Anda di halaman 1dari 12

DUNIA MAYA DAN PARADIGMA GEOGRAFI;

Sebuah Tinjauan Dimensi Spatio-Temporal dan Dimensi Non-Metric Melalui


Pemodelan Cyberspace Geosocial Model dan Cyberspace Geospatial Model
Oleh:

Jalaluddin Rumi Prasad Ahmad Hidayat Samad


(Ikatan Geografiwan Universitas Gadjah Mada) (Program Pascasarjana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada)
e-mail: jalaluddin.rumi.p@mail.ugm.ac.id e-mail: ahmadhidayatsamad@gmail.com

ABSTRAK

Mekanika klasik non-relativistik memandang realitas spasial berdasarkan wujud tiga dimensi geometri. Einstein
pada teori relativitasnya mengajukan waktu sebagai dimensi keempat yang kemudian dikenal dengan istilah ruang
dan waktu (spatio-temporal). Melalui postmodernitas, dua perspektif baru mengenai dimensi ditambahkan yaitu
kognitif dan sosiokultural sebagai dimensi ke enam. Rekonsiliasi terhadap ketiganya (mekanika klasik, relativitas
Einstein, dan postmodernisme), bagi geografi membagi ke enam konsep dimensi tersebut kepada dua konsepsi yaitu
dimensi spatio-temporal dan dimensi non-metric. Perkembangan globalisasi dunia maya terhadap diskursus geografi
saat ini, belum dapat memasukkan dunia maya sebagai sebuah konsepsi terhadap dimensi baru. Penulis
mengemukakan bahwa eksistensi dari ketiga domain utama pembentuk dunia maya masih terikat pada dimensi
spatio-temporal (physical domain) dan dimensi non-metric (cognitive domain dan virtual domain) terhadap realitas
spasial. Pada paper ini menghadirkan dua metode pemodelan yang menggunakan paradigma geografi sebagai
penguat argumentasi, yaitu ‘cyberspace geosocial model’ dan ‘cyberspace geospatial model’ untuk menangkap
eksistensi virtual sebagai wujud sintetis pada dimensi dunia nyata (real world). Pemaparan paper ini dilakukan
berdasarkan hasil kajian literasi dan persepsi penulis dengan pendekatan filosofis dan historis menggunakan metode
analisis deskriptif.

Keyword: Geografi, Dunia maya, Spatio-temporal, Non-metric, Pemodelan, Geospatial, Geosocial

Catatan:

Paper ini masih dalam proses pengajuan untuk diterbitkan pada jurnal ilmiah sehingga belum di rekomendasikan untuk di kutip dan disitasi.

DOI: 10.13140/RG.2.2.21908.81287
Korespondensi:
Sosial network: https://www.researchgate.net/profile/Jalaluddin_Prasad
e-mail: jalaluddin.rumi.p@mail.ugm.ac.id
Wa.: +6285298856547

1
I. PENDAHULUAN

Geografi sebagai ilmu dapat ditemukan melalui konsep-konsep maupun teori-teori yang
menjelaskan mengenai segala hal yang memiliki keterhubungan antar manusia terhadap bumi maupun
gejala kehidupan diantaranya. Segala sesuatu yang terjadi pada hubungan tersebut hanya dapat menjadi
kajian geografi jika memiliki orientasi keruangan (spatial oriented). Hubungan yang terjadi pada orientasi
keruangan dapat ditemukan melalui bentuk interaksi, interelasi, juga interdependensi.

Menjelng akhir abad ke-20 hingga memasuki abad ke 21, dunia telah berada pada era globalisasi
cyberspace (dunia maya) dan memunculkan fenomena ‘masyarakat informasi’ yang membentuk
berbagai budaya baru dan menggeser berbagai tatanan sosial. Masyarakat informasi menggambarkan
sebuah fenomena integrasi sosial secara global melalui dimensi virtual (cyber) akibat keterhubungan
jaringan teknologi telematika dalam bentuk teknologi informasi dan komunikasi, misalnya jaringan
internet.

Jika pada makalah sebelumnya kami mengangkat topik kedaulatan siber NKRI berdasarkan pada
paradigma geografi1, lalu paper berikutnya mengenai dampak dari perkembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) terhadap geografi2, melalui paper ini kami fokus pada rumusan masalah mengenai
bagaimanakah pemodelan yang menggunakan paradigma geografi untuk menangkap bentuk sintetis
dari domain virtual di dunia maya sebagai realita pada dunia nyata. Tujuan yang kami harapkan adalah,
dengan memahami metode pemodelan tersebut maka berbagai pola artifisial pada dunia maya dapat
dikenali untuk difahami sebagai sebuah eksistensi dari dunia nyata.

Untuk dapat sampai pada target pencapaian tulisan ini maka menurut hemat kami, diperlukan
pemahaman mengenai paradigma geografi yang hadir dari dimensi ruang dan waktu (spatio-temporal)
dan dimensi nonmetrik. Pemahaman mengenai paradigma geografi tersebut dapat memberikan
kemudahan mengenai substansi dari realitas dunia maya sebagai sebuah media komunikasi masyarakat
informasi secara global melalui bentuk virtualnya.

