Anda di halaman 1dari 6

Pada hari Selasa tanggal 11 Desember 2018, Laboratorium Seni Teater Delik

mengadakan pementasan teater di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT). Membawakan naskah
berjudul ‘Malam Jahanam’ karya Motinggo Boesje, pementasan tersebut berlangsung selama dua
jam, dari mulai pukul 19.00 – 22.00 WIB. Tidak hanya diadakan di Surakarta, namun
pementasan juga diadakan di Purwokerto pada tanggal 6 Desember 2018. Acara tersebut dibuka
dengan pertunjukan Tari Montro yang dilakukan oleh enam orang mahasiswa perempuan
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS).

Tari Montro

Tari montro merupakan tari penyambutan atau pembukaan yang pada mulanya hanya
berkembang di lingkungan kraton untuk memperingati Maulid Nabi. Namun, seiring dengan
perkembangannya, kesenian ini akhirnya berkembang menjadi kesenian rakyat. Kesenian ini
diawali dengan pembacaan kandha, yaitu semacam salam pembuka kepada pemirsa yang
disampaikan oleh seorang dalang. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan pembacaan lagu
shalawatan dalam bahasa Arab yang dilafalkan seperti bahasa Jawa. Pembacaan syair shalawatan
ini dinyanyikan dengan diiringi musik dan tarian. Alat musik yang digunakan ialah beberapa
rebana dalam berbagai ukuran dengan fungsi nada masing-masing.

Pencipta: Kanjeng Pangeran Yudhanegara (salah satu menantu Sultan Hamengkubuwono


VIII)

Sinopsis Malam Jahanam karya Motinggo Boesje

Dalam naskah drama Malam Jahanam karya Mottinggo Boesje menceritakan bagaimana
seorang keluarga yang hidup dengan konflik-konflik. Seorang suami yang hanya mementingkan
dirinya dan hobi tanpa menghiraukan keluarga yang ada di rumah. Istri dan anak semata wayang
yang berada di rumah juga perlu akan perhatian dan kasih kasayang dari seorang kepala
keluarga. Seorang istri tak mampu sendiri berdiri dalam menompang kehidupan keluarga, ia akan
pincang dalam melalui kehidupan di dunia ini jika tidak adanya pendamping hidup, namun apa
gunanya bila daya itu ada, mempunyai seorang suami yang banyak diharapakan dapat
memberikan apa yang diharapkan terutama dalam cinta dan kasih sayang dalam keluarga. Semua
itu tidak dirasakan oleh Paijah sebagai seorang istri yang mempunyai suami bernama Mat
Kontan. Suaminya hanya sibuk dengan kegiatanya sendiri, main judi, bermain dengan peliharaan
kesayangaannya yaitu burung beo dan perkutunya. Ia rela melakukan dan mengeluarkan kocek
berapaun demi hobinya itu, sedangkan istri dan anak ditelantarkan bagaikan tidak ada yang
memilikinya. Ketika anaknya sedang sakit keras Mat Kontan pun tidak memperdulikan
kesehatan anaknya itu, ia hanya beranggapan bahwa nanti anaknya akan sembuh dengan
sendirinya. Ia pun tetap sibuk dengan mengurusi burung perkutut yang baru dibelinya dari hasil
menang judi dan menjual hasil ikannya. Ia menceritakan tentang kehebatan burungnya itu
kepada sahabatnya Soleman, bahwa burungnya adalah burung termahal melebihi harga sebuah
mobil. Soleman yang merasakan akan kurangnya perhatian Mat Kontan kepada Istri dan anaknya
menegur dan menasihati dia agar selalu memperhatikan keluarganya dari pada peliharaan dan
hobinya itu berkumpul dan bermain judi dengan teman-temannya. Mat Kontan hanya mendengar
dengan sekilas tanpa memperdulikan omongan Soleman itu ia bangga akan kehidupannya selama
ini dan tak mau seorang pun mengganggunya.

