Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU AGENDA 1

ANALISIS ISU KONTEMPORER DI PUSKESMAS LIMBONG

Nama Peserta : Helena Margaretha Pangaribuan Amd.Keb

Nama Pengampu : Ahmad Fauzi Batubara, SAP,MPA

Nama Penyelenggara : BPSDM Provinsi Sumatera Utara


Bab 1

Latar Belakang

1. Menurunnya pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusui Dini)


Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah tercapainya pemberian
ASI kepada bayi dalam satu jam pertama dan memastikan bahwa
bayi mendapatkan kolostrum yang dapat melindungi bayi dari
penyakit (Mugadza et al 2019). Menunda melakukan inisiasi
menyusui dini 23 jam usai bayi lahir, dapat menambah angka
kematian pada pertama bulan kelahirannya sebesar 40% (UNICEF,
2016).
Ketidakberhasilan dalam jam menyusui disebabkan karena
beberapa problem baik dari bayi maupun ibu, masalah dari ibu
dapat dijumpai sebelum persalinan, keadaan melahirkan dini, dan
melahirkan berikutnya (Maryunani, 2015). Angka kematian bayi
(AKB) merupakan faktor utama bagi kesehatan anak, angka
kematian bayi juga merupakan ukuran dari kondisi kesehatan bagi
masyarakat. Masih banyak meninggalnya bayi adalah problem
yang sering kita jumpai pada bayi baru lahir/neonatal (Kemenkes,
2017).
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Tahun 2019 dari 277.925
bayi baru lahir, dilaporkan hanya 168.826 bayi yang mendapatkan IMD
(60,75%) ada peningkatan jumlah cakupan bayi yang mendapat IMD
dibandingkan pada Tahun 2018 dari 294.275 bayi baru lahir, dilaporkan
hanya 160.680 bayi yang mendapatkan IMD (54,6%).
Berdasarkan data dari profil Kesehatan 2019 Kabupaten/Kota
yang tertinggi bayi baru lahir yang mendapatkan IMD adalah Tapanuli
Selatan (100%), Kabupaten/Kota terendah adalah Medan (22,19%).
Sedangkan kabupaten Samosir (68,03%).
2. Kurangnya Kepatuhan Cuci Tangan Pakai Sabun di Masyarakat
Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan hal yang amat
penting, tidak hanya untuk menghindarkan diri dari virus COVID-19
yang hingga hari ini masih menjadi masalah dan untuk mengurangi
risiko wabah. Mencuci tangan dengan sabun masih jarang
dilakukan. Peneliti memperkirakan bahwa hanya 19% dari
penduduk dunia yang mencuci tangan dengan sabun dan air
setelah kontak dengan tinja (Freeman et al., 2014).
Potensi mencuci tangan yang sangat besar untuk
mencegah penyakit, terutama dinegara berkembang,
dikombinasikan dengan tingkat cuci tangan yang rendah, menuntut
promosi cuci tangan yang efektif dalam skala besar.
3. Kurangnya Kepatuhan masyarakat memakai masker ketika berobat
ke puskesmas
Masker dapat digunakan baik untuk melindungi orang yang
sehat (dipakai untuk melindungi diri sendiri saat berkontak dengan
orang yang sakit) atau untuk mengendalikan sumber (di pakai oleh
orang yang terinfeksi untuk mencegah penularan lebih lanjut).
Kesadaran penggunaan masker bagi pasien dan pengunjung rawat
jalan Puskesmas masih kurang hal ini dibuktikan dengan ada
beberapa pasien dan pangunjung yang datang berobat tidak
menggunakan masker ada yang menggunakan masker hanya
karena takut tidak akan dilayani oleh dokter dan setelah dilayani
maskernya di lepas.
Hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman pasien dan
pengunjung tentang pentingnya memakai masker. Oleh sebab itu
perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran pasien dan
pengunjung untuk menggunakan masker
4. Tingginya kasus BBLR ( berat badan lahir rendah)
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR
merupakan prediktor tertinggi angka kematian bayi, terutama dalam
satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes RI,2015). Bayi BBLR
mempunyai risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan
dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Lebih dari 20
juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR
lahir di negara yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015,
angka prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu
9% dengan sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing
provinsi.Angka terendah tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di
Papua (27%),sedangkan di Provinsi Sumatera Utara berkisar 7,2%
(Kemenkes RI,2015). BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang
pendek (prematuritas),dan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction)
yang dalam bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi
oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta,janin dan lingkungan.
Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi
pada janin selama masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir
rendah umumnya mengalami proses hidup jangka panjang yang
kurang baik. Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi
BBLR memiliki risiko tumbuh dan berkembang lebih lambat
dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.
Selain gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat BBLR
mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi, penyakit
jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40 tahun (Juaria dan
Henry, 2014) .
5. Rendahnya minat WUS menggunakan alat kontrasepsi jangka
Panjang
Penggunaan MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) masih
sangat rendah dikarenakan pengetahuan masyarakat yang masih rendah
tentang kelebihan metode MKJP dan keterbatasan jumlah tenaga terlatih
serta sarana yang ada. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah
wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan
kesehatan reproduksi yang aman, bermutu dan terjangkau masyarakat,
termasuk keluarga berencana. Pelayanan kesehatan dalam keluarga
berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas (Dinkes
Sumut,2019)
Berdasarkan data BKKBN Provinsi Sumatera Utara, dari
2.259.714 PUS tahun 2019, sebanyak 1.572.121 (69,57%) diantaranya
merupakan peserta KB aktif. KB suntik menjadi jenis kontrasepsi
terbanyak digunakan yaitu sebesar 31,72%, diikuti Pil sebesar 27,36%,
Implan sebesar 16,16%, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) sebesar
8,99%, Kondom sebesar 7,87%. Jenis kontrasepsi yang paling sedikit
digunakan adalah Metode Operasi Pria (MOP), yaitu sebesar 0,79%.

Anda mungkin juga menyukai