Anda di halaman 1dari 4

KB 1

Pendekatan PKN sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD


Dalam latar kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah berlangsung
dalam kehidupan masyarakat dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk
tradisi. Tradisi ini dapat dilihat dari petatah-petitih adat, tradisi lisan turun-
menurun seperti dongeng, nasihat, symbol-simbol, kesenian daerah seperti
“kakawihan” di latar pasundan dan “berbalas pantun” di tatar melayu.

Salah satu unsur kebudayaan (Kuncaraningrat: 1978) kesenian pada dasarnya


merupakan produk kebudayaan masyarakat yang melukiskan penghayatan tentag
nilai yang berkembang dalam lingkungan masyarakat pada masing-masing
jamanya. Berkaitan dengan nilai-nilai salam masyarakat, proses “indiginasi”, yakni
pemanfaatan kebudayaan daerah untuk pembelajaran mata pelajaran lain dengan
tujuan untuk mendekatkan pelajaran itu dengan lingkungan sekita siswa menjadi
sangat penting.

Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokultural yang jelas dan


mendesak bagi kelangsungan kehidupan yang berkeadaban karena pada dasarnya
pewarisan nilai antar generasi dan dalam suatu generasi merupakan wahana
sosiopsikologis dan selalu menjadi tugas dari proses peradaban.

Peranan sekolah sebagai wahana psikopedagogis dan sosiopedagogis yang


berfungsi sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pda saat dimana hanya
sebagian kecil anak yang mendpat pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan
lembaga keagamaan semakin kecil.

Dalam konteks pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan


kewarganegaraan, yang merupakan mata pelajaran yang sarat dengan nilai sosial,
pendidikan nilai mencakup substansi dan proses pengembangan nilai patriotisme,
seperti cinta tanah air, hormat pada para pahlawan yang sengaja dikemas untuk
melahirkan individu sebagai warganegara yang cerdas dan baik, rela berkorban
untuk bangsa dan Negara.
Prinsip pendidikan ditegaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak


diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan
system terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan da pengendalian
mutu layanan pendidikan (pasal 4)

Proses pendidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan nilai dan sikap
di dunia barat dikenal dengan “ value education, affective education, moral
education, character education”. Di Indonesia, wacana pendidikan nilai tersebut
secara kurikuler terintergrasi antara lain dalam pendidikan agama, pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan, pendidikan bahasa dan seni.

Dalam konteks kehidupan masyarakat, kita meihat betapa masih besarnya


kesenjangan antara konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam sumber-sumber
normative kontitusional dengan fenomena sosial, kultural, politik, ideologis dan
religiositas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara RI sampai
dengan saat ini. Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat
adalah pertanyaan moral. Hal ini menunjukkan bahwa secara sosiokultural terdapat
dukungan yang mendasar dan luas bagi terselenggaranya pendidikan nilai di
sekolah.

Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai suatu
keniscayan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta
bermasyarakatan global.
Pendidikan nilai secara subtantif melekat dalam semua dimensi tujuan tersebut
yang memusatkan perhatian pada nilai aqidah keagamaan, nilai sosial
keberagamaan, nilai kesehtan jasmani dan rohani, nilai keilmuan, nilai
kemandirian, dan nilai demokratis yang bertanggung jawab. Muatan pendidikan
kewarganegaraan, secara subtantif dan pedagogis mempunyai misi
mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan rasa cinta tanah air.

Pendidikan kewarganegaraan berisikan nilai yang menyangkut sikap, keyakinan,


dan perilaku dalam hubungan manusia dengan negaranya, masyarakatnya, dan
bangsanya. Oleh karena itu pendidikan nilai di Indonesia bersifat tidak sekuler
karena tidak melepaskan pendidikan nilai moral di Indonesia mencakup nilai moral
keagamaan dan nilai moral sosial dan nilai sosiostetika.

Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang Theistis atau


demokrasi yang berketuhanan yang maha esa. Oleh karena itu pendidikan nilai
bagi Indonesia seyogianya berpijak pada nilai-nilai keagamaan, nilai-niai
demokrasi yang berketuhanan yang maha esa, dan nilai sosial-kultural yang ber
Bhineka Tunggal ika. Dalam konteks itu maka teori perkembangan moral dari
piaget dan Kohlberg yang dapat diadaptasikan adalah terhadap nilai moral sosial-
kultural selain nilai yang berkenaan dengan keyakinan atau aqidah keagamaan
yang tidak selamanya dapat atau boleh dirasionalkan.

Konsepsi pendidikan nilai moral piaget yang menitik beratkan pada


pengembangan kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah
moral dalam kehidupan dapat diadaptasikan dalam pendidikan nilai di Indonesia
dalam konteks “demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosial-kultural
masyarakat Indonesia yang ber Bhineka tunggal ika termasuk dalam keyakinan
agama.

Konsepsi pendidikan nilai moral Kohlberg yang menitik beratkan pada menalaran
moral melalu pendekatan klarifikasi nilai yang memberi kebebasan kepada
individu peserta didik untuk memilih posisi moral, dapat digunakan dalam konteks
“pembahasan nilai selain nilai aqidah sesuai dengan keyakinan agama masing-
masing.sedangkan teori tingkatan dan tahapan perkembangan moral Kohlberg
secara konseptual dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan
paradigma penelitian perkembangn moral bagi orang Indonesia.

Kerangka konseptual komponen Good charater dari Lickona yang membagi


karakter menjadi wawasan moral, perasaan moral, dan perilaku moral dapat
dipakai untuk mengklarifikasi nilai moral dalam pendidikan nilai di Indonesia
dengan menambahkan ke dalam masing-masing dimensi itu aspek nilai yang
berkenaan dengan konteks kegamaan seperti wawasan ketuhanan yang maha esa
dalam dimensi wawasan moral, perasaan mengabdi kepada tuhan yang maha esa
dalam dimensi perasaan moral, dan perilaku moral, dan perilaku moral
kekhalifahan dalam dimensi perilaku moral.

Kesemuaan teori pendidikan nilai Barat antara lain teori piaget, Kohlberg, dan
lickona dapat digunakan sebagai sumber akademis dalam membangun desain
pendidikan nilai di Indonesia dengan cara mengambil secara adptif sesuai engan
konteks sosial-kultural dan sosial-religius masyarakat Indonesia.

Proses pendidikan tidak bisa dilepaskan dari proses kebudayaan yang pada
akhirnya akan mengantarkan manusia menjadi insan yang berbudaya dan
berkeadaban.

Anda mungkin juga menyukai