Apa yang seharusnya tidak terjadi, namun akhirnya itu berubah menjadi kenyataan dan
mau tidak mau memang harus diterimanya walaupun sepahit apapun kenyataan itu. Paijah yang
kecewa atas perlakuan dan sikap suaminya pun beralih ke Soleman yang merupakan tetangganya
ia mencurahkan isi perasaan dan apa yang dirasakannya selama ini dari perilaku suaminya.
Perasaan yang tidak dirasakan oleh Soleman karena selama ini ia sendiri dan tidak merasakan
apa yang dirasakan oleh lelaki yang sudah berpasangan maupun yang telah mempunyai istri, ia
mengagumi sosok Paijah yang merupakan istri sahabatnya Mat Kontan. Kejadian yang tak
diharpakan itu pun datang akibat percintaan yang terlarang dan malam jahanam pun itu akan tiba
saatnya menutut pertanggung jawaban dari apa yang telah dilakukan, karena sesuatu yang telah
kita lakukan harus dipertanggung jawabkan sesuai dengan apa yang kita perbuat.
Sampai akhirnya terjadilah hari yang tidak dinginkan itu, ketika Mat Kontan mengetahui
burung beo kesayangannya telah mati, ia sangat sedih dan dendam akan kematiaan burung beo
kesayangannya itu. Burung yang beberapa belakangan ini yang dia ketahui baru bisa berbicara
itu. Ia terpukul atas kejadiaan hilang dan matinya burung kesayangannya itu lalu ia mencari tahu
siapa yang telah membunuh burung kesayangannya itu dengan mengiris lehernya. Paijah yang
ketakutan akan perilaku suaminya itu pun sangat takut dengan sikap suaminya, ia takut suaminya
melukai dirinya dan anaknya karena kejadian kematian burungnya itu. Paijah pun meminta
perlindungan kepada Soleman agar menjaganya dari kegilaan suaminya akan kehilangan burung
beonya itu. Soleman yang tidak takut akan sikap dan prilaku Mat Kontan yang brutal itu, ia
berani menghadapi kegilaan Mat Kontan dan berjanji akan melindungi Paijah dari suaminya itu
jika di berbuat macam-macam dan menyakiti dirinya. Kedatangan Mat Kontan menemui
Soleman pun sudah diduga sebelumnya oleh dirinya, Mat kontan datang menemui Soleman
ketika ia tidak berhasil menanyakan kepada tukang nujum siapa yang telah membunuh burung
beonya. Ia pun menceritakan masalah yang dihadapinya kepada Soleman. Kecurigaan Mat
Kontan pun mengarah kepada istrinya, ia menduga bahwa istrinya yang telah membunuh beonya
itu, ketakukan Paijah pun menjadi kenyataan, suaminya mendesak Paijah untuk mengatakan
siapa yang telah membunuh beonya. Akhirnya setelah percecoakan sengit yang terjadi antara
Paijah dan Mat Kontan, Soleman pun mengakui perbuatannya yang telah membunuh burung beo
itu, Mat Kontan yang terkejut pun tak habis pikir tentang yang dilakukan sahabatnya itu. Dan
yang lebih mengejutkan lagi pengakuan akan hubungan Soleman dengan istrinya. Soleman
mengakui bahwa anak yang dilahirkan dari rahim Paijah adalah hasil hubungannya selama ini
dengan Paijah, karena Mat Kontan yang jarang pulang dan meninggalkan istrinya seorang diri
dan kemudian terjadilah hubungan itu.
Mat Kontan yang tidak bisa menerima kenyataan itu tidak bisa berbuat banyak kepada
Soleman, bukan karena ia sahabatnya melainkan juga ia yang telah menolong dirinya ketika
dirinya hampir tenggelam dalam pasir hidup. Mat Kontan seperti berhutang budi kepada
Soleman sehingga tidak bisa mengayunkan goloknya ke diri Soleman. Akhir cerita anak Paijah
mati karena sakit keras dan tidak dibawa kerumah sakit, Paijah sangat kehilangan anak
kesayangannya itu buah hati percintaannya dengan Soleman yang entah menghilang kemana
setelah kejadiaan pada malam jahanam itu.