II. PEMBAHASAN

Untuk melihat berbagai fenomena geografis haruslah didasarkan pada suatu pandangan keruangan
atau spatial oriented (Abdul Hallaf, 2013), sehingga tulisan ini berusaha untuk mengkonstruksi
pengetahuan dalam konteks pendekatan keruangan yang didalamnya terkandung konsep spatial system
pada masyarakat informasi di dunia maya.

Terdapat empat komponen inti geografi: ruang (space), tempat (place), lingkungan (environment)
dan peta (maps) (Mathews & Herbert, 2004). Meskipun peta sebagai bagian dari komponen inti bagi

1
Makalah berjudul “Geografi dan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Merespon Tantangan di Era Globalisasi Cyberspace”.
2017. Oleh, Ahmad Hidayat Samad dan Jalaluddin Rumi Prasad. [penerbitan jurnal on progress].
2
Paper berjudul "Geografi di Era Cyberspace". 2017. Oleh: Jalaluddin Rumi Prasad dan Ahmad Hidayat Samad. [penerbitan jurnal on progress].

2
geografi, namun pada ilmu geografi menurut Sutikno peta lebih merupakan sebagai model
representatif, teknik dan metodologi, daripada sebagai suatu teori3 (Sutikno, 2008).

Berdasar pada pandangan para ahli geografi tersebut, sehingga untuk menemukan fenomena
geografi terhadap eksistensi dunia maya dari masyarakat informasi sebagai sebuah sistem sosial dapat
dimulai dari menerjemahkannya kedalam bentuk model spasial dan geospasial kedalam media peta.
Pemodelan spasial dan geospasial hanya dapat dilakukan jika memiliki kerangka mengenai konsepsi
terminologi terhadap dimensi yang utuh. Konsepsi tentang dimensi ruang dan waktu atau spatio-
temporal4 sering mendasari setiap aplikasi dari Sistem Informasi Geografi (SIG) (Couclelis, 1999).
Menurut Woroboys (1995) dalam Couclelis (1999) menjelaskan bahwa dari sekian bayak jenis ruang
yang terdapat pada matematika, hanya sedikit yang tampak alami untuk diterapkan pada skala entitas
geografis dan fenomenanya untuk dikaji menggunakan SIG.

Newton dan pengikutnya menetapkan penekanan pada tradisi intelektual modern yang ditandai
dengan pencarian pengetahuan secara objektif dan terlepas dari pengamatan manapun. Dengan
turunnya tradisi intelektual tersebut, pada paruh kedua abad ke-20 dan kemunculan postmodernitas,
dua perspektif baru tentang konsep ruang dan waktu di tambah menjadi empat konsepsi yaitu kognitif
dan sosiokultural. Keduanya didasarkan pada premis bahwa tidak ada realitas objektif tunggal yang
sama untuk semua, namun ada kenyataan yang berbeda untuk pemikiran yang berbeda atau untuk
identitas sosiokultural yang berbeda (Couclelis, 1999).

a. Dimensi metrik dan non-metrik geografi

Dimensi Spasial; ruang dan waktu


Interpretasi intuitif dalam dunia geografi berdasar pada ruang metrik yang terdiri dari berbagai
elemen yang berhubungan dengan titik, garis, area, dan volume. Memasuki dimensi spasial akan
mudah kita fahami dengan pendekatan geometri. Secara umum dinamika yang terdapat pada
dimensi spasial dapat kita gambarkan sebagai model heuristik berdasarkan pada konsep geometri
‘euclidean’ dan model minkowski pada konsep geometri ‘taxicab’.

Geometri euclidean digambarkan dengan formulasi berikut (Couclelis, 1999):

2 2
𝑑𝑖𝑗 = √[(𝑥𝑖 − 𝑥𝑗 ) + (𝑦𝑖 − 𝑦𝑗 ) ]

Sedangkan geometri ‘taxicab’ digambarkan dengan formulasi berikut (Couclelis, 1999):

𝑑𝑖𝑗 = | 𝑥𝑖 − 𝑥𝑗 | + | 𝑦𝑖 − 𝑦𝑗 |

Notasi d adalah jarak diantara dua titik i yang terletak di (xi,yi) dan titik j yang terletak di (xj,yj).
3
Saat ini, geografi sebagai sebuah interdisipliner ilmu meletakkan peta kepada disiplin ilmu teknik geografi. Pemahaman tentang teori peta dan
pemetaan bagi geografi dapat menghindari distorsi ataupun kekeliruan dalam kewajibannya menerjemahkan fenomena keruangan dengan
tingkat keakuratan yang tinggi. Peta sebagai gambaran konvensional dari permukaan bumi yang dilengkapi dengan simbol dan notasi tertentu
sebagai media untuk menerjemahkan fenomena geografi tahapan metode pembacaan, analisis, hingga interpretasi hasil analisis.
4
Ruang secara geometri pada pendekatan geografi diistilahkan dengan spasial (spatial) sedangkan waktu (time) adalah arah (direction) yang
menunjukkan jarak tempuh dan yang memiliki orientasi arah secara temporal, sehingga mengistilahkan dimensi ruang dan waktu dalam
perspektif geografi cenderung untuk menggunakan istilah spatio-temporal.

