Anda di halaman 1dari 6

RESENSI TEATER

BEOKU, BURUNGKU, CINTAKU


DALAM ”MALAM JAHANAM”

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengkajian Drama
Dosen Pengampu: Dr. Al Imron Al-Ma’ruf, M. Hum

Disusun Oleh:

Ahmad Safi’i
A 310 080 079

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011

BEOKU, BURUNGKU, CINTAKU


I. Pendahuluan
1. Judul Lakon : Malam Jahanam
2. Sutradara : Deddy Deden
3. Pemain
1. Darmawan sebagai Mat Kontan
2. Fajar sebagai Soleman
3. Ulya sebagai Paijah
4. Aris sebagai Utai
5. Wahyu sebagai Pak Pijat
4. Teater : Wejang
5. Pelaksanaan
1. Tempat : Taman Budaya Jawa Tengah
2. Hari : Senin
3. Tanggal : 20 Desember 2010

II. Sinopsis
BEOKU, BURUNGKU, CINTAKU
Paijah yang setiap malam selalu ditinggal entah kemana perginya suaminya yang bernama
Mat Kontan. Paijah etiap malam hanya ditemani oleh seorang yang mempuyai keterbelakangan
mental yaitu bernama Utai. Utai setiap malam selalu mendatangi rumah paijah. Meskipun
kedatangan Utai mendapat perlakuan yang tidak enak dari Paijah.
Pada malam itu Paijah mengungkapkan apa yang dia rasakan dalam bahtera rumah tangganya
itu kepada Soleman. Paijah bercerita perihal masalah yang dialaminya yang tidak merasakan
kebahagian dalam membina bahtera keluarga bersama Mat Kontan. Soleman empati mengenai
kesedihan yang menyelimuti jiwa Paijah.
Mat Kontan setiap pulang ke rumah tidak pernah mengurusi anak dan istrinya. Dia hanya
mementingkan kesenangannya pribadi tidak ingin mengerti perasaan yang diderita istrinya. Mat
Kontan lebih mementingkan hewan peliharaannya daripada nasib keluarganya. Mat Kontan pun
sering bemain judi dan melalaikan tanggung jawabnya untuk menafkahi keluarganya. Paijah
sangat gelisah dan sedih melihat tingkah laku suaminya yang tidak mau peduli akan keluarganya.
Mat Kontan tidak memperdulikan nasib anaknya mekipun anaknya sedang sakit. Dia malah
mementingkan nasib burung – burung peliharaannya itu. Setelah Soleman pulang menangkap
ikan di alut dia menyindir Mat Kontan dengan kata – kata yang sangat tak enak didengar telinga.
Namun Mat Kontan tidak terpengaruh sama sekali oleh sindiran Soleman. Mat kontan benar-
benar merasa bangga dengan kelahiran anak tersebut. Selain terlihat tampan, anak itu begitu
terlihat sempurna. Sehingga Mat Kontan pun juga senantiasa bangga dan besar kepala. Karena ia
merasa bahwa ketampanan anaknya itu mirip dengan dirinya. Tapi Mat Kontan tidak mengetahui
bahwa anak yang ia bangga-bangga kan selama ini bukan anak kandungnya. Meskipun Mat
Kontan selalu membangga-banggakan anak dan istrinya di depan teman-temannya, namun dia
tidak pernah memberikan nafkah batin terhadap mereka.
Paijah adalah sosok gadis cantik yang selalu dibangga-banggakan oleh suaminya didepan
teman-teman suaminya. Di luar rumah, Paijah selalu dibangga-banggakan oleh suaminya, namun
di rumah ia tidak pendapatkan perhatian lebih dari suaminya. Dia selalu merasa kesepian.
Dirinya selalu digantikan oleh burung-burung peliharaan suaminya. Karena suaminya lebih
memperhatikan burung-burung peliharaannya dari pada memperhatikan dia, istrinya yang selalu
dibangga-banggakan kecantikannya jika di luar rumah.
Semakin lama, batinnya semakin tersiksa. Karena dia tidak diperhatikan, dia merasa tidak
dianggap sebagai seorang istri. Hingga pada suatu hari, Paijah mendapatkan perhatian lebih dari
tetangganya bernama Soleman. Laki-laki yang belum beristrikan ini, selalu memperhatikan
Paijah dan menemani Paijah ketika suaminya Si Mat Kontan pergi meninggalkan dia untuk
mencari burung untuk ia pelihara. Sejak saat itu, hubungan Paijah dengan Soleman menjadi
hubungan yang lebih dari sekedar tetangga.
Kedekatan hubungan Paijah dengan Soleman tidak diketahui olah Mat Kontan. Saat Paijah
mengandung buah dari hubungan gelapnya dengan Soleman pun Mat Kontan tidak menaruh rasa
curiga sama sekali. Hingga anak itu lahir, Mat Komtan tidak menyadari bahwa anak yang
dilahirkan oleh istrinya itu, bukan anak kandungnya. Semua itu terjadi karena Mat Kontan benar-
benar tidak pernah memperhatikan istrinya.
Mat Kontan selalu sibuk dengan dirinya sendiri. Kebiasaannya memelihara burung benar-
benar mengalihkan perhatiannya. Burung-burung peliharaannya terus menyita perhatiannya
hingga ia melupakan istrinya dan tidak menyadari bahwa istri yang ia bangga-banggakan itu
telah berselingkuh dibelakangnya dengan tetangganya sendiri. Bahkan setelah anak yang
dikandung istrinya itu lahir, Mat Kontan juga sering membangga-banggakan anak yang bukan
anak kandungnya itu di depan teman-temannya.
Mat kontan benar-benar merasa bangga dengan kelahiran anak tersebut. Selain terlihat
tampan, anak itu begitu terlihat sempurna. Sehingga Mat Kontan pun juga senantiasa bangga dan
besar kepala. Karena ia merasa bahwa ketampanan anaknya itu mirip dengan dirinya. Tapi Mat
