Anda di halaman 1dari 13

Nama : Tuti Alawiyah

NIM : C.0105.22.236

Kelas : Nonreg Transfer Umum

Topik : Label HA
a. Pengertian
b. Penyebab dan Tujuan
c. Ketentuan Penanganan Obat HA
d. Contoh Obat Golongan HA

A. PENGERTIAN

1. High-alert Medication (HA)

High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering


menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang
berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).1

Sentinel event adalah suatu keadaan tak diharapkan yang menyebabkan


kematian atau cedera fisik atau psikologis serius, atau resiko daripadanya.2
Sedangkan, Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) adalah respons terhadap
obat yang membahayakan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim
dan dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.3

Berdasarkan Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit, kelompok Obat high-alert di antaranya:

a) Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Obat LASA adalah obat-obat yang secara visual serupa dalam penampilan fisik
atau kemasan serta nama obat yang memiliki kesamaan ejaan dan/atau
4
fonetik serupa.

1
Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Bab II.
2
The Joint Commission. 2013. Comprehensive Accreditation Manual for Hospitals.
3
WHO. 1972. International Drug Monitoring: The Role of National Centres. Technical Report Series
WHO: no 498.
4
Pharmaceutical Services Division, Ministry of Health Malaysia. 2012. Guide on Handling Look Alike,
Sound Alike Medications
Obat LASA dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1) Obat dengan rupa mirip (Look alike)

Obat yang bentuk sediaan sama namun berbeda dosis. Contoh:


Captropil 25 mg tablet dan Captropil 12,5 mg tablet

Obat yang berbeda namun kemasan/penampilan luarnya sama. Contoh:


Vometa tablet dan Rhinofed tablet

2) Obat dengan pengucapan nama mirip (Sound alike)

TIPE A, obat yang sama namun bentuk sediaan berbeda. Contoh:


Levofloxacin 500 mg tablet dan Levofloxacin infus.

TIPE B, obat yang berbeda namun pengucapan nama mirip. Contoh:


Vometa tablet dan Vomitas tablet
b) Elektrolit konsentrasi tinggi

Misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium
klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat.

c) Obat-Obat sitostatika.

Sitostatika yaitu golongan obat yang mempunyai khasiat dapat membunuh sel
-sel jaringan hidup yang sekarang sangat terkenal dan digunakan untuk
mengobati penyakit kanker.5

Menurut High Alert Medications Policy University of Toledo, kelompok obat yang
termasuk high-alert medications antara lain:
a) Opiat
b) Larutan elektrolit konsentrat (garam potassium klorida dan fosfat, garam
hipertonik, magnesium sulfat, dan garam kalsium)

c) Agen kemotrapi

d) Antikoagulan

e) Insulin

f) Total Parenteral Nutrition (TPN)

g) Obat LASA (Look Alike and Sound Alike)

B. PENYEBAB DAN TUJUAN

1. Penyebab Penggolongan Obat HA/LASA

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mencegah


terjadinya bahaya atau cedera pada pasien selama proses pengobatan.
Kejadian medication error merupakan salah satu ukuran pencapaian
keselamatan pasien. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien
akibat kesalahan pemakaian obat selama perawatan, yang sebenarnya dapat
dicegah. Hasil dari berbagai studi membuktikan bahwa medication error terjadi
di berbagai tahap penggunaan obat, dari proses penggunaan obat mulai dari

5
Widjajanti, V. Nuraini. 1991. Obat-obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 19
peresepan (1,5%-15%), dispensing oleh farmasi (2,1%-11%), pemberian obat
6
kepada pasien (5%-19%), dan ketika pasien menggunakan obat. Melihat
besarnya presentase kesalahan pada fase dispensing obat, diperlukan suatu
strategi untuk menekan angka tersebut, salah satu caranya adalah label HA dan
LASA. Adapun penyebab lainnya sebagai berikut.

a) Tulisan tangan dokter yang sulit terbaca, sehingga menimbulkan potensi


kesalahan pembacaan

b) Kurangnya pengetahuan apoteker terhadap nama obat

c) Tersedia banyak produk obat baru yang dipasarkan sehingga dapat


memungkinkan pelabelan dan kemasan beberapa obat terlihat mirip

d) Dosis, sediaan, dan frekuensi administrasi yang mirip

e) Penggunaan klinis yang mirip

2. Tujuan Penggolongan Obat HA/LASA

Untuk mengurangi kebingungan tersebut, digunakan penggolongan obat HA


dan LASA yang memiliki tujuan sebagai berikut:

a) Mengurangi kebingungan apoteker dalam menghadapi obat dengan rupa


dan ucapan mirip

b) Mengurangi risiko terjadinya medication error berkaitan dengan dispensing


obat

c) Menjamin kemanan penggunaan obat oleh pasien agar menghasilkan


outcomes yang diharapkan

d) Meningkatkan keselamatan pasien

e) Meningkatkan mutu pelayanan apotek/rumah sakit

C. KETENTUAN PENANGANAN OBAT HA DAN LASA

1. Pengadaan

6
Tajuddin, Rusmi Sari, dkk. Faktor Penyebab Medication Errors di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 15 Desember 2012, hal. 182-187
a) Meminimalisir ketersediaan obat dengan dosis yang beragam

b) Apabila memungkinkan, menghindari pengadaan obat dengan kemasan dan


tampilan yang mirip.

2. Penyimpanan

a) Menggunakan Tall Man lettering untuk memperjelas perbedaan pada obat


dengan pengucapan nama yang serupa. Tall Man lettering adalah teknik
menulis nama obat dengan huruf capital untuk membedakan obat LASA. The
Institute for Safe Medication Practices (ISMP), US Food and Drug
Administration (FDA), The Joint Commission dan organisasi serupa lainnya
telah mempromosikan penggunaan Tall Man lettering sebagai salah satu
cara untuk mengurangi kebingungan akibat nama obat yang serupa.

b) Menggunakan label peringatan untuk obat high alert khusunya obat dengan
tampilan yang serupa (LASA). Label dibuat dengan bentuk, warna, dan tulisan
yang mencolok sehingga memudahkan untuk dilihat secara cepat.
c) Meletakkan obat LASA terpisah dari pasangan LASA-nya. Apabila
memungkinkan, menghindari peletakkan produk pada tempat yang
berdekatan satu sama lain.

3. Cara Menghindari Medication Error

Dalam menghindari medication error yang berkaitan dengan obat HA


khususnya LASA, ada dua unsur yang berperan penting, yaitu apoteker dan
produsen.

Peran apoteker:

a) Nama dan informasi penting obat harus dieja dan dilakukan berulang-
ulang (double-check) untuk meyakinkan bahwa yang diambil adalah obat
yang benar

b) Tentukan tujuan penggunaan obat sebelum diberikan kepada pasien.


Banyak produk dengan tampilan dan pengucapan nama yang serupa
namun berbeda tujuan penggunaannya
c) Meletakkan obat LASA pada tempat yang berbeda dan tidak berdekatan

d) Menambahkan label peringatan HA/LASA agar dapat berhati-hati

e) Menghindari penerimaan resep secara lisan atau telepon. Apabila


terpaksa, pastikan untuk mengeja nama obat dan dosisnya.

Peran produsen:

a) Meningkatkan keterbacaan label dan kemasan obat.

b) Mengurangi kekacauan pada kemasan

c) Menggunakan warna dengan pola background atau border yang memiliki


ciri khas

d) Menyediakan label dua sisi

e) Memastikan kontrasnya nama obat, dosis dan informasi rute pemakaian


pada kemasan

f) Menggunakan tipe tulisan dengan ukuran besar dan kecil untuk


mempermudah pembedaan nama obat

D. CONTOH OBAT GOLONGAN HA DAN LASA

Berdasarkan daftar obat-obatan yang disebutkan pada Pemicu 2, ada


beberapa obat yang digolongkan sebagai obat LASA:

1. Glimepiride 1 mg tablet dan Glimepiride 2 mg tablet


Kedua obat di atas merupakan jenis obat yang sama, tetapi berbeda
pada dosis. Apabila dilihat secara sekilas, baik kemasan primer maupun
sekunder dari kedua obat tersebut mirip. Perbedaannya hanya pada warna
garis dan tulisan “Tablet 1 mg/Tablet 2 mg”. Hal ini sangat perlu
diperhatikan oleh para apoteker, karena bisa saja mengambil obat dengan
dosis yang salah. Apalagi Glimepiride merupakan obat keras untuk
penderita diabetes yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah.
Apabila terjadi salah dosis (underdose atau overdose), maka akan
langsung berdampak pada kondisi kesehatan pasien.

Perlu diketahui, selain tersedia dalam dosis 1 mg dan 2 mg,


Glimepiride juga ada yang memiliki dosis 3 mg dan 4 mg. Apabila dalam
suatu apotek terdapat Glimepiride dengan empat dosis yang berbeda,
maka dalam pengambilan obatnya harus sangat berhati-hati dan dilakukan
double check untuk mengurangi error.