3
Jika kita amati kedua model tersebut, maka kita dapat menemukan perbedaan mendasar
diantara keduanya. Pada euclid, pengukuran terhadap jarak dari dua titik dilakukan dengan mencari
akar kuadrat terhadap selisih dari kuadrat axis yang ditambah dengan selisih kuadrat ordinat
sedangkan pada taxicab jarak antara dua titik diukur dengan menjumlahkan nilai mutlak pada axis
dan ordinat.

Menggunakan perspektif euclidean, dunia diterjemahkan memiliki tiga dimensi ruang ditambah
dengan waktu yang memiliki peran sebagai dimensi ke-empat. Menghadirkan pembahasan
kombinasi antara dimensi spasial dan dimensi waktu sebagai satu manifold pada paper ini guna
menghindari pemahaman mengenai konsep dalam mekanika klasik non-relativistik. Berbicara pada
konteks teori relativitasi umum einstein, dimana waktu tidak bisa dipisahkan dari konsep spasial
yang berbentuk tiga dimensi karena disini kami bersepakat jika fenomena geografi terkait waktu
memiliki laju yang berbeda disetiap kerangka acuan5, meskipun kami berusaha menghindari
pembahasan meluas kearah dilatasi waktu pada teori relativitas khusus.

Menerjemahkan dimensi kedalam ranah fisik memang tetap membutuhkan kajian secara
filosofis dan imajiner untuk menggambarkan realitas. Konsep garis imajiner berupa sistem koordinat
telah mampu memberikan pemahaman kepada kita secara matematis mengenai ruang – waktu
sebagai sebuah manifold yang terdiri dari berbagai kejadian (event). Pada dimensi ruang, kita dapat
membentuk sebuah garis yang melintang sebagai longitude (sumbu x) dan garis yang membujur
sebagai latitude (sumbu y) sebagai sebuah sistem koordinat dasar untuk mendefinisikan letak
sebuah titik pada suatu dimensi spasial berbentuk dua dimensi.

Pada eksistensi spasial di bumi tidak hanya terdiri pada definisi letak namun juga relativitas jarak
vertikal dari sistem koordinat yang horizontal sebagai sumbu z sekaligus menjadi kerangka awal
untuk menerjemahkan sebuah eksistensi volume pembentuk dimensi ruang. Jaring-jaring imajiner
lintang (x), bujur (y), dan vertikal (z) membentuk wujud tiga dimensi berfungsi untuk memberikan
deskripsi “dimana (where)”, untuk menyatakan posisi dan atau lokasi. Pergerakan melebar secara
independen terhadap relativitas posisi atau ruang kemudian menghadirkan satu dimensi baru yaitu
waktu (t). Waktu berfungsi untuk memberikan deskripsi event terkait pertanyaan “kapan (when)”.
Integrasi ruang (3 dimensi) ditambah waktu (1 dimensi) dapat menjelaskan landasan awal
pemodelan geospasial (x,y,z, dan t).

Dimensi Non-metrik

Perlu juga difahami bahwa bahwa dunia seperti yang keseluruhan digambarkan oleh
matematika dan fisika bukanlah satu-satunya dimensi di dunia ini, dan bahwa sebenarnya dunia
yang digambarkan mungkin hanya memiliki sedikit relevansi dengan pemikiran dan aktivitas orang
lain (Couclelis, 1999). Pengetahuan dan interaksi sosial hingga evolusi budaya juga memiliki esensi
pada berbagai fenomena keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah, sehingga menerjemahkan
kompleksitas fenomena geografi pada berbagai dimensi metrik kuantitatif ini juga menggunakan
persepsi non-metrik.

5
Kerangka acuan sebagai perspektif titik pengamatan terhadap suatu sistem atau kejadian.

4
Menginterpretasi fenomena atau gejala tidak kesemuanya dapat diamati dan diukur dengan
pendekatan kuantitatif pada skala interval dan berbagai rasio berupa varibel metrik. Eksistensi suatu
subjek maupun objek yang bersifat kualitatif juga memiliki pengaruh nyata membentuk gejala
sebagai fenomena geografis. Jika kita memandang segala fenomena keruangan hanya dengan
paradigma metrik semata, maka mustahil bagi geografi untuk menuntaskan berbagai pertanyaan
mengenai 5w 1h (why, what, when, where, who, dan how) secara tuntas terhadap setiap gejala yang
menjadi fenomena geografi. Dimensi non-metrik yang dimaksud sebagai realitas dari gejala yang
juga menjadi fenomena geografis lainnya, misalnya dimensi kognitif dan dimensi sosiokultural.

Kognitif dapat digambarkan sebagai kegiatan organisme untuk mengetahui, memperoleh,


mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan. Sedangkan sosio-kultural berkaitan dengan
cara hidup bagi individu-individu dalam menjalankan kehidupan yang berinteraksi membentuk
tatanan sosial di ruang bumi.

