Anda di halaman 1dari 5

CERITA BAPA ABRAHAM

Kisah Abraham dimulai dari kisah ayah kandungnya: Terah. Saat itu Terah dan
keluarganya ingin mengubah nasib mereka supaya menjadi lebih baik dengan cara meninggalkan
Ur-Kasdim, tanah kelahiran mereka. Tekad Terah untuk keluar dari Ur-Kasdim semakin bulat,
ketika anak bungsunya yang bernama Haran meninggal di Ur Kasdim. Walau Nahor tidak mau
ikut namun Terah segera membawa Abraham dan mantunya yang bernama Sara, serta cucunya
yang bernama Lot, anak dari Haran, untuk berangkat bersama-sama dari Ur-Kasdim menuju
tanah Kanaan sebagaimana TUHAN telah berbicara kepada Abraham (Kejadian 11:26-31;Yosua
24:2-3;Nehemia 9:7).
Berdasarkan hitungan kelahiran dari Noah sampai pada Abraham yang tertulis di dalam
Bible, ternyata Abraham dan Noah hidup pada zaman yang sama. Abraham lahir ketika Noah
berusia 880 tahun, dan Noah meninggal ketika Abraham berumur sekitar 80 tahun. Namun
setelah bencana air Bah itu, Bible tidak menceritakan tentang kelanjutan dari perjanjian antara
Allah dengan Noah ataupun hubungan antara Abraham dengan Noah. Bible tidak menerangkan
bagaimana suasana kematian Noah, apakah Noah mati karena usia tua atau karena penyebab
lainnya.
Abraham pernah berganti nama dari Abram menjadi Abraham atas perintah Tuhan (kej
17:14) yaitu setelah Tuhan menyampaikan bahwa dia akan memperoleh anak lagi dari Sara (kej
16:15). Bible tidak menerangkan kenapa nama Abram harus diganti oleh Tuhan menjadi
Abraham pada usianya yang sudah tua yaitu 96 tahun. Dalam bahasa Ibrani dan yahudi, Abram
berarti “ Bapak” sedangkan “Abraham” adalah “Bapak bangsa-bangsa”. Kenapa Allah
menganggap symbol dari sebuah nama manusia sangat penting sehinnga Allah mengharuskan
Abram mengganti namanya mejadi Abraham ?.
Abraham mempunyai istri pertama yang bernama Sarai. Sarai adalah Saudara Abraham
sendiri, yaitu anak dari Bapaknya Terah tetapi lain istri (kej 20:12). Jadi Abraham dan Sarai
adalah bersaudara tiri. Sarai berganti nama dengan Sara atas perintah Tuhan. Penggantian ini
terjadi setelah Abraham diberitahu oleh Tuhan bahwa Abraham akan memiliki anak dari sarai
( kej 17:15).
Abraham mempunyai istri ke dua yang bernama Hagar. Perkawinan Abraham dengan
Hagar adalah atas inisiatif istri pertamanya Sara. Karena tidak juga mendapat anak hingga
Abraham berumur 95 tahun, maka Sara mengusulkan kepada suaminya untuk mengauli Hagar
,seorang budak yang dulu dibawa dari mesir (kej 16:2). Kemudian Hagar melahirkan anak dari
Hagar yang diberi nama Ismael (kej 16:15). Pada saat Ismael berumur 13 tahun, Sara juga
melahirkan anak dan diberi nama Ishak (kej 21:3). Pada saat Ishak selesai disapih (Kej 21:8-9),
yaitu ketika Ismael dan Ishak sedang bermain-main, Sarah mengusir Hagar dengan alasan bahwa
Hagar adalah bekas budak, maka dia tidak berhak atas warisan Abraham. Keesokan harinya,
Abraham melepas kepergian Hagar dengan sebungkus roti dan sebakul air ( kej 21:14), maka
berangkatlah Hagar ke daerah padang pasir yang bernama Bersyeba. Ismael tumbuh berkembang
di padang gurun Paran itu (kej 21:21).
Namun setelah Ismael terbuang ke tanah gurun Paran, Bible tidak lagi menceritakan hubungan
Abraham dengan Ismael. Terakhir Bible mengatakan bahwa Ismael juga ikut hadir pada saat
pemakaman Bapaknya Abraham.