Apresiasi Pementasan
1. Penokohan
a. Mat Kontan
Suami dari Paijah yang memiliki perawakan tinggi, berbadan besar, dan berambut
gondrong. Ia memiliki banyak burung, salah satunya burung beo yang menjadi
kesayangannya. Sifat egois, pendendam, dan sombong mendominasi diri Mat Kontan.
b. Paijah
Istri dari Mat Kontan yang memiliki perawakan mungil dan berambut panjang. Paijah
digambarkan seperti perempuan awalnya setia terhadap suaminya, namun karena
keegoisan sang suami dia memilih untuk berselingkuh. Paijah memiliki sifat yang
penyayang terutama kepada anaknya, selain itu ia juga memiliki sifat yang penyabar.
c. Soleman
Ia seorang pria yang menjadi tetangga dan teman dari Mat Kontan. Soleman
digambarkan belum menikah. Ia memiliki sifat yang individual sekali dan
bertanggung jawab.
d. Utai
Utai adalah seorang pria yang penurut kepada Mat Kontan. Ia selalu menggantungkan
hidupnya kepada Mat Kontan. Sifat yang dimiliki Utai yakni penjilat dan sikap
rusuhnya membuat banyak orang jengkel, namun ia juga memiliki sikap yang konyol
dan bisa membuat penonton tertawa.
e. Tukang pijat
Tukang pijat adalah seorang tuna netra yang sering berkeliling kampung untuk
mencari nafkah. Menurut saya, menentukan watak seperti apa yang ditunjukkan oleh
pemain tersebut sedikit susah karena ia hanya muncul dua kali dalam pertunjukkan.

2. Tema
Tema yang dihadirkan dalam pementasan ‘Malam Jahanam’ karya Motinggo
Boesjoe menurut saya lebih fokus terhadap kisah-kisah tentang keluarga. Ditampilkannya
permasalahan-permasalahan sederhana yang sering terjadi dalam keluarga dan dikemas
secara apik.

3. Alur
Alur yang dipentaskan termasuk alur maju, mulai dari pengenalan, pemunculan
konflik, klimaks, sampai pada akhirnya penyelesaian. Hanya saja adanya naik-turun
terjadinya konflik membuat saya semakin penasaran. Penonton seolah-olah diajak dalam
ketegangan kemudian diredakan, namun akhirnya para tokoh memunculkan konfliknya
lagi. Seperti pada adegan Mat Kontan yang ingin membunuh Paijah dan Soleman akan
tetapi para tokoh membuat tokoh Mat Kontan sudah benar-benar menyadari dan
mengakui kesalahannya sehingga kabur karena merasa bersalah. Ketika penonton
menghela nafas dan berpikir bahwa akan terjadi sebuah happy ending, kemudian Mat
Kontan dihadirkan kembali dengan emosi yang meluap-luap dan menyebabkan sad
ending.

4. Setting
Pementasan tersebut hanya menggunakan satu setting, yaitu di pekarangan rumah
Paijah dan pekarangan rumah Soleman.

5. Dialog
Dialog yang terdapat dalam pementasan tersebut terbilang pendek-pendek. Dialog
panjang hanya dipakai oleh Mat Kontan ketika ia menceritakan burung-burungnya.
Melalui dialog tersebut, Mat Kontan berhasil memunculkan watak sombong dan
arogannya dengan jelas, sehingga penonton dengan mudah menyimpulkannya. Selain itu,
dialog-dialog konyol dari Utai memunculkan rasa humor, sehingga membuat penonton
terhibur dan tertawa.

6. Tata Panggung, Tata Suara, Tata Rias, dan Tata Busana


Untuk menciptakan suasana pesisir pantai, panggung diberi pasir-pasir putih,
pohon kelapa, jaring yang digunakan untuk menangkap ikan digantung di depan rumah
Soleman, dan rumah-rumah dalam pementasan tersebut digambarkan bukan seperti
bangunan permanen, tetapi dinding-dinding yang hanya menggunakan anyaman. Penata
suara juga menyediakan bunyi-bunyi hembusan angin yang kencang serta deburan-
deburan ombak, hal itu cukup menambah terciptanya suasana pesisir pantai. Sayang
sekali ada satu suara yang kurang bisa diterima, entah sengaja atau tidak, penata suara
memunculkan bunyi kereta lewat. Karenanya beberapa penonton sempat heran. Dan,
untuk tata rias dan tata busana sudah cukup bagus.
7. Akting Para Pemain
Para pemain, secara garis besar, sudah bermain lumayan bagus dan berhasil dalam
membawakan cerita. Hanya saja terdapat kekurangan dimana terkadang karakter tokoh
yang dibawakan tidak terlalu kuat karakternya, misalnya saja tukang pijat di awal-awal
cerita masih mengambang dan tidak jelas karakternya bagaimana. Hal ini berakhir ketika
Tukang pijat menemani Paijah menangis. Selain itu, karena dialog yang sangat sedikit.
Sehingga, saya kurang bisa memahami peran tukang pijat dalam pentas tersebut sebagai
apa.

Anda mungkin juga menyukai