ ُم َعلَى َأ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُ َكلِّ ُمنَا َأ ْي ِدي ِه ْم َوتَ ْشهَ ُد‬٦٤( َ‫) اصْ لَوْ هَا ْاليَوْ َم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْكفُرُون‬٦٣( َ‫هَ ِذ ِه َجهَنَّ ُم الَّتِي ُك ْنتُ ْم تُو َع ُدون‬
ِ ‫) َولَوْ نَ َشا ُء لَطَ َم ْسنَا َعلَى َأ ْعيُنِ ِه ْم فَا ْستَبَقُوا الصِّ َراطَ فََأنَّى يُ ْب‬٦٥( َ‫َأرْ ُجلُهُ ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬
‫) َولَوْ نَ َشا ُء لَ َم َس ْخنَاهُ ْم‬٦٦( َ‫صرُون‬
)٦٨( َ‫ق َأفَال يَ ْعقِلُون‬
ِ ‫) َو َم ْن نُ َع ِّمرْ هُ نُنَ ِّك ْسهُ فِي ْالخَ ْل‬٦٧( َ‫ضيًّا َوال يَرْ ِجعُون‬ِ ‫َعلَى َم َكانَتِ ِه ْم فَ َما ا ْستَطَاعُوا ُم‬
Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari
ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap
apa yang dahulu mereka usahakan. Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan
penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah
mereka dapat melihat(nya). Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami ubah mereka di
tempat mereka berada; Maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup
kembali. Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia
kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?
Tafsir[5]
Dikatakan pula kepada mereka dengan nada celaan dan hinaan, “Inilah neraka yang
diancamkan kepada kalian saat di dunia dan telah Aku peringatkan kepada kalian melalui
lisan para rasul lalu kalian dustakan. Masuklah dan rasakan panasnya saat ini karena kalian
ingkar kepada Allah Ta’ala di dunia dan mendustakan neraka. Ini perintah yang
menghinakan. Mereka dihadapkan ke neraka karena dosa-dosa yang mereka perbuat.
Di hari yang mencekam ini, Allah Ta’ala mengunci mulut hingga mereka tidak bisa bicara,
tangan dan kaki mereka berbicara sebagai saksi atas dosa-dosa yang dilakukan di dunia.
Tangan dan kaki berbicara karena sebagian besar perbuatan dosa dilakukan tangan dan kaki.
Kuasa Allah Ta’ala sangat besar, andai berkehendak niscaya akan melenyapkan pandangan
dan membutakan mereka hingga tidak bisa melihat jalan petunjuk, tidak mengetahui jalan
keselamatan. Bagaimana bisa melihat sementara penglihatan mereka lenyap? Artinya, andai
Rabbmu berkehendak niscaya akan membutakan mata orang-orang kafir hingga tidak bisa
menempuh jalan yang jelas dan mereka ketahui. Saat itu bagaimana mereka bisa melihat?
Andai berkehendak niscaya Allah Ta’ala akan merubah wujud mereka menjadi wujud lain
yang lebih buruk seperti kera dan babi, mereka mendekam di tempat-tempat tindakan buruk
sehingga tidak mampu maju ataupun mundur. Kondisi mereka tidak berubah, tidak maju dan
tidak mundur.
Manusia yang panjang umurnya akan rnengalami perubahan kondisi berdasarkan kuasa Allah
Ta’ala. Hanya Allah Ta’ala yang melakukan hal itu. Allah mengembaiikan pada kondisi
lemah setelah sebelumnya kuat, lunglai setelah sebelumnya aktif, dungu setelah sebelumnya
pintar dan semacamnya. Apa mereka tidak memahami dan memikirkan setiap kali usia kalian
bertambah, lemah untuk bekerja. Seandainya Allah Ta’ala memberi mereka kesempatan lain
untuk beramal, usia yang panjang tidak akan membawa guna bagi mereka sama sekali. Ini
memutuskan alasan bahwa mereka tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk meneliti,
merenung, dan beramal.
Pelajaran dari ayat 63 – 68
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[6] dalam tafsirnya menjelaskan pelajaran dari
ayat-ayat ini:
1. Penetapan tentang neraka Jahannam, dan sesungguhnya dia dapat dilihat dengan nyata
pada hari Kiamat. Allah berfirman, “Inilah” merupakan isyarat berlaku untuk sesuatu
yang bisa ditunjuk dan terlihat.
2. Penjelasan tentang sifat neraka, sesungguhnya dia “wal ‘iyaadzu billah”, itu
semuanya gelap dan hitam. Jahannam berasal dari kata “al-Jahmah” yang bermakna
gelap dan hitam.
3. Kebenaran janji Allah, dimana Dia menepati apa yang telah dijanjikan kepada orang-
orang yang mendustakan-Nya hingga mereka benar-benar melihat apa yang dijanjikan
secara nyata.
4. Penjelasan bahwa orang-orang yang mendustakan Allah diperintahkan dengan
perintah penghinaan dan kerendahan untuk memasuki neraka. Allah berfirman,
“Masuklah kedalamnya pada hari ini.”
5. Sesungguhnya Allah Ta’ala membungkam mulut orang-orang yang mendustakan-Nya
pada hari Kiamat sehingga mereka tidak dapat berbicara.
6. Penjelasan tentang kekuasaan Allah Ta’ala. Firman-Nya, “dan berkatalah kepada
Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka.” Karena sesungguhnya
mustahil tangan dan kaki berbicara. Namun, Allah Ta’ala Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
7. Penetapan sifat “masyi’ah” (kehendak) Allah. Firman-Nya, “Dan jika Kami
menghendaki.” Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehendak Allah maka
sesungguhnya dia diiringi dengan hikmah, karena Allah Ta’ala tidak
menghendaki masyi’ah saja melainkan kehendak-Nya mengiringi hikmah-Nya. Dalil
hal tersebut adalah firman-Nya,
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Insaan: 30)
8. Penjelasan tentang keadaan manusia, dan sesungguhnya dia berpindah dari satu fase
ke fase berikutnya. Hal itu sebagaimana firman-Nya,
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Ruum: 54).
9. Seyogyanya bagi seseorang hendaklah memanfaatkan kesempatan umur, kekuatan
dan masa mudanya sebelum dia dikembalikan ke awal penciptaannya.
10. Anjuran untuk berpikir, merenung, dan berperilaku yang baik agar seseorang menjadi
golongan orang-orang yang berakal. Sesungguhnya akal (pikiran) berbeda dengan
kecerdasan, karena terkadang seseorang itu cerdas akan tetapi dia tidak berakal (tidak
mau berpikir). Allah berfirma, “Maka apakah mereka tidak memikirkan?”
 ==========
 [1] Prof. DR. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith, jilid 3, hal. 210
[2] Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Taf.sir Surat Yasin, hal. 298
[3] Prof. DR. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith, jilid 3, hal. 210
[4] Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Tafsir Surat Yasin, hal. 298
[5] Prof. DR. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith, jilid 3, hal. 210
[6] Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Tafsir Surat Yasin, hal. 298

Anda mungkin juga menyukai