Abraham meninggal pada usia 175 tahun (kej 25:7) dan dikuburkan di di goa Makhpela
dekat pemakaman istrinya Sara (Kej 25:9). Sebelum meninggal Abraham juga sudah mengambil
istri lain yang bernama Ketura (kej 25:1)
Bila melihat perjalan pertama Abraham, yang kelak menjadi bapak orang beriman dan
leluhur Bangsa Israel tersebut, maka kita bisa menyimpulkan bahwa pernyataan dan panggilan
TUHAN muncul kepada Abraham seiring dan seirama dengan kegelisahan hati dan jiwa mereka
yang sudah jenuh bahkan muak dengan keadaan, lingkungan, nasib hidup dan budaya di negeri
Ur-Kasdim. Kesimpulan bahwa Abraham yang mendengar suara TUHAN dan menerima
panggilan tersebut dapat terlihat di Alkitab dimana Terah sudah merasa nyaman tinggal di Haran.
Padahal tujuan dan maksud TUHAN memanggil Abraham untuk keluar dari Ur-Kasdim adalah
tinggal menetap di Kanaan dan bukan di Haran. (Kejadian 11:31) Setelah Terah mati, TUHAN
kembali berbicara kepada Abraham dan memanggil Abraham untuk beranjak atau bergerak atau
move on menuju Tanah/Negeri Kanaan. (Kejadian 11:32; Kejadian 12:1-2) Syukur kepada Allah
karena Abraham taat kepada suara TUHAN dan ia pun berangkat menuju negeri yang bukan
miliknya namun yang dijanjikan Allah kepada Abraham bahwa keturunannya akan memiliki
negeri tersebut.(Kejadian 12:4-5)
Pada perjalanan yang kedua ini Abraham tidak mengalami hambatan bahkan TUHAN
menampakkan diri kepadanya, dan hal ini merupakan pengalaman yang sangat berkesan dan
menjadi titik balik Abraham mengenal sosok allah. Di sini Abraham memiliki iman dan mengerti
bahwa Allah itu pribadi dan bisa memanifestasikan diri-Nya dalam bentuk manusia.(Kejadian
12:6-7) Namun kegembiraan tersebut tidak berlangsung lama karena suatu hari terjadi kelaparan
atau kemisikinan di negeri Kanaan dimana Abraham tinggal.
Karena itu Abraham melakukan perjalanan ketiga dimana ia harus mengambil
keputusan untuk meninggalkan Kanaan dan tinggal di Mesir.(Kejadian 12:10)
Bukan mendapatkan kebaikan justru di Mesir Abraham harus mengalami masalah baru dimana
mereka terancam dibunuh bila tidak memberikan apa yang diinginkan Raja Mesir. Untuk
menghindari masalah ini Abraham harus berbohong dan menipu seluruh Mesir dan menyangkali
bahwa Sara bukanlah isterinya.Masih banyak dan panjang kisah perjalanan hidup Abraham dan
kita menemukan bahwa Abraham hanyalah manusia biasa, sama seperti kita, yang bisa salah
mengambil keputusan dan bisa melakukan hal-hal yang konyol. Ia bisa berhenti di tempat yang
salah dan ia juga bisa menyimpang atau keluar dari panggilan. Tapi syukur kepada Allah karena
TUHAN lebih memperhitungkan sikap percaya dan kasih Abraham kepada TUHAN lebih dari
pada dosa dan kesalahan Abraham. Abraham taat ketika TUHAN panggil kembali, dan Abraham
juga taat ketika TUHAN memanggil dia untuk mempersembahkan anaknya yang tunggal.
CERITA TENTANG YOKHEBED

Yokhebed adalah salah satu tokoh wanita yang ada dalam Alkitab. Ia adalah putri Lewi,
yang menikah dengan keponakannya, Amram. Dialah yang melahirkan Miryam, Harun, dan
Musa (Keluaran 6:19; Bilangan 26:59). Ketika Yokhebed melahirkan Musa, keadaan di
negerinya sedang tidak aman. Firaun, Raja Mesir, khawatir bahwa jumlah Bangsa Ibrani akan
lebih banyak daripada jumlah penduduknya sendiri. Karena itu, Firaun mengeluarkan perintah
agar semua anak laki-laki yang dilahirkan oleh Bangsa Ibrani harus dibunuh. Hal ini tentu
membuat Yokhebed gusar dan sedih. Ia tidak ingin anak yang dilahirkannya mati. Ketika Musa
lahir, Yokhebed melihat paras Musa begitu elok dan tubuhnya sehat. Ia merasa bahwa anaknya
memiliki peran istimewa dalam rencana Allah. Musa begitu elok di mata Tuhan (Kisah Para
Rasul 7:20). Dengan keyakinannya itu, Yokhebed mengambil keputusan untuk memperjuangkan
nyawa Musa. Yokhebed dan suaminya adalah keturunan Lewi, keturunan yang diberi tugas
istimewa untuk melayani Tuhan di Bait Allah. Karena itu, Yokhebed mengarahkan imannya
kepada Allah. Dan, karena kesetiaannya itu, Yokhebed menerima pesan-pesan Allah dan meraih
keyakinan yang mendalam tentang sesuatu yang akan dinyatakan kemudian.
