A. Hakikat Bahasa
1. Pengertian Bahasa
a. Bahasa adalah sebuah simbol bunyi arbiter yang digunakan untuk komunikasi
manusia (Wardhaugh, 1972).
b. Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan
secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda yang
disepakati yang memiliki makna yang dipahami (Webster’s New Collegiate
Dictionary, 1981).
c. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para
anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama dan mengidentifikasi diri
(Kentjono, Ed., 1984:2).
d. Bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama
membentuk budaya manusia (Hilliday dan Hasan, 1991).
Dari pandangan para ahli diatas ada yang menyatakan bahasa melalui penekanan
sistem, ala,t dan juga pada komunikasi.
2. Karakteristik Bahasa
Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling
terkait dan tertata secara beraturan, serta memiliki makna. Unsur-unsur bahasa
diatur, seperti pola yang berulang. Kalau salah satu bagian terdeteksi maka
keseluruhan bagiannya dapat diramalkan.
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu dapat
diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang berkombinasi dengan kaidah-kaidah yang dapat
diramalkan. Seandainya bahasa itu tidak sistematik maka bahasa itu akan kacau, tidak bermakna,
dan tidak dapat dipelajari. Sistemis artinya bahasa terdiri dari sejumlah subsistem, yang satu sama
lain saling terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna. Bahasa terdiri dari tiga
subsistem, yaitu subsistem fonologi (bunyi-bunyi bahasa), subsistem gramatika (morfologi, sintaksis,
dan wacana), serta subsistem leksikon (perbendaharaan kata). Ketiga subsistem itu menghasilkan
dunia bunyi dan dunia makna, yang membentuk sistem bahasa.
b. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbiter (mana suka) dan konvensional
Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi dan/atau tulisan yang
dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial. Sebagai sebuah simbol,
bahasa memiliki arti. Pertama, penamaan suatu objek atau peristiwa yang sama
antara satu masyarakat bahasa dengan masyarakat bahasa lainnya tidak
sama. Kedua, bahasa terdiri dari aturan-aturan atau kaidah yang
disepakati. Ketiga, tidak ada hubungan langsung dan wajib antara lambang
bahasa dengan objeknya. Hubungan keduanya bersifat mana suka (arbiter).
Dari huruf-huruf per kata dan selanjutnya dapat dihasilkan satuan bahasa
dalam jumlah yang tak terbatas, ribuan kata, kalimat atau wacana bacaan dengan
segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya. Oleh
karena itu, bahasa itu bersifat produktif.
3. Fungsi Bahasa
4. Ragam Bahasa
a. Berdasarkan pemakainya ragam bahasa dapat dilihat dari segi asal daerah
penutur yang melahirkan dialeg geografis, kelompok sosial yang melahirkan
dialeg atau ragam sosial dengan segala variasinya serta sikap bahasa yang
melahirkan ragam resmi dan tak resmi atau keseharian.
b. Berdasarkan bertolak dari pemakaiannya, bidang perbincangan, yang melahirkan
ragam ilmiah, ragam sastra, ragam jurnalistik dan ragam-ragam lainnya. Media
berbahasa, yang memunculkan ragam lisan dan tulis, serta situasi bahasa, yang
memunculkan ragam baku dan tak baku.
Belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara tetap melalui pengalaman
dan bahasa yang dilakukan secara aktif. Hasil belajar atau perubahan tingkah laku
itu berkaitan dengan pengetahuan, sikap atau keterampilan yang dibangun siswa
berdasarkan apa yang telah dipahami atau dikuasi sebelumnya. Tugas guru dalam
pembelajaran adalah menciptakan kegiatann dan lingkungan belajar yang dapat
merangsang dan mendorong siswa secara aktif. Sesibuk apapun guru kalau siswa
tidak mengalami proses belajar maka pembelajaran sebenarnya tidak pernah terjadi.
Dalam prespektif ini, siswa adalah subjek belajar, sedangkan guru lebih berperan
sebagai fasilotator, motivator, desainer dan organisator.
Siswa belajar menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman, pengamatan
dan bahasa. Guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran pembelajaran
bertolak dari apa yang telah diketahui siswa. Guru perlu melakukan, seperti memilih,
merancang dan mengorganisasikan kegiatan/pengalaman belajar yang menarik dan
bermakna. Menarik yaitu kegiatan yang dilakukan menantang sehingga siswa
merasa tidak terbebani. Bermakna artinya kegiatan belajar itu sesuai dengan
kebutuhan anak dan tujuan pembelajaran.
2. Belajar Bahasa
Anak belajar bahasa dan menguasai bahasa tanpa disadari dan tanpa beban,
apalagi diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut:
3. Pembelajaran Bahasa
Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe belajar yang
melibatkan bahasa yaitu:
a. Belajar Bahasa
Dengan demikian, ketiga tipe belajar tersebut saling terkait. Ketiganya terjadi
secara bersamaan dalam belajar bahasa. Ketika siswa belajar kemampuan berbahasa
yang terkait dengan penggunaan dan konteksnya, ia pun belajar tentang kaidah
bahasa, dan sekaligus belajar menggunakan bahasa untuk mempelajari berbagai
mata pelajaran.
b. Kemampuan Berbicara
c. Kemampuan Membaca
d. Kemampuan Menulis
a. Imersi
Pembelajaran bahasa dilakukan dengan “menerjunkan” siswa secara langung
dalam kegiatan berbahasayang dipelajarinya.
b. Pengerjaan (Employment)
c. Demonstrasi
d. Tanggung jawab
e. Uji coba
f. Pengharapan (Expectation)
Siswa berupaya untuk suskses atau berhasil dalam belajar, jika merasa bahwa
gurunya mengharapkan dia menjadi sukses.
