Anda di halaman 1dari 3

Eccedentesiast 1

Unpublished Part
Eccedentesiast

“ Mama! Mama mau ke mana?”


Bocah laki-laki berusia lima tahun itu memeluk kedua kaki mamanya
yang hendak keluar dari rumah dengan erat. Kepalanya mendongak,
memandang sang mama dengan tatapan polosnya. Ada kekhawatiran yang
tercetak jelas di mata hitamnya.
Nafisha—perempuan berusia tiga puluh tahunan, ibu dari Canva—itu
berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan anak semata wayangnya.
“Anva sayang, Mama mau pergi sebentar, ya. Cari uang buat beli susunya
Anva,” kata perempuan itu seraya mengusap puncak kepala anaknya dengan
lembut.
“Pergi?” tanya Canva tidak mengerti. “Anva sama siapa kalau Mama
pergi?”
Nafisha tersenyum manis. “Anva tinggal sama Nenek dulu. Sebentar aja,
kok. Mama pasti balik lagi.”
Canva menggeleng kuat. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Perasaannya
semakin tidak enak. Canva takut mamanya berbohong. Dia takut tidak bisa
bertemu dengan mamanya lagi.
“Sebentaaar aja. Mama janji nggak bakalan lama.”
Canva terdiam seraya terus memperhatikan wajah Nafisha. Terdapat
keraguan yang begitu besar dalam lubuk hatinya. Mau bagaimana pun juga,
dia hanyalah seorang anak kecil yang tidak ingin berpisah lama dengan orang
yang sangat disayanginya. “Beneran cuma sebentar?” Akhirnya Canva kembali
membuka suara.
Nafisha mengangguk mengiyakan. “Iya, sebentar. Mama, kan, nggak bisa
terlalu lama jauh-jauh dari Anva. Mama mau nyusulin Papa biar cepet pulang
ke sini dan kumpul lagi bareng kita.”
Pada akhirnya, Canva pun membiarkan mamanya pergi dari hadapannya.
Berharap kalau mamanya itu benar-benar menepati ucapannya untuk tidak
pergi terlalu lama.
2 Eccedentesiast
Namun, harapannya itu berakhir sia-sia. Sebentar yang dimaksud adalah
12 tahun yang tentunya sangat lama untuk seorang anak yang masih butuh
pengawasan orang tua.
Mamanya berbohong.
Nafisha tidak bisa menepati janji yang dibuatnya sendiri.

***

Eccedentesiast 3

Anda mungkin juga menyukai