Dalam Alkitab, kita melihat bahwa Allah menghargai Yokhebed dan suaminya. Karena
iman, mereka berani mengabaikan perintah Firaun (Ibrani 11:23). Mereka menaati
kepemimpinan yang lebih tinggi, yaitu kepemimpinan Allah. Ia tidak lagi merasa takut atau
gentar karena ia percaya kepada Allah. Itulah sebabnya, Yokhebed menyembunyikan bayi Musa
selama berhari-hari. Namun, karena bayi Musa semakin besar dan tangisannya semakin kuat,
dalam hati Yokhebed terjadi pergumulan antara perasaan tidak aman dan iman kepada Allah.
Namun, masa-masa itu justru membuat imannya bertumbuh dan memberinya keberanian. Maka,
ia mendapatkan ide untuk menyelamatkan hidup Musa dengan memberi pesan kepada Harun
untuk tidak menceritakan kepada orang lain bahwa ia memiliki adik. Yokhebed juga meminta
Miryam, kakak perempuan Musa, untuk membantunya merawat bayi Musa. Yokhebed
mengerahkan seluruh anggota keluarganya untuk menyelamatkan Musa. Rencana Yokhebed pun
terlaksana dengan lancar. Bayi Musa dimasukkan ke dalam keranjang dan diapungkan di Sungai
Nil. Lalu, Yokhebed menyuruh Miryam untuk mengawasi bayi Musa yang dibaringkan di dalam
keranjang. Lalu, putri Firaun, yang sedang berada di Sungai Nil, melihat keranjang itu dan
mengambil Musa dari air. Kemudian, Miryam mendekatinya dan menawarkan kepada putri
Firaun untuk memanggil perempuan Ibrani untuk menjadi inang penyusu Musa. Inang penyusu
yang dipanggil Miryam adalah Yokhebed, ibu Musa sendiri. Dengan demikian, Musa selamat
dan Yokhebed dapat mengasuh anaknya dengan tenang tanpa ada perasaan terancam. Setelah
Musa cukup besar, Yokhebed mengikhlaskan anaknya tumbuh dewasa di istana Firaun. Di sana,
Musa dididik seperti seorang pangeran. Musa adalah tokoh terbesar dalam Perjanjian Lama.
Musa bisa menjadi alat yang dipakai Tuhan secara luar biasa, dan hal itu tidak dapat dilepaskan
dari peran Yokhebed yang telah menyelamatkannya dari kematian.
Dari peristiwa yang dialaminya, Yokhebed mengerti arti namanya, yaitu Yehovah adalah
kemuliaannya. Meskipun nama Yokhebed hanya disebut dua kali di Alkitab (Keluaran 6:19 dan
Bilangan 26:59), tetapi namanya telah terukir sepanjang sejarah sebagai nama salah seorang ibu
yang sangat penting di dunia. Oleh karena iman Yokhebed dan kesetiaannya kepada Allah, ketiga
anaknya menjadi tokoh yang berpengaruh. Musa, ialah pembebas dan pemimpin Bangsa Israel
dari Mesir, tanah perbudakan. Harun, ialah nabi yang menjadi perantara antara Allah dan
manusia. Dan Miryam, ialah nabiah yang berbakat dalam musik dan menyanyi, yang mengajak
perempuan-perempuan Ibrani untuk memuliakan Allah (Keluaran 15:20-21). Yokhebed telah
menyerahkan kehidupan dan ketiga anaknya untuk melayani Tuhan. Ia menyimpan hukum-
hukum Allah dan menanamkannya di hati anak-anaknya sebagaimana yang diperintahkan dalam
Alkitab. Yokhebed menyempurnakan perbuatan dan pelayanannya dengan memercayai janji-janji
Allah. Nama Yokhebed pun tercantum dalam daftar pahlawan iman, yang dikenal karena
imannya kepada Tuhan dan mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah hidupnya. Yokhebed
adalah seorang perempuan yang berhasil bersahabat dengan penderitaan, dan Tuhan
menyertainya.