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai
oleh seorang anak. Bahasa pertama itu bisa hanya satu bahasa atau dua bahasa yang
dikuasai anak secara bersamaan. Sementara itu, bahasa kedua adalah bahasa yang
dikuasai anak setelah menguasai bahasa pertama. Dalam menguasai dua bahasa atau
lebih, anak dapat melakukannya secara serempak atau berurut. Pemerolehan serempak
dua bahasa (simultaneous bilingual acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan
dalam masyarakat bilingual (dua bahasa) atau multilingual (lebih dari dua bahasa).
Anak mengenal, mempelajari, dan menggunakan kedua bahasa tersebut sama baiknya
secara bersamaan. Pemerolehan berurut dua bahasa (successive bilingual acquisition)
terjadi apabila penguasaan anak atas dua bahasa atau lebih terjadi dalam rentang
waktu yang berjauhan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak biasanya terjadi karena beberapa
hal berikut:
a. Pandangan Nativistis
Cara kerja LAD yaitu Ujaran atau tuturan lisan dalam lingkungan anak
memberikan masukan kepada anak. Selanjutnya, data tersebut diolah oleh LAD
dengan memakai potensi gramatika bahasa anak sehingga tersusunlah pola-pola
kaidah bahasa dan kaidah berbahasa pada diri anak, kemudian tercermin dalam
tindak berbahasa (ujaran) yang dihasilkan anak yang sesuai dengan pola ujar
orang dewasa.
b. Pandangan Behavioristis
c. Pandangan Kognitif
a. Faktor Biologis
c. Faktor Intelegensi
d. Faktor Motivasi
Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu sendiri. Anak
belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar, haus,
sakit, serta perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut dengan motivasi intrinsik,
yang berasal dari diri anak itu sendiri.
Pemberian motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi anak untuk
membuatnya kian bergairah belajar bahasa. Anak yang dibesarkan dengan motivasi
belajar bahasa yang tinggi akan kian memicu proses belajar bahasa anak.
Pemicuan motivasi itu, di antaranya dengan cara merespons dengan bijak
pertanyaan dan komentar anak, memperbaiki tindak berbahasa anak secara halus
dan tidak langsung, dan tidak segera menyalahkan bila anak melakukan suatu
kesalahan.
Sejumlah strategi dalam belajar suatu bahasa, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Mengingat
b. Meniru
c. Mengalami Langsung
d. Bermain
e. Penyederhanaan
a. Tahap Pralinguistik
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin
mendekati bunyi vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya bunyi-bunyi
tersebut belumlah mengacu pada kata atau kalimat dengan makna tertentu. Oleh
karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut tahap pralinguistik.
Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur sekitar 12 bulan.
3) Pada umur 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak utuh
dengan rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan konsonannya
lebih bervariasi. Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah mulai muncul. d. Pada
umur 6 – 12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi
atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama, seperti /ba-ba-ba/, /ma-ma-
ma/, dan /da-da-da/. Vokal yang muncul adalah vokal dasar /a/ dengan
konsonan hambat labial /p, b/, nasal /m, n, n/, dan alveolar /t, d/. Selanjutnya,
celotehan reduplikasi tersebut berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah
mulai menuju vokal /u/ dan /i/. Konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai
muncul.
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada tahap ini, anak
menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang
disampaikannya. Tegasnya, satu kata yang diucapkan anak mewakili satu frasa,
kalimat atau wacana. Karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis. Kata-kata
yang diucapkan anak adalah kata-kata yang telah dikenal dan dikuasainya. Kata-
kata itu biasanya sering muncul dalam tuturan keseharian di lingkungan anak.
Kata-kata itu umumnya berkaitan dengan kegiatan rutin anak, pemanggilan
orang-orang sekitar, dan benda atau objek yang dekat dengan anak.
c. Tahap Dua-Kata
d. Tahap Telegrafis
Suatu bahasa disebut bahasa kedua apabila bahasa tersebut dikuasai anak
melalui belajar secara formal. Dalam memperoleh B2 banyak cara yang
dilakukan. Secara umum, tipe perolehan B2 dapat dibedakan menjadi
pemerolehan B2 secara terpimpin, secara alamiah, serta terpimpin dan alamiah
(Lihat Subyakto-Nababan, 1992). Pemerolehan B2 secara terpimpin dilakukan
melalui aktivitas pembelajaran, baik di sekolah maupun kursus atau les.
Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari bersifat formal atau baku. Sementara itu,
pemerolehan B2 secara alamiah dilakukan secara spontan. Dengan demikian
seorang anak bisa memiliki beberapa bahasa pertama dan juga beberapa bahasa
kedua.
a. Model Akulturasi
5) kesesuaian budaya;
b. Teori Akomodasi
c. Teori Wacana
Menurut teori wacana interaksi sosial sangat penting karena dapat memberikan
data terbaik bagi pembelajar untuk dapat diolah oleh otak. Melalui data
tersebut disusunlah suatu model masukan yang pantas dan terkait.
d. Model Monitor
1) Hipotesis pemerolehan-pembelajaran
4) Hipotesis masukan
c) proses kognitif
g. Teori Neurofungsional