Kontan tidak mengetahui bahwa anak yang ia bangga-bangga kan selama ini bukan anak
kandungnya. Meskipun Mat Kontan selalu membangga-banggakan anak dan istrinya di depan
teman-temannya, namun dia tidak pernah memberikan nafkah batin terhadap mereka.
Bahkan ketika anaknya sakit, Mat Kontan terkesan acuh terhadap keadaan anatnya tersebut.
Dilain pihak. Justru Soleman yang lebih memperhatikan keadaan Paijah dan anaknya. Soleman
benar-benar mengkhawatirkan keadaan anak hasil dari perselingkuhannya itu dengan Paijah.
Saat Mat Kontan baru pulang dari menangkap burung pun, ia tidak langsung memperhatikan,
menanyakan atau pun memeriksakan keadaan anak nya yang sedang sakit itu. Ia hanya
memperhatikan burung-burung peliharaannya saja. Mat Kontan hanya suka memperhatikan
burung-burung peliharaannya. Ada seekor burung yang benar-benar mampu mengalihkan
perhatian Mat Kontan terhadap anak dan istrinya itu. Burung itu adalah Si Beo. Si Beo
merupakan burung cerdas kebanggaan dari mat kontan. Ia mampu menirukan suara-suara dan
kata-kata dari majikannya. Karena kepintaran birung itulah, Mat Kontan sangat menyayanginya
lebih dari anak dan istrinya.
Hingga pada suatu hari, kepandaian bicara burung beo itu membuat Soleman dan Paijah
meradang. Burung itu selalu menirukan perkataan yang diucapkan oleh Paijah ketika ia sedang
berdua bersama Soleman. Karena Soleman merasa takut dan hawatir bahwa perselingkuhannya
diketahui oleh Mat Kontan atas ‘pengaduan’ dari beo tersebut, Soleman pun membunuh burung
beo itu dan membuangnya di dekat sumur. Bangkai burung yang telah gigit seekor anjing itu
lantas di pergoki oleh Utai. Sesosok laki-laki yang memiliki keterbelakangan mental.
Pada awalnya, karena terlalu sibuk dengan kegemarannya mencari burung dan bermain kartu
bersama teman-temannya, Mat kontan tidak menyadari bahwa burung kesayangannya telah tidak
ada. Ia sangat terkejut setelah mendapati kandang beo itu kosong. Karena ia sangat panik, ia
pergi ke ahli nujum untuk menanyakan kemana kepergian burung kesayanggannya itu. Tanpa
memikirkan anaknya yang sedang sakit, Mat Kontan justru khawatir dengan keadaan beonya dan
tanpa berpikir panjang, ia langsung bergegas pergi menemui ahli nujum tersebut.
Seperginya Mat Kontan dari rumah menemui ahli nujum itu, Paijah lantas menemui
Soleman. Awalnya Paijah hanya ingin menceritakan kecemburuannya terhadap perbuatan
suaminya yang lebih mementingkan burung peliharaannya dari pada anaknya yang sedang sakit.
Namun perasaan Paijah berubah menjadi panik setelah mengetahui bahwa burung itu dibunuh
oleh kekasih gelapnya sendiri. Paijah khawatir kalau hubungan perselingkuhan mereka diketahui
oleh suaminya setelah suaminya datang dari rumah ahli nujum itu. Paijah takut kalau rahasia
mereka terbongkar. Seketika itu juga, Soleman menenangkan hati Paijah. Ia meyakinkan Paijah
bahwa dirinya akan menghadapi semua resikonya. Apapun yang terjadi, Soleman akan tetap
berada dipihak Paijah dan selalu membelanya.
Tidak beberapa lama, Mat Kontan pun pulang. Dengan hari gusar Paijah menyambutnya.
Namun ternyata, ahli nujum yang didatangi oleh suaminya itu telah meninggal beberapa hari
yang lalu. Namun kegusaran Paijah tidak lantas sirna melainkan semakin menjadi ketika melihat
suaminya marah besar terhadap dirinya karena tidak bertanggung jawab atas hilangnya beo
tersebut. Kemarahan Mat Kontan semakin menjadi-jadi ketika ia mendengar Utai mengatakan
bahwa leher burung beo tersebut berdarah-darah digifit anjing.
Akhirnya karena melihat Soleman yang hanya bisa diam karena takut, tidak mau mengakui
hal yang sebenarnya, Paijah justru menutupi kebohongan Soleman dengan mengaku pada Mat
Kontan bahwa dial ah yang telah membunuh boe tersebut. Paijah mengaku, ia membunuh beo
tersebut karena ia sakit hati dengan ‘perkataan’ beo yang selalu mengejeknya. Melihat Paijah
mencoba menutupi kebohongan itu, Soleman justru semakin membisu dan tidak mau membela
Paijah seperti yang telah ia janjikan sebelimnya. Melihat hal tersebut, Paijah merasa geram dan
akhirnya mengakui juga tentang perselingkuhannya dengan Soleman. Bahkan Paijah juga
mengatakan bahwa anak itu bukan anak kandung Mat kontan.
III. Hasil Kajian
1. Acting
Ackting dari setiap pemain terlihat bagus, dan terlihat menyatu dengan tokoh yang sedang
diperankannya. Penguasaan emosional dan ekspresi wajah menunjukkan betapa kerasnya para
pemain ini berlatih, mempersiapkan diri sebelum pementasan ini dipentaskan. Penjiwaan dari
setiap pemainnya sudah baik meskipun masih ada hal-hal yang perlu untuk lebih ditingkatkan.
Namun ada kekurangan dalam segi acting pada tokoh yang bernama Mat Kontan. Peran mat
Kontan sangatlah datar. Ketika dia harus beradegan marah mimic mukanya tidak sama sekali
mencerminkan kalau dia edang marah. Peran Mat Kontan sangat datar.