Terhadap prinsip pengamatan geografi yang mengharuskan memiliki orientasi keruangan,


seperti pada dimensi waktu terhadap ruang, maka pada fenomena geografis pada dimensi non-
metrik dapat dipandang sebagai gejala sosiokultural maupun kognitif organisme terhadap ruang
/geospasial juga temporalnya. Sehingga konsepsi mengenai dimensi dapat kita bagi secara dua
wilayah yaitu dimensi ruang dan waktu dan dimensi non-metrik yang terdiri dari kognitif, dan
sosiokultural.

b. Dimensi Dunia Maya (Cyberspace)

Wujud dari dimensi dunia maya berbeda terhadap pembahasan dimensi sebelumnya, yaitu
dimensi6 yang diterjemahkan sebagai ukuran (panjang, lebar, tinggi, dan luas) dan non-metrik. Dunia
maya hadir ketika persepsi manusia bertemu dengan jaringan data digital. Jika dimensi sebelumnya
di kenal sebagai konsepsi mengenai dunia nyata (real world) maka dunia maya adalah simulasi atau
bentuk virtual (maya) dari dunia nyata. Hadir dalam wujud simbol dan tanda dari terjemahan
berbagai kode (source) mesin yang bekerja melalui integrasi teknologi perangkat lunak/software,
perangkat keras/hardware, dan perangkat jaringan yang saling terhubung.

SIG juga berbentuk virtual geospasial beserta produk keluarannya juga berupa sintetis terhadap
dunia nyata mengenai fenomena geografi. Dalam dunia maya, SIG yang saling terhubung melalui
jaringan seperti internet hadir dalam wujud WebGIS atau WebMapping dan berbagai bentuk produk
lainnya. Eksistensi SIG dalam dunia maya mendasari persepsi lahirnya koordinat geografis secara
virtual pada geosocial networking maupun Internet of Think (IoT).

Dimensi dunia maya berwujud virtual terhadap perspektif dimensi spatio-temporal sejatinya
tidak memiliki bentuk geometris sebagai sebuah dimensi, peran informasi geografis kemudian
memberikan terjemahan posisi absolut sebagai koordinat sintetis di dunia maya, sehingga manusia
dan perangkat yang terhubung melalui sensor dapat menerjemahkan posisi realnya terhadap posisi
aktual di bumi.

6
https://kbbi.web.id/dimensi diakses pada 25/8/2017 [10:07 PM].

5
Integrasi dunia maya terhadap dunia nyata (real world) dapat ditemukan pada infrastruktur
jaringan juga terhadap interaksi manusia yang tersebar di bumi yang memanfaatkan infrastruktur
tersebut untuk berinteraksi pada dunia maya. Pada ‘dimensi kehidupan’ di dunia maya manusia
berinteraksi melalui model artifisial (artificial model) dalam bentuk virtual dan membentuk sistem
sosial-budaya sebagai masyarakat informasi. Manusia membentuk jaringan sosial melalui dunia
maya dilakukan dalam bentuk geosocial Networking. Manusia terhadap referensi letak koordinat
geografisnya di dunia nyata diterjemahkan di geosocial networking menjadi koordinat virtual
dengan menggunakan berbagai mekanisme, seperti geocoding, geotagging, dan geolocation.

Mengenai pembahasan dimensi dunia maya sebagai sebuah domain virtual yang membentuk
jaringan informasi dan komunikasi bagi manusia terhadap dimensi realitas dapat kita kenali melalui
keterikatannya pada konsepsi dimensi non metrik (kognitif dan sosiokultur). Sedangkan infrastruktur
fisik dan dan manusia sebagai aktor yang terhubung dapat kita kenali dalam keterikatannya
terhadap konsepsi dimensi spatio-temporal.

Infrastruktur Jaringan

Istilah ‘dunia maya’ terkadang digunakan sebagai sinonim untuk ‘internet’. Namun, kedua istilah
tersebut merupakan sesuatu yang berbeda. Internet adalah infrastruktur teknologi, terdiri dari
perangkat material, sedangkan dunia maya adalah ruang immaterial yang dihasilkan oleh
infrastruktur tersebut (Mezzapelle & Zarrilli, 2016). Komunikasi data melalui Internet dapat
menggunakan berbagai jenis media komunikasi: Kabel telepon, kabel serat optik, satelit, gelombang
mikro dan jalur nirkabel, bahkan menggunakan Jaringan listrik. Teknologi yang digunakan untuk
memanfaatkan jaringan listrik disebut powerline communication (Kurbalija, 2010).

Jadi dapat dikatakan bahwa keberadaan dunia maya membutuhkan infrastruktur teknologi yang
bersifat fisik pada dunia nyata. Dunia maya sebagai sesuatu yang menghubungkan antara fisik dan
dunia maya; disatu sisi, adalah komposisi infrastruktur internet, serat dan jaringan satelit, dan di sisi
lain, elemen teknologi komunikasi data, yang semuanya tertanam dalam ruang nyata seperti di
bawah laut, daratan, ruang udara, dan ruang angkasa (Tranos, 2011). Sebelum memasang berbagai
perangkat infrastruktur jaringan agar dapat terkoneksi dengan jaringan internet, sebelumnya
dilakukan berbagai pertimbangan melalui survei daya dukung dan kesesuaian lahan, baik kesesuaian
secara fisik geomorfologi maupun sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya terkait dimana wilayah
penempatan infrastruktur jaringan tersebut akan diletakkan.

Geosocial Networking

Kita sendiri tentu sudah mengenal bahkan mungkin telah memiliki akun pada media jejaring
sosial (social network). Konsep dan fenomena dari media sosial tidak hanya kompleks, tapi juga
multi dimensi7. Hal ini muncul dengan cepat sebagai instrumen yang kuat dan tak tertandingi untuk
berbagi informasi, membentuk opini, menghubungkan orang-orang diantara berbagai budaya, dan
memungkinkan partisipasi dan komunitas diantara masyarakat (Banday, 2015). Berbagai media siber

7
Pada tingkatan konsepsi non-metrik yaitu kognitif dan sosiokultural.

6
yang digunakan untuk berinteraksi sosial disebut sebagai media sosial (medos). Terjemahan dari
lokasi para pengguna sosmed terhadap koordinat lokasi pada dimensi spasial pengguna di dunia
nyata disebut ‘geosocial networking’ atau jaringan geososial.

Evolusi geososial dapat ditelusuri kembali melalui aplikasi pemrograman antarmuka (application
programming interfaces) pada media sosial oleh perusahaan berbasis internet di awal tahun 2000-
an. EBay sebagai salah satu yang tertua menggunakan aplikasi tersebut dengan mengumumkan API
(Application programming interface)8 sosialnya pada akhir tahun 2000 dan mengizinkan akses gratis
ke lebih dari 21.000 pengembang di akhir tahun 2005.9,10 API utama Amazon diluncurkan pada tahun
2002, yang memungkinkan pengembang mendapatkan informasi konsumen seperti ulasan
produknya ke aplikasi pihak ketiga. 11 Pada bulan April 2002, perusahaan Google, Inc. mulai menguji
API dan saat ini memiliki puluhan aplikasi yang digunakan oleh ribuan aplikasi lainnya. Pengembang
API Facebook dianggap yang pertama menghadirkan secara khusus untuk diterapkan pada jaringan
sosial dan diluncurkan pada tahun 2006. Facebook kemudian membuat “open stream API”, yang
memungkinkan pengembang dari luar mengakses pembaruan status pengguna.12 Pada bulan Juni
2010, Twitter mengintegrasikan API ke dalam aplikasi mereka dan dianggap paling terbuka dari
semua jejaring sosial. Pada tahun 2008, teknologi geolokasi diperluas termasuk deteksi lokasi
melalui menara jaringan seluler, sehingga pada perangkat seperti kamera digital dan kamera ponsel
dapat terintegrasi pada fitur geolokasi menggunakan konektivitas Wi-Fi dan navigasi GPS.

Geocoding, Geotagging, dan Geolocation

Jaringan geososial adalah jenis jejaring sosial (social networking) pada dunia maya berupa
layanan yang memberikan informasi geografis seperti ‘geocoding’ dan ‘geotagging'. Eksistensi dari
penggunaan layanan seperti geocoding dan geotagging di sosmed dapat memberikan gambaran
mengenai realita dinamika sosial. Untuk menampilkan data lokasi dari pengguna medsos
menggunakan aplikasi ‘geolocation’ yang memungkinkan aplikasi medsos secara geografis dapat
saling terhubung dan saling terkoordinasi antar penggunanya juga untuk menemukan lokasi aktifitas
yang sesuai dengan keinginan mereka. Geolokasi pada layanan jejaring medsos menggunakan web
bisa berbasis IP13 atau menggunakan trilaterasi14 dari berbagai hotspot15 sedangkan untuk medsos

8
API adalah singkatan dari Application Programming Interface. Pada pemrograman komputer, API merupakan seperangkat subrutin (urutan
instruksi dari program), protokol, dan alat untuk membangun aplikasi perangkat lunak. Atau secara umum adalah seperangkat metode
komunikasi yang jelas antara berbagai komponen perangkat lunak. API yang baik memudahkan pengembangan program komputer dengan
menyediakan semua struktur kompleksnya, yang kemudian dapat diintegrasikan pada pemrogram.
9
Benn Parr. (21-5-2008). “The Evolution of the Social Media API”. Mashable. http://mashable.com/2009/05/21/social-media-api/. Diakses pada
23/8/2017 [7:52 PM].
10
Rafe Needleman. (16-6-2008). “eBay to make APIs free to developers”. CNET. https://www.cnet.com/news/ebay-opening-up-add-on-
marketplace-apis/. Diakses pada 23/8/2017 [7:59 PM]
11
Tech Industry. "Amazon opens Web services shop". CNET. https://www.cnet.com/news/amazon-opens-web-services-shop/. Diakses pada
23/8/2017 [8:08 PM].
12
Pete Cash. (27-4-2009). “Facebook To Open Your Status Updates to Developers”. Mashable. http://mashable.com/2009/04/26/facebook-
open-updates/. Diakses pada 23/8/2017 [8:04 PM].
13
IP adalah singkatan dari Internet Protocol. IP adress merupakan deretan kode biner berbentuk angka sebagai alamat sebuah komputer pada
jaringan TCP/IP.
14
Trilaterasi [sebuah konsep dalam geometri] adalah proses penentuan titik lokasi absolut atau relatif dengan pengukuran jarak, dikalkulasi
menggunakan geometri lingkaran, bola atau segitiga.
15
Hotspot adalah lokasi fisik dimana orang dapat memperoleh akses internet, biasanya menggunakan teknologi wi-fi, melalui wireless local area
network (wlan) dengan menggunakan router yang terhubung ke penyedia layanan internet atau ISP.

7
yang berbasis mobile, informasi berupa teks lokasi atau tracking ponsel bisa berbasiskan location-
based services (LBS)16.

Jaringan geososial memungkinkan pengguna untuk dapat berinteraksi terhadap aktivitas


disekitar lokasi mereka secara real-time. Layanan web peta (web mapping) dengan data dari
geocoding untuk pencarian lokasi (jalan, bangunan, taman, dll) dapat menggunakan informasi
geotag sebagai penanda lokasi (pertemuan, acara, atau mengulas lokasi). Mengakses informasi
lokasi dapat membuat pengguna menemukan tempat yang sesuai atau kegiatan yang sedang
berlangsung.

Aplikasi geososial yang populer seperti yelp, gowalla, facebook places, google+ dan foursquare
memungkinkan pengguna untuk berbagi lokasi mereka dan juga rekomendasi untuk lokasi tempat
tertentu. Perkembangan aplikasi berikutnya telah mengikuti pendekatan baru, dimana layanan
medsos telah memberikan fasilitas kepada pengguna untuk menambah atribut pada peta
berdasarkan kepentingan pengguna sendiri dan membuat buku catatan perjalanannya
menggunakan berbagai aplikasi, misalnya STAPPZ Real-Time Travel Guides17. Pada saat yang sama
pengguna dapat menjelajahi layer pengguna lain hingga membentuk ekstensi kolaboratif.

Dalam kejadian bencana, jaringan geososial dapat memungkinkan pengguna untuk


berkoordinasi dan berkolaborasi seputar bencana melalui geotag juga kegiatan bantuan bencana
untuk mengembangkan kesadaran situasional secara kolektif melalui serangkaian perspektif
individu. Jenis jaringan geososial ini dikenal juga sebagai ‘pemetaan kolaboratif’18. Selanjutnya,
pesan melalui geolokasi dapat membantu perangkat otomatis untuk mendeteksi dan melacak
munculnya potensi wabah penyakit dimasyarakat umum, misalnya untuk penyebaran virus flu H1N1
(Lampos & Cristianini, 2010).

Pada bidang politik, dapat digunakan untuk mengorganisir jaringan massa, mengatur, melacak,
dan mengkomunikasikan agenda kampanye, juga mendapatkan informasi mengenai demonstrasi
yang sedang terjadi. Menggunakan aplikasi geososial, orang dapat menggunakan twitter melalui
ponsel berbasis smartphone untuk segera menghentikan demonstrasi sebelum dihentikan oleh
pihak berwajib. Orang-orang di acara tersebut dapat berkomunikasi satu sama lain secara luas
menggunakan perangkat mobile yang terhubung ke internet.

Kehadiran geocoding, geotagging, dan geolokasi telah menjadi semacam portal dimensi antara
dunia maya dan dimensi ruang dan waktu (spatio-temporal). Manusia memasuki dunia maya untuk
membangun jaringan sosial dengan menggunakan bentuk-bentuk simbolitas artifisial. Dengan
geolokasi kemudian menjadi penanda secara simbolitas tersebut terhadap eksistensinya di dunia
real. Secara sederhana, geolokasi dapat menjadi alat untuk sarana memetakan sebaran pengguna

16
Layanan berbasis lokasi (lbs) adalah layanan pada software yang terdapat pada perangkat mobile dengan menggunakan data lokasi untuk
mengendalikan fitur yang dapat diakses melalui jaringan seluler menggunakan informasi mengenai posisi geografis.
17
Dapat di-install melalui play store link: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.stappz.android
18
Pemetaan kolaboratif adalah kumpulan peta berbasis web (web mapping) yang memiliki User-generated content (UGC). UGC Adalah segala
bentuk konten yang dibuat oleh pengguna sistem atau layanan dan tersedia secara terbuka disistem itu. Melalui web mapping yang memiliki
UGC maka pengguna dapat menambahkan entitas berupa informasi mengenai suatu lokasi. Dengan pertumbuhan teknologi untuk
menyimpan dan berbagi peta, peta kolaboratif (misalnya openstreetmap) telah menjadi pesaing bagi layanan yang bersifat komersial.

8
terhadap keterikatannya dengan dimensi geografis. Untuk tujuan tertentu maka kita dapat
menggunakan fenomena sebaran tersebut sebagai objek kajian geografi pada berbagai kajian.

c. Pemodelan Geosocial Cyberspace

Membahas mengenai visualisasi atau pemodelan dari geososial di dunia maya, kita dapat
menggunakan model social graph. Social Graph dalam konteks internet adalah sebuah model yang
merepresentasikan geososial dengan menggunakan teori graph (graph theory). Dalam matematika,
teori graph adalah studi tentang grafik atau gambaran mengenai suatu fenomena, yaitu struktur
matematis yang digunakan untuk memodelkan hubungan berpasangan antar objek. Social Graph
telah disebut sebagai "pemetaan manusia secara global dan bagaimana pola keterkaitannya."19

Untuk tujuan pemodelan tersebut, kita dapat menggunakan aplikasi seperti Gephi20 yang
tersedia secara gratis untuk di gunakan. Gephi adalah perangkat lunak open source untuk analisis
grafik dan jaringan. Arsitektur Gephi bersifat fleksibel, sehingga memungkinkan untuk bekerja
dengan kumpulan data yang kompleks dan memberikan hasil visual yang memudahkan untuk
diinterpretasi (Bastian, Heymann, & Jacomy, 2009).

Dua hal yang penting untuk di fahami pada model geososial adalah konektivitas dan integrasi.
Untuk menggambarkan ukuran tersebut, mari kita asumsikan beberapa variabel dari berbagai node
pada graph, dimana jarak terpendek antar node di notasikan dengan i, bilangan dari node dengan
jarak terpendek dilambangkan dengan Ni jarak maksimal yang terpendek dilambangkan dengan k.
Sehingga kita bisa menggunakan ekspresi berikut (Bin & Ormeling, 2000);

𝑘
ℑ = ∑ 𝑖 𝑥 𝑁𝑖
𝑖=1

dari ekspresi tersebut maka dapat digambarkan sebagai berikut:

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑘𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑖𝑓𝑓 𝑖 = 1
ℑ = {𝐼𝑛𝑡𝑒𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑙𝑜𝑘𝑎𝑙 𝑖𝑓𝑓 2 ≤ 𝑖 ≤ 𝑘 − 𝛿
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑔𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑔𝑙𝑜𝑏𝑎𝑙 𝑖𝑓𝑓 𝐼 = 𝑘

Dimana 𝛿 adalah variabel konstan yang cukup besar, biasanya 𝑘 − 𝛿 kurang dari 10 tergantung pada
ukuran graph. Jadi dari definisi formal di atas, konektivitas adalah jumlah node yang terhubung
langsung ke node. Terkadang, konektivitas bisa disebut jumlah tetangga terdekat.
Integrasi dapat dianggap sebagai jumlah tetangga dalam beberapa langkah atau serangkaian
langkah yang mengarah ke integrasi lokal dan global masing-masing. Langkah-langkah ini diambil
dari teori space syntax21 (Bin & Ormeling, 2000). Ilustrasi hasil pemodelan terhadap jaringan
geososial dapat dilihat pada gambar 2 berikut.

19
McCarthy, Caroline. (21-4-2010). "Facebook: One Social Graph to Rule Them All?". CBSNews. https://www.cbsnews.com/news/facebook-
one-social-graph-to-rule-them-all/. Diakses pada 24/8/2017 [2:06 AM].
20
Dapat di download di https://gephi.org/
21
Istilah space syntax mencakup seperangkat teori dan teknik untuk analisis konfigurasi spasial.

9
Gambar 2. Ilustrasi model bentuk jaringan berdasarkan hasil perhitungan graph (Bin & Ormeling, 2000).

d. Pemodelan Geospatial Cyberspace

Sebuah ungkapan sederhana (Wellman, 2001): “Jaringan komputer adalah jejaring sosial.”
Pemahaman bahwa cyberspace adalah sebuah bentuk sintetis pada dimensi virtual dari dunia nyata
yang menghubungkan manusia atau perangkat membentuk jaringan sehingga pemodelan pada
dunia maya dapat dilakukan dengan pendekatan cyberplace22 untuk medapatkan fenomena sosial
pada dunia maya terhadap referensi dimensi spasialnya di dunia nyata. Terdapat tiga domain utama
pada dunia maya untuk memvisualisasikan kompleksitas cyberspace (perhatikan gambar 3). Pada
tiga domain utama dunia maya dapat dipisahkan menjadi enam layer (lapisan):

Geoosial

Manusia (Aktor)

Kognitif Persona (Narrative)

Informasi (Kode Sources)

Virtual
Infrastruktur Jaringan

Bumi

Fisik

Gambar3: Model spasial/geospasial untuk identifikasi fenomena dunia maya (Paper, 2015)

o Domain fisik (Physical) yang terdiri dari layer komponen geografis dan layer komponen
infrastruktur jaringan. Komponen geografis adalah bagian dari permukaan bumi atau real world
sebagai ruang/spasial23 tempat beradanya infrastruktur jaringan (network/connectivity) juga
tempat distribusi manusia sebagai pengguna (user/aktor) pada dimensi spasial. Komponen
infrastruktur jaringan merupakan teknologi yang menghubungkan berbagai perangkat pengguna
jaringan internet (seperti kabel bawah laut dan ethernet, router, dan perangkat switching, dan
sebagainya).

22
Lihat (Wellman, 2001).
23
real world sebagai ruang/spasial terdiri dari Darat, laut, udara, luar angkasa

10
o Domain virtual atau logical yang terdiri dari layer informasi dan Layer persona. Layer informasi
merupakan perangkat lunak (software) berupa baris kode (source) yang memungkinkan
perangkat keras dapat berfungsi dan berkomunikasi. Layer berikutnya adalah layer persona
(narrative) sebagai Identitas Individu dalam cyber domain (Robert & Gregory, 2012) yang juga
dapat berupa mesin (hardware) sebagai representasi dari pengguna.
o Domain kognitif terdiri dari layer manusia (aktor) dan layer geososial. Layer manusia atau aktor
adalah komponen yang menggunakan perangkat untuk terhubung pada domain virtual. Layer
sosial adalah interaksi berbagai individu yang membentuk jaringan sosial.

III. PENUTUP

Dari Pythagoras ke Russell, Poincare dan Heisenberg, filsuf terbaik yang mendalami dimensi ruang
dan waktu sebagai fisikawan dan matematikawan hebat yang berusaha untuk menjelaskan implikasi dari
penemuan mereka sendiri atas pemahaman konseptual kita tentang dunia. Dari perdebatan yang
berlangsung selama lebih dari dua ribu tahun, beberapa di antaranya relevan secara langsung dengan
SIG (Couclelis, 1999).

Dimensi yang kita kenali sebagai realitas terhadap dunia nyata (real world) terdiri dari dimensi
spasial (ruang dan waktu) dan dimensi non-metrik (kognitif dan sosiokultural). Kehadiran dunia maya
menjadi konsepsi baru terhadap dimensi dalam kehidupan dunia saat ini, sebuah dimensi dengan wujud
sintetis berbentuk virtual dari dimensi kehidupan dunia nyata. Dunia maya (cyberspace) hadir sebagai
wujud dimensi sintetis terhadap dimensi realitas (spasial dan non-metrik). Geografi dapat mengambil
peran untuk menjadi jembatan saintifik terhadap kedua dimensi tersebut untuk di konsepsi kedalam
pemahaman yang lebih mendalam. Terlebih arah perkembangan teknologi virtual telah menuju kepada
penyempurnaan virtual reality dan augmented reality.

Kesimpulan

Pemodelan yang menggunakan paradigma geografi untuk menangkap bentuk sintetis dari domain
virtual pada dunia maya terhadap realita pada dunia nyata dapat dilakukan dengan metode pemodelan
geososial dunia maya dan pemodelan geospasial dunia maya. Dengan pemodelan geososial maka
dimensi non-metrik terhadap eksistensi dunia maya dapat lebih dikenali, dan dengan pemodelan
geospasial dunia maya maka dimensi saptio-temporal dari internet juga dapat lebih dikenali.

Saran

Dengan mengintegrasikan kedua model tersebut dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan dan
kepentingan guna pengambilan keputusan yang lebih akurat dan lebih baik. Penulis menyarankan pada
penelitian berikutnya dapat menggunakan studi kasus dengan melibatkan kedua bentuk pemodelan
tersebut, juga melakukan kolaborasi terintegrasi terhadap kedua pemodelan tersebut. Penulis juga
menyarankan untuk mendalami secara filosofis terkait realitas teknologi yang menuju pada upaya
menyempurnakan virtual reality dan augmented reality.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hallaf, H. P. (2013). Mengamati Fenomena Geografi; Buku Pengantar. Yogyakarta: Digna Pustaka.

Banday, M. T. (2015). Social Media in E-Governance: Challenges and Opportunities. Trends, Prospects,
and Challenges in Asian E-Governance, 160.

Bastian, M., Heymann, S., & Jacomy, M. (2009). Gephi: an open source software for exploring and
manipulating networks. Icwsm, 361-162.

Bin, J., & Ormeling, F. (2000). Mapping cyberspace: Visualizing, analysing and exploring virtual worlds.
The Cartographic Journal, 37(2), 117-112.

Couclelis, H. (1999). Space, time, geography. Geographical information systems, 1, 29-38.

Kurbalija, J. (2010). Sebuah Pengantar Tentang Tata Kelola Internet. APJII.

Lampos, V., & Cristianini, N. (2010). Tracking the flu pandemic by monitoring the social web. In Cognitive
Information Processing (CIP). International Workshop (pp. 411-416). Elba, Italy: IEEE.

Mathews, & Herbert. (2004). Unifying Geography. Common heritage, share future. London, Routlege:
Taylor&Francis Group.

Mezzapelle, D., & Zarrilli, L. (2016). Border and Cyberspace: Some Reflections of Political Geography.
Revista Română de Geografie Politică, 133-139.

Paper, W. (2015). Cyber Warfare - The GeoSpatial Approach, 2015. UK: ESRI.

Robert, F., & Gregory, C. (2012). A methodology for cyber operations targeting and control of collateral
damage in the context of lawful armed conflict. Cyber conflict (CYCON), 4th international
conference (pp. 1-3). Tallinn, Estonia: IEEE.

Sutikno. (2008). Geografi, dan Kompetensinya dalam Kajian Geografi Fisik. Materi Sarasehan Keilmuan
Geografi (pp. 1-14). Yogyakarta: Faklutas Geografi UGM.

Tranos, E. (2011). The topology and the emerging urban geographies of the Internet backbone and
aviation networks in Europe: a comparative study. Environment and Planning (A.43), 378-392.

Wellman, B. (2001). Physical Place and Cyberplace: The Rise of Personalized Networking. International
Journal of Urban and Regional Research Volume 25.2, 227-252.

12

Anda mungkin juga menyukai