CERITA TENTANG HANA

Hana adalah salah seorang dari dua istri Elkana. Dia lebih dikenal sebagai ibunya Samuel; salah
satu nabi Israel. Hana mandul, sehingga Penina, istri Elkana yang lain, menggunakan keadaan itu
untuk menyakitinya. Suatu perbuatan yang kejam untuk dilakukan. Hal ini terjadi dari tahun ke
tahun hingga menyebabkan kepedihan yang mendalam bagi Hana. Keinginan hati yang tidak
dikabulkan menyebabkan rasa sakit yang mendalam. Namun, bukannya membiarkan rasa sakit
membuatnya pahit hati kepada Tuhan, Hana malah menggunakan rasa sakit hatinya sebagai
sebuah katalisator untuk berdoa (1 Samuel 1:12-20). Allah selalu mendengar doa orang benar
yang disampaikan dengan kesungguhan hati (Yakobus 5:16). Ingatlah bahwa Kristus telah
membenarkan kita (1 Korintus 1:30) dan karena itu kita juga bisa dengan penuh keberanian
menghampiri-Nya untuk menerima apa yang kita minta dari-Nya (Ibrani 4:14-16). Wanita yang
dikasihi Tuhan, apakah engkau memiliki kerinduan yang kelihatannya tidak dikabulkan Tuhan.
Curahkanlah isi hati Anda kepada Tuhan. Mungkin kita tidak mengerti apa yang kita alami,
namun satu hal yang pasti, mereka yang percaya kepada Allah tidak akan dipermalukan. Hana
adalah seorang pendoa. Dia mengalami apa yang kebanyakan dari kita menyebutnya "getirnya
kehidupan" . Dia tidak menyerah. Dia mencari Allah. Dia mencurahkan seluruh isi hatinya
kepada-Nya, dan Dia menjawab dan mengabulkan keinginannya. Perhatikan bahwa keadaan
Hana berubah setelah pertemuannya dengan Allah. Dia mulai menjalani kehidupan normalnya
kembali (1 Samuel 1:18). Sesuatu telah berubah di dalam hati Hana sebelum anaknya lahir. Dia
percaya kepada Allah sebelum dia melihat hasilnya. Tidak lama kemudian, Hana melahirkan
Samuel. Setelah anaknya disapih, Hana menyerahkannya kembali kepada Tuhan (1 Samuel 1:24-
28). Semua ibu tahu bahwa waktunya akan tiba (atau telah tiba) saat anak-anak mereka beranjak
dewasa dan meninggalkan mereka. Itulah saatnya untuk membiarkan mereka pergi, tidak lagi
menahan dan mengekang emosi mereka. Inilah waktunya untuk berhenti memengaruhi mereka.
Biarkanlah mereka menjadi apa yang Allah kehendaki atas mereka. Hal ini mungkin termasuk
mengajak dan mendoakan mereka. Membiarkan mereka pergi dan menggenapi kehendak Allah.
Anda akan selalu menjadi orang tua mereka, namun bukan lagi pemandu mereka. Bagi beberapa
orang tua, hal ini tidaklah mudah. Mungkin Anda akan menitikkan air mata. Namun, hal itu
adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan (Kejadian 2:24). Mereka mungkin berada di dekat
Anda dan sering mengunjungi Anda, tapi kini mereka sudah bebas dari Anda dalam banyak hal.
Allah memakai Hana untuk menunjukkan kepada kita bahwa hal ini tidak mustahil. Untuk
seseorang memperlakukan anaknya seperti yang dilakukan Hana. Bahkan, saat dia tahu bahwa
anak merupakan pemberian Allah. Kita diberi hak istimewa untuk merawat, membimbing, dan
mendidik mereka dan kemudian membiarkan mereka menjalani kehidupan mereka sendiri. Kisah
Hana berakhir dengan ucapan syukur dan kemuliaan yang diberikannya kepada Allah (1 Samuel
2:1-11). Hidupnya sempurna. Kenyataan bahwa dia harus menunggu sesuatu tidak berarti
hidupnya telah berakhir. Menunggu sesuatu bukanlah suatu kutukan. Bahkan, Allah selalu
memakainya untuk mendatangkan anugerah jika kita tetap percaya kepada-Nya. Tetaplah
percaya kepada Allah. Itulah yang disampaikan kepada Anda dari kehidupan Hana.

Anda mungkin juga menyukai