2. Setting
Penataan setting tempat pada pementasan teater malam jahanam menurut saya masih banyak
hal yang perlu dibenahi. Penggambaran suasana di sekitar rumah masih dirasa kurang. Terlebih
lagi tidak Nampak jelas dimana sebenatnya setting rumah yang menjadi latar pementasan teater
ini. Desa itu berada di daerah pegunungan, atau pun di daerah pantai, tidak ada kejelasan akan
hal itu.
Ada sebuah adegan yang diperankan oleh Soleman, yang beracting membawa sebuah jala.
Hal tersebut nenyiratkan bahwa pekerjaannya adalah sebagai seorang pencari ikan. Akantetapi
dilain pihak, tidak ada suara ombak yang menandakan bahwa rumah dimana Soleman tinggal
adalah di tepi pantai, sedangkan Soleman pergi mencari ikan dengan berjalan kaki. Hal tersebut
menumbuhkan penafsiran yang rancu.
3. Lighting
Penataan lampu atau Lighting pada pementasan itu saya rasa sudah cukup baik. Karena
dalam pemilihan warna filter lampu sangat tepat untuk menggambarkan situasi di pantai. Dan
selain itu tata letak lampu sangat tepat pada bloking – bloking yang dilakukan oleh para pemain
dalam pemantasan itu.