2. Fentanyl injeksi
Fentanyl merupakan golongan obat high-alert karena termasuk ke
dalam senyawa opioid (narkotika golongan II). Sedikit saja kesalahan
dalam pemakaian obat ini akan berakibat fatal bagi kondisi kesehatan
seseorang.

3. Cefspan 100 mg kapsul dan Cefspan 200 mg kapsul

Kedua obat di atas merupakan jenis obat yang sama, tetapi berbeda
pada dosis. Apabila dilihat secara sekilas, baik kemasan primer maupun
sekunder dari kedua obat tersebut mirip. Perbedaannya hanya pada warna
kotak dan tulisan “100/200”. Hal ini sangat perlu diperhatikan oleh para
apoteker, karena bisa saja mengambil obat dengan dosis yang salah.
Apalagi Cefspan merupakan obat keras golongan antibiotika sebagai
pembunuh bakteri. Apabila terjadi salah dosis (underdose atau overdose),
maka akan langsung berdampak pada kondisi kesehatan pasien.

4. Codein 20 mg tablet

Codein 20 mg tablet termasuk ke dalam obat high-alert karena


merupakan narkotika golongan III yang sangat berbahaya apabila terjadi
kesalahan pemakaian dan dosis.

5. Clobazam 10 mg tablet
Clobazam 10 mg tablet termasuk ke dalam obat high-alert karena
merupakan psikotropika yang berbahaya apabila terjadi kesalahan pemakaian
dan dosis, serta dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.

6. Cataflam 50 mg tablet dan Cataflam D 50 mg tablet

Kedua obat di atas merupakan jenis obat yang kelas terapinya sama
yaitu anti inflamasi golongan nonsteroidal (Nonsteroidal Anti-Inflamatory
Drug/NSAID). Cataflam 50 mg merupakan kalium diklofenak, sediaannya
berupa tablet biasa, sedangkan Cataflam D 50 mg sediaannya berupa
tablet dispersible dan mengandung 46,5 mg diklofenak asam bebas yang
setara dengan 50 mg kalium diklofenak. Karena berupa tablet dispersible,
maka diminum dengan cara dilarutkan terlebih dahulu. Larutannya akan
cepat terserap sehingga lebih cepat menghilangkan nyeri dibandingkan
obat lain yang sejenis.7

Apabila dilihat secara sekilas, baik kemasan primer maupun


sekunder dari kedua obat tersebut sangat mirip. Perbedaannya hanya pada
warna tulisan “D50 mg” pada Cataflam D. Hal ini sangat perlu diperhatikan
oleh para apoteker, karena bisa saja mengambil obat yang salah. Cataflam
50 mg tidak boleh digunakan oleh anak-anak, sedangkan Cataflam D 50
masih diperbolehkan. Sehingga apabila terjadi salah pengambilan, maka
akan berdampak pada kondisi kesehatan pasien.

7. Braxidin tablet

Braxidin 10 mg tablet menurut BPOM merupakan obat keras. Namun,


salah satu kandungan dari Braxidin yaitu Chlordiazepoxide merupakan
senyawa aktif golongan psikotropika. Maka, kami menyimpulkan bahwa
obat ini termasuk ke dalam obat high-alert karena merupakan psikotropika
yang berbahaya apabila terjadi kesalahan pemakaian dan dosis, serta dapat
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

7
Barber, Paul, and Deborah Robertson. 2009. Essentials of Pharmacology for Nurses 2nd Edition. New
York: The McGraw Hills. Page 42.
DAFTAR PUSTAKA

The Joint Commission. 2013. Comprehensive Accreditation Manual for Hospitals.


WHO. 1972. International Drug Monitoring: The Role of National Centres. Technical
Report Series WHO: no 498.

Pharmaceutical Services Division, Ministry of Health Malaysia. 2012. Guide on


Handling Look Alike, Sound Alike Medications

Barber, Paul, and Deborah Robertson. 2009. Essentials of Pharmacology for Nurses
2nd Edition. New York: The McGraw Hills. Page 42.

Smith, Karen E, and Sharon Murphy Enright. 2005. Chapter 102: Providing a
Framework for Ensuring Medication Use Safety in Remington: The Science and
Practice of. Pharmacy 21st Edition, Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Widjajanti, V. Nuraini. 1991. Obat-obatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 19

Tajuddin, Rusmi Sari, dkk. Faktor Penyebab Medication Errors di Instalasi Gawat
Darurat. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 15 Desember 2012, hal. 182-
187

Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Bab II.

Hospital Administration University of Toledo. 2017. High Alert Medications Policy.


Toledo, Spain.

Anda mungkin juga menyukai