Anda di halaman 1dari 2

Ibadah RT/Rayon Tgl 09-13 Okt 2022

Bacaan : Langkah Iman melahirkan Rasa Syukur yang di Berkati

Tema : Kejadian 12 : 1- 9

PENGANTAR

Bpk/Ibu/Sdr/i, mengucap syukur tentu bukanlah perkara mudah ketika tantangan dan pergumulan
mendera kehidupan kita. Mengucap syukur bukanlah perkara gampang ketika kita tidak memiliki
kepastian kemana arah langkah hidup kita. Demikian yang dihadapi Abram. Sebagai orang yang berasal
dari keluarga besar dan berkecukupan, Abram sebelum dipanggil Allah, sama sekali tidak mengalami
kekurangan satu apapun. Bagaimana tidak, Terah, ayah Abram, adalah orang yang cukup kaya ditanah
Ur-Kasdim. Namun, ketika Terah mati dan Abram sudah mulai nyaman dengan warisan yang Terah,
ayahnya, tinggalkan, maka Allah memanggil Abram untuk keluar dan segera memisahkannya dari rasa
nyaman itu. Suatu langkah iman yang besar yang dilakukan oleh Abram, tetapi yang kemudian menjadi
dasar dari suatu ungkapan syukur yang diberkati Tuhan. Tetapi apakah Abram benar-benar bersyukur
memenuhi panggilan iman kepada Allah? Mari kita lihat konteks yang terjadi pada masa itu.

PEMBAHASAN

Beberapa penafsir Kitab, khususnya kitab-kutab Perjanjian Lama, menempatkan kisah panggilan Abram
sudah terjadi sejak Abram masih berada di Ur Kasdim (jadi sebelum keluarga besar Abram pindah ke
Haran – Kej. 11:27-32, bnd. Kis. 7:2). Terutama ketika kita melihat Kej. 12:1 “… dan dari rumah bapamu
(Ibr. ‫ מֹו ֶ֫לדֶ ת‬- moledeth) …” kata Ibrani 'moledeth' itu pula yang digunakan di Kej. 11:28 “… di negeri
kelahirannya …” . Disamping itu, kita perlu mengingat pula bahwa Ur Kasdim dan Haran merupakan dua
daerah yang dipenuhi oleh penyembahan berhala bahkan kaum keluarga Abram pun jatuh dalam
penyembahan berhala (Lih. Kej. 31:30, Yos. 24:23). Maka bukanlah hal yang baru bagi Abram dan
keluarganya untuk mendirikan mezbah untuk memberikan persembahan kepada dewa-dewi sembahan
mereka selama di Ur-Kasdim dan di Haran, sebagai tanda syukur mereka. Dan yang oenting untuk
dicatat oleh kita umat Tuhan masa kini : bahwa oada saat itu, Abram dan seluruh keluarga besarnya
keluar dari Ur Kasdim dan melakukan perjalanan panjang (ada yang menyebutkan jaraknya 1100 km)
menuju Haran. Itu berarti Abram “keluar dari daerah yang penuh dengan penyembahan berhala” untuk
pergi ke daerah lain yang tetap saja “penuh dengan penyembahan berhala” (jangan dilupakan juga ini
berarti keluarga besar Abram tidak keluar dari kebiasaan mereka yang salah, yaitu: penyembahan
berhala). Apabila memang Abram telah dipanggil oleh Allah untuk “keluar dari negeri dan dari sanak
saudaramu dan dari rumah bapamu” sejak Abram masih berada di Ur Kasdim, ini berarti ada proses
yang cukup panjang dalam menyikapi panggilan dari Tuhan itu.

Dan di dalam proses yang panjang itu (perpindahan dari Ur Kasdim ke Haran), bukan tidak mungkin
Abram telah berjuang sekuat tenaga untuk “menobatkan” kaum keluarganya yang menyembah berhala.
Sehingga ketika Abram memenuhi panggilan Tuhan untuk pergi keluar dari kaum keluarganya, di situ
pula ketegasan Abram dalam memilih jalan hidupnya untuk taat pada kehendak Allah sekaligus
memisahkan diri dari pengkultusan berhala-berhala di tengah kaum keluarganya. Meskipun demikian,
ketaatan Abram pada panggilan Allah bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Kesulitan paling
utama (selain harus meninggalkan kaum keluarganya dan juga daerah tempat tinggalnya yang tentu saja
sudah pasti mapan di sana) yang dihadapi Abram mengenai janji Allah itu adalah kenyataan bahwa janji
Allah seperti yang tertulis di Kej. 12:2-3 sangat berkaitan dengan keturunan dari Abram; Sedangkan
sejak di Ur Kasdim (Kej. 11:30) telah dikatakan bahwa Sarai itu mandul, tidak mempunyai anak. Dan
Abram meninggalkan kaum keluarganya ketika ia berusia 75 tahun (Kej. 12:4). Akan tetapi, ketaatan
Abram (artinya “bapa, Ibr: ab, yang dimuliakan”) pada akhirnya kita semua mengetahui bahwa benarlah
apa yang dikatakan Tuhan sebagai janjiNya kepada Abram di ayat 2, melalui anak Abram (terutama
Ishak), nama Abram benar-benar dimuliakan – dimasyurkan sebagai Bapa orang Percaya. Pesan yang
perlu dipetik dari kisah Abram ini adalah :

1). Kebulatan hati Abram untuk melangkah dengan iman kepada Allah Pencipta Langit dan Bumi dan
segala isinya telah menjadikan Abram sebagai orang termasyur.

2). Langkah iman Abram itu telah menghantarkan Abram dan keluarganya pada tindakan Ungkapan
Syukur yang tulus kepada Tuhan

3). Langkah iman dan ungkapan syukur Abram dan keluarganya telah menghantarkan Abram pada
Berkat besar yang telah disedikan baginya dan bagi keturunan Abram.

APLIKASI DALAM HIDUP MASA KINI

Mengenal Allah yang mengenal ciptaan-Nya adalah alasan pertama bagi kita untuk bersyukur seperti
Abram. Dan alasan selanjutnya dalam bersyukur adalah kesediaan untuk memahami bahwa Allah
mengenal kita lebih dari kita mengenal diri kita sendiri. Ketika persoalan dan pergumulan mendera,
ketika masa depan kita tidak pasti, dan ketika pergumulan keluarga kita seakan tidak kunjung selesai,
Tuhan Allah kita, tahu apa yang harus dilakukan-Nya sekalipun hal itu tidak mudah dimengerti sebab kita
selalu menghendaki perubahan instan. Tuhan tidak pernah mengalami kegagalan mengenal siapa kita
dan sebaliknya kita diajak untuk berhasil dalam mengenal siapa Allah. Abram berhasil mengenal Siapa
Allah yang menyuruhnya keluar dari negerinya, dari kampung halamannya ke suatu negeri yang asing,
yang tidak pernah di dengar sebelumnya, namun ia percaya pada ucapan dan janji Allah. Dan ia
bersyukur kepada Allah untuk segala tuntunan, penyertaan dan berkat Tuhan bagi ia dan istrinya Sarai.
Karena itu tidak ada alasan bagi Abram untuk tidak bersyukur kepada Tuhan. Sebab itu, setiap tempat
yang ia dan keluarganya lewati selalu ditandai dengan mezbah yang didirikannya sebagai tanda syukur
dan pengagungan hanya kepada satu-satunya Allah yang tidak pernah gagal dengan janji-Nya. Adakah
alasan bagi Sdr/i dan keluarga untuk tidak bersyukur kepada Allah? Amin. (Ezra)

Anda mungkin juga menyukai