4. Kostum
Pemilihan kostum yang digunakan dalam pementasan teater Malam Jahanam menurut saya
sudah sesuai. Hal itu terlihat bahwa ada perbedaan yang cukup jelas antara Pak Pijat dengan
aktor yang lainnya. Pak Pijat dalam pementasan ini digambarkan sebagai Laki-laki tua yang
buta. Kostum yang dipakai pun dilengkapi dengan pemakaian tongkat kayu dan kopyah atau peci
seperti yang dipakai seorang laki-laki tua, buta pada umumnya.
Diluar dari pada itu semua, ditel dari pemakaian kostum oleh para pemain seharusnya untuk
lebih diperhatikan. Karena sandal yang dipakai oleh salah satu pemain terlihat kebesaran. Hal itu
sedikit mengganggu pemandangan penonton terlebih karena sandal yang dipakai kebesaran
sehingga menimbulkan suara yang gaduh, sehingga mengalihkan perhatian penonton.

5. Rias
Tata rias pada pemain teater sangat berkaitan erat denga kostum yang digunakan. Rias dapat
menjelaskan keseluruhan peran yang dimainkan oleh seorang aktor maupun aktris yang telah
memakai kostum seperti sosok peran yang dimainkan. Antara rias dan kostum merupakan dua
unsure penting dalam sutu pementasan yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi.
Penggunaan rias dalam teater ini sudah bagus, namun terlihat kurang memperhatikan ha-hal
kecil seperti bedak. Bedak yang digunakan oleh tokoh Soleman terlihat begitu tebal. Karena
Fajar, pemeran tokoh Soleman dalam teater ini telah memiliki kulit yang putih, sehingga
wajahnya terliat begitu putih. Hal tersebut tidak sesuai dengan provesi Soleman sebagai seorang
pencari ikan.
6. Plot/Alur
Alur yang digunakan dalam teater ini merupakan alur maju. Karena ceritanya dimulai dari
pengenalan tokoh, permasalahan, klimaks, anti klimaks dan penyelesaian. Teater ini diakhiri
denga pengakuan perselingkuhan antara Paijah dengan Soleman diakhir cerita dan menimbulkan
akhir cerita yang menyedihkan.
7. Blocking
Penempatan posisi pemain saat berakting memperlihatkan bahwa sebelum teater ini
dipentaskan segala sesuatunya telah dipersiapkan. Termasuk latihan yang telah dilakukan para
pemain sebagi bentuk persiapan sebelum pementasan. Dalam pementasan ini, terdapat beberapa
kali blocking yang tidak tepat sehingga pemain membelakangi penonton. Terlebih ketika dialog
yang diucapkan tidak jelas, maka penontan secara otomatis bingung dengan hal yang
dilakukannya.

8. Musik
Musik yang dipilih dalam pementasan ini benar-benar sesuai dengan hal-hal yang dirasakan
oleh pemainnya. Peselingkuhan, sakit hati, dan kesedihan dalam music yang dipilih, telah
mewakili tema yang sama dalam pementasan teater ini. Penonton ikut terhanyut dalam rasa yang
sama ketika mendengarkan musik yang dipilih untuk mengiringi pementasan teater ini.
Akhirnya, penonton memiliki kesan tersendiri setelah selesai menyaksikan pertunjukan teater
Malam Jaham tersebut. Namun seharusnya juga diiringi dengan tambahan suara gemruhnya
ombak dilaut untuk menyesuaikan dengan setting kehidupan di pesisir pantai.
9. Improvisasi
Dalam pementasan ini beberapa kali terlihat pemain masih mencoba mengingat-ingat dialog
yang akan diucapkannya. Selain itu, beberapa kali pemain lupa dengan dialognya namun tetap
mencoba untuk mengingat-ingatnya menyampaokan dialog yang benar tanpa mau mencoba
untuk mngubah dengan dialog lain yang selaras dengan lawan mainnya. Sehingga terjadi
beberapa kali pengucapan salah yang di ulang-ulang sehingga menimbulkan tawa bagi penonton.
Diposting oleh blinksastrakasmas di 22.01 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai